Namaku Honey umur 19 tahun, aku baru lulus SMA. Aku bekerja di sebuah cafe yang cukup ternama di kota ini. Banyak orang - orang penting dalam maupun luar kota yang sering datang kemari untuk membicarakan soal bisnis,atau hanya sekedar bersantai, termasuk artis-artis,dan juga selebgram datang untuk sekedar menghibur diri atau hanya sekedar melepas rasa penat mereka bersama teman-temannya. Pemandangan di cafe tempatku bekerja sangatlah indah bernuansakan asri walaupun terletak di tengah kota. Dengan lahan yang cukup luas, dan ide yang cemerlang dari owner untuk menyulap sebuah cafe dengan konsep bernuansakan modern asri.
"Beruntung sekali aku bisa bekerja disini dengan gaji yang lumayan diatas rata-rata UMR juga, berkat si Anton yang dulu aku dekati,kini aku bisa bekerja disini." Gumamku dalam hati sambil menikmati pemandangan di kala itu di jam makan siang.
"Honey, bisa kita bicara sebentar?" seorang pria menyapaku dan mengajakku untuk berbicara empat mata dengannya.
"Deni, ada apa?" tanyaku.
"Aku ingin bicara sebentar saja. Please," ucapnya sambil memelas memohon agar aku meng iyakan ajakkannya. Deni adalah laki-laki yang sudah pernah aku putuskan seminggu yang lalu. Dia tidak menerima di putuskan karena itu dia terus mengejarku.
"Aku gak ada waktu, aku harus bekerja. Maaf," aku pun melangkah ingin pergi meninggalkannya. Tapi Deni mencegahku dengan menarik tanganku.
"Aku mohon Honey maafkan aku," Laki-laki itu memelas agar mau mendengarkannya.
"Maafkan aku, sudah cukup semuanya. Kita sudah tidak bisa lagi bersama. maaf ya Den," aku pun pergi meninggalkannya.
Memang sebenarnya laki-laki yang bernama Deni itu tidaklah salah, aku hanya sudah bosen dan mencari-cari kesalahannya. Dengan beralaskan bahwa seolah-olah dia berkhianat. Padahal aku tahu bahwa orang yang pernah Deni antar adalah sepupunya. Lagi pula uang nya sudah cukup puas aku gunakan.
****
"Aku pulang," aku mencium tangan kedua orang tuaku dan menyapa adikku Ririn yang sedang belajar.
"Belajar yang benar jangan malu-maluin," aku mengusap kepala adikku dan mengacak-acak rambutnha hingga adikku kesal.
"Ih, diamlah kakak ini. Rambutku di acak-acak jadi kusut kan. Bu, kak Honey nih gangguin adek belajar!" Adikku berteriak mengadu pada ibuku.
Aku berlari ke kamar dan segera mengunci pintu agar adiku tidak bisa mengejarku.
"Kakak, jangan ganggu adeknya belajar." Terdengar suara lembut ibuku memperingati. Aku segera menyimpan semua barang-barang yang aku bawa tadi bekerja. Lalu bersiap-siap untuk mandi,karena badan rasanya tidak enak sudah sangat lengket. Aku keluar kamar sambil membawa peralatan mandiku, kulihat adekku yang masih bete dengan tatapan yang seakan ingin menghardikku.
"Nak, jangan begitu sama adikmu, adikmu itu lagi belajar sebentar lagi dia mau ujian biarkan dia fokus dengan belajarnya," ibuku memberitahuku dengan lemah lembut.
"Tau tuh kak Honey gangguin aja adeknya,kalau adek gk lulus ujian nanti gimana, mau tanggung jawab?" pekik adikku mencela.
"Biarin aja, biar gak usah tinggal disini lagi. Udah kakak biayain bikin kecewa kaka sama ibu juga bapak. Huh," balasku.
"Ibu..., kak Honey jahat banget ngomongnya," adikku lagi-lagi mengadu.
"Udah ah jangan bertengkar lagi, kalian ini adek sama kakak gak ada akur-akurnya. Han udah sana mandi bersihkan diri," ibu menyuruhku mandi dengan lirikan matanya ke arah kamar mandi. Akupun membalas dengan senyum lalu pergi membersihkan diri.
"Kamu juga Rin, jangan seperti itu sama kakakmu. Dia kan bekerja keras untuk membiayai sekolah kamu, harus bisa menghormati kakakmu jangan ngomong teriak-teriak seperti apa saja." Ku dengar pelan dari balik kamar mandi ibu sedang menceramahi adikku Ririn.
****
"Han," Begitulah panggilan sayangku dirumah.
"Iya bu," kataku sembari meletakkan handuk di kasur untuk berganti pakaian.
"Ish kamu ini, sudah besar masih saja tidak malu bertelanjang di depan ibu, jangan meletakkan handuk dikasur nanti kasurnya basah kamu tidurnya kedinginan," gumam ibu sambil mengambil handukku.
Akupun berganti pakaian sedangkan ibuku merapihkan pakaian kerjaku yang aku simpan tadi di atas kasur, tidak digantungkan Lalu merapihkan tempat tidurku.
"Biar aku saja bu, jangan beresin kamarku." Aku melarang ibuku membereskan kamarku karena aku tidak ingin merepotkannya. Sudah cukup dengan ibu selalu menyiapkan bekal makan untukku,mengurus bapak dan adikku. Karena itu aku tidak ingin menambah berat kerjanya, setidaknya aku bisa membereskan sendiri tempatku.
"Kamu ini sudah makan belum, ayo makan dulu." Perintah ibuku.
"Bapak sama adek udah makan,bu?" tanyaku sambil menyisir dan mengeringkan rambutku.
"Sudah dari tadi mereka sudah makan malam. Tinggal kamu sama ibu, ayo kita makan ibu sudah lapar!" Perintah ibu mengajakku untuk cepat makan malam.
Memang ibu selalu menungguku untuk makan saat malam hari, tidak peduli jam berapa aku pulang kerja ibu selalu menunggu untuk bisa makan bersamaku. Pernah aku bertanya "kenapa selalu menungguku,ibu bisa makan sama bapak dan adek gak perlu menungguku makan malam." Jawaban ibu karena "ibu ingin menemani anak pertama ibu makan." Selalu itu jawabnya. Ibu sangatlah menyayangiku, bukan karena aku menjadi tulang punggung keluarga. Tapi memang ibu sangat menyayangiku, tak pernah sekalipun ibu membentakku dengan keras, kalau dia jengkel padaku dia hanya menasehatiku dan menangis di kamar.
Akupun keluar untuk makan. Kulihat adikku Ririn sudah masuk kamar. Biasanya jam sembilan malam dia sudah harus masuk kamar,karena sekarang mau ujian mungkin, jadi dia belajar lebih lama dan baru masuk kamar di jam 10 malam.
Bapak seperti biasa sedang menonton acara ceramah di tv. Memang bapak suka sekali dengan ceramah - ceramah dari ustad dan ustadzah di tv. Ketika ada acara - acara ke agamaan di tempat ku bapak selalu ikut andil tenaga maupun dana. Sekitar 5 hari lagi akan ada acara maulid nabi besar salallahu'alaihi wassalam di tempatku. Aku menyumbang sedikit dana untuk acara memasak warga untuk di bagikan kembali ke warga lainnya.
Sedang bapak kebagian mengundang seorang kiyai penting yang katanya terpandang. Menurut pak kiyai, beliau bernama kiyai Asrori,begitulah panggilannya.
"Pak, sudah makan?" tanyaku pada bapak yang sedang asyik menonton.
"Sudah tadi, kamu mau makan sama ibu?" tanya nya balik.
"Iya, bapak mau makan lagi. yuk makan lagi," ajakku yang membukakan tudung saji. Disana terdapat makanan sederhana yang menurutkan makanan ternikmat. Tersedia oseng cumi, cah kangkung dan juga sambel goreng tak lupa lalapan timun. Walaupun di cafe aku sering makan makanan luar tapi aku lebih suka masakan ibu. Ibu orang sunda karena itu di tiap masakan tidak lupa sambel goreng ataupun sambel dadak di tambah lalapan.
Aku dan ibu makan dengan lahap, terasa sangat nikmat dan kenyang sekali.
"Untung tadi aku tidak makan dulu di cafe, kalau makan bisa-bisa pecah nih perut." Fikirku yang walaupun sudah makan selalu memaksakan makan demi menemani ibuku makan.
Setelah selesai makan akupun menghampiri bapak di ruang keluarga. Rumah kami sangatlah sederhana hanya terdapat 3 kamar berjajar, kamar pertama aku yang nempati,kamar kedua adiku ririn, dan kamar ketiga dekat dapur kamar ibuku sedang bapak kadang tidur di kursi.
"Nonton apa pak serius sekali" tanyaku yang melihat bapak sangat serius menonton.
"Ini ceramah ustad nuri," jawabnya sambil terkepul asap rokok dari bibirnya.
"Eh, nanti kamu libur kan pas acara maulid nabi?" tanya bapak.
"Iya sepertinya libur kerja karena kebetulan jatah hari liburku,kenapa pak?" Tanyaku.
"Itu, kan ibumu mau bantu masak. Nanti kamu disini bantu bapak membereskan semuanya sekaligus bantu siapin kamar untuk anak pak kiyai tidur." Sambil mengambil korek untuk menghidupkan rokoknya yang mati.
"Loh, memangnya pak kiyai mau nginep disini?" tanyaku heran.
"Bukan pak kiyai nya, tapi anaknya. Karena kata kepala desa disuruh nginep dirumah kita. Rumah kita yang paling aman, begitu. Sebenarnya banyak yang bersedia menampung anak pak kiyai,cuman bapak yang terpilih. Padahal bapak tidak menawarkan diri," dengan bangganya bapak berbicara.
Aku hanya tersenyum dengan sikap bapak.
"Terus nanti pak kiyai nya tidur dimana? masa anaknya saja," akupun bangun untuk pergi tidur.
"Bagaimana,nanti kamu jadi bantu bapak kan?" bapak bertanya kembali memastikan.
"Iya, iya, sebenarnya Honey ada janji sama temen. Tapi demi bapak sama ibu, Honey bisa batalin acara joney sama temen." jawabku pada bapak yang disambut dengan anggukkannya. Akupun pamit tidur karena sudah jam 11 malam ibupun sudah masuk kamar untuk tidur.
Bersambung....
***
"Honey Han...bangun shalat subuh," terdengar suara ibu dan pintu di ketuk dari luar.
"Hmmm," jawabku dan memalingkan badan ke arah berlawanan dengan pintu untuk menghindari suara.
"Han, bangun nak. Sebentar lagi bapak pulang dari mesjid loh." Sontak aku membukakan mataku lalu bangun, seketika mataku terbuka otomatis mendengar kata Bapak. Bapak memang keras kalau soal ibadah, dia terapkan sejak dini kepada anak-anaknya. Apalagi anak-anak bapak semuanya perempuan,tentu saja harus bisa.
Aku bangun lalu membukakan pintu kamar, padahal pintu kamar tidak dikunci. Tapi ibu tidak biasa maupun adiku atau bapak tidak berani maen masuk kamar,semua ada aturannya.
"Bangun Han, bapakmu sebentar lagi pulang dari mesjid nanti liat kamu masih tiduran gimana." Ibu membuka mukena yang ia kenakan setelah selesai shalat dan dzikir.
"Hmm, malas bu dingin," jawabku.
"Ngaco kamu ini, sudah siang loh ini dingin gimana. Adikmu saja sudah mandi lalu shalat," perintah ibu lalu pergi untuk beres-beres rumah.
Akupun pergi ke kamar mandi untuk cuci muka lalu mengambil air wudhu.
****
"Assalamu"alaikum, bu nanti malam gak usah nunggu aku yah. Malam ini aku gak pulang,mau nginep dirumah temen," akupun menghidupkan motor lalu memanaskannya.
"Nginep dirumah temen siapa?" tanya ibu.
"Di rumah Lia, bu."Jawabku lalu menarik gas motor matic ku melaju meninggalkan ibu dengan raut wajah penuh cemas,kulihat lewat kaca spion motorku. Memang ketika jam sift kerjaku lebih awal, aku selaku tidak pulang kerjmah dikarenakan pasti macet parah. Jadi sering kali di jam siftku lebih awal, aku selalu menginap dirumah teman-teman kerjaku ataupun Lia.
Perjalanan dari rumah ke tempat kerjaku cukup lama, sekitar 1 jam kurang, kadang kalau macet bisa sampai 2 jam. Apalagi kalau jam pulang kerjaku jam 5 atau jam 6, bisa sampai jam 9 nyampe rumah.
Akupun sampai di tempat kerjaku, hari ini kebetulan sekali aku kebagian sift pagi jadi bisa pulang sore jam 5. Aku berencana untuk double date dengan Lia sahabat kecilku, aku dan Lia satu sekolah SMA. Kami satu genk dulu, sebenarnya personil genk kita berjumlah 4 orang, tapi karena yang dua sudah dapat jodoh dan kebetulan suaminya ditugaskan kerja di luar kota jadi mereka sebagai istri harus ikut kemanapun suami tinggal. Karena itu sengaja aku tidak pulang, selain macet juga aku ada sasaran baru yang sedang aku incar istilah gaulnya PDKT.
[ Gimana nanti malam,jadi? ]
Hp ku bergetar dan berisi pesan dari Lia.
[ Harus dong... ] jawabku.
[ Kamu sama si Deni? ] tanya Lia.
[ Lalu nanti aku sama Bobi nunggu di tempat biasa ya, ]
[ bukan, ada gaetan baru, hehehe.]
[ ya... ] balasku.
[ Dasar playgirl cap terong...] balas Lia.
[ Hello... gw sukanya duit bukan terong -_-...] jawabku.
[ hahahaha... ya udah aku tunggu di tempat biasa ]
Akupun pergi ke ruang ganti untuk menyimpan tas ku di loker karyawan.
"Hey, baru sampai?" Rekan kerjaku Rian menyapa.
"Iya,aku kira kesiangan," jawabku.
"Hari ini kita paling pagi, dapat bonus lagi dong, hehehe." Kata Rian lalu memasukkan kartu karyawan ke tempat absen.
Memang di cafe tempat kerjaku bagi karyawan yang setiap hari datang awal, akan ada reward pas gajian nanti. Entah itu bonus duit, atau jatah libur dapet dua hari penuh, karena itu saat gajian nanti dapat langsung libur selama 2 hari tanpa mengurangi libur biasanya yang sudah di jadwalkan.
"Kamu sudah sarapan," Tanya Rian sambil menyodorkan sandwich yang ia bawa dari kost an nya.
"Aku sudah makan dirumah, but thanks ya." Aku menolaknya secara halus,karen memang sudah sarapan dirumah.
Rian adalah rekan kerjaku, saat aku melamar kerja dia sudah satu minggu lebih dulu bekerja di cafe ini. Saat itu cafe ini sedang membutuhkan karyawan karena baru di buka. Sekarang banyak para pekerja yang ingin masuk kesini termasuk anak-anak muda dengan berbagai tujuan. Ada yang bertujuan untuk pengalaman, ada juga yang bertujuan untuk menggaet para cowok-cowok tajir yang datang ke cafe ini. Tak sedikit rekan kerja wanita lainnya dapat pacar bahkan jodoh lelaki tajir melintir di sini. Sebenarnya itulah alasanku bekerja disini dan alhamdulillah nya keterima. Tak heran tak sedikit laki-laki yang aku gaet disini,hehehe.
Rian adalah salah satunya, teman kerjaku ini sama sepertiku bukan dari orang kaya. Tapi Rian juga termasuk pemuda yang tidak macam-macam, dia rajin dan juga penurut. Yang aku suka dari Rian adalah taat ibadah nya, tiap waktu solat masuk dia bergegas ke mushola yang ada di atas dan shalat disana.
Beruntung yang punya cafe disini juga orang islam dan sangat menomor satukan ibadah. Karena itulah di lantai atas Cafe di sebelah sisi kiri dekat dengan alam di buat sebuah mushola kecil untuk shalat. Sampai saat ini, aku tidak tahu pemilik cafe ini siapa. Karena tidak pernah sekalipun sejak cafe ini di bangun datang untuk sekedar mengunjungi, paling hanya perwakilan saja, itupun aku tidak pernah melihat orangnya.
****
"Han, tolong bantu Rian di atas, di sendiri disana mengurus para pengunjung," perintah manager.
"Baik," akupun bergegas menyusul ke atas sambim membawa buku pesanan.
"Bbukk...!" Pena dan buku note kecilku jatuh.
"Aduh, mohon maaf. Maafkan saya," Aku mencoba membersihkan jus jeruk yang tumpah di kaos putih laki-laki itu.
"Aduh, bagaimana ini. Maafkan saya, saya tidak sengaja menabrak maaf saya tidak hati-hati," aku terus meminta maaf tanpa melihat ke wajahnya. Bagaimana aku tak berani menatap tamu karena kesalahan yang aku perbuat.
"Tidak apa-apa, sudah biar saya saja yang membersihkan, anda lanjut bekerja saja." jawab laki-laki itu dengan suara yang halus dan bahasa yang lembut. Laki-laki itu memegang tanganku dapat ku rasakan, tangannya sangat halus seperti tangan-tangan orang kaya yang hanya memegang uang kerjaannya, tapi aku tidak berani melihat nya. Karena tidak sopan rasanya kalau aku melihat wajahnya.
"Astaghfirullah, maaf" dia melepaskan tanganku seraya berucap istighfar beberapa kali.
"Ada apa ini!" seorang perempuan mendekatiku dan membentakku.
"Apa yang kamu lakukan kepada bosku, kau tahu harga bajunya berapa?" Pekik wanita itu memarahiku, aku menerima bentakannya tanpa perlawanan karena memang aku salah, aku pasrah saja dengan menundukkan kepala seraya beberapa kali meminta maaf, apalagi saat ku dengar harga bajunya.
"Sudah, tidak apa-apa. Kita sudah selesai meeting, sekarang kita ke bawah, pak tolong bayar semuanya ya." laki-laki itu mengajak rekannya pergi.
"Tapi, baju anda bagaimana?" tanya wanita yang membentakku tadi.
"Duh ni cewek, cepet pergi kenapa sih. Bikin pusing saja," gumamku dalam hati.
"Udah gak apa-apa, bisa di cuci kok," jawab lelaki itu.
"Tapi kita kan setelah ini mau menemui lurah," jawab lagi perempuan itu.
" Sudah tidak apa-apa nanti saya ganti baju, saya bawa baju kok," kata lelaki itu.
Lalu merekapun pergi meninggqlkanku berdiri mematung dengan menundukkan kepala sedari tadi.
"Duh, pegel nya. Aku kembali mengangkat wajahku dan sesekali memijat leherku karena menunduk terus dari tadi.
Tak lama Rian pun datang menghampiri.
"Ada apa, tadi kamu dimarahi,Han?" tanya Rian yang terlihat khawatir.
"Udah tidak apa-apa hanya kesalahan kecil kok," lalu aku membersihan sisa minuman yang masih tertempel di lantai dibantu dengan Rian.
Bersambung...
****
Sudah waktunya pulang sudah jam 5 akupun bergegas ganti sift dengan karyawan lain. Lalu bersiap-siap membereskan barang-barangku untuk pergi dengan Lia rencana double date.
Rian sempat menawariku pergi makan bareng, tapi aku menolaknya. Karena aku terlanjur sudah janji dengan Lia dari jauh-jauh hari.
"Ya sudah kalau begitu lain kali saja, ya. Maaf juga tadi aku tidak bisa menolongmu ketika di marahi costumer karena aku sedang si dapur mengantarkan makanan." Jelas Rian yang merasa bersalah.
"Udah gak apa - apa kok jangan difirkan, kesalahan seperti aku tadi udah biasa terjadi," jawabku sambil buru- buru memasukkan bajuku ke tas.
"Kamu nginep dirumah temen kamu itunya? tanya Rian.
"Iya," jawabku lalu pergi pamit.
"Aduh udah telat, aku pergi dulu yah, bye..." aku pamit jalan . Motor sengaja disimpan di parkiran bawah karena aman. Aku pergi di jemput sama incaranku.
Mobil terparkir di parkiran depan cafe, aku pun menghampirinya.
"Hei, sudah pulang?" tanya Sandy ( incaran yang aku bicarakan,)
"Iya sudah," akupun naik mobil setelah santi membukakan pintunya. Aku duduk di sebelah Sandy lelaki yang akan aku gaet malam ini.
Terlihat dari luar Rian memperhatikanku. Lalu ia menganggukkan kepalanya saat melihatku dan Sandy pergi.
"Lelaki itu siapa?" tanya Sandy padaku membuka percakapan.
"Oh...dia teman se pekerjaanku," jawabku.
"Akrab ya sama kamu,?
"Lumayanlah, namanya juga temen satu pekerjaan."
"Awas, jangan terlalu deket sama dia. Nanti bisa-bisa cinlok kamu sama dia," kata Sandy mengingatkan.
"Nggak lah, kami sudah seperti sodara, kenapa emang?" tanyaku balik.
"Nggak apa - apa, aku gak mau aja kamu terlaku deket sama laki-laki lain selain aku," kata Sandy merayu.
"Duh, rayuan mu basi. Udah gak aneh dengan rayuan seperti ini,"gumamku dalam hati tanpa menjawab satupun perkataannya.
"Kita kemana, jadi ke Mall?" tanya nya.
"Iya nanti kita shoping-shoping disana. Ya," rayuku.
"Boleh dong, belanja aja. Emang kamu mau apa?" tanya nya.
"Aku mau tas sama sendal, juga beberapa dalaman. Tapi aku lupa bawa ATM. Uang cash ku gak bakal cukup sepertinya," ku keluarkan jurusan maut yang ku sebut memelas dengan gaya biar si target merasa tak tega,hahaha.
"Tapi, setelah itu kita makan. Atau makan dulu baru belanja?" tanya ku lagi.
"Kita belanja aja dulu aja baru setelah itu makan. Karena kebetulan, aku sudah makan tadi jadi belum begitu lapar.
"Oh, ya udah" jawabku.
***
Akhirnya kami tiba di salah satu mall ibu kota setelah perjalanan 1 jam, sebenrnya 1/2 jam perjalanan jika gak macet, kita sudah sampai. Karena sedikit macet, jadi telat.
Kamipun masuk ke dalam dan mencari tahu keberadaan Lia. Setelah kita tahu posisi Lia, aku dan Sandy pun menemuinya . Disana Lia sedang bersama tunangannya menunggu.
"Disini...!" Teriak Lia sambil melambaikan tangan menandai posisi mereka yang berada di tempat duduk umum di lantai kedua.
Aku pun mendekati mereka, lalu mengenalkan gaetan baruku pada Lia dan juga pacarnya.
"Wah... siapa nih," tanya Bobi begitu kami sudah sampai di tempat mereka. Aku balas dengan senyum lalu Sandy mengenalkan diri nya pada Bobi dan Lia.
"Sudah lama disini?" tanya ku.
"Yah lumayan, sih. Emangnya kamu dari mana saja lama bener," Lia sedikit memproses karena aku ngaret 15 menit dari waktu perjanjian.
"Ya maaf, tadi pas selesai aku langsung ganti pakaian dulu dan siap-siap, masa iya aku pergi dengan pakaian kerjaku." Aku mencari alasan.
"Ah, kamu memang dari sekolah mula, selalu saja telat.", Lia tak menggubris malah menambahinya dengan kebiasaanku yang selalu ngaret saat waktu perkumpulan genk.
"Sudah lah jangan bertengkar karena hal sepele, ayo kita mau kemana dulu nih." Bobi melerai sedikit perselisihan.
"Aku terserah Honey saja, dia mau nya kemana dulu." Kata Lia yang membenarkan tas kecilkan di pundak.
"Hmm, aku rencana nya mau makan dulu lalu belanja. Tapi, Bobi bilang suruh belanja dulu lalu makan. Karena katanya dia masih belum lapar," Akupun menyorenkan tas ku ke pundak.
"Oh, ya udah yuk. Eh tapi, nanti kita nonton movie yah setelah selesai. Aku juga gak terlaku lapar, nanti setelah selesai shoping kita ke lantai 3 untuk nonton bisokop." Ajak Lia dengan semangat.
"Aku terserah kalian sih, dan kalau Sandy mau aku ngikut aja. Heheheh," jawabku lalu menyantelka tanganku ke tangan Sandy, dan Sandy membalasku dengan sentuhan lembutnya di keningku.
Lia dan Bobi melihat itu sedikit canggung, akupun kaget ketika Sandy mencium keningku di depan teman-temanku.
"Udah yuk kita mulai belanja, kemana dulu kita?" aku mengalihkan rasa canggungku dengan temanku degan mengajak pergi.
"Ya udah yuk, yank." Lia menampalinya dengan mengajak Bobi untuk mulai jalan berburu keperluan.
Kami pun mulai hunting segala yang di butuhkan. Menjajal hampir semua toko.Tak terasa sudah jam 11 malam toko-toko semua sudah pada tutup. Hanya tinggal kedai makanan yang terdapat di lantai atas dan bioskop. Kami memang sengaja nonton midnight nanti pas jam 11-12 malam. Nonton horor biar terasa serem plus romantisnya, karena besok aku kebagian libur kerja. Sebenarnya besok aku tidak libur, karena salah satu pegawai ada yang mau di tukar libur nya jadi besok aku libur. Karena itu malam ini aku bisa tidur larut sekali.
Kami pergi ke kedai makanan, kami membeli makanan disana. KFC kami memilih makanan yang sering di jumpai saja ,karena memang hanya tinggal KFC saja yang masih buka, hehehe. Kami ber empat makan disana. Sandy sudah mulai sedikit nakal kepadaku, dia terus memegang dan memelukku dari belakang.
Aku dan Sandy beda 2 tahun, dia lebih tua darikku. Tapi ya namanya laki-laki meskipun sedikit lebih tua, tingkahnya akan sangat seperti umur di bawah kita. Manja, dan juga nafsuan. Dia selalu mencuri-curi celah saat ingin mencium pipiku. Tapi aku selalu menghindar karena hal itu tidak pantas untuk di publis kan apalagi ada Lia dan Bobi.
"Sand, kamu tidak apa-apa kan belanjain aku banyak. Dan kamu keluar uang banyak hanya untuk membelikanku ini?" rayuku.
"Tidak apa-apa sayang, hanya sedikit saja uangku keluar, jangan di fikirkan. Mantanku dulu selalu beli barang-barang ber merk yang harganya puluhan juta aku tidak apa-apa kok." Pungkasnya sambil merangkulku.
"Hehehe, baik sekali kamu Sand." Rayuku merepat pelukanku kepada Sandy hingga buah dadaku menempel kepadanya. Terlihat sandy sagat senang dengan perlakuanku, dia tersenyum dan ingin menciumku lagi.
"Ish, jangan begitu ada mereka." Ku arahkan jari telunjukku ke arah Lia dan Bobi yang sedang membelikan tiket untuk kami.
Setelah selesai membeli tiket kamipun membeli popcorn dan minuman yang tersedia untuk meregangkan otot yang tegang karena menonton horor.
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!