NovelToon NovelToon

Lovely Atreya

merencanakan sesuatu

Dublin, Irlandia

Hari yang sangat melelahkan bagi gadis bernama Atreya. Dengan usianya yang masih terbilang muda, ia sudah bisa memimpin perusahaan O'NEILL Group peninggalan mendiang ayahnya yang bernama Kevan Mark O'Neill, yang konon bisnisnya sudah melanglang buana diberbagai penjuru dunia.

Selain usahanya di bidang kesehatan, O'NEILL Group juga memiliki banyak perusahaan di bidang property. Atreya lebih tertarik meneruskan usaha sang ayah di bidang property ketimbang di bidang kesehatan yang memang kurang diminatinya.

Hari itu, tiba-tiba Claire masuk ke ruangan kerjanya tanpa permisi. Atreya yang sejenak menelungkupkan wajah lelahnya diatas meja membuat dia terlonjak kaget dengan kedatangan perempuan berambut bob berwarna pirang itu.

"Bibi Claire?" Atreya menegakkan kembali tubuhnya.

Perempuan bernama Claire itu memang selalu begitu. Kalau bukan karena ibu kandung dari kakaknya, mungkin Atreya sudah berani menegurnya. Atreya pun langsung beranjak dari duduknya, menyalami perempuan yang selalu terlihat cantik meski usianya sudah tak muda lagi.

"Rea, bibi perlu bantuan mu, sayang." ucapnya terdengar manis.

"Apa ada masalah lagi dirumah sakit?" tanya Atreya sudah bisa menduga.

Akhir-akhir ini memang Claire sering mengeluh tentang masalah dirumah sakit peninggalan sang ayah yang diserahkan pada Claire untuk dikelolanya dengan baik.

"Iya Rea, rumah sakit kita hampir bangkrut karena ada tunggakan dari asuransi Kesehatan sebesar dua juta dollar. Dan belum bisa dibayarkan karena terkendala persoalan administrasi."

"What ?? kenapa bisa begitu, bibi?" Atreya membelalakkan kedua mata saking terkejutnya. ini benar-benar gila, kenapa sejak satu tahun ini dipegang oleh Claire semuanya jadi berantakan begini? O'NEILL hospital itu sudah puluhan tahun berdiri dan selama itu aman-aman saja.

"Alasan semua klaim belum bisa dibayarkan karena salah satunya masih menunggu proses reakreditasi rumah sakit. Dan molornya proses reakreditasi karena sepertinya ada kendala diatasnya. Oleh karena itu pihak Asuransi Kesehatan tak berani memproses klaim yang diajukan O'Neill Hospital."

ucap Claire berusaha menjelaskan.

"Kalau sudah ada kendala seperti itu, kenapa anda tidak langsung mengurusnya? ini aneh sekali kedengarannya. Setau ku, dulu paman Daniel yang sudah bertahun-tahun menghandle rumahsakit tidak pernah seperti ini." tutur Atreya mulai jengah, dan memanggil bibi Claire dengan sebutan anda.

Atreya malah menduga semua ini hanyalah permainan yang dibuat oleh Claire sendiri. Namun Atreya tidak berani menuduh sebelum ada bukti-bukti atas kecurigaannya tersebut.

"Aku tau, Rea. Aku sekarang sedang berusaha menyelesaikan kemelut ini, namun kita masih perlu waktu untuk memulihkan kondisinya supaya tetap stabil. Aku harap kau mau mengucur dana sementara untuk menjaga stabilitas rumah sakit."

Mendengar hal itu malah membuat Atreya terbelalak, ia tidak menyangka Clare dengan mudahnya meminta kucuran dana kepada Atreya.

"Maaf, bibi Claire. Aku tidak akan memberikan kucuran dana lagi untuk rumah sakit. Sekarang bibi urus saja proses reakreditasi nya dulu. Dan maaf aku sedang sibuk saat ini. Silahkan bibi keluar karena masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan. "

Atreya mengusir Claire secara halus. Ia tidak bodoh, Atreya sudah bisa mengendus bau-bau pengkhianatan disini. Sepertinya ada yang ingin menghancurkan O'Neill Hospital melalui Claire yang sangat mudah terhasut.

"Jadi kamu mengusirku, Atreya?" ucap Claire seraya mengepalkan tangannya dikolong meja karena menahan emosi.

"Bibi Claire, aku sedang banyak pekerjaan. Untuk masalah ini aku harus membicarakannya dulu dengan kak Aaron. Aku tidak mau terlalu gegabah mengambil keputusan sendiri, apalagi ini menyangkut dana yang tidak sedikit." Sahut Atreya dengan bijak.

Namun Claire terlihat kecewa dengan keputusan Atreya. Wanita itu pun mendengus kesal seraya meranjak pergi keluar dari ruangan itu.

*****

"Aku benci anak pelakor itu. Cepat kau lakukan sesuai perintah ku tadi! Aku ingin anak itu benar-benar hancur." ucap Claire kepada seseorang di panggilan teleponnya.

"Siap nyonya. Kau tenang saja, kebetulan aku juga ingin menghancurkan adik emas ku yang selalu dibangga-banggakan itu. Bagaimana kalau kita hancurkan mereka bersama-sama" suara baritone diseberang sana begitu tegas.

"Terserah kau saja" sahut Claire lalu mematikan panggilan di ponsel pintarnya.

Malam itu setelah jam menunjukan pukul 11 malam, Atreya memutuskan untuk mengakhiri pekerjaan lemburnya dan pulang. Diperjalanan tiba-tiba suara ponselnya berdering. Ia langsung merogoh tasnya untuk mengambil benda pipih yang tengah bergetar dan mengeluarkan suara ringtone yang begitu nyaring tersebut.

"Hallo" sapa atreya.

"Atreya kau dimana?"

Kening Atreya mengernyit. "ini, Jessie?"

"Iya bodoh. Memangnya kau tidak menyimpan nomerku."

"Oops, sorry. Kontak diponselku mendadak hilang. Ada apa, Jess?"

Jessie adalah teman baru Atreya. Mereka sudah cukup akrab selama beberapa bulan terakhir. Dia seorang perawat rumah sakit miliknya yang dikelola oleh Claire. Atreya memang tidak pernah pilih-pilih dalam berteman. Dengan siapapun, dari kalangan manapun, kalau ia merasa cocok dan nyaman maka gadis blesteran itu selalu siap menjadi kawan terbaiknya.

"Aku sedang suntuk. bisakah kau menemaniku minum? aku butuh teman untuk mengobrol."

"Sorry aku tidak bisa, Jess. Aku lelah sekali hari ini, bagaimana kalau besok?" tolak Atreya lalu memberi penawaran.

"Ayolaah... sebentar saja. Aku tunggu di premier club sekarang. Awas saja kalau tidak datang!!"

"Shitt!! bisamu hanya mengancam saja Jess."

umpat Atreya dan membuat lawan bicaranya itu terkekeh diseberang sana lalu memutuskan panggilan telponnya.

Atreya pun akhirnya meminta Leon untuk memutar kembali stir mobilnya menuju ke premier club. Dia merasa tidak tega dengan Jessie yang kini mungkin hanya membutuhkan kehadiran dirinya.

"Paman Leon pulang saja duluan. Nanti aku akan pulang bersama temanku" pinta Atreya pada sopir pribadinya untuk pulang terlebih dulu, karena ia merasa kasihan dengan Leon yang sudah terlihat kelelahan itu.

"Tapi nona, ini sudah malam. Saya khawatir meninggalkan nona Atreya di club malam seperti ini."

ucap leon.

"Tidak apa-apa paman. Aku kan tidak sendiri disini, ada Jessie yang menungguku didalam. Paman kenal Jessie kan?"

Lalu Pria baruh baya itu pun mengangguk. karena sudah beberapa kali Jessie memang pernah berkunjung kerumah majikannya itu.

"Baiklah nona. Tapi jika ada apa-apa, jangan segan-segan hubungi saya."

"Pasti." sahut Atreya lalu segera keluar dari mobil sedan hitamnya menuju club malam yang sudah berada beberapa meter dihadapannya.

Terlihat Jessie melambai-lambai kan tangan didepan pintu masuk club pada gadis yang baru datang itu.

"Kenapa harus minum ditempat ginian sih, Jess? jam segini coffe shop masih ada yang buka lho."

Atreya coba menawarkan tempat lainnya sebelum mereka masuk kedalam club itu. Karena ia bukan termasuk gadis yang rutin keluar masuk club malam.

"Jess!!" Atreya menyentak karena temannya itu malah diam saja.

"Ayolaah Atreya, sekali ini saja" gadis berpakaian minim itu mendorong bahu Atreya untuk segera masuk.

"Oke, sekali ini saja." Atreya pun menyerah.

Didalam sana, Atreya mendapati pemandangan yang menurutnya agak mengerikan. Orang mabuk, pria-pria hidung belang yang dikelilingi wanita cantik berpakaian seksi, serta alunan musik yang merusak gendang telinga. Atreya tidak yakin dirinya bisa bertahan dalam waktu tiga puluh menit saja ditempat seperti itu.

"Kau mau pesan minum apa, Rea? biar sekalian aku pesankan."

"Apa aja deh" sahut Atreya.

"Oke sayang. NOTEE!!!" timpal Jessie berteriak menyaingi bingar club malam itu.

"Vodka untuk temanku yang baru datang kemari."

teriaknya lagi.

"Heyy Jess!! itu minuman memabukkan. Aku tidak mau." Atreya menolak dan hendak pergi dari sana namun segera dicegah oleh kawannya itu.

"Sedikit saja, nanti kau pasti akan ketagihan. Kalau kau tidak mau, biar aku saja yang menghabiskan" sahut Jessie terkekeh.

"Pesankan aku air mineral saja Jess!" ancam Atreya pada Jessie dengan kedua matanya yang melotot.

"Oke."

Jessie mengangkat kedua tangannya menyerah, lalu akhirnya ia pun kembali memesan air mineral untuk kawan yang dianggapnya kampungan itu. Tak lama kemudian pesanan pun datang, Vodka vs Air mineral.

" Apa masalahmu yang membuat mengajakku ketempat seperti ini? kau tau kan aku tidak pernah menginjakkan kaki ke tempat beginian sebelumnya. bagaimana kalau kakakku tau Jess?" Cerca Atreya pada gadis yang nampaknya sedang frustasi karena ada masalah itu.

"Kakak kesayangan mu itu tidak akan tau sayang. dia di Indonesia kan? kecuali jika ada yang melihatmu lalu melaporkan padanya." Sahut Jessie tertawa.

"Sialan kau Jess!!" Atreya mengumpat. dan gadis yang berada dihadapannya itu malah cekikikan seperti orang gila.

"Ayolah, tidak akan ada yang tau kau disini bersama ku." bisik Jessie seraya menyunggingkan senyuman tipisnya.

"Oke, kalau begitu aku ke toilet dulu. Kau tunggu disini dan jangan kemana-mana!!" ujar Atreya memberi peringatan sebelum beranjak dari tempat duduknya karena dia merasa kebelet ingin mengeluarkan urine yang sedari tadi ditahannya.

" Apa perlu ku antar?", temannya itu menawarkan diri.

"Tidak perlu. Aku cukup berani kalau hanya ke toilet." Atreya terkekeh sambil berlalu.

Gadis itu hanya butuh waktu sepuluh menit saja untuk mengeluarkan cairan yang sudah menumpuk diperutnya itu. Kini Atreya merasa lega dan segera kembali ke meja yang tadi dipesan bersama Jessie.

"Sudah?" Tanya Jessie dan Atreya pun hanya membalasnya dengan anggukan.

Jessie sudah dua kali meneguk minumannya itu sekaligus habis. Namun gadis itu masih terlihat baik-baik saja, ia seperti menikmati minumannya sendiri.

"Kau sudah biasa dengan minuman keras?" Tanya Atreya penasaran seraya membuka botol mineralnya.

"Yup. sejak masih kuliah aku sering kemari bersama teman-teman ku" Jawab Jessie santuy.

Atreya hanya membulatkan matanya sempurna karena ia tengah meneguk air mineralnya.

"Cobalah, Rea !! ini lebih enak dari mineral yang kau minum itu."

"Tidak! air mineral lebih menyehatkan, Jess. Lagipula harusnya kau paham akan kesehatan mu sendiri, kau kan seorang perawat."

"Memangnya seorang perawat tidak boleh minum? perawat juga manusia biasa. Sesekali butuh sesuatu yang menyenangkan dan menggairahkan. Tidak selalu mengurus orang sakit saja, itu membosankan." tutur Jessie sambil menggoyang-goyangkan badannya mengikuti alunan lagu hip-hop yang sedang di mainkan DJ di club tersebut.

Atreya terdiam. tiba-tiba kepalanya menjadi pening dan hanya duduk di sofa tanpa berkata apa-apa. Jessie melirik ke Atreya.

"Kau kenapa? ayo kita turun!", Ajak Jessie berjoget dilantai bawah.

"Kepalaku pusing Jess. aku mau pulang saja", ucap Atreya seraya memijat keningnya.

"Kau sakit? oke-oke, sebaiknya kau disini saja. aku akan turun sebentar, setelah itu aku akan mengantarmu pulang."

Atreya pun hanya mampu mengiyakan. Sementara Jessie terlihat bersemangat sekali menikmati alunan musik yang begitu keras itu.

Jessie menatap Atreya dari lantai dansa. Senyumnya tersungging begitu paham, karena apa yang direncanakannya telah berjalan dengan lancar. Obat yang ia taburkan kedalam air mineral Atreya telah mulai bekerja. Tinggal tunggu sedikit waktu lagi untuk mencapai puncaknya dan akan mempengaruhi Atreya.

.

.

.

.

Obat apa sebenarnya yang ditaburkan Jessie pada minuman Atreya ? akankan ini akan menjadi bencana bagi gadis lugu itu ?

kalau suka tolong like, vote and komentarnya ya

🤗😘

pengaruh obat

30 menit kemudian

“Panas sekali.” Keluh atreya mengipasi wajah sendiri.

Pandangannya yang tiba-tiba buram membuat ia mengucek kedua mata dengan telunjuknya. Lalu membulatkan kedua matanya kembali namun tetap saja buram. Ditambah kepalanya yang semakin pening membuatnya tidak bisa apa-apa selain menunggu temannya itu selesai berjoget dilantai dansa.

“Kau masih pusing?" Jessie telah selesai berjoget, tapi kini ia kembali tak sendiri. Jessie menggandeng seorang pria blonde berperawakan tinggi kurus serta banyak tattoo dikedua lengannya.

Dengan samar-samar Atreya memicingkan kedua matanya heran. Kepalanya masih terasa pusing ditambah kini muncul rasa panas dalam tubuh yang membuat dirinya semakin tidak nyaman, ditengah hingar bingar dan kerlap kerlip lampu yang menyilaukan mata.

“Kekasihmu?” terka Atreya berusaha mengamati wajah pria itu namun tetap tidak jelas.

“ Ini Brian. Kami hanya berteman.” Sahut Jessie. dan Atreya hanya menanggapinya dengan anggukan santai.

“ Antar aku pulang, Jess !! kepalaku terasa berat, dan perutku agak mual.” Keluh Atreya kembali seraya memijat pelipisnya sendiri.

“Kau harus minum ini dulu, Atreya. Ayo minum! ini akan membuatmu lebih baik.”

Jessie menuangkan minuman memabukan itu kedalam gelasnya dan memaksa kawannya itu untuk meminumnya.

“Aku tidak mau. Antar aku pulang aja, Jessie !!”

“Oke fine. Setelah ini aku antar kau pulang. Tapi minum dulu ini agar kepalamu terasa ringan. Percayalah, Atreya.”

Entah kenapa akhirnya gadis polos itu mengikuti anjuran menyesatkan tersebut. Perlahan ia mendekati minuman yang disodorkan Jessie, kemudian didekatkan pada indera penciumannya. Aroma menyengat membuat wajah Atreya mengernyit.

"Tapi kau harus janji setelah ini akan mengantarku pulang.” Atreya kembali meyakinkan kawannya itu.

“Iya… minumlah dulu.” Jessie menyunggingkan senyumnya seraya melirik ke arah pria disampingnya tersebut.

Atreya pun menurut, lalu meminumnya sampai habis meski rasanya sangat aneh. namun tidak dapat dipungkiri rasanya memang bikin ketagihan. Ia pun kembali menuangkannya ke dalam gelas lalu meneguknya lagi. Jessie dan Brian malah tertawa menyaksikan Atreya yang mulai kecanduan.

"Ini tidak akan membuatku mabuk kan Jess ?”

Ucapnya setengah sadar. Atreya yang malang, ia yang sejatinya bukan peminum langsung tepar hanya dengan dua gelas Vodka. Efek alcohol itu membuat reaksi yang begitu cepat bagi gadis yang baru pertama kali meminumnya.

“Kau tenang aja, dua gelas tidak akan membuatmu mabuk. Ayo aku antar kau untuk beristirahat sejenak. Aku akan membuatmu bersenang-senang malam ini.”

Jessie dan pria bernama Brian itu membantu Atreya berdiri, lalu membawa gadis yang mulai mabuk itu keluar dari club menuju sebuah hotel yang tidak begitu jauh dari tempat tersebut. Mereka membopong Atreya yang mulai teler dan berbicara ngelantur itu dengan susah payah.

"Ini bukan rumahku Jess. Apa kau akan membawaku ke tempat satria ? satria… aku rindu kamu Sat… Satria…Saatt..”

Atreya semakin mengoceh dan meracau tak karuan. Seketika sentakan rasa bersalah membuat Jessie tidak tega kepada gadis itu yang selalu tulus dan baik hati kepadanya. Namun pikirannya lagi-lagi disabotase nominal uang yang bisa membantu untuk biaya operasi sang ibu yang tengah tergolek lemah dibrankar rumah sakit, serta biaya sekolah untuk kedua adiknya. Serta hutangnya yang besar bisa saja membunuhnya kalau tidak segera ia lunasi. Tapi masalahnya Jessie tidak punya uang banyak untuk membayarnya.

Segala cara sudah ia lakukan termasuk meminjam sejumlah pada Atreya, namun tetap saja tidak bisa menutupi kekurangannya. Menatap Atreya yang meracau, Jessie mengingatkan dirinya bahwa keputusannya malam ini adalah keputusan paling baik. Claire telah menjanjikan surga duniawi untuknya.

Brian memencet beberapa tombol angka untuk membuka pintu sebuah kamar yang kini berada didepannya. Lalu kamar itu pun terbuka dengan leluasa. Mereka membopong tubuh atreya untuk masuk dan merebahkannya diatas tempat tidur. Gadis polos itu masih saja meracau memanggil-manggil nama kekasihnya yang bernama Satria.

“Kau istirahat saja dulu disini. Aku dan Brian akan keluar mencari makanan untukmu.”

Ucap Jessie lalu segera beranjak pergi dari kamar itu meninggalkan atreya yang masih mabuk itu.

"Jessie !! mana Satria?? kenapa tidak ada Satria disini ?" desis Atreya selepas kepergian kawannya itu.

Atreya mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan. ini terasa asing baginya, lalu ia pun berusaha bangun dari tempat tidur itu. Sekuat tenaga ia berjalan sempoyongan kearah pintu keluar. Namun tiba-tiba pintu itu terbuka. Sepertinya seseorang membuka kamar ini dan membuat kepala Atreya terbentur daun pintu akibat dorongan dari luar tersebut.

“Aww!! Sakiitt" rengek Atreya seraya memegang dahinya.

"Heyy, siapa kau bisa berada dikamar hotelku" tanya seseorang dengan terkejutnya.

Atreya mengucek kedua matanya, saat mendongak dia melebarkan bibir sempurna karena saking takjubnya. Pria dihadapannya ini punya struktur wajah yang tampan dan mempesona. Atreya menyipit, merasakan seolah-olah pria dihadapannya itu adalah Satria.

Tanpa aba-aba Atreya langsung melompat dan memeluk pria asing tersebut. Namun pria itu diam saja dan tak bergeming.

"Kau salah orang, nona. Tolong lepaskan tanganmu dari tubuhku.” Desis pria itu mencoba melepaskan tangan Atreya yang melingkar dileher kekarnya.

Atreya mencubit pinggang pria itu dengan gemas. “Aku merindukanmu, Sat. aku ingin tidur bersamamu malam ini.”

“Apa? heyy gadis mabuk, aku bukan kekasih yang kau maksud.” Jelas pria itu tegas.

“Aku mohon Sat. tubuhku terasa panas sekali. “

Rengek Atreya kembali.

Tiba-tiba tubuhnya roboh dilantai sambil menangis. Pria itu pun merasa tidak tega lalu membantunya berdiri dan mengajaknya untuk duduk ditepi tempat tidur hotel.

“Siapa namamu?" tanyanya seraya mengangkat wajah polos atreya dengan tangannya.

"Atreya. Apa kau lupa, Sat?" lirih atreya memandang lekat-lekat pria yang kini tengah menatapnya.

"Aku Matthew. dan aku bukan pria yang kau maksud barusan. Siapa yang membawamu kemari?”

tanyanya seraya menatap tajam pada gadis yang tengah teler tersebut.

“Temanku. Ya, Jessie. Dia berjanji akan mengantarkanku pulang.” sahut Atreya setengah sadar.

“Apa temanmu itu juga yang membuat mu mabuk begini?” Pria bernama Matthew itu memicingkan mata elangnya. ia sudah bisa menduga bahwa gadis dihadapannya itu korban dari kejahilan temannya sendiri.

“Kata Jessie, minum sedikit tidak akan membuatku mabuk. Tapi kini tubuhku juga panas. Aku ingin mandi air es !!” Atreya berseru panic. Lalu ia meraih tangan pria disampingnya untuk ia sentuhkan ke dahinya. Dan pria itu reflek menjauhkan tangannya. Atreya merengek tidak senang.

“Kau tidak bisa merasakan kalau badanku kepanasan?" Atreya menyentuh wajah pria itu lembut. dan ia hanya diam saja menerima sentuhan sensual dari gadis polos yang telah dimanfaatkan temannya itu. "aku kepanasan, sat." Racaunya lagi.

“Sepertinya kau juga meminum obat perangsang.”

Ucapnya menyipitkan matanya. Atreya malah mengerjap bingung.

“Aku ingin memelukmu, Satria.” Atreya dibawah alam sadarnya malah kembali merengkuh tubuh pria itu.

“Tolong lepaskan nona Atreya !!” Pria itu berusaha mundur karena posisi sang gadis terus saja menempeli tubuhnya.

“ Oke. Kalau begitu bisa tolong siapkan air es ? aku ingin mandi saja.” Dengan sendirinya Atreya melepaskan diri. Lalu tanpa diduga perempuan itu malah membuka kancing kedua dari atas baju kemeja yang dikenakannya.

"Hey kau mau apa?" cegah pria bernama Matthew itu meraih tangan Atreya agar tidak melanjutkan aksinya.

Atreya tatap kedua mata tak berjarak didepannya. Ia menemukan kendali yang sama dimata pria itu. Bergairah dan menggebu-gebu. Atreya tidak mau mengetahui fakta ini tapi dia tidak bisa mengelak kalau sebenarnya mereka juga saling menginginkan.

"Tolong aku, Tuan. Aku tidak bisa menahan rasa ini. rasanya begitu panas." lenguh Atreya menyentuh dada bidang pria asing itu dengan jemarinya. Perempuan malang itu semakin tak terkendali.

Pria itu menatap intens, lalu tatapannya turun menuju bibir ranum milik Atreya yang tak berdaya dengan pengaruh zat adiktif ditubuhnya.

Baiklah. Aku akan membantumu menuntaskan semuanya" ucap lelaki itu langsung melumatt bibir Atreya dengan rakus. Kini bibir mereka saling merangkum penuh gairah. Dalam otaknya yang setengah sadar, Atreya hanya memikirkan Satria lah yang kini tengah bersamanya. Pria yang selalu dirindukan dan akan segera menikahinya. Wajah polos Atreya merona, mata sayu oleh pengaruh zat adiktif serta bibir yang basah oleh salivanya membuat matthew mengumpat pelan.

“Shitt!! gadis ini terlalu polos dan mempesona. Aku sungguh tak bisa menahannya.”

Pria itu mencoba mengurai nafsunya, namun atreya seolah enggan melepaskannya. Ia sudah terbalut oleh obat perangsang yang diberikan Jessie dengan dosis tinggi.

Atreya kembali mencium matthew. Pria itu terkekeh disela ciumannya. dia berfikir bahwa ini bukan salah dirinya, jadi jangan disalahkan jika tidak bisa terkendali karena dirinya hanyalah pria normal biasa yang memiliki hasrat untuk melakukannya.

Matthew menyimpan kedua tangannya dipinggang Atreya. Ia mulai membuka kancing kemeja atreya satu persatu. Pria itu tersenyum lebar melihat atreya tidak melakukan penolakan. Matthew turunkan kemeja itu perlahan, kini atreya hanya berbalut bra, ia menatap sayu pada lelaki asing yang juga menatapnya sayu.

Atreya membuat kendali Matthew luluh lantah hanya dengan sekali kecupan. Tanpa perlu aba-aba matthew pacu dirinya untuk jadi perasa. Mengecup apa pun yang bisa ia raih dan merasakan bagaimana tubuhnya berdenyut meminta untuk lebih. mereka pun akhirnya hanyut dalam hasrat tak terkendali.

“Pelan-pelan Sat, ini yang pertama untukku.” desih Atreya tertawa. Tapi tawa itu memudar seiring dengan rasa sakit yang menyentak diarea sensitifnya. Matthew bisa melihat dengan jelas darah kesucian gadis polos itu yang mengotori seprei kasurnya tersebut.

Berbalut selimut putih yang lebar, lelaki itu menyandarkan kepalanya diujung tempat tidur. Netranya jauh menerawang. Ia bisa merasakan jiwanya yang lepas, tenteram dan menenangkan. Entah kenapa dengan dirinya, Matthew merasa sedang berada dikondisi hatinya yang sedang jatuh cinta pada pandangan pertama. Lalu ia menunduk dan tidak bisa menahan senyum saat menatap gadis yang kini bukan gadis lagi dipelukannya ini udah tertidur lelap.

Ini pengalaman untukku. one night stand bersama gadis lugu seperti mu, tidak seperti mereka, lirihnya dalam hati.

Baru beberapa menit mereka saling berbagi rasa yang luar biasa. Rasa yang tidak bisa dilupakan. Rasa yang membuat tubuh lelah mampu terlelap setelah puluhan kali mereka berteriak puas.

.

.

.

.

memutuskan untuk pergi

Kedua bola mata Atreya terbuka lebar. dia mengernyit bingung. Rasa sakit di kepalanya dia tahan sebentar demi mencerna kenyataan yang dilihatnya.

Lalu ia kembali terkejut dengan lengan yang tengah melingkar berat diatas perutnya. ia susuri lengan asing itu dan berakhir di wajah lelap seorang pria tampan bak titisan dewa.

Lengan kekar berotot, wajah pria asing, keadaan dadanya yang telanjang, serta deru nafasnya yang teratur.

Atreya tercekat, lalu segera mengintip kondisi tubuhnya dibalik selimut. dan kenyataan yang dilihat dibalik selimut begitu menyentaknya. bak seperti disambar petir dipagi hari.

Tidak, ini tidak mungkin. apa yang dilakukannya selama semalam ? Atreya kembali menggali ingatannya. kini pipinya telah dibanjiri air mata penuh emosi. samar-samar ia mengingat kejadian semalam meski tidak utuh. Dengan sekuat tenaga Atreya mendorong bahu pria itu hingga mengerjap dan terbangun.

"Apa yang kau lakukan pada ku? siapa dirimu hingga lancang meniduri ku?" cerca Atreya emosi.

Matthew terbelalak. ia begitu terkesiap dengan sikap atreya yang berubah garang. tidak seperti semalam yang merengek minta disentuhnya.

"Kau sudah sadar, Atreya ?"

Pria itu berusaha bersikap tenang menghadapi wanita yang dihadapannya tengah emosi itu.

"Kamu siapa? kenapa bisa disini? jawab aku!!!"

Atreya terlihat sangat sinis memandang lelaki yang sudah merenggut kesuciannya.

"Tenang dulu atreya, sepertinya semalam temanmu telah menjebak mu dan ak----"

"Brengsek!!"

Atreya langsung memotong penjelasan pria yang dianggapnya asing. ia lalu merebut selimut tebal itu untuk menutupi tubuh polosnya. Atreya beranjak dari ranjang untuk memungut pakaiannya yang berceceran dilantai.

Untungnya malam itu Matthew sudah memakai celana pendek hitam sebelum ia ikut terlelap bersama atreya yang masih tak tertutupi sehelai benangpun ditubuhnya.

Gadis itu setengah berlari meski merasakan nyeri di area sensitifnya menuju kamar mandi untuk berpakaian. Atreya masih tak terima dengan keadaannya kini. lalu ia pun memutuskan untuk segera pergi dari kamar hotel itu tanpa mengeluarkan sepatah katapun pada pria yang telah menodai kesucian dirinya. dan Matthew hanya menatap datar melihat kepergian gadis yang semalam memuaskan dirinya.

"Hey, tunggu Atreya !!"

Setelah kepergiannya, pria itu barulah sadar dan langsung bangkit untuk mengejar Atreya. namun sia-sia, karena gadis itu sudah jauh dari jangkauan mata. Atreya pergi dengan kondisi yang sangat menyedihkan.

*****

"Aku benci...aku benci dengan diriku sendiri. Aaarrhh !!!"

Atreya berteriak sekencang-kencangnya dipinggir danau tempat biasa ia memenangkan diri. ia merasa frustasi dengan keadaannya kini. atreya terus berusaha mengingat tentang kejadian semalam dimulai saat pertemuannya dengan Jessie di club itu, hingga mabuk dan berakhir dengan one night stand bersama pria asing.

"Kenapa kamu tega Jess? apa salahku padamu?"

desih Atreya kecewa.

Dia langsung meraih ponselnya didalam tas dan hendak menghubungi Jessie untuk meminta penjelasan. namun ponsel temannya tersebut tiba-tiba tidak aktif, padahal biasanya Jessie tidak pernah membuat ponselnya kehabisan daya baterai.

Lalu Atreya mencoba menghubungi rumah sakit tempatnya Jessie bekerja untuk mencari keberadaannya. tapi jawaban petugas rumahsakit itu malah membuat atreya tercengang.

"Maaf, saudara Jessie sejak kemarin sudah mengundurkan diri dari pekerjaannya. ia akan keluar negeri untuk menetap disana bersama keluarganya."

"Apa? keluar negeri?"

"Iya Nona."

Atreya tercekat. ia tidak tau bagaimana nasibnya nanti. Jessie benar-benar keterlaluan. orang yang sudah ia anggap teman baik ternyata telah menusuknya dari belakang.

Tiba-tiba dikepalanya teringat Satria, pria yang tinggal beberapa bulan lagi akan menikahinya. lalu ia pun kembali meraih ponselnya dan menghubungi kekasih hatinya itu.

"Sat."

"Ada apa Rea, aku sedang rapat bersama direktur. nanti bila sudah selesai aku akan menghubungi mu ya."

"Tapi Sat, Aku---"

"Rea, aku minta maaf. nanti aku telpon balik, ini sedang ada rapat penting. Bye, sayang."

Satria langsung menutup panggilan telponnya tanpa memberi kesempatan atreya untuk bicara sepatah kata lagi.

Atreya yang malang kini hanya bisa menangis sendiri meratapi kenyataan yang membuatnya bisa gila. ia duduk diatas kursi beton taman dengan tubuh yang gemetaran. keringat dingin bercucuran akibat stress yang ia alami.

Kinara, tiba-tiba ia teringat kakak ipar yang sudah menjadi sahabatnya sejak dulu. Kinara tidak mungkin berkhianat seperti Jessie.

"Hallo Rea, apa kabar sayang ? kenapa baru sekarang menghubungi ku ? jangan bilang kau sudah melupakan kami" cerca suara wanita bawel diseberang sana, dan membuat atreya sedikit menjauhkan ponsel dari telinganya karena suaranya yang begitu nyaring.

"Aku ingin pulang, Kin. aku benar-benar merindukan kalian disana. Aku tidak mau berada disini lagi."

Tak kuasa lagi Atreya menahan rasa sakit di dadanya hingga tangisnya pun kini meledak.

"Heyy, ada apa ini? jelaskan apa yang terjadi denganmu, Rea?"

"Kin, aku---"

Akhirnya tanpa rasa malu ataupun sungkan, atreya menceritakan kejadian semalam. mulai saat dirinya diajak Jessie ke sebuah club malam hingga mabuk, dan dibawah pengaruh sex drop yang membuat dirinyanya kehilangan kesucian dalam dekapan pria asing yang tidak dikenalnya.

"Ya Tuhan. pulanglah, Rea. Kami di sini selalu menyayangimu."

Atreya lalu mengakhiri panggilan teleponnya dengan sang Kaka ipar. ia pun memutuskan untuk kembali ke Indonesia dan mengalihkan sementara tugas dan tanggungjawab nya pada Steven, orang kepercayaan diperusahaannya.

*****

Sementara ditempat lain, pria bernama Matthew tengah berdiri menatap kaca jendela. tatapannya menerawang jauh, serta pikirannya hanya tertuju pada wanita yang beberapa hari lalu tidur bersamanya disebuah hotel, tempat dia waktu itu menghadiri pertemuan bisnis dengan mitra kerjanya.

"Siapa kau sebenarnya Atreya? kenapa aku sulit sekali menemukan mu?" gumam Matthew terlihat gusar.

Gara-gara skandal itu, dirinya sempat beberapa hari dikejar-kejar wartawan bisnis hingga memutuskan untuk bersembunyi dulu dari kejaran wartawan yang haus informasi.

Diberitakan bahwa anak kesayangan seorang CEO perusahaan NEOTECH Company memiliki kebiasaan buruk yang merusak citranya sendiri, yakni sering melakukan one night stand bersama beberapa wanita penghibur disebuah hotel.

Matthew sendiri yang menanggung akibatnya. bahkan seluruh keluarga besar lelaki itu menyalahkannya habis-habisan. Beberapa klien penting yang menjunjung tinggi moral diperusahaan ayahnya itu kini mengundurkan diri untuk tidak bekerjasama lagi dengan NEOTECH.

Dan ia yakin ada unsur kesengajaan disini. Matthew sedang menyelidiki siapa dibalik semua jebakan ini. siapa yang mengirim gadis polos bernama Atreya yang membuatnya tergila-gila bila mengingat wajah setengah oriental itu.

Matthew pun berjanji akan mencari sosok wanita yang sudah membuat hari-harinya menjadi kosong sejak percintaan semalam itu. ia menemukan sesuatu yang berbeda dalam diri Atreya yang membuatnya penasaran.

.

.

.

.

Akankah Matthew bisa kembali menemukan Atreya yang telah pergi jauh itu ? bagaimana dengan Satria ? apa Atreya akan berkata jujur atas apa yang sudah ia alami kepada kekasih hatinya tersebut ?

kalau suka bisa di like, komen, dan tukar poinnya ya gaess 😁😉

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!