Selama masa kehamilannya yang kedua, Clara terlihat lebih kuat dari sebelumnya. Apalagi sekarang Clara tidak mengalami masa ngidam sama sekali, hingga ia bisa makan dengan santai dan leluasa. Clara juga mengikuti senam hamil tiap pagi dengan instruktur senam yang khusus dipanggil Bara untuk istrinya. Bara juga sangat berhati-hati pada Clara dan sangat memperhatikan kondisi Clara. Tak hanya itu Bara juga memperhatikan asupan makanan Clara dan aktivitasnya agar tidak terlalu kelelahan.
"Ay," panggil Clara pada suaminya yang tengah terduduk dengan lemas di kursi riasnya.
"Hmm," jawab Bara hanya dengan berdeham.
"Kok lemes sih? Muntah-muntah lagi ya?" tanya Clara lalu mengoleskan minyak kayu putih ke leher dan bahu suaminya.
"Kamu yang hamil kok aku yang morning sick gini sih Cla," keluh Bara yang selalu muntah-muntah tiap pagi, dan lebih parah saat Clara masih hamil diawal-awal minggu kehamilannya. Bara bisa muntah lebih dari empat kali sehari hingga berat badannya turun drastis.
"Kok masih bisa gini ya kak? Kan si adek dah mau masuk 20 minggu," ucap Clara heran sambil mengusap-usap bahu suaminya dengan lembut.
"Gak tau. Bawaannya pengen muntah mulu," jawab Bara lalu berjalan ke tempat tidurnya lagi.
"Kasian amat suamiku ini. Sampe kurus gini," ucap Clara lalu mengelus sambil memijit kepala suaminya.
"Adek baik kan di perut bunda?" tanya Bara sambil mengelus perut Clara lembut. "Ayahmu dah sampe klenger gini loh nak," sambung Bara lalu meletakkan tangannya di atas perut Clara yang membuncit seiring pertumbuhan bayinya.
"Baik kok Ayah," ucap Clara menjawab pertanyaan suaminya yang ditujukan untuk bayinya. "Ay, mau makan apa nih?" tanya Clara yang memanjakan suaminya tiap pagi terutama tiap suaminya mengalami morning sick.
"Kamu disini aja Cla. Aku maunya sama Clara dulu," rengek Bara dengan manja dan tengah rewel.
"Iya kak," jawab Clara lalu memindah posisinya, tiduran di samping suaminya. Tapi belum lama Clara tiduran pintu kamarnya diketuk. Dengan sigap Bara bangun dan melihat siapa yang mengetuk pintu kamarnya.
"Bapak, ada tamu. Katanya mantannya Bapak," ucap bibi pada Bara sambil berbisik.
"Bilang aja saya gak di rumah!" ketus Bara.
"Hai Bara!" pekik Tina begitu mendengar suara ketus Bara.
"Kakak," panggil Clara lalu mendekat ke arah suaminya. "Siapa bi?" tanya Clara yang berdiri di samping suaminya.
"Tamu non," jawab bibi takut-takut karena tatapan tajam Bara.
"Tamu siapa?" tanya Clara heran.
"Bukan siapa-siapa bumil," ucap Bara yang langsung lembut pada istrinya.
"Oh ada Clara juga. Hai," sapa Tina yang langsung ke lantai dua karena tak sabar ingin menemui Baranya.
"Oh kak Tina," ucap Clara sedikit mencelos melihat siapa yang datang bertamu ke rumahnya.
"Aku tunggu di bawah ya. Bara ada yang mau ku bicarakan berdua," ucap Tina lalu turun dari lantai dua dan menunggu Bara di ruang tamu.
Argh! Kenapa datengnya sekarang sih Tina ini! Batin Bara panik.
"Cla."
"Iya boleh gapapa. Biar aku bikin minum teh hangat kan?" ucap Clara memotong ucapan suaminya.
Bara hanya mengangguk lalu cepat-cepat turun agar bisa menemui Tina dengan perasaan rindunya karena Tina sempat pergi begitu saja. Tanpa kabar dan tanpa ucapan perpisahan sama sekali. Tapi beruntung karena Bara malah bisa menemukan belahan jiwanya.
"Mau ngom_"
Tanpa memberi izin pada Bara untuk bicara Tina langsung membungkam mulut Bara dengan bibirnya lalu memaksa untuk ******* bibir dari pria beristri itu. Sadar Bara tak membalasnya Tina malah memeluk erat tubuh Bara.
"Aku dah sembuh!" ucap Tina mengabari kabar gembira tentang kesehatannya pada Bara sambil menangkap wajah Bara dengan kedua tangannya tanpa peduli bila Bara sudah memiliki istri.
Prang! Tanpa sengaja Clara menjatuhkan minuman yang akan ia sajikan pada tamunya itu. Dengan tangan bergetar dan air matanya yang berlinangan, Clara berusaha baik-baik saja dan cepat-cepat mengusap air matanya yang mengalir.
"Cla sayang," panggil Bara lalu cepat-cepat mendekati istrinya sebelum makin salah paham.
"Aku gapapa," ucap Clara lalu cepat-cepat naik ke kamarnya mengabaikan suaminya.
"Bara!" tahan Tina sambil menarik tangan Bara agar tidak mengejar Clara. "Biarkan saja dulu. Dia butuh waktu sendiri," ucap Tina menahan Bara.
"Tapi,"
"Ah yasudah! Lupakan ucapanku, aku mungkin hanya mengganggu. Lupakan saja! Akan ku sampaikan lain waktu," ucap Tina yang mulai bermain tarik ulur.
Argh! Menyebalkan sekali posisi seperti ini! Batin Bara dilema.
"Oke kamu mau sampaikan apa?" tanya Bara yang langsung to the point pada tujuan Tina.
"Menagih ucapanmu," jawab Tina lalu tersenyum manis dan duduk di sofa.
"Ucapanku yang mana?" tanya Bara sedikit membentak.
"Untuk menikahiku," jawab Tina dengan senyuman manisnya yang semanis iblis, saat tengah menyamar menjadi malaikat atau bidadari dan mermaid untuk menjerat para raja yang lupa ratunya.
Bara sangat terkejut mendengar jawaban yang terlontar dari mulut manis Tina seolah tanpa beban dan tak ada dampaknya dari ucapannya.
"Never!" jawab Bara tegas menolak.
"Why?" tanya Tina singkat dengan senyumnya yang mulai pudar karena jawaban Bara yang menolaknya.
"Banyak alasan agar aku tidak memenuhi tiap ucapanku padamu," jawab Bara tenang.
"Apa karena Clara?" tanya Tina sedikit mencelos.
"Kami sudah menikah dan lagi aku akan segera memiliki anak," jawab Bara.
"Apa kau menghamilinya?" tanya Tina terkejut lalu menggeser duduknya agar lebih dekat dengan Bara.
Bara langsung menggeleng, menjawab pertanyaan Tina.
Kalo aja kamu gak pergi. Pasti aku bisa pertimbangkan kamu buat gantiin posisi Clara sekarang, batin Bara lalu pindah tempat duduk agar Tina tidak makin dekat dengannya.
Apa kak Bara bakal ceraikan aku? Batin Clara yang memperhatikan Bara dari atas dan hanya bisa menerka-nerka apa pembicaraan antara Tina dan suaminya.
"Gak! Aku bikin anak sama dia pakek cinta, pakek hati. Gak kencing doang kayak yang lainnya. Lagian dulu kamu tolak aku kan?" ucap Bara sengit.
Tapi sejak kapan kamu bisa serius sama dia? B-Bu-Bukannya kamu bilang cuma aku yang bakal jadi istrimu? Bukannya cuma aku yang bakal, kenapa jadi gini? Batin Tina yang sedih bukan main karena penolakan Bara, bahkan ia hanya bisa diam dan cukup tercengang.
Hening.
"Begitu. Yasudahlah. Setidaknya kau mengijinkanku untuk berteman dengan istrimu kan," ucap Tina yang kembali mengembangkan senyum indahnya di wajah cantiknya.
Bara hanya diam tak memberi jawaban. Terlalu sulit dan kelu untuk menolak atau mengijinkan.
"Ku anggap setuju," ucap Tina karena tak mendapat jawaban dari Bara, lalu segera ia memakai tasnya dan pergi begitu saja.
"Minumnya non," ucap Bibi yang membawakan minuman yang baru untuk Tina yang sudah pergi duluan.
Huft sekarang aku harus gimana? Batin Bara bingung lalu memijit pelipisnya sambil berjalan ke kamarnya.
"Kakak, kamu mau talak aku?" tanya Clara begitu suaminya sampai di atas.
"Enggak, Clara ngapain disini sih sayang?" tanya Bara lalu duduk berhadapan dengan istrinya.
"Aku."
"Kamu kan istriku. Kalo mau tau harusnya kamu tadi gabung aja," potong Bara lalu membantu istrinya bangun dan menggiringnya masuk kamar.
Aku tau Tina lebih dari Clara, tapi Clara sudah berkorban cukup banyak buat aku. Kenapa aku malah bingung begini, batin Bara sambil mendekap istrinya yang tengah menangis karena cemburu dan yah. Mungkin hanya itu.
Meskipun Clara tau tak mungkin posisinya digeser begitu saja saat Tina datang kembali. Tapi Clara tetap waspada dan tidak tenang bila suaminya tak ada di rumah, atau tak ada di sampingnya. Apalagi Tina jadi sering ke rumahnya, meskipun Tina memposisikan diri sebagai teman Clara dan berusaha berbaur dengan Claudia dan Patricia juga. Tapi tetap ada rasa curiga di benak Clara.
"Kenapa?" tanya Bara yang sudah bersiap tidur setelah gosok gigi dan cuci muka.
"Gapapa bukan apa-apa juga kok," jawab Clara lalu tersenyum dan tiduran duluan.
"Kamu gak boleh banyak pikiran loh. Inget ada si adek," ucap Bara lalu mengelus-elus perut istrinya sambil beberapa kali mengecupnya.
"Kak, apa kakak suka ada kak Tina main ke rumah mulu?" tanya Clara takut menyinggung suaminya.
Suka! Jawab Bara dalam hati.
"Biasa aja sih, lagian dia kan dokter jadi baik kan kamu kalo deket dia. Bisa sekalian konsultasi," jawab Bara berdusta.
"Jujur aku gak suka kak Tina disini. Aku takut kakak suka sama kak Tina lagi," ucap Clara lalu bangun dan duduk bersandar sambil mengelus perutnya.
"Enggak kan kita dah nikah. Masa iya aku mau suka cewek lain," ucap Bara menepis kekhawatiran istrinya.
"Kak islam memperbolehkan seorang pria memiliki istri lebih dari satu. Jadi kalo kakak mau sama kak Tina, kakak bilang aja biar aku siap-siap," ucap Clara lalu tiduran memunggungi suaminya.
###
Malam menjelang, entah karena pikirannya yang tak tenang atau apa. Clara tak kunjung bisa tidur dengan nyenyak. Hingga dering ponsel suaminya terdengar nyaring. Bara yang dari tadi memeluknya langsung bangun dan mengangkat telfonnya.
"Ya?" jawab Bara pelan agar Clara tak terganggu.
Clara hanya diam dan pura-pura tidur. Agar suaminya tak curiga.
"Kamu jangan main ke sini lagi! Istriku gak suka!" ucap Bara tegas. "Ketemuan? Ogah gue Tin. Oke gue pernah ngomong kalo bakal nikahin Clara terus elo, dan menomor satu kan elo meskipun Clara yang nomer satu. Itu dulu! Dulu! Sekarang gak lagi! Please jangan ganggu gue!" ucap Bara geram lalu mematikan ponselnya secara paksa dengan mencabut batrenya dan dengan kesal memasukkan ponselnya ke dalam laci.
Clara benar-benar hancur setelah menguping pembicaraan singkat suaminya dengan mantannya dulu.
Aku nomor satu, yang akan segera di nomor dua kan. Posisiku akan segera digeser, batin Clara sedih, hingga tanpa sadar air matanya mengalir begitu saja.
Aku gak mau khianati Clara. Aku gak mau buang Clara. Hancurin keluargaku, batin Bara lalu memeluk Clara dari belakang.
"Sayang, aku mulai digoda. Aku takut gak tahan iman, gimana ini?" bisik Bara lalu mempererat pelukannya pada Clara. "Aku cinta Clara sama si adek juga," sambung Bara lalu mengecup tengkuk leher Clara.
Clara makin deras menangis begitu mendengar ucapan suaminya,dengan susah payah ia menahannya. Tapi seberapa kuat ia menahan tangis akhirnya Bara tetap mampu merasakannya. Bara tau bila istrinya sedang menangis, tapi Bara sengaja membiarkannya menangis dan berpura-pura tak tau bila Clara menangis.
"Kak," panggil Clara serak.
"Iya sayang," jawab Bara lembut.
"Besok aku mau ketemu kak Tina. Cuma antara aku, dia dan kakak. Bisa?" pinta Clara.
Bara hanya diam lalu akhirnya menyetujui permintaan Clara.
###
Keesokan harinya Tina kembali datang ke rumah dengan tangan kosong. Clara dan Bara juga sudah duduk di ruang tamu menunggu kedatangan Tina.
"Hai jadi gimana?" tanya Tina lalu duduk dengan menyilangkan kakinya hingga rok mininya sedikit terangkat.
"Hmm gini. Soal nomor satu, dua," ucap Clara memulai pembicaraan.
"Ah itu, itu bukan apa-apa. Masa lalu. Kamu gak usah khawatir," ucap Tina paham kemana Clara akan membawa arah pembicaraan kali ini.
Aku harus hati-hati sekarang biar Bara gak benci sama aku, batin Tina
"Begitu syukurlah. Oh iya, kak Tina sudah paham kan gimana posisi kak Bara sekarang?" tanya Clara sambil menggenggam tangan suaminya.
"CEO?" tanya Tina sok polos.
"Kak Bara suamiku! Jadi tolong pahami posisimu. Aku istrinya, kalau saja kamu lupa. Jadi tolong jauhi suamiku," ucap Clara dengan senyumnya yang begitu berat untuk tersungging di bibirnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!