"Aku ingin kau menikah denganku!" pinta Yaren dengan wajah tegang namun sangat serius, dirinya penuh harap semoga saja pria di hadapannya ini mau membantunya.
"Menikah?" tanya ulang pria tersebut.
Rahang tegas, bibir merah, hidung mancung, kulit bersih dan juga tinggi, saat ini pria itu sedang memakai kaos longgar dengan style mirip seperti abege yang biasanya nongkrong di taman kota.
Namun jika menebak umurnya, emmm... Yaren menyerah, wajahnya menggemaskan, namun postur tubuhnya memilih ukuran seperti pria dewasa.
Bahkan Yaren belum tau siapa nama dari pria itu malah sudah seenaknya menawari menikah. Itu adalah hal tergila yang pernah Yaren lakukan seumur hidupnya.
"Iya, menikah denganku! Kau harus balas budi, aku sudah menolongmu, dan sekarang giliran kau menolongku." ucap Yaren, dirinya juga sedang mencoba yakin dengan ucapannya.
"Kau serius, gila!" umpat pria itu.
"Ini sudah jauh dari tempat di mana kau di kejar-kejar orang tadi, kau sudah aman, aku butuh bantuanmu dan..."
"Oke! sebelum aku menyetujui, aku ingin tau mengapa kau yang sudah kebelet nikah ini harus melibatkan aku?" tanya pria itu.
"Siapa namamu?" tanya Yaren.
"Ayaz!"
"Aku terpaksa meminta kepadamu, besok adalah hari pernikahanku, seumur hidup aku tidak pernah membayangkan bahwa aku akan menikah dengan pria beristri yang sudah bangkotan, dan aku harus menjadi istri ke empatnya jika pernikahanku besok benar-benar terjadi." jelas Yaren.
Ayaz memutar bola matanya malas, apa hubungannya denganku pikir Ayaz.
"Kau harus membantuku, di waktu yang tinggal enam jam ini setidaknya aku bisa mendapatkan pria yang lebih baik dari pria tua itu untuk kujadikan suami!" ucap Yaren.
Ayaz menyunggingkan senyumnya, dasar wanita ada-ada saja yang dijadikan masalah.
"Kau pikir aku lebih baik darinya?" tanya Ayaz, dirinya menatap remeh Yaren.
"Aku tidak tau, tapi setelah kita menikah nanti kita akan segera bercerai, aku janji akan membebaskanmu dari hubungan konyol ini." ucap Yaren penuh keyakinan.
Yah, begitu lebih baik, jika nanti aku sudah menikah dengannya, kami bisa bercerai kapan saja, yang terpenting aku bisa menghindari perjodohan sialan ini.
Papa memintaku untuk segera menikah, tidak perduli dengan siapa, jadi mari kita selesaikan masalah ini.
Yah memang benar, sebenarnya Papanya tidak memaksa dirinya harus menikah dengan siapa baik dari kalangan berada ataupun tidak, hanya saja Ibu tirinya itu sudah mencuci otak Papanya supaya Yaren bisa menikah dengan Juragan Marli, pengusaha batu bata yang sudah bangkotan serta memiliki tiga istri, demi apa Ibu tirinya melakukan itu? Tentu saja untuk kepentingannya sendiri, mahar dengan nilai tidak tanggung-tanggung akan mendarat di rumah Yaren besok pagi, heh tapi Yaren tidak sebodoh itu untuk menjual dirinya demi Ibu tiri yang menurut Yaren sangat tidak tau diri itu.
Menarik! Batin Ayaz, baru kali ini ada wanita yang menolak pesonanya dengan gampang mengatakan ingin bercerai darinya setelah menikah nanti.
"Apa yang harus aku lakukan?" tanya Ayaz yang mulai serius.
Kemudian Yaren membisikkan sesuatu di telinga Ayaz untuk mengatakan apa rencananya.
"Deal!" tanya Yaren.
"Aku tidak janji, kalau aku berubah pikiran kau menikahlah dengannya besok!" ucap Ayaz, dirinya membuka pintu mobil dan hendak keluar, namun tangannya dicegat oleh Yaren.
"Tolong, aku tidak tau harus memohon pada siapa, aku tidak ingin merusak masa depanku!" ucap Yaren.
Entah apa yang ada dipikirannya, padahal kalau dirinya mengetahui siapa Ayaz sebenarnya mungkin dirinya akan berangsur mundur, tidak akan pernah mengajak Ayaz untuk menikah.
"Heh, wanita sepertimu itu sudah banyak di kota ini, dalih mengajak menikah itu modus sekali, sudahlah lebih baik kau pulang dan bersiap-siap untuk pestamu besok pagi." ucap Ayaz kemudian benar-benar berlalu pergi.
"Ayaz sialan!" teriak Yaren.
Ayaz mendengar wanita di dalam mobil itu mengumpatinya, namun dirinya membiarkan, memangnya apa mengajaknya menikah lalu bercerai?
Pagi itu, seorang wanita tampak cantik mengenakan kebaya putih yang begitu elegan, matanya menatap sendu pada jendela kamarnya, entah siapa yang akan menyelamatkannya dari pernikahan konyol ini.
Semalam waktu dini hari, dirinya menemukan harapan saat tiba-tiba ada seorang pria yang menghentikan mobilnya, dengan begitu penuh permohonan meminta bantuannya, wajahnya tampan mendekati sempurna, hingga hati Yaren tergerak untuk menolongnya.
Ternyata ada banyak orang yang mengejar pria itu sembari membawa senjata tajam, Yaren tidak bisa memikirkan hal lain selain keselamatan pria itu, lalu dengan tanpa banyak bertanya dirinya membukakan pintu mobil dan membawa pria itu ke tempat yang cukup aman.
Dengan mengumpulkan keberanian Yaren mengatakan sesuatu pada pria yang setelah Yaren ketahui, namanya adalah Ayaz, meminta Ayaz untuk menikahinya dengan dalih balas budi.
Namun rencananya tidak berhasil, Ayaz bahkan mengacuhkannya dan berlalu pergi tanpa mengucapkan terimakasih, dasar tidak tau diri umpat Yaren saat mengingat kejadian semalam antaranya dan Ayaz.
Yaren menarik nafasnya dalam, mungkin ini memang sudah nasibnya, keluarganya berkecukupan namun karena ketamakan Ibu tirinya yang tidak pernah merasakan cukup Yaren harus rela menanggung beban ini.
"Jangan nangis kamu..." ucap Wana, Ibu Tiri Yaren, "Kamu pikir air mata bisa nolongin kamu dari pernikahan ini, denger ya anak pembangkang, setelah ini kamu akan menikmati hartanya Juragan Marli, seharusnya kamu bahagia bisa makan enak, hahahaha." ucap Wana, ia tergelak bersama anak semata wayangnya Raisa menertawakan nasib Yaren yang bagi mereka sangat tidak beruntung.
Mereka sudah merencanakan liburan ke Korea dengan uang mahar satu milyar yang akan diberikan Juragan Marli pada Yaren. Sayang sekali Papa Yaren tidak bisa berbuat apapun.
"Lo mau nitip apa, gue bawain deh jajanan khas Korea, eh enggak deh lo kan udah jadi salah satu Nyonya Marli, kalau lo mau ke Korea lo ajak aja tuh suami bangkotan lo, kita nggak bakalan iri kok! Hahaha!" Raisa tertawa menggelegar, MUA yang merias Yaren pun sedikit terkejut kala mendengar perbincangan orang tua dan anak itu, tidak menyangka nasib pelanggannya kali ini kurang beruntung.
"Ape lo, kerja ya kerja aja kali." Raisa menatap sinis MUA tersebut.
"Saya cuma mau panggil Nona Yaren, acaranya akan segera di mulai, mari Nona Yaren!" ajak MUA tersebut.
"Tidak, aku mau di sini saja, bukannya pernikahan juga akan sah meski aku berada di kamar sekalipun." ucap Yaren, dirinya tidak sanggup harus berdekatan dengan aki-aki yang akan menjadi suaminya itu.
"Ya udah lah Mbak, biarin aja kali dia mau di sini, lo pasti nggak sanggup yah liat muka aki-aki itu, hahaha!" Raisa seakan tidak puas mengejeknya. Saudara tiri Yaren itu merasa begitu menang saat ini.
Yaren hanya bisa menatap sinis Ibu dan saudara tirinya, dirinya lelah berdebat, bisa-bisa dirinya gila mendadak kalau terus seperti ini.
"Duh santai aja kali ngeliatinnya, takut kan gue, hahahaha!"
Bersambung...
Hai, selamat datang di karya baru !!!
Minta dukungan dengan like, koment, dan votenya yah!
"Yaren, Yareeennn..." terdengar teriakan memanggil-manggil namanya, Yaren terkesiap dari lamunan, ada apa? Mengapa sepertinya suara di luar begitu ramai?
Apa akadnya sudah selesai?
Yaren membatin dalam hatinya, siapa tau saja dirinya yang sedari tadi melamun tidak menyadari bahwa akadnya sudah selesai.
"Yareenn, keluar kamu!" teriak suara yang asing sekali bagi Yaren.
Yaren membuka pintu kamarnya, dirinya hendak menuju halaman depan rumahnya yang menjadi tempat calon suaminya mengucapkan ikrar suci pernikahan itu.
"Nah, ini dia, sini kamu!" berang Raisa, dirinya menatap sinis saudara tirinya itu, sebuah kekacauan telah terjadi membuatnya naik pitam.
"Lepasin, gue bisa jalan sendiri!" bentak Yaren tak kalah sinis.
Yaren dengan cepat menuju tempat kejadian perkara, jantungnya berdebar lebih cepat, entah apa yang telah terjadi dirinya tidak sanggup menerka-nerka.
"Yaren, Yaren jelasin sama semua orang kalau yang dikatakan pria ini tidak benar!" ucap Papa Yaren, dirinya sungguh shock bagaimana bisa putrinya melakukan hal diluar dugaannya.
Yaren langsung saja menoleh ke arah pria yang ditunjuk Papanya, astagah itu Ayaz, apa dia datang untuk menyelamatkanku? Batin Yaren berteriak kegirangan.
"Yaren tidak bisa menikah Pa, dia Ayaz pacarnya Yaren!" ucap Yaren, tidak mau membuang kesempatan, meski dirinya tidak tau apa yang terjadi tapi Yaren sudah beranggapan bahwa Ayaz datang untuk menggagalkan pernikahannya.
"Yaren, jadi kamu benar ada hubungan dengan pria ini?" tanya Papa Yaren, wajah seriusnya membuat Yaren sedikit sulit untuk berbohong.
"Iya Pa!" jawab Yaren yakin.
"Sudah saya katakan, saya tidak berbohong, Yaren sedang mengandung anak saya, jadi pernikahan ini tidak boleh terjadi!" ucap Ayaz menambahkan.
Duarrrrr...
Apa? mengandung! Udah gila nih cowok, batin Yaren, dirinya memang menginginkan pernikahan ini batal namun tidak dengan drama hamil menghamili begini kan.
"Yaren!" selidik Papanya tegas.
Hidung Yaren kembang kempis, jantungnya berpacu cepat, kakinya melemas, ya Tuhan cobaan apa lagi ini. Dasar Ayaz nggak tau malu!
Namun sudah kepalang tanggung, jika dia membantah tuduhan itu, itu sama saja dirinya mendukung pernikahan ini, namun jika dia tidak membantah kemungkinan apa yang akan terjadi? Tidak! Sungguh Yaren merasa menjadi orang paling hina gara-gara pengakuan palsu Ayaz.
"Yaren!" sekali lagi namanya dipanggil dengan nada tinggi, membuat nyali Yaren menciut.
Dilihatnya wajah Ibu tiri dan Raisa, tampak kesal, mungkin karena jika dirinya mengakui tuduhan itu mereka batal mendapatkan mahar satu milyar, heh ada baiknya jika Yaren mendukung Ayaz.
"Saya tidak mau tau, saya sudah rugi di sini, begitu malu harus menikah dengan wanita yang ternyata sudah tidak perawan, bahkan sudah hamil!" geram Juragan Marli.
"Kalian penipu, kalian harus mengganti rugi uang lamaran yang sudah saya berikan, saya tidak mau tau!" lanjutnya.
Ketiga istrinya nampak menyunggingkan senyum atas gagalnya pernikahan suaminya dan Yaren.
Yaren melihat wajah-wajah yang berharap tuduhan Ayaz adalah benar, banyak sekali! Mungkin hanya Papa, Ibu tiri, dan Raisa yang berharap Yaren akan membantah segala penuturan Ayaz padanya.
Dengan tarikan nafas panjang, Yaren menundukkan pandangannya, tidak mampu melihat wajah kecewa Papanya.
"Maafkan Yaren Pa, tapi segala yang dikatakan Ayaz memang benar!" ucap Yaren, air matanya menetes saat dirinya mengakui hal yang sama sekali tidak terjadi padanya. Yaren tau dirinya sudah mengecewakan Papanya meski tidak sepenuhnya.
Ketemu aja baru kemaren malam, gimana mau bunting?
"Kamu..." berang Papanya Yaren.
"Maafkan Yaren Pa!" ucap Yaren sekali lagi demi melancarkan sandiwaranya.
"Plaaak..." satu tamparan mendarat di pipi Yaren, Yaren rasanya tidak percaya dengan tangan siapa yang menamparnya kali ini.
"Kau membuat malu, katakan semua ini hanya lelucon, aku tidak percaya!" lantang Papanya Yaren berteriak di depan wajah anaknya.
Semakin menambah panas suasana, Wana malah terang-terangan mengompori suaminya.
"Seharusnya dia di usir dari sini Pa, anak tidak tau diri, bikin malu saja." ucap Wana.
"Iya Pa, biarkan kita yang bayar kerugian pada Juragan Marli, tapi untuk wanita murahan yang tidak tau malu ini rasanya tidak pantas berada di rumah ini lagi." timpal Raisa.
Wana mengangguk mantap dengan ide anaknya, setidaknya dirinya bisa menyingkirkan Yaren dari rumah ini, itu sudah cukup, karena alasan satu-satunya dirinya ingin menikahkan Yaren pada Juragan Marli adalah supaya Yaren bisa minggat dari rumah ini, dan dirinya bisa leluasa menguasai rumah besar milik suaminya itu.
Yaren tidak percaya, jika kali ini Papanya masih menuruti ucapan Ibu dan saudara tirinya, mungkin Yaren akan benar-benar menyerah mempertahankan cintanya pada seorang ayah, seseorang yang dianggap olehnya sebagai cinta pertama.
"Pergi..." teriakan lantang itu keluar dari mulut Papanya, apa yang Yaren takutkan ternyata lolos juga dari mulut Papanya.
"Pa..." seru Yaren, dirinya berharap Papanya akan menarik satu kata itu.
Tidak ada jawaban lagi, tidak ada yang terucap lagi, selain mata yang mengisyaratkan penuh kebencian.
Ayaz tersenyum smirk, drama rumah tangga, dirinya menjadi penonton setia, tidak perduli akan apa yang tengah dialami Yaren, seseorang yang sebenarnya baru saja Ayaz hancurkan hidupnya.
"Pergi dari sini, tinggalkan semua fasilitas pergilah bersama kekasihmu itu."
"Pa, semua bisa diselesaikan baik-baik Pa!" lirih Yaren, dirinya benar-benar memohon ampun telah salah langkah untuk menghindari perjodohan sialannya.
"Udah sana kamu, nggak denger apa yang dibilang Papa, pergi sana." usir Raisa.
"Pergi..." suara Papanya bergetar menggema di telinga Yaren, tidak bukan ini kemauan Yaren.
Berhubung tidak adanya pergerakan yang dilakukan Yaren, Raisa berinisiatif untuk menyeret tubuh saudara tirinya itu ke jalanan, dirinya sudah tidak tahan, puas sekali jika harus melihat Yaren menjadi gelandangan.
"Lepasin gue..." teriak Yaren.
"Pergi lo dari sini." usir Raisa lagi.
"Pah, suatu saat Papa bakalan nyesel ngelakuin ini sama Yaren, Mama di surga nggak bakalan rela ngeliat Yaren diginiin, meski Yaren salah seharusnya Papa bisa menerima Yaren, bukan malah ngebuang Yaren kayak gini, Yaren benci Papa." sembari menangis pilu Yaren mengucapkan itu, dirinya berbalik dilihatnya Ayaz yang nampak santai saja.
Dasar biang kerok, dengan tanpa dosa nggak sedikitpun niatan untuk belain gue!
Ayaz mengikuti langkah gontai Yaren, tugasnya sudah selesai, dirinya tidak akan ada hutang budi lagi dengan wanita di depannya ini.
Yaren memejamkan matanya, harus kemana dirinya pergi, selama ini dirinya tidak punya teman yang akrab, lagipun jika dirinya punya rasanya sulit untuk merepotkan orang lain.
Yah satu-satunya manusia yang harus bertanggung jawab di sini adalah Ayaz, pria menyebalkan itu adalah biang masalahnya, mengapa juga harus bilang bahwa Yaren tengah hamil, cukup bilang saja bahwa dirinya dan Yaren saling mencintai, Yaren rasa seperti itu saja sudah bisa membatalkan perjodohan sialan dengan aki-aki itu.
"Ayaz!"
Bersambung...
Hai, selamat datang di karya baru, jangan lupa, like, komentar, dan kasih Vote yah !!!
"Ayaz!" seru Yaren, pandangannya menatap Ayaz bak musuh, namun yang ditatap sayangnya tidak bergeming sedikitpun.
"Kamu harus tanggung jawab!" ucap Yaren, dirinya mengambil kunci motor Ayaz, sehingga pria itu dipastikan tidak akan bisa ke mana-mana tanpa dirinya.
Ayaz menaikkan satu alisnya, dirinya paling tidak suka dicegat.
"Aku ikut kamu!" ucap Yaren.
"Carilah kehidupan lebih baik, lo nggak bakalan bisa hidup sama gue!" ucap Ayaz, dirinya mengambil helm dan lalu memakainya, tidak perduli akan Yaren, padahal jelas sekali Yaren terusir dari rumah juga karenanya.
"Ayaz, lo harus tanggung jawab!" ucap Yaren penuh penekanan. Yaren sudah menanggalkan rasa hormatnya pada Ayaz.
"Tanggung jawab apa? Lo kan nggak hamil!" dengan cepat Ayaz menyambar kunci motor yang ada di tangan Yaren.
"Tapi lo udah buat gue diusir dari rumah!" kekeh Yaren.
"Itu urusan lo, yang penting kan pernikahan lo batal, dan gue udah balas budi kebaikan lo semalam." Ayaz benar-benar tidak perduli.
Pria itu bahkan sudah menghidupkan motornya, dan siap untuk pergi.
"Ayaz aku mohon, seenggaknya biarin aku bareng kamu sampai aku dapet kerjaan, please!" mohon Yaren.
Ayaz menghembuskan nafasnya pelan, sebenarnya dirinya juga paham semua yang terjadi karena tuduhannya tadi, namun selama ini dirinya bukan manusia yang bisa perduli akan sesama.
Saat melihat Yaren semalam yang dengan tanpa beban mengajaknya menikah lalu kemudian bercerai, dirinya merasa Yaren bukan seperti wanita menye-menye pada umumnya, pagi ini pikirannya teralihkan dan berubah, tanpa dirinya sadari langkah kakinya malah sudah sampai di halaman rumah Yaren.
Dirinya merasa perlu menyelamatkan Yaren, apalagi melihat pria tua yang akan menjadi suaminya Yaren, dirinya bahkan menganggap pernikahan Yaren adalah sebuah lelucon.
Berdebat, lalu dengan gilanya dia mengatakan bahwa Yaren tengah mengandung anaknya, sungguh pencapaian luar biasa untuk seorang Ayaz Diren.
"Gue bukan orang baik, kalau lo masih tetap mau ikut, gue nggak bisa jamin keselamatan lo!" ucap Ayaz.
Yaren sedikit tersentak, mana kala mendengar pernyataan Ayaz, pertemuan pertama mereka bahkan Ayaz sedang dikejar gerombolan orang yang memburunya dengan membawa senjata tajam, ya Tuhan pria seperti apa yang kini tengah dimintai tolong olehnya ini?
"Aku bisa jaga diriku sendiri, bawa aku, aku janji nggak akan nyusain kamu!" pinta Yaren penuh harap.
"Mending lo masuk dan ambil barang berharga lo, dari pada lo hidup sama gue lebih baik lo hidup sendiri, gue bukan orang baik!" Ayaz juga masih kekeh untuk tidak membawa Yaren dalam hidupnya.
Yaren nampak berpikir, di tangannya menggenggam ponsel miliknya, hanya itu, segala macam kartu-kartu dan fasilitas lainnya ia tinggalkan di rumah besar ini. Apa itu artinya dia akan hidup terluntang-lantung.
Tidak nanti saja dirinya pergi ke sini lagi untuk mengambil barang miliknya, setidaknya ada uang tunai yang masih tersisa sedikit di lemari kamarnya, lalu kartu identitas serta ijazah S2 untuk dirinya melamar kerja. Yah benar, kali ini dirinya harus meninggalkan rumah ini, untuk membuat Papanya sadar bahwa jangan sembarangan berucap mengatakan pergi.
"Gue cuma butuh nenangin diri, lagipula gue nggak bakalan dikasih masuk kalau sekarang, lo nggak liat itu penjaga." tanya Yaren sembari jarinya menunjuk para pengawal berbadan besar sedang berjaga.
Sebenarnya itu bukan masalah bagi Ayaz, dirinya tidak akan takut hanya dengan ancaman seperti itu, sungguh Ayaz masih bisa mengatasinya, namun dirinya tidak mau berurusan dengan keluarga Yaren, urusannya sudah sangat banyak, bahkan dirinya sedang menjadi buron dari kepolisian saat ini karena suatu hal.
"Ck!" Ayaz berdecak, menyusahkan saja pikirnya.
"Ya udah, ayok ikut gue!"
Dengan segera dan senyuman manis Yaren naik ke atas motor Ayaz, seketika Ayaz merasakan debaran jantungnya berpacu lebih cepat, ini gila! Selama ini dirinya terlalu fokus untuk menjalani hidup kotornya hingga tidak pernah merasakan bagaimana manisnya saat ada ketertarikan pada wanita.
Melajukan motornya, Ayaz membawa Yaren ke tempat tinggalnya, tempat yang sangat tersembunyi, bahkan di tengah hutan.
"Tunggu-tunggu, kita mau ke mana ini? Kenapa masuk hutan?" tanya Yaren panik, bagaimana tidak, mereka memasuki kawasan hutan yang menyeramkan, pohon-pohon besar menjulang tinggi nan rimbun mengelilingi menyapa kedatangan mereka, Yaren bahkan tidak tau dirinya berada di mana. Ayaz masih asing baginya, dia tidak mengenal Ayaz dengan baik, sifatnya dan wataknya Yaren masih mencoba menebak-nebak, dan lagi pun Ayaz sudah mengatakan bahwa dia bukanlah orang baik, Yaren takut sekali Ayaz akan berbuat macam-macam padanya, ini hutan, siapa yang akan menolongnya jika terjadi sesuatu?
Tidak ada jawaban, Ayaz masih saja melajukan motornya, hingga lima belas menit berlalu Ayaz menghentikan motornya.
Yaren menganga tidak percaya kala dirinya tengah berdiri di halaman sebuah rumah sederhana yang terbuat dari kayu, begitu rapi, Yaren sempat takjub akan apa yang ditemuinya.
Rumah di tengah-tengah hutan, sungguh keindahan yang tersembunyi.
"Ayaz, apa ini?" tanya Yaren, wajahnya masih menunjukkan kekaguman, sejenak dirinya lupa akan kesakitan yang dideritanya.
"Masuklah!" titah Ayaz.
Yaren masuk, rumah ini cukup bagus meski kecil dan sederhana, sepertinya sangat terawat, apa Ayaz tinggal di sini pikir Yaren.
"Kau tinggal di sini?" tanya Yaren.
Ceklek, pintu di kunci oleh Ayaz, Yaren tersentak, mengapa harus di kunci pikirnya. Yaren semakin waspada.
"Duduklah, gue mau mandi!" ucap Ayaz tak berniat menjawab pertanyaan Yaren.
Dih menyebalkan, gue tanya berapa kali nggak ada yang dijawab.
Yaren duduk di sebuah kursi kayu, bolehkan dirinya membuka jendela, namun urung ia lakukan karena walau bagaimana pun ini adalah rumah orang.
Sepuluh menit berlalu, Ayaz yang sudah selesai mandi terlihat segar dengan celana pendek santai rumahan dan tanpa mengenakan baju, hal itu membuat Yaren memalingkan muka.
"Bisa nggak sih pakai baju lo dulu sebelum ke sini, gue nggak biasa dengan pemandangan yang kek gitu!" ujar Yaren.
"Ini rumah gue, jadi ya terserah gue lah!" ucap santai Ayaz.
Lima menit berlalu, Yaren mengintip, Ayaz masih tidak bergeming, masih bertelanjang dada seperti tadi, Yaren memberanikan diri untuk terlihat biasa saja.
"Ayaz, menurutmu gimana?" tanya Yaren.
"Apa?" tanya Ayaz.
"Orang tuaku?" tanya Yaren, dirinya ingin sedikit mencurahkan isi hatinya pada Ayaz yang saat ini menjadi satu-satunya teman baginya, padahal itu menurut Yaren saja, sementara Ayaz sama sekali tidak menganggap Yaren.
"Bukan urusanku!" singkat Ayaz.
"Aku tidak menyangka Papa akan ngusir aku kayak gini." sesal Yaren. Ah Papa, Yaren kembali teringat akan sosok itu.
"Padahal kan masih bisa dibicarakan baik-baik, apalagi sebenarnya aku tidak hamil!" lanjut Yaren.
Ayaz tidak perduli, tadi saat di dapur dirinya sudah menghubungi orang kepercayaannya untuk mengantarkan segala keperluan untuknya selama di rumah hutannya, jadi ia ikut duduk di kursi bersama Yaren yah hanya untuk menunggu kedatangan orangnya, bukan dengan sengaja mau menemani Yaren.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!