NovelToon NovelToon

Setelah Perpisahan

Perpisahan

Suara palu diketuk membuat Kara Gantari tersentak. Hari ini adalah putusan sidang cerai antara dirinya dan suaminya eh mantan suaminya Adi Saputro. Pernikahan terpaksa mereka akhirnya berakhir. Cukup setahun mereka berumahtangga dan hari ini mereka harus memutuskan semuanya.

Kara melirik ke arah suaminya eh sekarang mantan suaminya yang hanya menatap lurus ke depan tanpa mau melihat atau pun melirik dirinya, sama seperti selama setahun pernikahan mereka.

Pengacara Kara adalah temannya saat kuliah bernama Tari Faizal dan sudah membantunya selama ini bahkan Tari rela tidak dibayar atau pro Bono karena tahu Kara hanya memiliki sedikit uang tabungan. Tari merasa kesal dengan suami Kara itu yang selama setahun hanya membuat temannya sebagai tameng untuk mendapatkan warisan.

Secara hukum Islam, kamu sudah berdosa besar Adi! Hanya karena Kara masih berbaik hati demi kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan! Dan sekarang aku minta jatah Kara!

Kini keempatnya, Adi dan pengacaranya beserta Tari dan Kara berada di sebuah ruangan kosong di gedung pengadilan agama. Tari memberikan berkas permintaan dari Kara. Sebenarnya Kara tidak mau meminta harta gono-gini, namun Tari memaksa agar Adi memiliki tanggung jawab sedikit kepada Kara.

Adi menatap Tari dengan dingin. "Hanya ini yang dia minta?" tanya pria itu.

"Iya. Kara hanya minta mas kawin dan nafkah lahir yang tidak pernah kamu berikan dan sudah aku akumulasi. Selain perhiasan mas kawin darimu karena itu hak Kara, kamu wajib memberikan mantan istrimu uang sebesar 250jt." Tari menatap tajam kepada pria sombong di hadapannya.

Adi menyuruh pengacaranya mengeluarkan perhiasan mas kawin yang diberikan olehnya waktu menikah dan mentransferkan uang untuk Kara.

Tari masih menatap dingin sedangkan Kara menunduk lalu membuka ponselnya ketika mendengar ada notifikasi. Ternyata uang dari mantan suaminya sudah masuk ke rekeningnya.

"Sudah kan? Sudah selesai? Sejak hari ini kita tidak ada hubungan lagi ya!" ucap Adi dingin dan sinis kepada Kara yang hanya menatap nanar ke mantan suaminya. Suami yang tidak pernah memandang dirinya, suami yang hanya membutuhkan dia demi warisan sang kakek.

"Iya mas. Kita sudah tidak ada hubungan lagi" balas Kara lirih.

Adi berjalan dengan langkah tegap dan tampak arogan diikuti oleh pengacaranya. Tari hanya bisa mengelus dada lalu melirik ke arah Kara yang diam-diam menitikkan air mata.

Tari kemudian memeluk Kara. "Menangis lah hari ini tapi besok kamu tidak boleh menangis lagi! Kamu harus kuat! Pria model begitu tak pantas kamu tangisi Ra!"

Kara hanya mengangguk. Tari benar! Cukup setahun aku disia-siakan seperti barang tidak berguna.

***

Adi masuk ke dalam rumahnya dengan perasaan lega bisa berpisah dari gadis udik itu. Pria berusia 28 tahun itu kemudian naik ke lantai dua dan membuka kamarnya. Sekelebat dia melihat bayangan Kara yang tersenyum padanya.

"Sudah pulang mas?"

Adi sedikit merasa déja vu namun perasaan itu ditepisnya. Dia berjalan menuju walk in closet untuk berganti pakaian dan melihat sisi milik Kara sudah berkurang banyak. Mantan istrinya hanya membawa baju yang dia bawa sebelum menikah, sedangkan baju yang dibelikan baik oleh kakek ataupun kedua orangtuanya, tidak ada yang dibawa satu pun.

Adi membuka lemari tempat penyimpanan sepatu dan lagi-lagi Kara hanya membawa sepatu yang dia bawa sebelum menikah. Sepatu-sepatu mahalnya, dia tinggalkan. Adi tersenyum smirk sebab saat Kara beberes untuk pergi dari rumah ketika surat dari pengadilan agama datang, Adi tidak ada di rumah dan dia tidak perduli.

Adi kemudian membuka laci di lemari pakaian Kara dan lagi-lagi perhiasannya tidak ada yang dia bawa. Kara hanya meminta perhiasan mas kawinnya saja sedangkan pemberian kakek dan ibunya, dia tinggalkan. Pria itu menutup kembali lacinya setelah menyimpan perhiasan Kara di dalam brankas.

"Bik Ijah!" panggil Adi.

Seorang art berumur lima puluhan datang menghampiri tuannya.

"Ya tuan Adi?"

"Tolong nanti semua baju dan sepatu milik mantan istriku dilipat, masukkan ke kotak dan sumbangkan saja ke panti jompo atau panti asuhan wanita."

Bik Ijah hanya mengangguk.

"Baik tuan."

***

Kara kembali dari pengadilan agama ke rumah peninggalan kedua orangtuanya di daerah kampung di Jakarta Selatan. Kara sendiri beruntung orang-orang di sekitarnya bukan tipe orang yang kepo dengan urusan orang lain.

Setelah membersihkan diri, Kara melihat rumah kecil yang dulu dia tinggali sebelum dipinang Adi dengan terpaksa. Setahun dia tinggalkan rumah ini, seminggu lalu dia akhirnya kembali juga. Beruntung orang yang mengontrak juga tidak memperpanjang jadi dia memiliki tempat berlindung meskipun tadinya dia sudah bertekad untuk mencari kost.

Seminggu ini Kara menyibukkan diri untuk membersihkan rumahnya karena dengan begitu dia bisa mengenyahkan pikirannya dari putusan pengadilan agama meskipun tahu akan hasil akhirnya.

Kara hanya membawa baju, sepatu dan barang-barangnya sebelum menikah bahkan perhiasan yang diberikan kakek dan mertuanya tidak dia bawa. Bagi Kara, dia tidak mau membawa barang diluar miliknya yang dibawa sebelum menikah agar tidak terjadi kesalahpahaman dengan Adi.

Cukup sudah aku setahun tidak pernah dianggap sebagai istri dan aku tidak mau dianggap sebagai perempuan yang mengambil kesempatan.

Kara menghapus air matanya mengingat dirinya menjadi janda di usia 25 tahun. Janda rasa perawan karena selama setahun Adi tidak pernah menyentuhnya.

***

Kara memulai hari dengan beribadah subuh lalu memulai memasak nasi dan lauk pauk untuk sarapan. Rumah warisan kedua orangtuanya hanya berada di tanah 100meter persegi dengan dua kamar tidur dan satu kamar mandi. Sembari menunggu nasi matang, Kara pun mandi.

Kara sangat bersyukur masih memiliki rumah ini meskipun dulu mantan mertuanya meminta untuk menjualnya dan dia bersikeras untuk tidak menjualnya melainkan mengontrakkan hingga dia memiliki tabungan sendiri.

Usai membersihkan dapur dan mencuci peralatan makan yang dipakainya sarapan, Kara mulai mencari-cari pekerjaan. Semua perkataan Tari, temannya waktu kuliah, benar-benar dia terapkan.

Kemarin aku benar-benar patah hati harus mengalami kejadian seperti ini tapi hari ini aku harus bisa menata hatiku.

Kara memulai mencari lowongan pekerjaan yang sesuai dengan pendidikannya, sarjana ekonomi.

Apa saja yang penting halal dan bisa mendapatkan uang untuk hidup karena uang dari mas Adi tidak akan aku sentuh kalau tidak terpaksa.

***

Adi sarapan sendirian dan tampak sepi di rumahnya yang besar. Selama ini Adi tidak pernah sarapan sendirian, karena selalu ada kakek dan kedua orangtuanya serta Kara. Kara. Gadis udik pilihan sang kakek yang dijodohkan kepadanya.

Sesuai dengan wasiat sang kakek, semua warisan akan jatuh ke tangannya setelah 100 hari sang kakek meninggal. Satu bulan sebelum acara 100 hari, Adi sudah menggugat cerai Kara dan bertepatan sehari acara itu palu pun diketuk hakim dan mereka resmi bercerai. Kakek dan kedua orangtua Adi memang meninggal bersamaan akibat kecelakaan pesawat.

Akibatnya Adi tidak ada beban harus tetap menikah dengan gadis udik itu dan dia bisa bebas menguasai perusahaan milik keluarganya dan menikahi gadis yang selama ini menjadi partner tidurnya, kekasihnya yang tidak pernah direstui oleh kakek dan kedua orangtuanya.

Adi pun bersiap berangkat kantor ketika suara ponselnya berbunyi. Tampak nama 'Irene Sayangku' muncul di layar.

"Selamat pagi, sayangku" sapa Adi sambil tersenyum.

***

Yuhuuu

Welcome to my new novel

Bagi my readers yang sudah mengikuti novel-novel ku dari awal, novel ini tidak ada hubungannya dengan keluarga Pratomo-McGregor-Blair-Reeves-Neville-Al Jordan Yaaa.

Thank you for reading and support author

Don't forget to like vote n gift

Tararengkyu ❤️🙂❤️

Feeling Free

Kara akhirnya mendapatkan beberapa lowongan pekerjaan dan mengirimkan CV dan berkas lainnya melalui email. Setelah selesai, dia keluar rumah untuk berbelanja di mini market dekat rumahnya. Beberapa perlengkapan rumah tangga sudah mulai menipis karena Kara memakainya cukup boros demi kebersihan rumahnya usai dipakai orang.

Di mini market itu Kara berbelanja sabun, pembersih lantai, dan beberapa bahan makanan seperti minyak goreng, telur dan mie kering. Setelah membayar semuanya, Kara kembali ke rumahnya.

Siang ini Kara ingin membuat mie goreng dan telur dadar. Besok harus belanja sayur lagi. Kara menatap isi kulkasnya yang sudah mulai menipis.

Suara notifikasi ponselnya membuat acara memasak Kara pun terhenti lalu membacanya. Ada dua perusahaan yang menerima lamaran kerjanya, pertama di sebuah hotel berbintang di Jakarta Selatan tidak jauh dari rumahnya dan satu lagi di sebuah perusahaan besar area Sudirman.

Kara menyanggupi datang keesokan harinya untuk hotel di jam delapan pagi sedangkan perusahaan area Sudirman, jam sebelas siang.

Dengan hati senang, Kara pun melanjutkan acara memasak makan siangnya.

***

Adi merasa senang hari ini Irene bersedia menemani dirinya untuk makan siang. Gadis dengan kulit seperti porselin itu tampak cantik dengan bibir merahnya yang seksih.

"Jadi, kamu sudah resmi berpisah dengan gadis udik itu?" tanya Irene sambil menggenggam tangan Adi.

"Sudahlah. Dia meninggalkan semua baju dan sepatu yang diberikan oleh almarhum kakek dan kedua orangtuaku."

Irene mencebik. "Sombong sekali! Seolah-olah tidak menghargai pemberian orang!"

"Memang! Makanya aku bilang sumbangkan saja semua ke panti jompo atau panti asuhan!"

"Kapan kita akan menikah, sayang?" kerling Irene menggoda Adi.

"Secepatnya sayang, ketok palu juga baru kemarin. Setelah akta cerai keluar, aku akan segera menikah dengan mu" Adi mengambil tangan Irene dan mencium punggung tangannya.

"Kamu ada urusan lagi tidak di kantor?" goda Irene. Adi merasakan gadis itu sudah melepaskan sepatunya dan kakinya mulai mengusap juniornya pelan yang tentu saja membuatnya mulai mengeras.

"Kita check in?" balas Adi dengan suara parau. Keduanya kini memang sedang makan siang di sebuah hotel berbintang.

"I thought you never ask" bisik Irene dengan nada mende*sah.

Adi membayar makan siang mereka lalu ke resepsionis memesan kamar. Makan siang nya benar-benar membutuhkan hidangan penutup yang lezat dan itu hanya ada di diri Irene.

Keduanya sudah masuk ke kamar suite dan Adi menutup pintu kamar hotel sedikit keras karena juniornya sudah mendesak ingin dibebaskan. Irene dengan gaya menggoda melepaskan pakaiannya satu demi satu sembari berjalan pelan hingga polos di hadapan Adi.

Pria itu dengan tergesa segera menerkam kekasihnya yang dengan lihainya melepaskan ikat pinggang dan menurunkan celananya bersama dengan boxernya sedangkan Adi melepaskan jas dan kemejanya kasar lalu dengan nafas memburu mulai men*cumbu Irene.

Siang itu, di kamar hotel suite, terjadilah pergumulan dua anak manusia untuk mendapatkan kenikmatan surga dunia meskipun mereka melakukannya tanpa ikatan pernikahan.

***

Kara menonton tv sambil ngemil Snack ringan yang dibelinya tadi siang. Meskipun dirinya di depan tv, namun pikirannya melayang ke peristiwa satu tahun dua bulan lalu...

Kara baru saja pulang bekerja dari perusahaan percetakan ketika melihat sebuah mobil mewah berhenti di depan rumahnya. Penasaran siapa yang datang, Kara pun masuk dan tampak ayah ibunya bersama dengan tiga orang asing yang langsung melihat dan menilai dirinya.

"Assalamualaikum" sapa Kara

"Wa'alaikum salam."

"Kara, ayo sini kenalan dengan sahabat ayah" pinta ayahnya. Kara pun mengangguk.

"Jadi ini yang namanya Kara?" tanya wanita yang seumuran dengan ibunya tapi tampak lebih terawat dan anggun.

Kara pun mengulurkan tangannya dan mencium punggung tangan wanita itu, lalu kedua pria berbeda usia disana.

"Anakmu sopan, lho Tono" kekeh pria yang seumuran dengan ayahnya.

"Terimakasih Ham" ucap Ayah Kara yang bernama Tono.

"Kara perkenalkan, ini kakek Haryo Saputro, sedangkan bapak adalah anak kakek Haryo, nama bapak Ilham Saputro dan ini istri bapak, Ayu" ucap Ilham.

"Salam kenal semuanya, nama saya Kara Gantari."

"Aku cocok pah" jawab Ayu.

"Apa maksudnya cocok, mbak Ayu?" tanya Ranti, mama Kara.

"Kami bermaksud menjodohkan Kara dengan putra kami, Adi" jawab Ilham.

Tono dan Ranti pun terkejut. "Maaf, Ham. Kenapa harus Kara?"

"Karena aku sudah suka sejak melihat Kara masuk tadi" senyum Ilham.

***

Acara perjodohan itu pun menjadi acara lamaran pernikahan karena kakek Haryo mengancam Adi tidak akan mendapatkan perusahaannya jika menolak menikah dengan Kara.

Kara sendiri tidak bisa menolak permintaan kakek Haryo yang tampak sangat menyayangi dirinya termasuk pak Ilham dan Bu Ayu.

Dua bulan setelah pertemuan pertama di rumah Kara, keduanya pun menikah dengan pesta yang cukup mewah mengingat kakek Haryo dan pak Ilham adalah pengusaha ekspor impor yang terkenal.

Malam pertama, Adi langsung membuat perjanjian dengan Kara.

"Asal kamu tahu ya, aku tidak suka sama kamu! Tidak Sudi menyentuh kamu! Aku sudah punya Irene dan aku sangat mencintai kekasihku itu. Jadi aku minta sama kamu, bersikaplah seperti istri yang baik di depan orang tuaku dan kakekku sampai aku bisa mendapatkan semuanya!"

Kara menatap Adi dengan tatapan terluka. Astaghfirullah, pernikahan apa ini.

"Aku minta kamu menikah denganku setahun ini dan jika kakekku belum meninggal, perpanjang sampai orang tua itu meninggal! Paham kamu!"

Kara mengangguk.

Sejak saat itu dia berusaha bertahan dengan pernikahan nerakanya dan yang menguatkan hanyalah perlakuan baik dari kedua mertua dan kakek Haryo. Ingin rasanya dia menceritakan apa yang terjadi tapi hatinya tidak tega menyakiti mereka semua.

Dua Minggu setelah menikah, ayah Sekar meninggal karena serangan jantung dan dua Minggu setelahnya, sang ibu menyusul setelah terjatuh di kamar mandi. Kara pun menjadi yatim piatu dan memutuskan untuk mengontrakkan rumah orangtuanya.

Selama tinggal di rumah Saputro, Kara dan Adi memang tampak tidur sekamar namun Adi sudah mensetting kamar tidurnya terkoneksi dengan ruang kerjanya yang terdapat tempat tidur besar disana. Keduanya memang tidur terpisah. Kara bukannya tidak berusaha mengambil hati suaminya namun Adi adalah tipe keras kepala bahkan dengan terang-terangan di depan Kara, dia sudah menemukan wanita untuk melepaskan hasrat biologisnya yaitu dengan Irene, kekasihnya.

Mendengar itu, hati Kara pun membatu. Dia sudah tidak peduli dengan apa yang suaminya lakukan di luaran karena dirinya merasa jijik dengan perilaku suaminya.

Hanya karena kedua mertuanya dan kakek Haryo sajalah yang mampu membuatnya berpikir waras. Namun takdir pun berkata lain. Ketiga orang yang tulus menyayanginya pun meninggalkan dirinya. Belum usai duka itu, Adi pun mengatakan bahwa sebulan sebelum 100 hari mereka, dia akan menggugat cerai Kara.

Bagi Kara, ini adalah kesempatan untuk menikmati hidupnya, terbebas dari suami yang tidak pantas dibilang imamnya. Kara lalu meminta tolong teman kuliahnya yang menjadi pengacara untuk membantu nya menghadapi Adi. Tari Faizal pun menyanggupi dan bersedia membelanya tanpa bayaran sepeser pun ketika mendengar cerita Kara.

Dan kini, Kara berada di rumah peninggalan kedua orangtuanya, menikmati kebebasannya setelah merasa terkekang di rumah mewah itu. Kara mendapatkan ketenangan di rumah sederhana ini.

Ayah, ibu, besok Kara wawancara kerja. Semoga besok ada yang diterima.

Kara mematikan tv-nya, memeriksa semua pintu dan jendela sudah terkunci atau belum lalu dia masuk ke kamarnya untuk berisitirahat karena besok dia harus berangkat pagi-pagi.

***

Yuhuuu Up Malam Yaaaa

Insyaallah besok acara nikahannya Danisha dan Kristal yaaaa

Thank you for reading and support author

Don't forget to like vote n gift

Tararengkyu ❤️🙂❤️

Wawancara Kerja

Pagi ini Kara sudah sampai di sebuah hotel berbintang tempat dia akan melakukan wawancara dan setelah bertanya kepada resepsionis yang memberitahukan tempat wawancara, Kara pun naik lift.

Hari ini Kara menggelung rambut hitam panjangnya, memakai kemeja putih bersih dan celana panjang hitam beserta sepatu pantofel hitam plus tas selempang bewarna coklat. Wajahnya hanya diberikan make up tipis karena Kara tidak suka makeup tebal.

Suara lift terbuka membuat Kara mendongakkan kepalanya dan betapa terkejutnya ketika melihat Adi dan Irene masuk ke dalam lift. Beruntung Kata tidak sendirian karena ada tiga perempuan lain yang sama tujuannya dengan dirinya.

Kara menundukkan kepalanya tanpa mau melihat mantan suaminya dan kekasihnya itu. Ketika lift sampai di lantai tempat wawancara, Kara pun berjalan keluar melewati Adi dan Irene yang tampaknya mengacuhkan kehadirannya. Seperti biasa, aku tidak terlihat.

Setelah keempat wanita itu keluar dari lift, Adi seperti mengenali salah satu dari mereka. Kara? Tadi Adi tidak terlalu memperhatikan karena melihat seragam mereka yang sama seperti pegawai magang, bukan orang penting baginya.

Namun tadi ada sesosok yang dia kenali dan mirip dengan mantan istrinya. Adi hanya mengedikkan bahunya. Mungkin salah lihat.

"Sayang? Ada apa?" tanya Irene dengan nada manja.

"Tidak ada apa-apa. Aku antar kamu pulang ke apartemen ya, soalnya aku harus ke kantor ada meeting jam satu siang." Adi mencium pipi Irene.

Keduanya sejak kemarin siang memutuskan tidak pulang dan menghabiskan waktu di kamar hotel untuk memadu kasih semalaman.

Kini mereka berada di parkiran mobil di lantai 20 dan keduanya pun masuk ke dalam mobil Mercedes milik Adi lalu meninggalkan hotel itu.

***

Kara hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat mantan suaminya benar-benar tidak menunggu lama untuk segera ber*cinta dengan kekasihnya meskipun akta cerai belum turun.

Terimakasih Ya Allah sudah melepaskan aku dari pria macam dia! Awalnya Kara merasa down dan menganggap ini semua salahnya namun setelah dia mampu berpikir jernih setiap selesai menjalani ibadah malam, dia tahu ini bukan murni kesalahannya.

Adi sendiri yang tidak mau berjuang, Adi sendiri yang menolak dirinya dan Adi sendiri yang merusak kehidupan rumah tangga terpaksa mereka hanya demi warisan.

Kara merasa kasihan dengan almarhum kedua mertua dan kakek Haryo yang memiliki anak cucu seperti Adi. Satu yang Kara syukuri, mereka tidak pernah berhubungan suami istri dan tidak ada anak diantara mereka.

Kini Kara duduk bersama dengan para calon karyawan lainnya di sebuah ruang yang sudah ditata beberapa kursi. Setelah tiga orang selesai diwawancarai, giliran Kara yang masuk.

Gadis itu duduk di hadapan tiga orang yang duduk di balik meja panjang setelah mengucapkan salam. Kara memperhatikan tiga orang disana, seorang pria berusia sekitar lima puluh tahun, seorang wanita dan seorang pria yang tampaknya sebaya, sekitar empat puluhan.

Mereka bertiga memperkenalkan diri sebagai manager kepegawaian, bagian HRD dan asisten GM hotel. Ketiganya menanyai Kara termasuk status perkawinan yang dijawab Kara apa adanya. Setelah sesi tanya jawab sekitar setengah jam, akhirnya Kara pun dipersilahkan keluar sampai menunggu panggilan dari mereka.

Keluar dari hotel mewah itu, Kara memesan ojol dan segera menuju ke sebuah perusahaan besar di daerah segitiga emas Jakarta yaitu di Sudirman. Kara nyaris terlambat karena dia tiba pukul 10.54 dari jadwal pukul sebelas.

Setelah mengetuk pintu, suara bariton mempersilahkan dia masuk. Kara pun membuka pintu dan mengangguk sopan.

"Selamat pagi, pak" sapa Kara sopan dan berharap makeupnya tidak luntur.

"Selamat pagi" jawab pria itu dingin.

Kara melihat wajah yang berada di hadapannya. Wajah tampan yang keras dan dingin. Kara merasa AC di ruangan ini sudah dingin tapi menatap wajah tampan itu, gadis itu bertambah hawa dingin menerpa.

"Kara Gantari? Nama model apa itu?" ucap pria itu dingin.

Kara terkejut mendengarnya. "Itu bahasa Sansekerta, pak."

Mata abu-abu pria itu menatap Kara. "Meaning?"

"Kara artinya pembela kebenaran, Gantari artinya yang menyinari. Bisa dibilang artinya pembela kebenaran yang bersinar."

Pria itu hanya tersenyum meremehkan. "Memangnya kamu siapa? Wonder Woman atau Supergirl atau Captain Marvel?" ucapnya sinis. "Orangtuamu keterlaluan halunya waktu memberikan nama untukmu! Setahu saya, Kara itu merk santan!"

Wajah manis Kara mengeras. "Pak, anda boleh menghina saya, menghina nama saya tapi saya tidak terima ketika bapak menghina almarhum kedua orang tua saya!" Mata coklat gadis itu berkilat-kilat marah. "Ternyata wajah tampan, mengenakan baju bermerk tidak mencerminkan akhlak yang baik! Apa kedua orang tua bapak tidak pernah mengajarkan Budi pekerti?" ucap Kara dengan nada terkendali meskipun marah.

"Jangan bawa-bawa orangtuaku!" bentak pria itu.

"Itulah rasanya pak jika ada seseorang menghina orangtuamu! Kedudukan kita sama, satu-satu!" balas Kara tidak kalah judes.

Kedua netra berbeda warna itu saling menatap judes. Kara yang akhirnya memutuskan pandangannya.

"Kita lanjutkan acara wawancara atau tidak pak?" tanya Kara berani. Seumur hidupnya dia tidak pernah merasa seberani ini bahkan dengan Adi pun dia tidak berani membantah.

Mungkin karena pria ini menghina kedua orangtuanya, jadi emosi dan adrenalin lebih bekerja.

"Tidak, karena mood saya sudah berantakan akibat tausiah siangmu!"

Kara hanya tersenyum. "Baiklah kalau begitu pak. Saya juga tidak tertarik bekerja dengan orang yang bisa seenaknya menghina orang tua tanpa tahu apa yang terjadi. Asal bapak tahu, kedua orangtua saya sudah meninggal dan saya tidak ikhlas anda menghina mereka. Selamat siang!" Kara pun bangkit dari duduknya dan keluar dari ruangan itu. Nyaris dia membanting pintu jika tidak ingat sopan santun.

Pria bermata abu-abu itu menangkupkan kedua tangannya di atas meja sembari tersenyum smirk.

Wanita yang menarik. Berani melawannya.

Pria itu lalu membaca CV dan berkas lamaran milik Kara dan melihat status perkawinan. Cerai? Di usia 25 tahun?

Diam-diam pria itu mencatat semua data milik Kara Gantari. Nama yang antik.

***

Kara kini sudah kembali ke rumahnya dan segera membersihkan diri. Dilihatnya sudah pukul setengah satu siang dan gadis itu memulai beribadah sholat dhuhur.

Beruntung masih ada sisa telur dadar sarapan tadi pagi dan sekarang dia tinggal menumis sayuran yang dibelinya tadi pagi lewat tukang sayur yang lewat. Usai selesai, Kara pun memulai acara makan siangnya.

Hari ini pun akan dilalui Kara dengan mencuci baju dan membersihkan rumah.

***

Pria bermanik abu-abu itu membuka data tentang Kara Gantari dan menemukan artikel tentang pesta pernikahan antara putra pengusaha Ilham Saputro. Pria itu melihat foto pernikahan antara Adi Saputro dan Kara Gantari.

Rupanya kamu mantan istrinya pria itu? Betapa dunia ini sempit sekali.

Pria itu tertawa terbahak-bahak. Karma atau blessing ini? Akan aku hancurkan kamu, Adi Saputro lewat mantan istrimu!

***

Yuhuuu Up Pagi Yaaa

Thank you for reading and support author

Don't forget to like vote n gift

Tararengkyu ❤️🙂❤️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!