NovelToon NovelToon

ALINEA CINTA

PROLOG

Terima kasih sudah memilih cerita ini untuk menjadi bacaan kalian. Cerita ini ditulis oleh seorang tukang halu, bukan penulis profesional. Masih banyak kekurangan dalam tiap aksara yang kusampaikan dan semoga tidak mengurangi makna serta alasan kenapa terciptanya kisah ini.

Selamat membaca.

***

"Nenek, boleh Sora main di depan? Sora bosan." Bibir tipis gadis kecil yang berusia sekitar delapan tahun itu manyun. Keningnya berkerut dan hampir membuat kedua pangkal alisnya yang rapi bertautan.

"Boleh." Wanita tua berhijab putih tersenyum mengulum maklum. "Tapi, di sekitar masjid saja, ya. Gak boleh jauh-jauh," imbuhnya.Ia bantu gadis kecil itu berdiri sambil mengingatkan untuk berhati-hati.

Gadis berbusana muslim serba putih itu berjalan setengah membungkuk. Bibir mungilnya berulang kali mengucap "permisi" membelah barisan ibu-ibu yang sedang khidmat mendengarkan ceramah.

Ia berlari kecil ketika sudah sampai di teras masjid kemudian melepas kerudung dan menjinjingnya. Rambut panjang yang terikat ekor kuda itu berayun seiring dengan langkahnya berjalan menghampiri sandal.

Pandangannya menelisik ke sekitar halaman masjid hingga sudut bangunan yang ia ketahui sebagai pondok pesantren itu. Mencoba mencari tempat untuk membunuh rasa bosan.

"Assalamu'alaikum, rakyat Nabi Sulaiman. Tolong dengarkan permintaanku. Aku ingin masjid ini bersih dan aku enggak mau menyakiti kalian. Bisakah kalian pergi dan membuat sarang di samping masjid ini agar kalian selamat?"

Suara anak laki-laki terdengar begitu menggelitik dan menarik perhatian untuk dicari tahu. Gadis bernama Sora itu menghampiri sumber suara tadi. Terlihat, seorang anak laki-laki yang terlihat masih seumurannya sedang jongkok di sisi lain teras masjid.

"Kamu lagi bicara sama semut?" tanya Sora.

Anak laki-laki itu mendongak dan balik bertanya, "Iya, memangnya kenapa?"

"Tapi mereka semut."

"Memangnya kenapa kalau mereka semut?"

Sora terdiam memperhatikan anak aneh itu. "Mereka enggak bisa bicara," ujarnya.

"Tapi mereka salah satu mahkluk istimewa. Allah menyebutnya dalam surah An-Naml ayat delapan belas, mereka tidak pernah tidur dan mereka selalu berdzikir pada Allah. Sebab itulah Rasulullah melarang manusia untuk membunuhnya dan mengajarkan bagaimana cara mengusir mereka dengan baik."

"Dengan cara seperti itu?" Sora mengernyit tidak percaya.

"Kamu meragukan Nabiku?" Anak laki-laki itu melirik kerudung di tangan Sora, "Nabimu, juga." lanjutnya kemudian berdiri.

"Enggak!" Sora menggeleng cepat dan menjelaskan, "Cuma aneh aja. Aku baru dengar ada yang seperti itu."

"Mau kuceritakan kisah Nabi Sulaiman dan koloni semut?" tanya anak laki laki itu antusias. Ia tersenyum lebar hingga memperlihatkan gigi gingsulnya. "Pakai kerudungnya, dulu." Ia ambil kerudung dari tangan Sora dan memasangkan dengan hati-hati meski tidak terlalu rapi.

"Kamu cantik kalau pakai kerudung," pujinya. "Semoga kalau sudah dewasa nanti aku punya istri cantik dan saleha sepertimu."

Sora tertawa geli. "Kamu masih kecil tapi malah ngomong kayak gitu. Aneh bener."

"Kata mamaku. Hal baik yang kita inginkan harus segera didoakan. Apalagi kebaikan untuk masa depanku."

"Oke oke! Terserah kamu, aja." Sora mengangkat alis dan mengembuskan napas berat. Anak itu terlalu pandai bicara. Ia tidak mau banyak berdebat. "Terus, kapan mau mulai cerita tentang mereka?" Ia menatap semut-semut di bawahnya. Sedikit kaget karena jumlah mereka berkurang.

"Almeer!"

Teriakan seorang wanita dari sebuah rumah di ujung halaman membuat anak laki-laki itu menoleh. "Iya, Ma!" sahutnya keras. Ia mendapat isyarat agar segera pulang. Karena itu, perhatiannya kembali tertuju pada Sora. "Aku harus pergi," pamitnya.

"Ceritanya?"

"Kalau Allah ijinkan kita ketemu lagi, aku akan ceritakan semuanya." Anak laki-laki itu tersenyum lebar sambil menuruni beberapa anak tangga dan memakai sandal.

"Kasih tahu dulu siapa namamu!" pinta Sora.

"Almeer! Sagara Almeer!" jawabnya sambil berlari meninggalkan halaman masjid.

Sora menatap kepergian Almeer dengan senyum kekaguman. Selepas melihat anak laki-laki itu menghilang di balik pintu rumah, ia duduk menatapi semut-semut di bawahnya. Jumlahnya semakin lama semakin sedikit.

"Aku jadi enggak sabar dengar kisah kalian darinya."

***

Seperti halnya alinea yang membutuhkan penggabungan beberapa rangkaian kata dan kalimat untuk bisa terbentuk sempurna, begitu pula dengan kisah cinta yang membutuhkan rangkaian perasaan untuk menjadi sebuah cerita yang indah.

Berangkat dari sebuah tikaman tak kasat mata yang membuat hati begitu terluka, seongok daging bernyawa mempunyai harapan untuk bisa mendapatkan sebuah cinta layaknya Rasulullah yang begitu mencintai Khadijah.

Mungkin semua orang bisa menentukan tujuan kemana mereka pergi, tapi tidak dengan apa yang akan ditemukan. Allah selalu memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Disinilah sebuah perjalanan diantara suka dan duka dalam kehidupan yang terakit indah menjadi sebuah ALINEA CINTA.

1

"Mbak!! Awas!!"

Seorang pria menarik wanita muda berambut panjang yang terlihat linglung dan hampir menyebrang jalan tanpa melihat keadaan disekitar.

BRUUG

Tiiiiiiiiinnnnnn!!

Dibawah derasnya hujan yang turun, dua orang terguling di trotoar jalan hingga menyita beberapa pengguna jalan lainnya.

"Mbak gak apa?" tanya pria bertopi hitam itu pada wanita yang ditolongnya. Ia membantu wanita itu untuk duduk dan memeriksa jika saja ada luka ditubuh gadis berambut panjang bergelombang itu.

Wanita itu berdiri. Tanpa mengucapkan apa-apa ia meninggalkan pria yang sudah menolongnya. Ia berjalan lunglai dan terlihat putus asa. Oleh sebab itu pria yang menolongnya tadi tetap mengikuti langkahnya.

BRUG!

Tubuh wanita itu tiba-tiba saja ambruk, terjatuh di trotoar dan tak sadarkan diri.

"Mbak!! Mbak!!"

***

Suara lantunan ayat suci Al-Qur'an sayup-sayup terdengar, membuat mata seorang wanita berparas cantik itu terbuka perlahan. Ia memicing, menyesuaikan cahaya yang masuk pada kornea matanya. Ia mengamati tiap sudut ruangan yang terlihat sangat asing baginya.

"Assalamu'alaikum," sapa seorang wanita paruh baya, cantik berhijab dan anggun. "Apa yang kamu rasakan sekarang, Nak?"

"Baik, Tante...,"

"Nama saya Ruby." Wanita paruh baya itu memperkenalkan diri seraya membantu wanita yang berusaha untuk bangun dari tidurnya itu.

"Terimakasih."

"Boleh saya tahu nama kamu?" tanya Ruby.

Wanita itu tersenyum kecil, "Sora, Tante." Jawabnya

"Sora sudah merasa baik-baik saja?" tanya Ruby.

Sora mengangguk, "Bagaimana bisa saya disini? saya ada dimana ini?"

"Putra saya yang membawamu kemari. Semalam kamu jatuh tak sadarkan diri di tepi jalan raya."

Sora tertunduk dan terdiam, sebuah kenangan buruk terlintas di kepalanya. Rasa sakit yang sejenak terlupakan, kini hadir kembali merangkul hatinya yang terluka. Setetes air matanya jatuh tanpa ia sadari.

Ruby duduk di tepi tempat tidur dan menyentuh tangan Sora, "Apa kamu sedang ada pada situasi yang sulit nak?" tanya Ruby.

Sora mengangguk, ia menatap Ruby. Pipinya sudah sangat basah karena air mata yang masih terus menerus mengalir. Ruby yang tak tega melihatnya segera memberikan pelukan untuk Sora dan jadilah Sora mempahkan tangisnya dipelukan Ruby.

Puas menangis cukup lama dipelukan Ruby membuat Sora segan dan melepaskan pelukannya, "Maafkan saya sudah membuat kegaduhan di rumah anda."

Ruby menggeleng, "Tidak, Nak. Saya senang kamu disini. Saya bersyukur putra saya yang menemukanmu dan membawamu kemari."

Ceklek

Pintu terbuka, seorang gadis yang terlihat lebih muda dari Sora masuk membawakan sebuah teh.

"Assalamu'alaikum, Mbaknya sudah siuman?" tanya gadis itu.

"Wa'alaikumsalam." Sahut Ruby dan Sora.

Gadis itu meletakkan gelas yang dibawanya diatas nakas.

"Ini putri saya, Tamanna Ameera, kamu bisa panggil dia Meera." Ruby memperkenalkan putrinya.

Meera tersenyum ramah dan menyalami Sora. Kedua bergantian menyebutkan nama dan saling membalas senyum.

"Di minum dulu, Mbak." Meera menyodorkan gelas yang dibawanya tadi pada Sora.

Sora menerimanya, "Terimakasih." Ia meneguk beberapa kali teh hangat itu kemudian meletakkannya kembali diatas nakas.

"Kami ingin mengabari keluargamu, tapi kami tidak menemukan petunjuk apapun untuk menghubungi mereka." Kata Ruby.

Sora menatap tubuhnya, ia baru menyadari sedang memakai pakaian orang lain. "Apa saya tidak membawa tas?" tanya Sora.

Ruby menggeleng.

Sora diam mengingat sesuatu, dia sedikit tertegun ketika mendapatkan ingatan dimana tasnya berada. "Ternyata saya meninggalkannya di suatu tempat." Ucapnya.

"Orangtuamu pasti khawatir." Ujar Ruby.

"Mbak bisa hubungi mereka," Meera mengambil ponsel miliknya dan memberikannya pada Sora.

Sora menggeleng, "Sebaiknya saya langsung pulang saja."

"Tunggu putraku pulang dari masjid ya, biar dia dan Meera yang mengantarmu pulang." Ujar Ruby.

"Terimakasih, Tante." Ujar Sora.

Perbincangan ringan mereka lanjutkan. hingga suara berisik akan kedatangan seseorang terdengar di pintu ruang tamu.

"Papa dan kak Al udah pulang, Ma." Ruby mengajak Sora dan Meera keluar kamar.

"Assalamu'alaikum," Suara salam dari beberapa orang.

"Wa'alaikumsalam," Sahut Ruby, Meera dan Sora. Terdengar juga sahutan suara dari bagian belakang rumah.

Sora tertegun ketika melihat dua pria paruh baya dan dua pria muda masuk ke dalam rumah serta seorang wanita seumuran dengan Ruby datang dari ruang belakang. Kerudungnya lebar dan nampak teduh. Semua orang diruangan itu membuat rasa percaya diri Sora tiba-tiba saja menghilang.

"Kenalkan, ini adik sepupu saya namanya Bu Azizah. Dia pemilik rumah sekaligus pemilik pesantren ini."

Pesantren? Batin Sora ketika mendengar penjelasan Ruby. Sora segera mencium tangan Azizah.

"Sudah baikan?" tanya Azizah.

"Sudah, Tante." Sahut Sora.

"Ini Pak Iqbal, suami bu Azizah. Sebelahnya lagi pak Hiko. suami saya. Itu Al, putra saya dan yang paling mudah Mirsha putra pertama bu Azizah." Ruby memperkenalkan satu per satu keluarganya pada Sora.

"Assalamu'alaikum," Sapa mereka pada Sora.

"Wa'alaikumsalam, terimakasih sudah mau menampung saya." Ujar Sora.

"Kalau kamu belum merasa enakan, kamu bisa beristirahat disini, Nak." Ujar pria paruh baya yang masih terlihat tampan di usianya yang sudah lewat setengah abad itu, Hiko.

"Terimakasih tawarannya, tapi saya harus segera pulang. Orangtua saya pasti sangat khawatir." Jawab Sora.

Hiko mengangguk, "Biar Al dan Meera yang mengantarmu pulang." Ia menatap putranya.

"Iya, Pa." Jawab pemuda bernama Al itu, pemuda yang bisa membuat para wanita betah memandang wajahnya lama-lama. "Tunggu sebentar, aku akan mengantarmu pulang." Ujarnya kemudian masuk ke ruang tengah.

Meera juga terlihat berlari kecil menyusul kakaknya. Tak lama kemudian mereka kembali dan Meera membawa sebuah kantong kecil.

"Baju Mbak, masih belum kering betul." Meera memberikan kantong plastiknya pada Sora.

"Ini?" Sora menunjuk baju yang ia kenakan.

"Pakai saja, Nak." Sahut Ruby.

"Terimakasih banyak." Ucap Sora semakin segan dengan keluarga itu.

"Sama-sama, semoga Allah segera mengganti sedihmu dengan kebahagiaan, ya." Ujar Ruby.

"Aamiin." Sahut semua orang dalam ruangan itu.

Sora bergantian mencium tangan Ruby dan Azizah. Kemudian mengapitkan kedua tangannya didepan mulut memberi salam pada Hiko dan Iqbal.

"Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumsalam,"

Al, Meera dan Sora pun beranjak pergi ke halaman parkir mobil. Al duduk dibalik kemudi, sedangkan Meera dan Sora duduk dibagian belakang. Al menyalakan mesin mobil kemudian menjalankannya perlahan meninggalkan halaman pesantren.

"Aku tidak begitu hafal Jakarta, kamu bisa tuntun perjalanan ini?" tanya Al pada Sora, ia menatap kaca spion dalam mobil untuk melihat Sora dibagian belakang.

"Iya," Jawab Sora.

Al mengendarai mobilnya sesuai dengan petunjuk Sora hingga mereka memasuki sebuah perumahan mewah.

"Lurus saja, rumahku di ujung jalan ini." Kata Sora.

Al menghentikan mobilnya tepat didepan pagara besi yang tinggi, seorang satpam menghampiri mencari tahu siapa tamu yang datang sepagi ini.

"Pak Adam, ini saya. Tolong bukakan gerbangnya." Ujar Sora.

"Ya Allah, Non Sora! Baik Non, sebentar."

Pria itu bergegas kembali ke dalam bangunan kecil di sudut halaman dan tak lama pintu gerbang perlahan terbuka menampilkan rumah mewah berdiri megah di tengah halaman yang sangat luas.

"MasyaAllah ...," Ujar Al dan Meera.

"Kamu bisa berhentikan mobilnya didepan teras rumah." Kata Sora.

"Oke."

Al membawa mobilnya melewati jalan berpaving membelah taman dan mengitari sebuah kolam air mancur yang ada di tengah halaman rumah Sora. Dari kejauhan seorang pria dan wanita paruh baya terlihat keluar berlarian disusul beberapa orang dibelakangnya.

"Mama ...," Pekik Sora pelan ketika melihat mamanya menunggu didepan teras dengan wajah khawatir.

Ia segera turun ketika mobil telah berhenti. "Mama, Papa!!"

"Soraaaaa!!"

Orangtua dan anak itu saling memeluk, menangis lega membuang rasa khawatir mereka. Senja, mama Sora terus menerus mengecup putrinya yang semalam menghilang tak ada kabar. Puas dipelukan mamanya, ia ganti memeluk papanya, Langit.

"Kamu tidak apa-apa, Sayang?" tanya Langit.

Sora mengangguk, "Sora baik-baik saja, Pa."

Suara pintu mobil yang tertutup membuat semua orang mengalihkan perhatian pada kakak beradik yang sudah berdiri disamping mobil mereka.

"Assalamu'alaikum, saya Almeer dan ini adik saya Ameera." Al memperkenalkan diri, membuat Sora sedikit terkejut dengan nama Almeer.

"Wa'alaikumsalam," Sahut Langit dan Senja.

"Semalam saya tidak sengaja menemukan putri bapak tak sadarkan diri ditengah jalan. Karena tidak ada identitas apapun yang putri bapak bawa, saya memutuskan untuk membawanya ke tempat tinggal kami. Maaf jika keputusan saya sudah membuat bapak dan ibu khawatir dengan keadaan putri anda."

Langit tersenyum, ia menghampiri Almeer dan adiknya. "Saya sempat khawatir ketika orang-orang suruhan saya berkata Sora dibawa pria bertopi yang tidak terlihat wajahnya. Saya mengira akan ada orang jahat yang menyakitinya. Tapi setelah melihat siapa orang itu, saya sangat bersyukur karena kamu yang menolong putri kami." Langit mengulurkan tangannya, "Terimakasih sudah menolong putri saya."

Almeer segera menyambut tangan Langit dan sedikit membungkukkan badannya, "Sama-sama, Pak."

"Ayo masuk dulu ke rumah kami."

"Kami lang—"

"Soraaa!!"

Kalimat Almeer terputus ketika melihat seorang pemuda turun dari mobil dengan wajah kesal dan berteriak pada Sora.

"Udah ku bilang dia itu cowok brengsek dan kamu masih aja deket-deket dia!!" Teriak pemuda itu pada Sora yang ada dipelukan mamanya, sebenarnya ia memiliki paras yang rupawan dibalik ekspresi kekesalannya itu.

"Berhenti nyalahin aku!" Sentak Sora.

"Sky, Sora! turunkan suaramu. Kita sedang ada tamu." Senja memperingatkan anak-anaknya.

Sky otmatis menatap sekitar mencari siapa tamu mereka sepagi ini. Matanya terhenti pada sosok Almeer yang berdiri didepan papanya.

"Almeer?"

"Sky?"

Keduanya saling tertegun satu sama lain.

"Jadi ini rumahmu? dan dia saudaramu?" Almeer menunjuk Sora.

"Ya, dia suadara kembarku." Jawab Sky, wajahnya terlihat dingin dan tidak ramah. "Sedang apa kamu disini?"

"Sky, bertanya dengan sopan. Almeer adalah pemuda yang menolong Sora semalam." Kini ganti Langit yang memperingatkan putranya.

"Tidak apa-apa, Pak. Kami sudah terbiasa bicara seperti ini." Kata Almeer.

"Oya? Kalian sudah lama saling kenal?" tanya Langit.

"Iya, Pak. Kami satu kampus, satu angkatan, satu fakultas, satu prodi di Jogja dulu."

"Huh!" Sky menyebikkan bibirnya sedangkan Almeer mengembangkan senyum lebar seraya mengejek.

"Bagus dong, ayo masuk dulu. Kita ngobrol-ngobrol di dalam." Ajak Langit lagi.

"Mohon maaf, Pak. Tapi kami harus segera pulang, kebetulan ada acara yang harus kami hadiri pagi ini." Jawab Almeer.

"Tidak bisakah kalian mampir sebentar?" Senja ikut menghampiri Almeer. Sora mengikuti didebakangnya.

"Iya, kalian sudah menyelamatkanku, mana bisa kami membiarkan kalian pergi begitu saja." Tambah Sora.

"Dimana rumah kalian? Aku akan mengirimkan sesuatu untuk keluarga kalian." Kata Langit.

"Tidak pak, tidak perlu." Tolak Almeer segera, "Kami menolong bukan untuk mendapatkan balasan. Terimakasih sudah berniat baik, tapi kami tidak bisa menerimanya." Lanjutnya.

Langit dan Senja saling menatap.

"Tidak perlu memikirkan untuk berbalas budi, Pak, Bu. Kami hanya melakukan apa yang seharusnya kami lakukan."

Langit tersenyum, "Terimakasih, semoga kita berkesempatan untuk bertemu dilain waktu."

Almeer mengangguk, "Kami pamit dulu Pak, Bu."

"Assalamu'alaikum,"

Almeer mencium tangan Langit sedangkan Meera mencium tangan senja.

"Wa'alaikumsalam," Sahut Langit dan Senja.

"Mbak Sora lekas pulih, ya." Ujar Meera saat menyalami Sora.

"Terimakasih, Meera. Aku akan berkunjung ke rumahmu jika urusanku sudah selesai." Kata Sora.

"Kami akan segera kembali ke Jogja, Mbak. Semoga Allah mengizinkan kita bertemu di lain waktu." Ujar Meera.

Sora terlihat sedih, "Aku sangat berterimakasih bisa bertemu denganmu dan keluargamu."

Meera tersenyum, "Kami pamit dulu, Mbak."

Sora mengangguk, Ia juga menatap Almeer dan mengucapkan terimakasih. Pemuda itu mengangguk dan tersenyum. Kakak beradik itu kembali masuk ke dalam mobil mereka kemudian membawa mereka pergi meninggalkan halaman rumah Sora.

"Sky! Apa yang kamu lakukan ke Aric?" tanya Sora.

Pemuda itu hanya berdecak kesal dan masuk ke dalam rumah.

"Sky!!" Teriak Sora.

"Sayang. udah udah." Senja menahan putrinya agar tidak terbawa emosi.

"Pa?" Sora menatap Langit, "Papa gak berbuat macam-macam ke Aric, kan?" Sora memastikan.

Langit menggeleng, "Sky yang memasukkan laki-laki tak bermoral itu ke penjara. Dan menurut papa dia pantas mendapatkan itu." Kata Langit.

"Papa!!" Teriak Sora histeris.

"Sora, sudah Nak." Senja memeluk putrinya yang sedang terisak sedih. "Aric pantas mendapatkannya, Sayang."

Sora hanya terisak dalam pelukan mamanya dan Langit hanya mengusap rambut putrinya. Walau ia sangat marah, tapi ia berusaha menahan diri untuk tidak mengikuti emosinya dan membiarkan putranya dan orang-orangnya yang menyelesaikan permasalahan putrinya.

-Bersambung-

.

.

.

.

.

Jangan lupa TEKAN LIKE, KETIK KOMENTAR, DAN VOTENYA YA... TERIMAKASIH.

2

Kianga Sora,

Gadis berusia 26 tahun yang mempunyai paras cantik dengan mata bulat berhias bulu mata lentik, hidungya tak terlalu mancung namun sangat terlihat proporsional bersanding dengan bibir mungilnya yang selalu merekah merah walau tanpa lipstik itu tengah berjalan menyusuri beberapa koridor gedung kantor polisi, dengan seorang polisi membimbing langkahnya.

"Silahkan," Polisi membiarkan Sora masuk ke dalam sebuah ruangan.

"Terimakasih, pak." Ujar Sora kemudian masuk ke dalam ruangan.

Seorang pria sedang duduk di atas kursi kayu, kedua lengannya tertumpu diatas meja. Wajahnya penuh luka lebam dan sorot matanya tajam, menunjukkan rasa tidak suka dengan kehadiran Sora disana.

"Kenapa lo masih aja datengin gue!" Sentak pria itu ketika Sora sampai didepannya.

Sora terlihat resah dan khawatir melihat luka diwajah pria itu, "Sky melukaimu?" tanya Sora.

"Pengawal keluarga lo juga bikin gue kaya gini! Sial!" Umpatnya.

Sora duduk di kursi yang ada didepan pria itu, "Aric ...," Panggilnya lembut menyebut nama pria didepannya itu. "Apa kamu tidak mau meminta maaf padaku?" tanya Sora.

Pria bernama Aric itu mengangkat salah satu sudut bibir atasnya, "Huh! Lo mau gue minta maaf ke elo?"

Sora mengangguk, "Kamu sudah menghianatiku, Ric."

Aric mencondongkan badannya mendekat pada Sora dan menatap tepat dimata gadis cantik barambut panjang didepannya itu. "Gue gak pernah bener-bener sayang sama lo, Ra!" Suaranya pelan, namun terdengar cukup mengejutkan ditelinga Sora.

"Aric—"

"Gue akan ungkap semuanya sekarang" Pangkas Aric, ia menyandarkan kembali punggungnya di kursi. "Selama ini gue cuma manfaatin lo aja buat ngembangin bisnis perusahaan gue."

"Kamu bohong."

Aric menghela nafas kesal, ia kembali mencondongkan badannya ke depan. "Lo pikir cowok-cowok lo dulu betah sama cewek bawel dan ***** kaya lo itu karena apa?"

Sora mengernyitkan keningnya.

"Lo kaya, sexy, cantik. Cowok deketin elo ya cuma buat maen-maen aja! Lo kira mereka semua cinta ama elo?" lanjut Aric. "Dan sialnya harus gue yang kena apesnya!"

Sora menitikkan air matanya, mendengar kenyataan yang sebenarnya ingin sekali ia sangkal.

"Mending lo pergi! Gue udah enek banget sama lo!" Usir Aric.

"Apa kamu benar-benar tidak memiliki perasaan yang tulus ke aku, Ric?" tanya Sora.

Aric memejamkan matanya dan menghela nafas panjang kemudian kembali menatap Sora, "Gue gak pernah cinta sama elo, Ra! Satu-satunya cewek yang gue cinta cuma Nirmala! Nirmala!"

"Tapi dia sahabat aku, Ric! Kenapa harus dia!" Teriak Sora.

"Sebelum gue punya hubungan sama elo, gue udah pacaran ama dia! Dan sekarang, gara-gara lo dan keluarga lo, gue ada di penjara ini dan keluarganya batalin pernikahan gue!" Teriak Aric penuh emosi.

"Nikah? kalian bahkan mau nikah?" tanya Sora, air matanya kini telah mengalir lebih deras.

"Pergi lo dari sini!"

"Sejauh itu kalian bohongin aku!"

"Pergi!"

"Selama ini aku sudah baik ke kalian!"

"Gue bilang Pergi!!" Teriak Aric.

Keributan antara Sora dan Aric membuat dua orang sipir masuk kedalam ruangan dan mengamankan Aric yang terlihat emosi.

"Kamu pantas ada disini, Ric!" Sentak Sora diantara tangisnya, "Aku gak akan pernah maafin kamu!"

"Gue gak butuh maaf dari lo!"

Dengan uraian air mata, Sora meninggalkan ruangan itu. Ia tak peduli siapapun yang menatapnya, entah dengan heran, kasian atau bahkan menertawakannya.

Bukan tak tahu malu, sebab pikiran dan perasaanya sedang terluka akibat tikaman tak kasat mata yang membuatnya begitu sakit dan kecewa.

Aric Erlion Wibowo

Pria yang dulu menjadi kebanggaannya, pria yang pernah menjadi dunianya, tempat ia memupuk cinta, merajut kasih, meminal rindu. Dalam sekejap saja menjadi pria asing yang meninggalkan kenangan menjijikkan berupa penghianatan.

Sora menghapus air matanya, mengutuk dirinya sendiri yang selalu saja masuk ke lubang yang sama. Bodoh! Satu kata yang paling ia benci ketika saudara kembaranya mengatakan hal itu padanya, tapi kali ini dia merasa kata bodoh tak cukup menggambarkan sosok dirinya.

Ia masuk ke dalam mobilnya dan segera pergi meninggalkan pelataran parkir kantor polisi itu. Rumah Nirmala tujuannya. sahabatnya yang sudah hampir delapan tahun menemaninya. Mereka bertemu saat ospek hari pertama.

Sora memang cantik, punya bentuk tubuh yang bagus, kaya sudah pasti, tapi dia punya satu kekurangan ..., lemot! Berbeda jauh dengan Sky, saudara kembarnya yang punya otak cemerlang, Sora justru lebih lola (loading lambat) dan selalu asal mengambil keputusan.

Dia memang sangat lamban dan kurang peka dengan apapun disekitarnya, tapi jika masalah pelajaran bisa dikatakan ia baik, walau tidak sebanding dengan Sky. Dari kekurangannya itulah ia bertemu dengan Nirmala, yang saat itu ia anggap dewi fortunanya karena selalu ada disaat ia butuh. Setidaknya sampai detik sebelum Aric menceritakan semuanya.

"Dan sekarang, gara-gara lo dan keluarga lo, gue ada di penjara ini dan keluarganya batalin pernikahan gue!"

Sepenggal kalimat Aric terngiang kembali di kepala Sora. Ia cepat-cepat menepikan mobilnya.

"Keluarga Nirmala batalin pernikahannya dengan Aric? itu artinya, mereka semua ngehianatin aku?" gumam Sora. "Mereka pembohong yang pintar!"

Sora memeluk kemudi mobilnya dan menenggelamkan wajahnya disana meratapi kebodohannya. Ia marah pada Nirmala, tapi ia lebih marah lagi pada dirinya sendiri. Nirmala dan keluarganya bukan pembohong yang pintar, tapi dialah yang terlalu bodoh.

Tok tok tok.

Suara jendela mobil berbunyi membuat Sora menarik menoleh ke samping kanan tubuhnya. Mita, salah satu pengawal pribadinya sedang berdiri diluar sana. Sejak kejadian semalam, papanya tidak memberinya izin untuk pergi tanpa pengawal lagi.

Sora membuka jendela mobilnya dan mengusap sisa air matanya, "Sudah ku bilang jangan ngikutin kenapa masih ngikutin sih?" tanya Sora.

"Maaf, Nona. Tapi biarkan saya mengantar anda pulang." Jawab Mita.

Sora masih terdiam, ia sedang menimang-nimang tentang apa yang seharusnya ia lakukan. Pergi ke rumah Nirmala atau pulang kerumahnya?

***

"Maaamaaa!!" Teriak Sora ketika baru membuka pintu rumahnya.

Sora memutuskan untuk pulang setelah perdebatan panjang antara perasaan dan pikirannya. Perasaannya ingin sekali pergi ke rumah Nirmala, ia ingin menanyakan kebenarannya sekaligus menghujatnya. Tapi, pikirannya berkata lain. Jika ia pergi kasana, bukannya ia hanya akan menjadi bahan olok-olokan keluarga Nirmala?

"Kenapa sayang?" wanita paruh baya yang masih menggunakan celemek di bagiam depan tubuhnya itu menghampiri putrinya yang berteriak dengan tangisan.

Sora memeluk Senja dan kembali menangis lagi dipelukan mamanya. "Aric sama aja kaya Niko, Anton, Yauzan, Dion, David, Jefry, Arka, Kenzo dan Adit, Ma!" Ujarnya mengabsen nama-nama mantan kekasihnya.

"Hahahaha! Baru sadar kamu!" Tawa mengejek seorang pemuda yang sedang asyik menonton TV mengusik kesedihan Sora. "Mina aja lebih pinter."

"Sky ...," Senja mengingatkan putranya untuk lebih peduli dengan Sora.

Sora melempar sepatunya tepat di kepala Sky.

"Auuuh!!" Pekik Sky kesakitan, Ia beranjak dari sofa dan menatap Sora. "Pikir-pikir dong kalo mau lempar! Kepalaku ini berharga, beda ama kepalamu! Otak sebiji sawi, gak guna!"

"Bilang sekali lagi ku timpuk kamu!" Teriak Sora masih dengan isak tangisnya.

"Udah udah...," Langit yang baru masuk ke ruang keluarga langsung memangkas bibit pertikaian kedua anak kembarnya itu.

Ia mengambil sepatu milik sora dari tangan Sky dan memberi jitakan kecil pada kepala putranya itu. "Makanya, coba jalin hubungan sama lawan jenis. Biar tahu gimana rasanya jatuh cinta yang udah sepaket dengan patah hati." Ujar Langit sambil mengembalikan sepatu milik Sora.

"Banyak yang harus Sky urus di Actmedia, ngurusin cewek cuma bikin ribet aja, Pa!" Sky menggosok bekas jitakan papanya.

"Lagian cewek mana yang betah sama cowok yang cuma punya jantung doang gak punya hati kaya kamu!" Sahut Sora.

"Sudah ya, sudah." Kali ini Senja yang melerai, ia melepaskan celemek dibadannya dan memberikannya pada suaminya, "Kamu lanjutin masaknya, Mas." Ujar Senja.

"Loh, kok?" Langit bingung.

"Aku tenangin Sora dulu, Mas." Senja mengajak Sora pergi.

"Masak, Pa. Yang enak." Goda Sky sambil cekikikan.

"Seharusnya Papa gak pensiun dulu aja." Guman Langit sambil memakai celemek di badannya, "Andai saja mamamu gak tahu skill memasak papa, pasti gak bakal jadi juru masak nih papa."

"Nilai plus, Pa!" Kata Sky.

"Ayo ikut ke dapur." Ajak Langit.

"Ogah! Sky mau menikmati hari libur." Sky kembali merebahkan badannya di sofa.

Langit kembali menjitak kepala Sky sebelum ia menuju ke dapur.

Sementara itu dikamar Sora, ia masih menangis dalam pelukan Senja.

".... mereka jahat, Ma!" Ujar Sora usai menceritakan apa yang sudah ia ketahui. "Hati Sora benar-benar terluka, Ma. Sora pikir Aric berbeda dengan yang lainnya, ia tulus mencintai Sora, tulus sayang ke Sora, tulus sabar dengan Sora yang lemot yang manja yang cerewet. Tapi itu semua palsu!"

"Kamu udah makin dewasa sayang, mama harap kamu mulai sekarang lebih bijak lagi untuk memilih pasangan. Jangan asal menerima pria. Cobalah untuk mendengar pendapat orang lain, terutama papa dan mama."

Sora menegakkan badannya dan menatap Senja kemudian menggeleng, "Perasaan Sora kali ini benar-benar terluka, Ma. Sora ragu bisa membuka hati Sora untuk orang baru. Rasanya hati sora udah capek, udah mati rasa ke cowok, Ma."

Senja mencakup kedua pipi putrinya, "Sstt, jangan bicara seperti itu. Kamu hanya butuh istirahat, hati kamu juga butuh istirahat sayang. Istirahat dulu, tenangin semuanya, fokus lebih dulu ke hal-hal yang tidak bisa kamu kerjakan selama kamu jalan dengan Aric."

Sora mengernyitkan keningnya dan menghapus air matanya, "Mama nyuruh aku buat kerja?" tanya Sora.

"Menurut mama itu bukan ide yang buruk, kamu bisa ikut Sky bekerja di kantor Papa, Sayang." Jawab Senja.

Sora menggeleng cepat, "Bekerja dengan Sky hanya akan membuatku semakin stres, Ma."

Senja tersenyum, "Terus?"

Sora mengangkat kedua bahunya dan mendapat pelukan lagi dari Senja, "Tenangkan saja dirimu dulu, sayang." Kata Senja.

Sora mengangguk.

"Mulai saat ini kamu harus lebih sayang ke diri kamu sendiri ya sayang, cintai dirimu sendiri dan coba untuk lebih peduli lagi dengan orang-orang disekitar yang sayang ke kamu."

"Terimakasih ya, Ma."

Senja memberikan kecupan di kening putrinya. Diantara ketiga anaknya, Mina memang putri Langit dan Senja yang paling kecil. Tapi, yang mempunyai sifat paling kekanak-kanakan adalah sora. Bahkan Mina jauh lebih mandiri daripada Sora.

Terbukti, saat ini dia sedang menyelesaikan S1-nya di Jogja. Tentu Papapnya yang kaya raya itu tidak akan membiarkan putrinya benar-benar sendiri mengingat di Jogja mereka tidak mempunyai saudara. Mina detemani beberapa asisten rumah tangga dan beberapa pengawal pribadi untuk menjaga keselamatannya.

-Bersambung-

.

.

.

.

.

Jangan lupa sebelum beralih tekan LIKE, ketik KOMENTAR, kembali ke halaman sampul buat KASIH BINTANG LIMA dan VOTE novel ini dulu ya.

Terimakasih.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!