"Kebakaran... kebakaran... "Teriak gadis kecil dibalik pintu kosan ku.
Aku yang saat itu masih tidur terlelap langsung saja melompat dari kasur ku. Refleks aku berlari keluar dari kamar kos ku untuk menyelamatkan diri. Tidak perduli jika saat ini aku hanya memakai tanktop dan dalaman celana pendek saja. Ya kale..mau menyelamatkan diri pakai ganti baju dulu. Keburu gosong aku didalam. Salah siapa coba gak ada yang bilang dulu kalau nanti terjadi kebakaran.Jadinya kan aku bisa mempersiapkan diri.
Ck.. dasar akunya otak sableng ini. Mana ada kebakaran bilang-bilang.
Biasanya kalau diluar pakaian ku sih sopan hanya saja...
Harap maklum karena kipas angin yang ada di kamarku sedang rusak.Makanya outfit itu yang kupilih. Walaupun gak rusak, sebenarnya aku lebih nyaman makai pakaian itu sih. Lebih semriwing saat tidur he..he...he..he...
Ok, kembali ke saat aku yang berlari keluar menyelamatkan diri.
Rasa marahku seakan naik ke ubun-ubun saat ku lihat sosok gadis kecil yang tertawa nyengir kearahku tanpa rasa dosa.
Ya salam...
Ini sudah dua minggu sejak kejadian aku yang membacakan sebuah puisi untuk seorang laki-laki .Tepatnya tetangga baru yang tinggal diujung komplek.Salah sendiri kenapa dia ganteng banget. Mukanya itu loh mirip banget sama salah satu member BTS Jeon Jungkook.
Ah....
Rasanya pengen teriak-teriakin tuh laki. Asli ngefens banget.
Adek mah siap dikawinin kapan saja mas. Kalau calon suaminya guantengnya macam dia.
Ck ck ck ampuni anakmu yang sedang kumat ini ya mak.Belum berbakti aja udah minta kawin. He...
Sayangnya sejak kejadian itu duniaku jadi jungkir balik. Sebuah fakta baru ke ketahui setelahnya. Kirain dia itu perjaka ting-ting eh.. gak taunya kabar burung yang beredar laki-laki itu seorang duda. Mana punya buntut lagi. Dan buntutnya itu...
Beh... super duper nyebelin.
Pokoknya sejak kejadian itu seorang anak perempuan yang di akui sebagai putri tunggal dari mas Abhi itu dendam terhadapku.Dendam kusumat kayaknya. Sampai-sampai dia gak membiarkan aku tenang saat berada disekitarku.Kayaknya tu anak masuk daftar hitam disekitarku. Kelar sudah hidupku kalau ada dia.
Ku usap wajahku dengan frustasi.
Ya kale Gendis. Aku tuh cuma iseng godain bapak kamu doang. Lagian mana mau bapak kamu sama aku yang kucel dan gak glowing ini. Ngefens sama orang ganteng mah biasa tapi aku juga sadar diri kale.Tenang saja bapakmu gak akan mau sama aku. Tapi tetap saja gadis kecil itu mengacaukan hidupku.
Aku yang lebih tua dari gadis yang ada dihadapanku ini. Masih saja bisa dibodohi. Padahal bukan hanya sekali ini dia mengerjai ku tapi sudah sering kali.
Ingin aku memakinya tapi gak mungkin juga.Masa iya aku harus maki-maki anak-anak. Apa kata dunia nanti.Apalagi kalau sampai bapak nya tau. Bisa langsung dicoret aku dari daftar calon istri idaman.
Gagal temen dadi bojone wong ganteng. (Beneran gagal jadi istrinya orang ganteng)
"Anak manis bisa tidak bercanda nya gak keterlaluan kayak gini? " Ucapku sok-sok an manis. Padahal aslinya enggak banget. Ingin rasanya kutelan hidup-hidup gadis kecil dihadapanku ini.
Si empunya malah cengengesan.
Sabar... sabar...
Sepertinya ini ujian terberat yang Tuhan berikan kepada ku.Selain aku yang kismin dan sering ngutang. Ternyata menghadapi Gendis adalah yang paling sulit.
Kenapa sih pagi-pagi gini nih anak bisa lepas dan keluyuran disini? Kenapa juga aku yang paling dia musuhi, padahal nih ya? Semua perempuan disini juga suka sama bapaknya. Kenapa yang selalu dikerjain cuma aku doang?Masa gara-gara puisi doang sih.
Nasib-nasib...
"Gendis sayang.. kangen banget ya sama mama. Sini-sini biar mama gendong" Akhirnya jurus terakhir aku ucapkan. Biasanya setelah itu Gendis pasti langsung pergi.
Benar saja Gendis yang mendengar aku menyebutkan diriku sebagai mamanya langsung manyun. Gadis kecil menatapku dengan tajam. Serem banget sih...
Tatapan nya itu lho tajam dan terpercaya. Emang berita apa. Aih.. aih.. makin gesrek aku kalau ngadepin anak kecil ini.
Tapi masa iya aku harus takut sama anak kecil.
"Ayo sayang, kalau mau ayo ikut masuk kekamar Mama"Ucapku sambil mungulurkan tanganku untuk pura-pura mengajaknya masuk.Padahal sebenarnya malas. Sengaja juga aku tadi tekankan kata mama biar nih anak tambah panas.
Salah gak sih aku. Pasalnya pasti nih anak ingat mama nya. Tapi mau gimana lagi dong. Kalau aku diam aja makin ngelunjak dia. Masa sama calon ibu tiri kayak gitu sih. Eh......
Bukannya masuk Gendis malah menarik tanganku lalu menggigit nya.
"Au..." Teriakku kesakitan
Setelah puas menggigit ku Gendis segera berlari sambil memeletkan lidahnya.
"Nih.. bocah.. " Pekik ku dalam hati.
Masih dengan ekspresi terkejut meringis kesakitan sambil mengibaskan tanganku yang sakit, aku menatapnya dengan sebal pula.
Benar-benar gak ada akhlak nih anak. Lihat saja nanti kalau aku sudah jadi ibu tirimu.
Ish.. ish.. ish.. apa iya aku bisa jadi ibu tiri kejam kayak yang di TV-tv itu.
Baru juga aku membayangkan jadi ibu tiri kejam kudengar suara cekikikan disekitarku.
Ku tepuk jidatku dengan keras. Lupa saat ini aku dimana.Diluar kamar coy...
Jelas aja mereka melihat. Apalagi punya tetangga kos yang seneng banget kalau temennya kena musibah.
Apalagi pas pagi-pagi udah bikin kehebohan aja.Ya hiburan tersendiri lah buat mereka.
"Ngapain pada ngetawain. Denger ya kalian semua. Sampai aku denger kalian ngetawain aku lagi. Aku anggap hutang aku lunas ya sama kalian" Ucapku lantang.
Agak alay sih tapi inilah aku. Gadis bar-bar gak ada akhlak. Untungnya mereka tau kalau aku hoby bercanda jadi mereka tak akan makan hati dengan ucapanku.
Benar saja bukannya mereka kembali ke kamar malah makin kencang suara tawa mereka.
"Gimana mau berjodoh kamu Bee sama bapaknya kalau sama anaknya saja sering berantem mulu" Teriak mbak Mita penghuni sebelah kamarku.
Iya juga ya. Habisnya Gendis gak ada manis-manisnya sih sama aku.
"Biarin kali mbak, yang mau aku kawinin kan bapak nya bukan anaknya" Jawabku asal.
"Ya sama aja kali Bee.. mereka itu satu paket. Mendingan kamu mundur alon-alon deh dari sekarang. Mas Abhi nya untuk aku aja" Tambah mbak Reni
"Ya mana mau mas Abhi sama mbak Reni. Orang tidurnya mbak Reni aja ngorok. Bisa-bisa mulut mbak Reni disumpal kaos kaki sama Gendis"
Otomatis mbak Reni jadi manyun. Sementara penghuni lain tertawa karena ucapanku.
"Awas kamu Bee kalau ngutang sama aku" Ancam mbak Reni. Ih.. jadi ngeri kalau mbak Reni ngambek pasalnya dia yang selalu berkontribusi besar dalam memberiku pinjaman.
"Jangan gitu lah mbak, kan tadi cuma bercanda. Nanti aku kelaparan kalau mbak Reni ngambek kayak gini" Ucapku merajuk.
Mbak Reni masih manyun. Beneran gawat ini.
"Salah sendiri bikin gara-gara sama aku" Ucap mbak Reni sewot sambil kembali berjalan menuju kamarnya. Segera aku berlari mengikutinya. Jangan sampai ladang uangku meninggalkan ku.
"Mbak Reni.... tunggu aku"
*
*
*
"Haik... Alhamdulillah" Ucapku mengucap syukur. Sepiring nasi dengan lauk kecap sudah mendarat manis di perutku.
Perut terasa kenyang saat sudah makan seperti ini. Bersyukur nya lagi mbak Reni kalau ngambek gak terlalu lama jadi aku bisa ngutang dan beli makanan. Tepatnya sih beli nasi sama kecap doang. Kalau aku beli nasi sama lauk kemahalan ntar uang hasil ngutang nya langsung habis lagi.Lumayan kan buat makan esok hari lagi kalau hari ini aku gak dapat pekerjaan tambahan lagi.
Meskipun ini masih awal bulan nyatanya aku sudah tidak memegang uang sama sekali.Selain mengambil untuk bayar kosan. Semua uang dari gajiku sudah aku kirim ke kampung untuk menyicil bayar hutang pengobatan bapak dulu di kampung. Miris memang, bapak yang tidak terselamatkan tapi hutang keluargaku jadi bertumpuk. Jadi aku anak tertua yang harus bertanggungjawab.
Ya kali aku harus berkeliaran dijalan karena gak punya tempat tinggal. Kalau masalah makanku itu akan ku fikir belakangan. Biasanya aku akan mencari pekerjaan tambahan diluar dari jadwal pekerjaanku menjaga toko serba ada.
Kalau beruntung aku akan mendapatkan pekerjaan yang bagus dengan gaji yang lumayan. Tapi kalau lagi gak beruntung kayak gini terpaksa aku harus ngutang. Itupun kalau ada yang dihutangi kalau nggak ya terpaksa harus berpuasa.
Setelah selesai sarapan bergegas aku mengambil tas ku hendak berangkat kerja. Ternyata masih untung aku tadi dibangunin sama si Gendis resek. Coba aja kalau gak. Pasti aku bakal telat berangkat kerja.
"Sudah mau berangkat Bee... " Tanya mbak Reni.
Aku yang sedang mengunci pintu tak hanya mengangguk.
"Sudah sarapan kamu " Tanyanya lagi. Kali ini aku menghadap kearahnya.
"Sudah mbak"
"Pasti cuma sama nasi sama kecap doang" Tebaknya. Aku hanya tersenyum.
"Dari pada gak sama sekali mbak. Disyukuri saja" Jawabku.
"Mbak kan udah kasih kamu uang kenapa gak dibeliin lauk sekalian. Kalau makan nasi sama kecap doang mana ada gizinya. Kamu kan butuh tenaga banyak buat cari uang banyak" Ucap mbak Reni.
Mbak Reni ini orang yang paling baik sedunia. Dia yang paling tau kisah hidupku. Sebabnya keluargaku punya banyak hutang. Mbak Reni pula yang selalu kasih aku pinjaman kalau aku lagi butuh. Sebenarnya dia ngasih, tapi aku gak mau. Tetap saja saat aku punya uang aku pasti kembalikan. Saat dia menolak maka aku akan bilang tak akan minta bantuannya lagi.Maka setelahnya mbak Reni hanya pasrah.
"Mubadzir mbak, yang penting perut aku kenyang.Lumayan kan masih bisa dibuat makan sampai besok.Dah ayo berangkat ntar kesiangan lo kuliahnya"Jawabku cuek lalu merangkul perempuan itu keluar kos-kosan. Sebelum perempuan yang ku rangkul ini makin berceloteh.
Kalau aku bekerja maka mbak Reni adalah anak kuliahan. Sebenarnya usia kami sama hanya beda bulan saja tapi mbak Reni lebih beruntung. Dia anak orang kaya jadi bisa melanjutkan kuliahnya sedangkan aku harus banting tulang cari nafkah.
Ah.. sungguh aku tidak mengeluh dengan takdir yang Tuhan berikan kepadaku. Aku yakin akan ada jalan kebahagiaan setelah ini.
Sesampainya diluar kami jalan terpisah. Aku berjalan ke kanan sedang mbak Reni ke kiri. Inilah saat yang kutunggu-tunggu.
Coba tebak apa hayo....???
Tentu saja ketemu sama idolaku mas Abhi. Lewat depan rumahnya sambil godain duda keren.
"Mas Abhi.... " Teriakku saat telah sampai didepan rumahnya. Gak perduli ada atau tidak orangnya. Yang jelas pasti ada satu orang didepan rumah yang menungguku sambil meletakkan kedua tangannya dipinggang. Siapa lagi kalau bukan Gendis.
Ceh... emang gue pikirin.
Kan aku cuma manggil nama mas Abhi doang.
"Papa ada gak anak cantik" Tanyaku sambil melongok didepan gerbang. Bukannya menjawab Gendis malah memancarkan aura permusuhannya.
Emang sengaja aku manas-manasin si kecil. Mau balas dendam soal tadi pagi sih. Jahat gak sih aku? Biarin salah sendiri cari masalah sama Binar. Ini aja bekas gigitannya masih ada.
"Ga ada" Jawabnya jutek.
Asli ngegemesin banget nih anak. Kalau dia gak galak pasti udah aku ciumin.
"Bunda gak dibukain gerbang nih" Godaku lagi. Padahal aslinya aku udah hampir telat. Tapi gak afdhol aja kalau gak bikin masalah sama Gendis.
"Kata papa gak boleh bukain pintu sembarangan. Takut penjahat yang datang"
Ingin ku tertawa mendengarnya. Bocah sekecil Gendis bisa menjawab dengan benar. Pintar juga rupanya anak ini. Pantas saja banyak banget ide buat ngerjain aku.
"Tapi ini yang datang kan calon bunda nya Gendis" Aku masih kekeh ngerjain nih anak. Pengen lihat sekali saja Gendis nangis. Tapi kok pertahanan nih anak kuat banget yah.
"Mama nya Gendis gak jelek kayak kamu"
Aku makin terkekeh.
Ya jelas beda lah. Kalian orang berada sedangkan aku orang miskin. Aku gak marah sama sekali dengan ucapan Gendis. Pasalnya aku yang sengaja godain dia.
Tiba-tiba dari dalam rumah seorang wanita paruh baya datang dengan tergopoh-gopoh.
"Haduh non Binar ini kebiasaan gangguin non Gendis. Kalau udah gini nanti simbok yang repot. Hus... sana non Binar berangkat sana? " Usir mbok Sumi pengasuh serta Asisten rumah tangga dirumah ini.
Aku cukup mengenal mbok Sumi karena sebelumnya mbok Sumi bekerja dirumah pemilik Kosan ku. Mbok Sumi juga pasti tau sifat usil ku ini.
"Siap mbok Sumi, nitip Gendis ya mbok. Assalamu'alaikum anaknya bunda" Masih saja aku menjahili Gendis.
Lihatlah Gendis semakin manyun sedangkan mbok Sumi hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuanku.
Rasanya puas banget setelah mengganggu Gendis. Meskipun menyebalkan Gendis seperti obat yang membuat semangat ku bertambah.
Kini aku bisa berangkat bekerja dengan bahagia. Kalau biasanya orang yang menyukai pria yang mempunyai anak akan sok-sokan baik didepan anaknya maka berbeda dengan aku. Aku seakan selalu menantang Gendis berperang. Masa aku yang selalu dikerjain selalu diam saja. Asal gak pakai kekerasan aja.
"Gendis sayang... bunda berangkat kerja dulu ya" Teriakku sebagai jurus terakhir sebelum tubuh ku benar-benar meninggalkan rumah Gendis.
Jujur aku tak pernah berharap bahwa mas Abhi akan menyukai ku. Awalnya aku memang ngefens sama mas Abhi karena ketampanannya. Anggap aja mas Abhi adalah artis dan aku adalah idolanya. Sama dengan perempuan lain di kosan yang mengidolakan mas Abhi. Tapi gak tau kenapa Gendis hanya musuhan sama aku.
Baru beberapa langkah tubuh belakangku menabrak sesuatu. Maklum ya saat ini aku sedang berjalan mundur.
Segera aku membalikkan badan dan menatap sosok yang sedang menatapku dengan tajam.
Ceh... tatapannya itu lho galak-galak tapi bikin meleleh.
"Jangan pernah kamu ganggu putriku lagi" Ucapnya datar dan aku hanya bisa menelan ludah.
*
*
*
"Jangan pernah kamu ganggu putriku lagi" Ucap mas Abhi datar dan aku hanya bisa menelan ludah.
Takut....
Tentu saja tidak.
Ancaman mas Abhi padaku malah bikin aku tambah semangat. Gimana gak semangat coba, gara-gara jahilin Gendis mas Abhi jadi mau ngomong sama aku.
Ah.....
Rasanya aku pengen teriak dan bilang sama semua orang kalau mas Abhi ngomong sama aku. Beneran ini gak mimpi kan? Segera aku mencubit tangan ku dan...
"Au... "
Sakit, itu artinya ini gak mimpi.
"Saya ngomong sama kamu, kamu dengar apa tidak. Jangan pernah ganggu putri saya lagi"
Tegas
Dan itu malah bikin aku tambah klepek-klepek. Cowok galak ternyata lebih mempesona dari pada cowok romantis. Kayak mas Abhi ini.
Duh.. makin ngebet kamu kawinin mas.....
Makin gesrek aku kalau ketemu cowok ganteng.
"Bisa... bisa.. Asal..... " Ucapku terpotong. Biar mas Abhi penasaran. Kalau mas Abhi penasaran itu tandanya dia akan lebih memperhatikan aku.
"Apa.... Cepat katakan saya harus kerja. Kalau kamu mau uang sebutkan saja"
Duh.. mas...
Gak semua hal bisa diukur dengan uang kali. Aku gak akan tersinggung sama kamu karena aku yang udah terlalu ngefens sama kamu. Biasa lah kalau orang kaya ya agak sombong gitu.Dan itu bikin aku tambah greget.
"Bukan... asal Gendis juga gak gangguin aku. Ck.. anak kamu itu ya mas, iseng banget sama aku. Tadi pagi aja ya dia udah gigit tangan aku. Nih buktinya kalau enggak percaya" Ucapku sambil menunjukkan bekas gigitan Gendis tadi pagi.
Mas Abhi sedikit melirik. Mungkin dia sedikit shock dengan kelakuan putrinya. Ya jelas ini memang gigitan Gendis kali mas. Masa iya aku gigit tangan aku sendiri. Kurang kerjaan banget.
"Kamu jangan banyak alasan,Gendis tidak akan seperti itu"
Nah lo gak percaya kan? Aku gak butuh kamu percaya kok mas. Udah bisa ngobrol kayak gini aja udah seneng banget.
"Suka-suka mas nya aja deh enaknya gimana? "
Hah.. makin eror aq kalau lama-lama deket sama cowok ganteng macam mas Abhi. Jawaban macam itu. Terbukti mas Abhi yang langsung bingung. Ngomongnya apa jawabannya.
"Hah.. percuma aku ngomong sama kamu. Gak jelas" Ucapnya lalu meninggalkan ku dan masuk kerumahnya.
Ah... mas Abhi...
Semakin kamu marah semakin ganteng saja kamu.
"Aku gak jelas karena kamu mas. Kok bisa ya kamu gantengnya kebangetan kayak gitu sih. Kan aku jadi jatuh cinta" Ucapku makin ngawur.
Mas Abhi geleng-geleng kepala dan semakin mempercepat langkahnya masuk kedalam rumah. Ck.. mas... Buru-buru amat. Adek kan masih pengen ngobrol.
Aku cekikikan sendiri melihat kelakuanku. Gimana bisa suka kalau akunya aja eror kayak gini. Saking asyik nya aku ngobrol sama mas Abhi sampai lupa kalau aku udah telat masuk kerja.
Mati aku
Ku tepuk jidatku keras. Lalu berbalik melangkah menuju tempat kerjaku. Namun belum genap lima langkah.
Puk
Sebuah sandal kecil melayang tepat di punggungku. Sakit.. sih enggak.
Tapi... siapa yang berani menimpuk ku dengan sandal. Ck.. lupa aku lagi dimana? Siapa lagi pelakunya kalau bukan Gendis.
"Gendisss.... " Ucapku geram. Yang punya nama hanya senyam-senyum dan memeletkan lidahnya kearahku.
Kalau aja aku gak lagi telat masuk kerja. Udah aku jabanin nih anak. Untung aja lagi buru-buru. Awas saja nanti bakalan aku balas.
Dengan menahan kesal ku masukkan sandal itu kedalam tas ku. Syukurin...
Salah sendiri dilempar ke aku. Biar sandalnya tinggal sebelah. Yang sebelah aku sita karena sudah dengan kurang ajar mendarat di tubuhku. Biar Tuh anak nyesel nanti.
"Kasihan deh sandalnya ilang" Ucapku penuh kemenangan. Sempat kulihat wajah Gendis memberengut karena sandalnya ku bawa sebelah.
Emang gue pikirin.
Gegas aku tinggalkan rumah mas Abhi. Sudah telat lama banget. Ceh... bakalan gak dapat waktu istirahat lagi karena aku telat lagi. Gak apa-apa deh yang penting pagi ini aku puas.
****
"Kamu itu Bee.. kebiasaan banget datangnya telat" Omel mas Johan pemilik toko tempatku bekerja. Aku hanya nyengir kuda dan berlalu mengambil sapu dan mulai menyapu lantai.
Udah biasa sih mas Johan marah-marah tiap pagi. Tapi tenang aja aslinya orangnya baik.
"Pasti nih kamu godain cowok disebrang sana. Kebiasaan.. mending kamu godain aku aja sama-sama cowok kan" Aku mendelik menatapnya sementara yang ditatap pura-pura cuek dan malah tertawa.
"Ogah.. godain mas Johan. Bisa-bisa aku dimutilasi sama mbak Maya. Tuh.. mbak Maya suami kamu minta digodain sama aku" Teriakku pada sosok yang baru saja datang.
Yang punya nama mendekat ke arah mas Johan lalu menjewer telinganya.
"Au.. au.. ampun ma sakit? "teriak mas Johan
"Jadi kamu minta digodain ya pa? " Ucap mbak Maya. Kini aku yang ganti cekikikan. Bukan cuma aku saja ya tapi karyawan yang lain juga.
Walaupun hubungan kami adalah pemilik dan pegawai, nyatanya kami seperti keluarga. Mbak Maya dan mas Johan sudah aku anggap sebagai kakak. Sama halnya dengan mbak Reni yang ada dikosan.
"Habisnya anak buah kesayangan kamu ini telat mulu sih ma. Apa lagi coba kalau kerjaannya gak gangguin Duda anak satu yang rumahnya di sebrang sana"
"Beneran itu Bee... " Tanya mbak Maya sambil menghadap padaku. Aku otomatis hanya mengangguk.Ngerjain balik mas Johan nih kayaknya....
Ok deh aku jabanin.
"Terus.. terus.. tadi kamu ketemu gak" Tiba-tiba mbak Maya yang jadi antusias. Kini ganti mas Johan yang cemberut.
Bener kan...?
"Apa sih ma, kok malah mama ikut-ikutan nanyain duda itu. Udah lihat sini aja sama papa. Lebih gantengan papa juga" Ucap mas Johan sambil memalingkan wajah mbak Maya ke arahnya.
"Cek" Ucapku berdecak. Mas Johan melotot kearahku.
"Papa aih.. tadi kan papa mau digodain sama Binar. Sekarang gantian dong mama mau ikutan kepoin duda ganteng. Ayo Bee.. kamu ceritain pas kamu ketemu sama duda ganteng itu" Ucap mbak Maya sambil menarik lenganku seolah beneran mau kepoin mas Abhi. Padahal mah mbak Maya cuma mau ngerjain balik mas Johan.
Syukurin kamu mas...
Makanya gak usah bikin hati perempuan panas. Meskipun cuma bercanda doang. Balik kelepekab kan sekarang.
"Ayo mbak" Ucapku mengiyakan.
Kami meninggalkan mas Abhi sendirian yang sedang cemberut.
"Makanya mas, kalau udah bucin sama istri gak usah aneh-aneh sama perempuan lain. Kalau udah istri yang bales kelepekan sendiri kan. Emang cuma cowok aja yang bisa. Sekarang cewek mah malah lebih jago" Ucapku sebelum meninggalkan mas Johan sendiri.
Laki-laki itu tampak menggaruk kepalanya sambil senyum gak jelas.
Emang dasar ya pasangan yang satu ini.
Tapi baru saja kita mau ngerumpi tentang mas duda tampak mbak Yuni berlari-lari masuk kedalam.
"Siaga satu siaga satu.... Mas duda menuju kesini"
*
*
*
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!