Satu minggu yang lalu pernikahan antara Rayhan Abraham dan Qaila Zarina telah berlangsung. Pernikahan dilangsungkan di desa dimana perempuan yang akrab dipanggil Qai itu lahir dan tumbuh besar disana.
Keduanya sama-sama menerima perjodohan yang telah dilakukan sudah sejak lama. Namun keduanya sama-sama menolak. Keduanya pun menolak usulan keluarga untuk saling bertemu agar bisa saling mengenal satu sama lainnya.
Namun keputusan keduanya yang tiba-tiba menerima perjodohan dan meminta langsung untuk menikah tanpa saling tahu rupa membuat kedua keluarga terkejut.
Lelaki berusia 27 tahun yang akrab dipanggil Rey itu mengetahui perempuan berusia 21 tahun, baru mengetahui wajah Qai saat usai ijab qabul. Dan begitu pula sebaliknya.
Qai sendiri adalah anak tunggal di keluarganya. Ibunya seorang guru disalah satu sekolah menengah atas yang ada di desanya.
Sedangkan ayah Qai adalah pemilik pabrik padi terbesar di desanya. Keluarga Qai cukup terpandang. Karena selain keluarga yang sudah mapan di desanya, Ayah Qai juga pernah menjadi ketua RW disana.
Sedangkan Rey berasal dari keluarga yang biasa saja. Ayah dan ibunya hanya seorang petani yang mengurus tanah sawah hasil dari warisan keluarga ayah Rey.
Meskipun bukan dari keluarga yang terpandang, bukan berarti keluarga Rey hidup kesusahan.
Bisa dilihat latar belakang pendidikan Rey dan Ratna, kakak Rey. Mereka berdua menyandang gelar S1.
Namun sayangnya, Ayah Rey meninggal dunia saat satu minggu ia menyelesaikan pendidikannya. Sedangkan ibunya kini tinggal bersama Ratna dan suami Ratna, Ahmad.
...***...
Hari ini Rey membawa Qai pindah kerumahnya. Lelaki yang bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan besi terbesar di kotanya itu telah memiliki rumah yang memang harus dicicil setiap bulannya.
Perjalanan dari desa ke kota memakan waktu hingga 5 jam. Saat sampai dirumah yang kini harus Qia tinggali. Mereka langsung membereskan barang bawaan mereka. Lebih tepatnya barang-barang pribadi Qai.
Selama satu minggu berada dirumah Qai. Baik Qai maupun Rey sama-sama diam tidak melakukan obrolan apapun. Padahal keduanya tidur di ruangan yang sama dan diatas ranjang yang sama.
"Kita harus bicara" Ucap Rey setelah memasuki kamar mereka. Rey ikut duduk di samping Qai.
"Mau bicara apa?" Tanya Qai.
"Kita harus sama-sama terbuka malam ini."
Kata terbuka membuat Qai mengernyitkan keningnya. "Maksudnya?"
"Sejak awal kita sama-sama menolak perjodohan ini. Tapi jujur saja aku heran kenapa aku dan kamu bisa bersamaan menerima hal ini tanpa kita saling bertemu terlebih dahulu. Bukankah itu aneh?"
Qai mengangguk setuju. "Aku pun berfikir demikian."
"Jujur, aku patah hati karena seseorang yang aku tunggu selama ini ternya sudah menikah dan bahkan sudah memiliki seorang anak." Ucap Rey mulai bercerita.
"Kami pacaran sejak SMA. Kami menjalin hubungan jarak jauh sejak kami lulus SMA. Aku harus kuliah disini sedangkan dia memilih kuliah di Jakarta. Aku menunggunya karena aku pikir dia tidak akan berpaling" Rey menarik nafas dala-dalam. "Karena Akulah orang yang merusaknya. Meski kita melakukan itu sama-sama mau."
"Aku juga sama. Aku sakit hati karena melihat pacar ku sedang berhubungan badan dengan perempuan yang entah siapa." Tutur Qai tiba-tiba.
"Kita sama-sama sudah menerima pernikahan ini. Meski belum ada rasa diantara kita, tapi aku mau kita komitmen menjalani hubungan ini."
Qai menatap Rey. Lelaki yang kini sudah resmi menjadi suaminya mengatakan hal yang sangat ingin ia dengar dari sang mantan kekasih. Komitmen.
"Aku tidak bisa menjaminkan apa pun selain diri ku sendiri. Maka aku akan setia selama kamu setia sama aku. Jadi aku mau kita menjadi suami istri sungguhan." Jelas Rei yakin.
"Apa kamu mau menerima ku, jika aku bekas lelaki lain?" tanya Qai. Ia ingin tahu terlebih dahulu bagaimana reaksi Rey jika seandainya ia bukan perempuan yang utuh.
"Aku bujang tapi bukan perjaka. Kita satu sama bukan?" jawab Rey santai. Namun terdengar meyakinkan dalam nada lelaki yang menatap Qai.
"Apa aku bisa memegang janji yang kamu ucapkan tadi?"
"Yang mana. Komitmen atau kesetiaan?" tebak Rey.
"Keduanya."
"Lelaki yang di pegang adalah ucapannya. Jadi cobalah percaya pada ku."
Bagaimanapun akhir perasaan mereka nanti. Tapi Rayhan akan tetap memilih memperjuangkan hubungan yang baru ia rajut.
Meski belum ada cinta di hati keduanya, apa salahnya dengan saling mendekatkan diri. Mungkin dengan hal itu mampu menumbuhkan benih-benih rasa yang tersisa di hati keduanya.
"Aku bingung mau memanggilmu apa." Ucap Qai saat Rey akan memajukan wajahnya.
"Terserah kamu saja. Apapun panggilan mu aku akan terima dengan senang hati."
"Mari kita lakukan sekarang" ajak Qai dengan berani.
"Sudah yakin?" tanya Rey untuk terakhir kalinya. Dan saat itu juga Qai mengangguk.
Cup
Rey langsung mengecup bibir Qai setelah mendapat persetujuan Qai. Hanya sebuah kecupan karena setelah itu Rey menjauhkan wajahnya untuk melihat reaksi Qai.
Cup
Kini gantian Qai yang maju mengecup bibir Rey dan langsung menjauhkan wajahnya untuk menatap wajah Rey.
Dan setelahnya, keduanya sama-sama maju mendekatkan wajah mereka. Saling berciuman, berpagut secara pelan menikmati ulah mereka bersamaan. Keduanya sama-sama bisa menyeimbangi dan tidak ada rasa kaku dalam memadu.
Secara bersamaan keduanya saling melepaskan tautan mereka. Keduanya masih ingin melakukan serangan namun apalah daya jika keduanya sangat membutuhkan pasokan oksigen.
Rey membantu melepaskan piyama Qai. Menyisakan pakaian dalamnya saja dan setelahnya ia melepaskan pakaiannya sendiri.
Perlahan tapi pasti, Rey menautkan bibir mereka lagi sambil perlahan merebahkan tubuh Qai agar ia bisa mengunci pergerakan Qai.
Tubuh Qai jelas bergetar merasakan setiap belaian tangan Rey yang menyusuri lekuk tubuhnya. Tapi entah kenapa rasa yang sangat menggelikan begitu asik dirasakan. Entah bagaimana cara menjabarkannya, Qai sendiri bingung dibuatnya.
Dengan susah payah Rey menerobos pertahanan Qai. Bahkan Rey mengabaikan rintihan Qai yang sampai mengeluarkan air mata.
Tapi meski begitu, keduanya sudah sama-sama sepakat. Sudah sama-sama setuju kalau mereka ingin melangkah sampai sejauh ini.
Komitmen keduanya adalah sebuah janji yang harus mereka tepati. Saling setia meski belum ada rasa cinta diantara dua hati yang kini tengah memadu kasih.
"Kamu bohong soal ini?" tanya Rey saat mereka benar-benar bersatu.
"Aku hanya ingin tahu bagaimana reaksi mu." Lirih Qai. Suaranya jelas sudah serak karena merintih sejak tadi.
"Apa kamu mengira aku tidak akan menerima mu saat seandainya kamu benar-benar tidak virgin lagi?"
"Mungkin" Jawab Qai asal.
"Apa yang kamu takutkan?"
"Meski kita belum mempunyai rasa. Tapi aku juga takut kamu meninggalkan aku setelah kamu mengambilnya dari ku." Qai berterus terang.
Rey tersenyum. "Kita selesaikan ini dulu."
Dan malam ini adalah malam dimana mereka benar-benar resmi menjadi selayaknya istri dan suami. Melakukan hal yang lazim dilakukan dalam sebuah hubungan yang sah.
Kemantapan hati keduanya bener-benar yakin menjadikan komitmen untuk keduanya saling bersama.
Bersambung...
Jangan lupa untuk tinggalkan jejak ya sayang kesayangan ❤️ kasih like dan komennya 💋 tab favorit juga ya ❤️
Rey terus membelai punggung Qai yang lembab akibat keringat yang mereka hasilkan bersama. Qai memeluk Rey dan menenggelamkan wajahnya di dada lelaki yang telah memilikinya secara utuh.
"Meski menyakitkan. Ternyata ada rasa yang melegakan. Pantas saja kau main dengan perempuan lain" batin Qai sengit mengingat lelaki yang telah menjadi mantan pacarnya.
"Pasti sakitkan. Maaf ya" ucap Rey sambil mencium pucuk kepala Qai.
"Nggak apa-apa. Bukankah wajar."
"Aku mempunyai mimpi dalam membangun rumah tangga. Aku juga punya cara yang ingin aku berikan jika aku sudah menikah. Jadi terima semua perlakuan ku apapun itu. Selama bukan hal yang salah coba terimalah. Tapi jika kamu tidak merasa nyaman dengan sikap ku atau pun cara ku ke kamu. Kamu terus terang saja. Karena aku tidak mau kamu melakukan apapun dengan ku karena terpaksa."
"Kalau begitu aku pun boleh melakukan apapun pada mu sesuai kemauan ku?" tanya Qai sambil mendongakkan wajahnya menatap Rey.
"Iya!" Ucap Rei singkat.
Tangan Rey membelai wajah Qai. Membuat perempuan yang telah resmi menjadi seorang istri itu memejamkan matanya dan menikmati sentuhan tangan Rey.
Qai langsung membuka kedua matanya setelah wajahnya di tiup Rey. "Kenapa?"
"Udah ngantuk?" tanya Rey yang nggak peka.
Qai menggelengkan kepalanya. "Jadi aku harus panggil kamu apa?"
"Terserah kamu saja. Senyamannya kamu. Panggil nama aku langsung juga boleh."
"Mana boleh begitu."
"Memangnya kenapa?"
"Kamu kan suami aku, dan lagi usia kamu lebih tua 6 tahun" jelas Qai.
"Tapi kan aku sendiri yang memperbolehkan kamu manggil nama ku langsung."
Qai menggelengkan kepalanya tidak setuju. "Tetap saja itu nggak sopan."
"Jadi?"
"Jadi?" Qai jadi ikut bingung.
"Jadi kamu mau panggil aku apa?"
"Aku bingung."
Rei mengangguk. "Pikirkan besok saja karena aku mau lagi."
Qai langsung menegang begitu saja mendengar ucapan Rey yang terang-terangan.
"Tapi itu masih sakit" Lirih Qai malu. Bahkan wajahnya sudah bersemu merah karena ucapannya sendiri.
"Aku tahu, makannya aku mau yang lain" ucap Rey sambil mengusap bibir Qai yang jelas terlihat membengkak.
Dan akhirnya mereka saling bercecap mesra. Sebagai obat penghantar tidur mereka berdua. Karena pada kenyataannya, mereka langsung terlelap begitu saja setelah saling berbelit.
...***...
Qai mulai mengerjapkan kedua matanya. Merasakan silau karena sinar matahari masuk melalui celah jendela yang sudah dibuka.
Sedangkan gordeng terus bergerak pelan karena tertiup angin. Pagi ini sepertinya nampak cerah. Walau Qai belum melihat bagaimana cuaca diluar saat ini.
Mata Qai langsung tertuju pada jam yang terpasang pada dinding kamar. Jam sudah menunjukkan pukul 07.00 WIB. Spontan Qai langsung duduk, nyawanya kini benar-benar terkumpul. Dan menyadari kalau ia bangun terlalu siang.
"Sudah bangun?" tanya Rey yang tiba-tiba masuk kedalam kamar.
"Maaf aku kesiangan kak."
Rey tersenyum menatap Qai. Ia melangkah mendekati ranjang mereka dan langsung duduk di tepi ranjang.
"Jadi kamu memanggilku kak?" tanya Rey menatap Qai inten. Kedua bola matanya sudah menjalar kemana-mana dengan sangat nakal. Seolah sedang menghitung seberapa banyak karya yang telah ia buat semalam.
Qai mengangguk. Sepertinya perempuan itu tidak menyadari jika mata lelaki yang memandangnya dengan mata nakalnya sedang mengabsen tubuhnya.
"Kalau nggak suka, aku akan pikirkan yang lain."
"Aku suka kok. Kamu sengaja menggoda ku atau apa?" tanya Rey. Tangannya dengan jahil menarik pelan pucuk si gunung yang terpampang nyata sejak tadi.
Spontan Qai menarik selimut agar dadanya tertutupi. Kini ia sadar jika mata lelaki didepannya ini sudah menatapnya dengan pandangan lain.
"Aku nggak sengaja" lirik Qai malu.
Tangan Rey menyentuh dagu Qai. Ia langsung mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir Qai sejenak. "Morning kiss."
Wajah Qai semakin merah padam. Jujur dia pun tidak menyangka apakah sikap lelaki yang baru beberapa hari menjadi suaminya ini akan terus bersikap seperti ini.
"Maafkan aku bangun kesiangan kak" Ucap Qai tak enak hati.
"Nggak masalah" Rey langsung menarik selimut yang menutupi tubuh tanpa benang Qai. Dan langsung menggendongnya.
"Kak."
"Kamu harus cepat membersihkan diri" ucap Rey sambil melangkah menuju kamar mandi.
"Tapi aku bisa jalan sendiri kak."
Rey langsung menurunkan Qai saat sudah didalam kamar mandi. "Aku yakin kamu akan jalan seperti siput." Ejek Rey bercanda. "Mau aku bantu mandi atau…"
"Aku mandi sendiri kak" dengan cepat Qai memotong ucapan Rey.
Pikiran Qai sudah menjalar kemanapun jika harus menerima tawaran Rey yang akan menjadi pengalaman baru jika ia terima.
"Panggil aku saat sudah selesai." Ucap Rey yang langsung keluar dari kamar mandi.
Qai terdiam. Menatap pantulan dirinya pada cermin yang ada disana. Ia langsung tersenyum saat mengingat adegan ia dan Rey semalam. Sentuhan yang baru pertama kali ia rasakan. Ternyata kini terasa candu jika terus di ingat lagi.
Mungkin ini lah kenapa mantan pacarnya selalu mengajaknya melakukan hal seperti ini. Karena memang rasanya bahkan sulit untuk didefinisikan.
Qai menghitung seberapa banyak jejak yang Rey tinggalkan pada kulitnya yang sudah tidak mulus lagi.
Hingga membuat Qai bergidik sendiri. karena bukan hanya dileher dan dada saja yang banyak jejak-jejak Rey. Tapi juga di punggungnya.
"Dia seperti orang yang sedang kelaparan" gumam Qai.
Qai langsung membasahi seluruh tubuhnya. Membersihkan diri walau jejak-jejak semalam tidak akan luntur terbawa air yang mengalir mengguyur tubuhnya.
Hampir setengah jam Qai berada didalam kamar mandi. Ia langsung keluar dengan tubuh dililit handuk. Jika tadi ia sempat kesal karena Rey mengatainya akan berjalan seperti siput. Kini ia menyadari jika ucapan suaminya itu benar.
Sakit di bagian intinya tidak bisa ia abaikan begitu saja. Bagaimana mungkin jika semalam ia kesakitan dan juga merasakan keenakan dan sekarang juga meninggalkan rasa sakit.
"Tuh kan apa aku bilang. Jalan mu akan seperti siput sayang." Ucap Rey spontan dan dengan sadar. Ia langsung mengangkat tubuh Qai dan mendudukkan ditepi ranjang.
Kata sayang yang keluar dari mulut Rey, kini sukses membuat detak jantung Qai bekerja dengan sangat cepat. Ia menatap punggung Rey yang tengah mengambil pakaiannya di dalam lemari.
"Jangan buat aku terkejut kak. Aku buka mantan pacar kakak."
Rey tersenyum mendengar ucapan Qai yang jelas terdapat rasa kesal dalam kalimatnya. Ia terus mengambil pakaian dalam dan baju yang sekiranya nyaman untuk dikenakan Qai.
Rey balik badan melangkah mendekati Qai. Istrinya itu sudah menatapnya dengan sangat dalam.
"Sudah aku katakana semalam dengan sangat jelas. Tapi jika kamu nggak nyaman aku panggil sayang it's ok!"
"Bukan begitu kak. Aku…" gugup sendiri sekarang Qai.
"Jangan pikirkan orang lain selain kita berdua. Karena apapun yang aku lakukan itu murni yang ingin aku lakukan pada istri ku. Aku tidak membayangkan kamu adalah orang lain" jelas Rey.
"Aku bisa pakai sendiri kak" ucap Qai.
Dengan mudahnya Rey duduk jongkok didepannya. Sedangkan kedua tangannya melebarkan pakaian dalamnya seolah memintanya untuk memasukkan kedua kakinya.
"Aku ingin membantu mu" ucap Rey menatap kedua mata Qai dengan intens. "Tapi jika kamu nggak nyaman…"
Belum selesai Rey melangsungkan ucapannya, kedua kaki Qai sudah masuk. Dan saat itu juga Rey langsung menaikkan keatas.
Setelah itu Rey melepas handuk yang melilit tubuh istrinya. Ia langsung naik keatas ranjang membantu Qai menggunakan pakaian dalam bagian atasnya.
Setelah menyatukan pengaitnya, Rey menenggelamkan wajahnya pada leher Qai.
Mata Qai langsung terpejam begitu saja merasakan sapuan hangat nafas lelaki yang kini memeluknya erat dari belakang.
"Kunci rumah tangga harus saling terbuka dan saling percaya Qai" ucap Rey berbisik. "Kita harus membangun semuanya sejak saat ini."
Bersambung…
Jangan lupa untuk tinggalkan jejak ya sayang kesayangan 🥰 kasih like dan komennya 💋 tab favorit juga ya ❤️
Setelah magrib insha Allah lanjut update Arjuno dan Zantisya 🤭
Setelah Qaila menggunakan pakaian lengkap. Rayhan langsung mengajak Qaila kedapur. Disana terdapat meja kecil dan dua kursi khusus untuk tempat makan. Dimeja sudah terdapat telur goreng dan tumis kacang panjang.
"Kakak yang masak ini?" tanya Qai. Ia langsung duduk begitu Rey menarik kursi untuknya.
"Siapa lagi kalau bukan aku." Jawan Rey yang langsung ikut duduk.
"Seharusnya aku yang melakukan ini. Maaf ya kak karena aku tidur nggak tahu waktu."
"Bukan sebuah keharusan juga untuk mu Qai. Siapapun yang sempat baik aku ataupun kamu itu sama saja sayang" tutur Rey sambil mengambilkan nasi didalam magicom untuk mereka berdua.
"Tapi itu kan tugas perempuan kak." Ucap Qai sambil mengisi piringnya dengan tumis kacang dan telur goreng.
"Kodrat perempuan itu ada empat. Kamu tahu kan?"
Qai mengangguk. "Haid, hamil, melahirkan, dan menyusui."
"Top" Rey mengacungkan kedua jempol tangannya.
"Jadi hal rumah tangga lainnya mari kita lakukan bersama-sama."
Qai tersenyum menatap Rey. Ia benar-benar tersanjung dengan lelaki didepannya kini. Sungguh tidak ia sangka akan bertemu dan menikah dengan lelaki sehangat Rey.
"Huuufff…" Rey meniup wajah Qai yang melamun menatapnya.
"Kak."
"Kalau terus melamun, kapan kita sarapannya?"
Qai langsung sadar. Ia menatap piringnya yang sudah terisi penuh. "Kakak nggak makan?"
"Makan."
"Terus mana piring kakak."
Rey langsung beranjak dan memindahkan kursinya untuk duduk di samping Qai.
"Salah satu keinginanku juga adalah makan berdua dengan piring yang sama."
Sudah tidak ada lagi pembicaraan diantara keduannya. Mereka menikmati makanan sederhana yang tersaji diatas meja makan.
Makan dalam diam dengan mata sesekali berpandangan. Dan sesekali saling menyuapkan makanan satu sama lainnya.
Setelah selesai makan hingga entah berapa kali menambah nasi. Kini Qaila mencuci piring bekas makan mereka sedangkan Rey langsung menyapu seluruh rumah. Hal seperti ini sudah biasa di lakukan lelaki mantan bujangan ini.
Setelah Qai selesai mencuci piring. Ia berniat meneruskan pekerjaan Rey yang belum selesai menyapu. Namun suaminya itu justru menyuruhnya duduk diruang tv.
"Loh mas Rayhan masih nyapu sendiri? mana istrinya?" tanya bu Romlah saat Rey membuka gerbang untuk membuang sampah yang telah ia sapu. Ibu Romlah adalah tetangga rumah Rey.
"Istri saya lagi didapur bu" jawab Rey sambil tersenyum ramah.
"Di ajak keluar mas istrinya. Biar kenal sama tetangga disini."
"Iya bu."
Rey langsung menggantung sapu pada paku yang tertancap dinding. Ia langsung masuk saat bu Romlah sudah terus berjalan yang entah kemana tujuannya.
"Kamu disini Qai?" tanya Rey terkejut.
Sejak tadi Qai memang mengintip lelaki yang sedang menyapu di teras depan rumah yang ia tinggali kini. Ia sangat terkesan dengan jawaban Rey saat ibu tadi menannyai keberadaannya. Namun ada rasa kesal juga sacara bersamaan.
"Harusnya tadi aku yang nyapu kak."
Rey langsung merangkul Qai dan mengajaknya menuju ruang TV. Ia membiarkan pintu agar tetap terbuka. Biar udaranya masuk dan tidak merasa pengap didalam rumah.
"Nggak perlu dipikirkan."
Rey langsung mengajak Qai duduk di atas karpet didepan TV. Tak lupa menyalakan kipas agar mereka tidak merasa kegerahan.
Karena memang hanya ruang kamar mereka saja yang ada ACnya. Mereka berdua duduk bersila dan saling berhadapan.
"Kamu mau kerja atau berdiam dirumah?" tanya Rey to the point tanpa basa-basi.
"Apa kakak bolehin aku kerja kalau aku ingin?" Qai menatap Rey serius.
"Tentu aku bolehin apapun keinginan mu. Kamu juga berpendidikan, siapapun pasti ingin menggapai impiannya."
"Jadi boleh kak?" tanya Qai serius.
"Memang sudah ada tawaran kerja atau sudah punya list tempat dimana kamu mau lamar kerja?"
"Belum. Didaerah perumahan sini, apa ada sekolahan SMA kak?" tanya Qai yang berlatar belakang sarjana pendidikan.
"Di depan jalan utama masuk keperumahan ini ada sekolahan SMA Qai. Kamu persiapkan semua CV mu, lusa aku antar kesana, buat lamar kerja."
Qai mengangguk. "Terimakasih ya kak." Ucap Qai sambil memberi kecupan di pipi Rey secara spontan.
"Sama-sama." Ucap Rey sambil mengulas senyum dan mengusap pucuk kepala Qai.
Rey langsung beranjak masuk kedalam kamar mereka, tak lama ia langsung duduk kembali duduk bersila didepan Qai.
"Ini kamu yang pegang." Ucap Rey. Sambil memberikan buku tabungan beserta benda pipih yang bekerja pada mesin untuk mengeluarkan rupiah.
"Tapi kak..."
"Disini adalah tabungan ku yang sekarang menjadi tabungan kita. Setiap aku gajian akan aku transfer semuanya dan aku hanya ambil sesuai kebutuhan ku. Beli apapun yang menurut mu perlu ada di rumah ini."
Dengan spontan Qai membuka buku tabungan dan melihat nominalnya. Matanya terbelalak melihat jumblah yang tertera.
"Kakak ini nabung apa ngepet kak?" tanya Qai spontan karena tidak percaya.
Pletak...
"Awww..." Qai mengusap keningnya setelah mendapat sentilan tangan Rey. "Sakit kak."
"hahaha… kamu ini ada-ada saja Qai." Tawa Rey.
Sungguh Qai terhipnotis dengan tawa lelaki dihadapannya kini. Lelaki yang terlihat manis kini semakin nampakk menawan saat tertawa lepas.
"Hampir setiap bulan aku dapat komisi dari julana besi Qai. Jadi wajar saja kalau aku bisa menabungkan?"
Qai mengangguk. "Kakak percaya sama aku. Nggak takut uang kakak aku buat foya-foya?"
"Kalau kamu niat foya-foya ngapain kamu pake bilang dulu sama aku."
"Jadi kakak percaya sama aku?" tanya Qai masih belum percaya.
"Sudah aku katakan kalau kita harus saling percaya."
Qai benar-benar tidak percaya dengan lelaki yang sudah menjelma menjadi suaminya. Bisa-bisanya suaminya itu percaya padanya dengan begitu mudah.
"Kakak ngerokok?" tanya Qai tiba-tiba saat mata jelinya mendapati sebungkus rokok diatas TV.
"Iya." Jawan Rey santai.
"Tapi semalam kakak nggak bau rokok. Aroma bibir kakak..." Qai langsung mengatupkan mulutnya saat kedua matanya bertemu pandang dengan mata Rey.
"Apa itu mengganggu?"
"Aku nggak suka aroma rokok. Mengganggu suasanya saat berciuman. Apa kakak mau berhenti ngerokok. Maaf kalau aku mengatur kakak."
"Aku usahakan. Toh aku juga bukanya setiap saat merokok. Masih kadang-kadang."
Setelah menyelesaikan obrolan mereka. Rey mengajak Qay untuk membeli sayuran. Mereka hanya berjalan kaki karena penjual sayur tak jauh dari tempat mereka tinggal.
Dan tak lupa Rey memperkenalkan Qai pada tetangga yang tak sengaja bertemu saat mereka sudah keluar rumah.
Entah apa saja yang dibeli Qai. Karena kenyataannya Rey hanya melihat saja tanpa ikut memilih. Ia mengulas senyum karena meihat Qai yang nampak gelagapan ditanyai para ibu-ibu yang terus menanyainya. Mereka segera pulang setelah Qai membayar semua sayuran yang telah ia beli.
"Biar aku bawa" ucap Rey yang langsung merebut kantong plastik.
"Berat loh kak."
"Karena itu makanya aku yang bawa."
"Kakak popular ya dikalangan ibu-ibu sini. Sampai nggak nyangka kalau sekarang kakak sudah menikah."
"Gimana nggak popular coba Qai. Kalau didaerah sini hanya aku yang jomblo saat itu. Bahkan aku sering diledeki bujang lapuk."
"Ya Allah. Kakak masih 27 tahun bisa-bisanya dibilang lapuk." Heran Qai terdengar tidak terima.
"Namanya juga candaan ibu-ibu dek."
Bersambung...
Jangan lupa untuk tinggalkan jejak ya sayang kesayangan 🥰 kasih like dan komennya 💋 tab favorit juga ya ❤️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!