NovelToon NovelToon

Terjebak Kawin Kontrak dengan Tuan Muda Arab

Kabar Miring

Bogor adalah kota yang sangat indah, meski kota ini bukan kota terindah di Indonesia, karena di negeriku ini masih sangat banyak tempat yang menyuguhkan keindahan yang tiada tara.

NTT misalnya, konon katanya di NTT ini pemandangannya selain indah juga masih ori karena belum banyak yang pergi berwisata ke sana.

Keindahan kota Bogor ini didominasi oleh kebun teh yang terhampar luas, terutama di daerah puncak.

Puncak adalah salah satu daerah wisata di Bogor yang sangat indah, dan terkenal sampai ke Manca negara, terutama Timur Tengah.

Banyak sekali Turis asing terutama dari negara negara Timur tengah yang datang ke tempat ini.

Sebenarnya aku banyak mendengar berita berita miring tentang turis turis itu.

Banyak yang mengatakan, bahwa mereka banyak yang melakukan nikah kontrak dengan wanita Asia seperti Indonesia, Thailand dan Philipina. Mereka juga banyak melakukan pernikahan kontrak, kalau mereka berwisata ke Indonesia.

Dan mirisnya, hal itu benar-benar terjadi di daerah wisata yang biasa mereka kunjungi di Indonesia.

Hal itu pulalah yang membuatku ragu dan agak takut untuk bekerja di Puncak, karena puncak adalah daerah yang seringkali mereka kunjungi, tapi tawaran gajih yang menggiurkan, membuatku terpaksa melirik pekerjaan itu.

Pekerjaan sebagai juru masak di sana, juru masak yang bekerja untuk melayani turis Arab yang datang ke sana.

Karena aku punya basic memasak ala Timur Tengah yang kupelajari saat menjadi TKW di sana, aku memberanikan diri untuk ikut mengais rizky di tempat wisata itu.

Meskipun kabar miring tentang pernikahan kontrak dan praktek pr*stitusi sering kudengar, tapi aku berusaha menepis ketakutan itu dan aku beranggapan semua tergantung iman masing-masing.

Setelah hampir 7 jam aku berada di perjalanan, akhirnya aku sampai juga di daerah ini.

Aku dijemput di terminal oleh Afina, temanku yang mengajakku kerja di sini.

" Mae, akhirnya kamu sampai juga," teriak Teh Afina menyambutku. Ia memelukku, kemudian membantuku membawakan kantong keresek yang kutenteng di lengan kananku.

"Iya, Teh, Mae cape sekali tau? Mae dari jam 07 berangkat dari Serang, Teh," jawabku seraya mengikuti langkahnya dari belakang.

Afina membawaku ke kontrakan miliknya sebelum ia mengantarku ke tempat majikanku.

"Mae, kamu istirahat dulu di sini malam ini. Besok, Teteh antar kamu menemui Mr Sultan, di villanya," ujarnya sambil meletakkan barang-barang bawaanku.

*****

Adzan fajr mulai berkumandang, udara dingin has kota Bogor ini membuatku terasa beku.

Aku yang terbiasa dengan cuaca sedang di Kota Serang, tentu harus berjuang untuk beradaptasi dengan dinginnya udara Puncak.

Aku mulai memaksa diriku untuk bangun dan mengambil air wudu, untuk kemudian melaksanakan kewajibanku sebagai muslimah.

"Mae, apa kamu udah siap bekerja?" tanya Afina setelah kami selesai sarapan.

"Siap dong, Teh," jawabku dengan antusiasme tinggi.

Setelah sarapan, Afina mengajakku ke sebuah bangunan indah yang terletak di antara kebun teh yang menghampar hijau.

"Hei, Mr. Sultan, kami udah sampai," sapa Afina pada seorang laki-laki arab yang memakai pakaian biasa.

Kalau di negara mereka, mereka selalu memakai jubah putih yang mereka sebut Tsob dan sorban merah kotak-kotak, tapi kalau mereka sedang berwisata, mereka memakai pakaian layaknya laki-laki Asia, yaitu celana dan atasan.

Aku beringsut maju dan mengucapkan salam.

"Assalamu alaikum, Mister. Saya Maymunah," sapaku pada laki-laki itu dalam bahasa Arab Amiyah Saudi.

Dia menatapku dengan intens, membuatku menjadi risih dan menunduk.

Aku tak mau memandang wajahnya, karena nanti mereka akan mengira aku adalah perempuan nakal.

" Ok, masuklah! " seru

Sultan mempersilahkan kami masuk.

"Berapa gajih yang kamu mau?" Aku terbelalak mendengar pertanyaan Sultan.

"200 ribu rupiah, " jawabku spontan.

Sebenarnya aku agak malu mengatakan gajih 200ribu perhari hanya untuk memasak, tapi karena dia tanya, ya aku jawab.

Kulihat dia tersenyum sinis, entah apa yang ia pikirkan tentangku.

"Cuma 200 ribu perhari, murah amat tarifmu, padahal kamu cukup cantik," ledeknya dengan wajah sinis.

Aku terlonjak kaget dengan kata-katanya barusan.

"Terlalu murah bagaimana, ya, Mister? Dan apa hubungan pekerjaan memasak dengan wajah saya?" tanyaku polos.

Dia malah terkekeh. Membuatku kesal.

"Sudahlah, sekarang sebaiknya kamu aku tunjukan kamar dan dapur tempat kamu memasak nanti."

Dia beranjak dari duduknya, aku

melangkah mengikutinya dari belakang.

Dia menempatkanku di sebuah kamar yang cukup mewah, beda sekali dengan tempat yang biasa mereka berikan pada pembantu, biasanya kamar pembantu itu sempit dan minim fasilitas.

Apalagi kalau di Saudi, dulu aku bekerja di sana tak diberi kamar, para pembantu di Saudi dulu tidur di ruang tamu, atau dapur, dan ada juga yang tidur dengan anak-anak perempuan mereka. Entah kalau sekarang, semoga saja sudah berubah.

"Ini kamarnya, dan itu dapurnya. Di sini ada fasilitas lengkap, termasuk baju untukmu juga. Kamu bisa mandi sekarang kalau mau, itu kamar mandinya." terangnya ramah dan Masih dengan senyum sumringah di wajahnya yang tampan.

Sultan ini kira-kira berumur 30 tahun, badannya tegap, kulitnya putih, dengan bulu-bulu yang banyak tumbuh baik di wajah dan tangannya.

"Mister, siang nanti saya harus masak apa?" tanyaku sebelum ia pergi.

"Mmm, masakan Indoenesia saja, aku mau tau rasanya masakan Indonesia," jawabnya seraya membalikkan badannya dan pergi meninggalkanku.

Aku segera masuk ke kamar yang diberikan untukku.

Kamar ini sangat luas, dengan ranjang queen size, lemari pakaian yang mempunyai 4 pintu, dan juga meja rias. Kamar ini sungguh sangat mewah kalau untuk pembantu.

Tring..

Terdengar sebuah notifikasi dari ponselku. Setelah kubuka, ternyata itu chat dari Afina.

[Yang betah,ya! Sultan itu baik banget, apalagi kalau kamu pandai merayunya. 🙈]

Mataku membulat saat membaca chat dari Afina.

"Benar benar tak punya akhlaq nih teman, tadi langsung ninggalin tanpa pamit, sekarang dia kirim chat aneh begitu." Aku menggerutu dalam hati.

[Somplak.😡😠 Aku gak mau duit haram, sudahlah, aku mau masak. Jangan ganggu !] Sent.

Balasanku terkirim, dia membalas dengan emoji tertawa.

[😅😅 ok, selamat berduaan.]

Balasnya.

Chat terakhirnya itu membuat hatiku bercampur aduk.

Kini ada berbagai perasaan yang menghinggapi hatiku, ada rasa takut di apa-apakan, ada rasa berdosa juga karena aku kini tinggal berdua bersama laki - laki yang bukan mahram.

" Ya Allah, apa keputusanku bekerja di tempat ini salah ya?

Ah, aku lupa istikhoroh dulu tadinya. Ya Allah, selamatkan hambaMu ini dari mara bahaya, baik itu lahir maupun batin," Doaku lirih.

Aku segera berganti pakaian dengan pakaian yang sengaja kubawa untuk khusus memasak di dapur.

Dengan perasaan tak menentu, aku keluar dan memasuki dapur untuk melaksanakan tugasku.

Senja Di Gunung Pancar

Di hari pertama aku bekerja ini, aku diminta memasak masakan has Indonesia. Kali ini aku memasak rendang sapi dan nasi putih.

"Ya Maymunah, ke sini kamu!" Dari dalam ruang tamu, terdengar Sultan memanggilku, tentunya dengan bahasa arab Saudi.

Akupun segera bergegas menghampiri.

"Kamu sudah selesai masak, kan? Kalau sudah, ayo cepat mandi. Nanti siapkan makanan dalam wadah, dan siapkan alat piknik juga, kita akan piknik ke kebun teh di kampung sebelah," titahnya panjang kali lebar.

"Piknik, kita berdua? Tapi..." Aku bertanya dengan mengulang kalimat yang ia ucapkan.

"Jangan membantah, ayo cepat mandi!" Dia menitahku lagi.

Aku menjadi kebingungan, tapi akhirnya aku menurut.

Aku bergegas mandi dan berganti pakaian.

Kali ini aku memakai gamis hitam mirip abaya, tapi aku padu dengan hijab warna krem.

Aku segera menyiapkan peralatan piknik di ruang tamu.

Setelah selesai, aku duduk menunggu Sultan keluar kamar.

"Maymunah, ha-ha-ha kamu kenapa pakai abaya segala, ini Indonesia, bukan Saudi, jadi kamu bebas mau pakai apa, gak harus pakai abaya kek gitu," ucap Sultan menertawakanku.

Dadaku bergemuruh mendengar ucapan orang ini.

"Dia ini kan muslim, tapi kenapa sama sekali tak faham bahwa menutup aurat bukan hanya kewajiban orang arab , tapi kewajiban muslimah di seluruh Dunia," gerutuku dengan berbahasa Indonesia.

"Maaf tuan Sultan, saya berpakaian begini bukan hari ini saja, tapi sudah sejak lama, sejak saya mengetahui bahwa menutup aurat itu wajib. Lagi pula, menutup aurat itu bukan kebiasaan suatu negara, tapi merupakan kewajiban bagi setiap wanita muslimah," sahutku membela diri.

"Hmm, ya udah, sekarang bawa barang-barang ini ke mobil," itah laki-laki tegap itu padaku.

Akupun segera menuruti perintahnya.

"Lah, ini kan tenda buat kemah, emang dia mau kemana ya?" tanyaku dalam hati.

"Kenapa bengong, ayo masukin tendanya ke Bagasi."

Aku menurutinya, setelah selesai, dia bergegas masuk ke mobil.

"Tuan, kenapa bawa tenda segala macem?" anyaku sambil memasukkan tenda dan alat lainnya ke bagasi.

" Ya buat piknik lah, aku rencananya mau berkemah di Gunung Pancar, kamu udah pernah ke sana belum?"

"Belum, apa kita akan berkemah berdua saja?" Tanyaku ingin memastikan.

Bukannya menjawab pertanyaanku, dia malah tersenyum dan menyuruhku masuk ke mobil.

"Naiklah, jangan banyak tanya!" titahnya padaku.

Dia benar-benar membuatku kesal dan takut.

"Menyebalkan tuh orang. Gimana ini, apa aku harus ikut dia, atau aku kabur aja ya? Tapi, kalau aku kabur, aku gak akan bisa pulang, aku kan gak punya uang buat ongkos. Akhhh gimana ini? " Aku terus menggerutu dalam hati sembari mengembuskan napasku, kasar.

"Maymunah, kenapa belum naik?"

Sultan berteriak dari dalam mobil.

"Saya mau duduk di depan," jawabku seraya membuka pintu mobil dan langsung duduk di samping sopir.

Mobil melaju menembus jalanan kota Bogor. Setelah beberapa menit, kami pun sampai di gunung Pancar.

Pohon-pohon pinus yang menjulang tinggi mendominasi area wisata ini.

Sultan menyuruh sopir membawa kami mencari tempat yang biasanya dijadikan tempat berkemah.

"Ayo turun, turunkan juga barang-barang ini!" Laki-laki itu menitahku sembari keluar dari mobil.

"Akhh, menyebalkan ni orang. Dia itu cowok, tapi gak peka, masa dia nyuruh aku menurunkan barang-barang ini sendirian." Aku terus mengomel sambil menurunkan barang-barang Sultan.

"Kamu kenapa, gak suka ya, saya suruh menurunkan barang?" Dia bertanya lagi.

"Mmm, gak sih, cuma, kan berat dan banyak barangnya, masa saya sendirian sih?"

"Oooh, jadi kamu pengen aku bantu? Kenapa gak ngomong dari tadi? " Ia menjawab sambil menurunkan barangnya.

Setelah selesai, Sultan mengajakku memasang kemah.

Aku membantu sebisaku. Dari sudut mataku, aku mencoba melirik ke wajahnya, mengamati setiap gerak-geriknya.

Dalam keadaan seperti ini, aku jadi membayangkan, andai saja yang bersamaku sekarang ini adalah suamiku.

Setelah selesai membuat kemah, aku meninggalkan Sultan sendirian di kemah.

Aku berjalan menelusuri jalan setapak.

Dari kejauhan, terdengar suara gemuruh air terjun, aku pun mempercepat langkahku menuju sumber suara itu.

Benar saja, di depanku kini terlihat air terjun yang sangat indah.

Cukup lama aku memandang air yang bergemuruh dan terjun bebas ke kolam jernih itu.

"Kamu suka dengan air terjun?" Suara bariton yang kukenali itu membuyarkan lamunanku.

Aku melirik ke samping ternyata memang benar, Sultan lah yang berdiri di sampingku.

Laki laki berjenggot tipis itu berdiri menghadapku, sekilas kulihat ia tersenyum padaku, sontak membuatku tersipu dan langsung memalingkan wajah.

"Kau belum menjawab pertanyaanku, apa kau suka air terjun?" Sultan mengulang pertanyaannya.

"Iya, aku suka semua pemandangan alam," jawabku seraya mengedarkan pandanganku ke arah air terjun.

"Bagus, aku juga suka. Sekarang kita kembali ke tenda dulu. Nanti kita akan menyalakan api unggun."

"Memangnya kita berdua akan menginap di sini?"

"Gak berdua, sebentar pagi teman-temanku datang, mereka juga mau berkemah di sini. Temanmu juga nanti datang," terangnya sambil melangkah menuju tempat kami berkemah.

Hatiku benar-benar lega, mendengar bahwa Afina juga akan datang ke sini.

Itu artinya aku tak akan berdua saja dengan Sultan.

Hari mulai gelap, sang mentari mulai terlihat menguning, pancaran sinar keemasannya menembus di cela-cela rimbunnya pohon pinus.

"Mana mereka, ini kemahnya udah pada terpasang, tapi gak ada orang?" tanyaku ketika kami sampai di tempat kami berkemah.

Ternyata bukan cuma kemah sultan yang terpasang di sini, tapi juga ada 3 buah kemah lainnya.

"Mereka masih di jalan. Sambil menunggu mereka, kita ke sana yu, di sana matahari senja akan terlihat dengan jelas. Kamu suka pemandangan senja kan?" ajaknya dengan senyum mengembang.

Aku melonjak kegirangan mendengar ajakannya.

"Benarkah? Kalau gitu, ayo kita ke sana." Tanpa pikir panjang lagi, aku segera berjalan menuju tempat yang di maksud Sultan.

Benar saja, di tempat kami berdiri sekarang, terlihat dengan jelas mentari senja dengan sinar keemasannya.

Entah kenapa, bulir bening tiba-tiba menetes deras ke pipi, rasa haru yang membuncah membuatnya keluar dengan sendirinya.

Menikmati senja di sebuah hutan adalah impianku dari kecil.

Kami berdua berdiri mematung memandangi mentari yang sedikit demi sedikit menghilang seperti ditelan bumi.

"Mr. Sultan, Mae, kesini, kami udah nyampe!" teriak seorang wanita dari arah kemah.

Ternyata wanita itu adalah Afina.

Kami berdua pun segera bergegas menghampiri.

Afina datang bersama tiga orang teman Sultan, dan dua orang teman wanita lainnya.

"Wow, jadi ini teman wanitamu, Sultan? Masih muda ďan sangat cantik," ucap salah satu teman Sultan sambil memandang ke arahku dengan pandangan aneh.

"Ya dong, teman Afina, gitu loh, perlu kamu tahu Sultan, teman saya yang satu ini masih tingting, iya kan, Mae?"

Wajahku seketika menjadi panas, mendengar perkataan Afina itu.

Kalau andainya bukan malam, pasti terlihat jelas betapa merahnya.

Bak Bunga Teratai

POV Author

Mata hari senja telah sempurna tenggelam, gelap mulai merayap menyelimuti bumi.

Adzan magrib pun mulai dikumandangkan di setiap Masjid dan Musholla.

Terlihat Maymunah bersiap untuk pergi ke Toilet.

Sementara yang lain terlihat masih bersenda- gurau di depan kemah dan mulai menyalakan api unggun.

"Tuan, saya permisi dulu, mau pergi wudu dan Sholat," pamitrnya pada Sultan.

Sultan tersenyum dan mengangguk.

"Oh ya, tuan. Tuan mau saya dan teman-teman wanita itu menginap di sini kan? lalu kenapa kemahnya cuma empat, di mana kami tidur nantinya?" tanya Maymunah pada Sultan, ia sebenarnya merasa sedikit takut, tapi ia tetap membicarakannya karena ia tak mungkin tidur bersama Sultan dalam satu kemah.

Mendengar pertanyaan Maymunah itu, Afina dan yang lainnya tertawa menertawakan Maymunah.

"Mae, kamu ini cupu banget sih. Kita kan tidur sama pasangan masing-masing, kami bertiga sama mereka, kamu sama Sultan." Afina menyahuti disambut gelak tawa teman-temannya.

Deg...

Serasa ada palu godam yang menghantam dada Maymunah mendengar perkataan Sahabatnya.

"Astagfirullah, Teteh ini ngomong apaan?, kita ini bukan pasangan suami istri, kok kita mau tidur sama mereka, dan tadi seenaknya saja teteh nyuruh saya tidur sama Sultan, Astagfirullah," Maymunah terlihat geram dengan sahabat sekaligus tetangganya itu.

"Ha-ha-ha.. hari gini masih ngomongin norma lu, jangan norak ah. Kalau kamu emang gak mau tidur sama Sultan, ya udah, kamu tidur di luar aja nanti ..hahhaha." Rania teman Afina ikut menimpali.

Maymunah terlihat semakin geram, ia berbalik menghadap Sultan.

"Sultan, tolong sewa kemah yang besar satu lagi, aku mau mereka berempat dan aku tidur di kemah tersendiri, gak sama kamu dan temanmu. Kalau kalian menolak, aku akan laporkan kalian ke Satpam di sana. Aku akan bilang bahwa kalian bukan pasangan suami istri, biar kalian di usir dari sini." Maymunah mengucapkan kalimat-kalimatnya dengan tegas dan penuh penekanan.

Sultan terlihat kebingungan.

"Mae, kamu apaan sih, main lapor lapor segala?" Afina tak terima dengan usulan Maymunah.

"Ok, kalau kamu memang gak menyewa kemah satu lagi, aku akan tidur di Musholla dan akan aku laporkan kelakuan kalian pada Satpam. Permisi. " ucap Maymunah, tegas.

Setelahnya ia langsung pergi ke musholla tanpa menghiraukan Sultan dan yang lainnya.

"Astagfirullah, aku benar benar gak faham sama tuh orang-orang, bukan suami istri malah mau tidur bareng. Apa mereka selama ini begitu ya?..

Ya Allah selamatkan hamba dari semua ini. Besok lusa, aku harus minta gajihku ke Sultan, kalau besok lusa aku sudah dua hari kerja, berarti aku nanti dapat sekitar 400 ribu, yaah lumayan buat ongkos pulang ke Serang." Maymunah terus bicara sendiri sambil berjalan menuju Musholla.

"Ya Sultan, apa kamu udah naklukin wanita itu?" Tanya Faisal, salah satu teman Sultan.

Sultan hanya menggeleng.

"Baru tadi pagi dia mulai kerja, rencananya malam ini aku mau dia tidur se-kemah denganku, tapi dia terlihat seperti wanita muhtaromah (terhormat). Perlu kamu tau, jangankan aku peluk, aku ajak salaman aja dia gak mau," ungkap Sultan menjelaskan.

"Waw benarkah, ada wanita seperti itu di Indonesia, bukannya mereka itu sama saja, selalu butuh uang, bahkan rela sampai pergi meninggalkan suami dan keluarganya untuk kerja ke negara kita?"

Faisal menjawab dengan mengejek.

"Iya, kamu tahu gak, aku sering main sama para pembantuku? Hahaha." Fahad ikut menimpali temannya.

"Eh, kamu jangan salah, ada juga loh, yang terhormat, buktinya banyak yang jadi ustadzah di sini," jawab Sultan.

" Ya, itu yang gak kerja ..kalau yang mau kerja seperti ini ya pastinya mereka bukan wanita terhormat" Faisal menyahuti lagi.

" Tapi dia sepertinya bukan wanita seperti mereka, dia kerja di sini karena mengira kerjanya cuma masak" Sultan menjawab temannya.

"Mmm, apa kamu menginginkan dia? Aku punya cara buat naklukin dia, aku yakin walaupun mereka terhormat, mereka itu butuh uang, jadi kamu iming-imingi dia dengan uang yang banyak, pasti dia mau" Kali ini Abdurahman, teman yang lainnya yang menyahuti.

"Kalau dia tetap gak mau, bagaimana?, masa aku nikahi dia..?" Jawab Sultan.

"Akhh kamu, memangnya kamu gak tahu? Di sini banyak yang mau nikah kontrak saja. Jadi kamu nikahi wanita itu cuma secara kontrak, cuma pas kamu disini, dan kamu gak punya kewajiban apapun terhadap dia selain ngasih dia uang."

Sultan manggut manggut menyetujui usulan teman-temannya.

Malam semakin merayap, rembulan mulai terlihat memancarkan sinarnya menerangi sebagian bumi.

Sinar rembulan itu terlihat menyelinap di selah-selah rimbunnya pohon pinus.

Maymunah berdiam di Musholla sampai adzan Isya dikumandangkan. Setelah selesai solat Isya, ia terlihat kebingungan, ia bingung kalau kembali ke kemah, ia akan melihat teman-temannya melakukan sesuatu yang tak pantas di depannya.

Ia juga takut Sultan tak menyewa kemah lagi, tapi ia juga merasa takut sendirian di Musholla.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang?, apa aku harus pergi dari sini, ahkkh.

Sebaiknya aku kembali ke kemah, di sini sepi sekali, cuma ada satpam.

Kalau di sana mereka gak menyewa satu kemah lagi, aku baru kembali lagi." Maymunah cuma bisa bergumam sendiri.

Setelah memutuskan untuk kembali ke kemah, ia pun menyeret kakinya yang terasa berat untuk melangkah kembali ke kemah di mana teman-temannya berada.

Di depan perkemahan mereka, terlihat Sultan dan teman-temannya berkerumun mengelilingi api unggun.

"Eh Mae, kamu udah datang, ayo cepat duduk sini. Udara sangat dingin, jadi duduklah di dekat api unggun ini!" seru Afina ketika melihat Maymunah datang.

Maymunah mengangguk, dia mendekat ke arah mereka dan duduk di samping Sultan, meski agak berjauhan.

"Udah solat isya?" tanya Sultan ketika Maymunah duduk di sampingnya.

Maymunah hanya mengangguk.

"Sultan, ini ambil dan minumlah, sekalian kasih pasanganmu itu, biar kalian merasa hangat," ujar salah satu teman Sultan sambil menuangkan minuman ke dalam dua buah gelas.

Maymunah terbelalak ketika melihat bentuk botol minuman itu.

"Astagfirullah, apa aku tidak salah lihat, botol yang mereka pegang itu seperti botol Wine, apa mereka meminum minuman yang beralkohol?Astagfirullah!" tanyanya dalam hati.

Sultan terlihat mengambil minuman itu dan memberikan satu gelas lagi pada Maymunah.

"Minumlah ! biar tubuhmu merasa hangat," ucapnya sambil menyodorkan satu buah gelas berisi Wine putih kepada Maymunah.

"Minuman apa ini?" tanya Maymunah tanpa menerima gelas itu.

Teman-teman Sultan dan yang lainnya tertawa mendengar pertanyaan Maymunah yang bagi mereka terdengar kampungan.

"Haha Mae, Mae, kampungan banget sih kamu. Itu tuh minuman mahal tau? Cuma orang kaya yang bisa beli, kalau kita-kita mah gak bakal kebeli yang kaya gituan. Makanya kamu harus cobain deh, pasti nanti ketagihan " Sahut Afina.

Maymunah mengusap dadanya dan mengatur nafasnya agar bisa mengurangi sesak di dadanya.

Ia merasa kehabisan kata-kata untuk mengungkapkan kekecewaannya pada sahabat sekaligus tetangganya itu.

"Teh, Mae benar benar kecewa sama teteh. Apa teteh gak mikirin Uwa Sofa yang sudah tua di kampung, kenapa teteh seperti ini?" Maymunah berusaha bertanya pada Afina, sahabatnya. Airmatanya mengalir tanpa diminta, sementara Afina cuma tersenyum sinis menanggapi perkataannya.

"Dan kalian, Sultan dan teman-temanmu itu, apa kalian tidak pernah tau, kalau yang kalian minum itu haram?, kenapa kalian meminumnya?" Maymunah bertanya pada Sultan dan teman-temannya sambil memandangi mereka satu persatu.

Dia bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati api unggun di depannya.

Dia memegang satu buah kayu yang menyala itu dan mengacungkannya kearah semua yang hadir di situ.

Sontak itu membuat mereka terlonjak kaget dan mundur.

"Mae, apa apaan kamu? Itu api, kenapa kamu buat main main, nanti bisa membakar kami!" teriak Afina di tengah ketakutannya.

"Maymunah, kamu sudah gila ya? Jangan main-main sama api, nanti bisa membakar kita!" Teriak Faisal yang terlihat ketakutan melihat kelakuan Maymunah.

Maymunah tersenyum sinis sambil menaruh kayu yang masih menyala itu ke tempatnya.

"Kalian takut sama api dunia, tapi kalian tidak takut pada api neraka.

Astagfirullah, semoga aku terhindar dari hal-hal yang akan membuat Allah murka seperti ini"

Ujarnya lirih.

Ia segera berbalik dan melangkah menjauh dari mereka.

Sultan yang melihat Maymunah pergi begitu saja, segera meletakan gelas ditangannya dan bergegas menyusul Maymunah.

"Maymunah, tunggu ! Kamu mau kemana?" Teriaknya sambil berlari kecil menyusul Maymunah.

Maymunah berhenti dan menoleh kearah Sultan.

"Aku mau ke Musholla, aku gak mau melihat kalian minum minuman itu" Jawab Maymunah, dengan nada ketus.

"Ok, kalau kamu gak mau meminumnya, tapi kamu jangan pergi, kamu bisa tinggal di kemah. Aku sudah menyewa kemah satu lagi buat kamu" Sultan mencoba mencegah Maymunah.

Maymunah menggelengkan kepalanya.

"Apa? kamu di negaramu pernah belajar agama, iya kan?

Aku yakin kamu tau apa hukumnya meminum minuman yang mengandung Alkohol, aku yakin kamu juga tau bahwa dalam hukum meminum khomer, yang menanggung dosa bukan cuma yang melakukannya, tapi semua pihak yang terlibat dalam penyediaannya termasuk orang yang melihatnya tanpa mencegahnya. Aku yakin kamu faham itu, iya kan?" Tanyanya dengan penuh emosi yang meluap luap.

Sultan menunduk malu mendengar pertanyaan Maymunah yang terasa menusuk di Jantungnya.

Ia tau itu haram, tapi pergaulan yang salah telah membuatnya terbawa arus dan melupakan pelajaran agama yang ia dapatkan.

Sultan menghela nafas, dan kembali mencoba membujuk Maymunah.

" Ok, aku gak akan memaksamu tinggal di kemah, tapi ijinkan aku menemani kamu. Aku khawatir sama kamu. Ini hutan, sangat berbahaya bagi perempuan berjalan sendirian.

Lihat sekelilingmu, di sini sepi. walaupun banyak orang berkemah, tapi semua di kemahnya masing masing. Jadi ini sangat berbahaya bagi kamu. Gimana kalau ada binatang buas? Atau ada laki laki jahat yang gangguin kamu? " 

Maymunah tersenyum sinis mendengar perkataan Sultan.

" Sama saja, kamu juga berbahaya" Jawabnya ketus.

" Ya, gak sama lah. Kalau aku gak akan gigit kamu, aku juga gak akan maksa kamu tidur bareng aku. " Rayu Sultan.

" Ayolah, izinin aku menemani kamu, lagian aku sekalian mau solat kok"Tambahnya lagi.

Maymunah menghela nafas sebelum menjawab.

" Emang kamu gak mabuk?" Tanya Maymunah.

" Ya gak lah, kan tadi belum minum".

Karena Sultan tetap memaksa, akhirnya Maymunah mengizinkan Sultan menemaninya.

"Ok, asal kamu beneran mau solat, dan jangan macem-macem sama aku.

Kalau kamu berani macam-macam, aku akan menghajjarmu"

Sultan terkekeh mendengar perkataan Maymunah.

" Haha, kamu mau menghajarku, emang kamu mampu?"

Bughh..

Belum sempat Sultan meneruskan omongannya, Maymunah sudah mendaratkan tendangannya ke punggung Sultan, hingga membuatnya terhuyung ke depan.

"Aww..kenapa kamu menendangku?" Tanya nya sambil mengaduh kesakitan.

" Bukannya tadi kamu yang minta?. Lagian itu pelajaran buatmu, Jangan pernah macam-macam denganku." Jawab Maymunah sambil melanjutkan langkahnya.

Sultan hanya  menggelengkan kepalanya, tingkah Maymunah itu justru membuatnya semakin kagum.

" Gila ni anak, makin bikin aku penasaran aja. Kepribadiannya unik banget. Dia BAK BUNGA TERATAI, meski berada di kolam yang keruh, tapi dia tetap tumbuh dengan indahnya. Pokoknya aku harus mendapatkan dia, apapun caranya" Gumam Sultan dalam hati.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!