NovelToon NovelToon

Bapakku Bukan Penjahat

Prolog

'Dorrr'

Suara tembakan peringatan yang dilepaskan petugas kepolisian di siang itu cukup mengejutkan warga dusun Kali Tengah.

"Angkat tangan, anda sudah terkepung!!" kata Petugas.

"Ampun, Pak, saya tidak bersalah, Pak."

Pak Bakir yang mendapat tembakan peringatan, sangat ketakutan dan segera mengangkat kedua tangannya.

"Bapak bisa memberi keterangan di kantor. Saat ini saya sarankan Bapak untuk tidak mempersulit petugas."

"Iya, saya manut jangan ditembak ya, Pak!"

"Mari Pak, ikut kami ke kantor polisi!" petugas memborgol tangan Pak Bakir.

Dengan wajah tertunduk, Pak Bakir naik ke atas mobil patroli. Diiringi pandangan sinis dan bisik-bisik warga dusun Kali Tengah yang menyaksikan perusuh dusun mereka berhasil ditangkap Petugas kepolisian.

"Kebangetan banget sih bapakmu itu, Bil! Kalau udah begini, mau ditaruh dimana coba muka Ibu ini. Ibu malu Bila, malu" kata Ibu histeris.

Nabila hanya bisa menangis di pojokan ruang tamu rumahnya yang sempit.

"Ibu sudah gak kuat lagi Bila, sudah gak kuat. Ibu mau mati saja kalau begini. Ibu malu, malu sekali. Mau ditaruh mana muka ibu? Mau jawab apa Ibu kalau Mbah Kung dan Mbah Uti mu nanyain Bapakmu. Ibu bingung Bila, Ibu bingung," kata Bu Bakir sambil menangis.

Nabila mendekati ibunya yang terduduk lemas di ubin ruang tamu. Dipeluknya wanita yang telah melahirkan dirinya itu.

"Ibu yang sabar ya, Bu. Belum tentu juga Bapak bersalah. Bisa jadi kan Bapak hanya korban fitnah dan salah tangkap," kata Nabila menghibur ibunya.

"Mana mungkin polisi menangkap orang dengan asal, Bila? Pasti mereka sudah melakukan penyelidikan sebelumnya," kata Ibu kekeh pada pendiriannya.

"Polisi kan juga manusia Bu, masih bisa melakukan kesalahan. Belum tentu juga mereka benar."

"Tapi kan kamu tau sendiri gimana kelakuan bapakmu itu. Pemabuk, penjudi, pencuri bahkan sekarang pembunuh, semua julukan itu melekat pada bapakmu," kata Ibu putus asa.

"Tapi kan Ibu tau sendiri, kalau belakangan ini Bapak sudah bertobat. Bapak udah meninggalkan kemaksiatan yang Bapak lakukan di waktu muda," bela Nabila.

"Bisa jadi itu kalau di depan kita saja, Bila, di belakang kita bapakmu tetap dengan kelakuannya yang lama," Ibu masih menolak untuk percaya.

"Bila mohon Ibu jangan bersikap seperti itu. Kita harus tetap mendukung Bapak, Bu! Kalau bukan kita siapa lagi coba? Bapak hanya punya kita berdua Bu," kata Nabila mulai ikut menangis.

"Tapi Ibu udah gak bisa Bil, gak bisa! Ibu udah gak tahan lagi mendengar gunjingan tetangga tentang Bapakmu. Ibu mau pergi saja dari sini," kata Ibu.

"Memangnya Ibu mau pergi kemana? Apa Ibu tega meninggalkan Nabila sendiri?" Nabila kaget mendengar keinginan Ibunya.

"Ibu belum tau. Mungkin Ibu akan pergi ke Jakarta saja, Ibu akan mencari pekerjaan sebagai pembantu di sana. Yang jelas Ibu mau pergi ke tempat yang jauh. Tempat dimana orang-orangnya tidak ada yang mengenal bapakmu," kata Ibu dengan nada sedih.

"Terus bagaimana nasib Bila kalau Ibu pergi? Kita tidak punya siapa-siapa lagi di sini Bu. Saudara tak ada, Bapak mungkin akan di penjara. Kalau Ibu juga pergi, Nabila sama siapa Bu?" keluh Nabila sedih.

Tampaknya Ibu tidak mendengar keluhan Nabila. Ibu terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri. Mereka berdua terdiam untuk waktu yang lama. Keduanya terlarut dalam pikiran masing-masing.

*****

Sementara itu di kantor polisi, Pak Bakir meringkuk ketakutan di pojok ruang tahanannya. Sampai setua ini, baru pertama kalinya dia dimasukkan ke dalam sel tahanan kepolisian.

Memang sih, sejak dari muda Pak Bakir terkenal sebagai anak yang badung. Bahkan menginjak usia remaja, kenakalan Pak Bakir semakin bertambah.

Dari awal hanya merokok, berkembang dengan suka berjudi, mabuk minuman keras dan yang terakhir mencuri uang simpanan Mamak. Tapi semua kenakalan yang dilakukannya belum pernah berakhir di ruang tahanan polisi seperti yang dialaminya saat ini.

Pak Bakir merasa takut. Apalagi pernah mendengar bagaimana kerasnya petugas kepolisian dalam mengungkap suatu tindak kejahatan. Pasti Pak polisi punya berbagai cara untuk membuat berhasil interogasi yang mereka lakukan. Dan itu membuat Pak Bakir merasa ketakutan.

"Pak Bakir," panggil petugas polisi yang bernama Arman.

"Iya Pak, saya," jawab Pak Bakir.

"Ini jatah makanan buat Bapak," kata Pak Arman.

"Terima kasih, Pak, tau aja Bapak kalau saya sudah lapar," kata Pak Bakir sambil menerima nasi bungkus yang disodorkan Pak Arman.

Pak Arman hanya tersenyum mendengar kata Pak Bakir barusan.

"Boleh saya bertanya Pak Polisi?" tanya Pak Bakir.

"Boleh Pak, mau tanya apa?" jawab Pak Arman.

"Apakah ada peluang saya bisa bebas, Pak? Saya berani sumpah Pak, kalau saya memang gak bersalah," kata Pak Bakir sedih.

"Kalau memang Bapak yakin, pasti ada peluang untuk Bapak bisa bebas. Saat ini kan polisi juga masih menyelidiki kasus Pak Bakir. Kalau nantinya memang Bapak terbukti tidak bersalah, ya pasti Bapak bisa bebas," kata Pak Arman.

"Tapi saya takut, Pak," kata Pak Bakir.

"Takut kenapa, Pak?" Pak Arman balik bertanya.

"Takut karena....Maaf ya, Pak, kata orang polisi itu akan menyiksa para tersangka kalau mereka gak mau ngaku," kata Pak Bakir.

"Itu kan masih katanya, Pak. Jangan terlalu percaya dengan katanya," Pak Arman tertawa.

"Iya juga ya, Pak. Tapi saya tetap takut, Pak," kata Pak Bakir.

"Takut kenapa lagi, Pak Bakir?" tanya Pak Arman.

"Ya takut yang saya bilang tadi lho Pak," kata Pak Bakir.

"Sudahlah Pak jangan takut! Polisi di sini baik kok, contohnya saya ini," kata Pak Arman tertawa.

"Iya juga sih Pak. Tapi saya tetap aja takut," kata Pak Bakir.

Pak Arman semakin ngakak dengan omongan Pak Bakir yang dianggapnya lucu.

"Sekarang Bapak makan aja dulu deh. Mungkin kalau perut Bapak sudah kenyang, takutnya bakal hilang," kata Pak Arman.

"Gitu ya, Pak? Iya deh saya akan makan, sapa tau seperti kata Bapak, setelah kenyang takut saya akan hilang. Tapi saya tetap takut, Pak," kata Pak Bakir mengiba.

"Hadehh Pak Bakir ini, lucu sekali. Oke deh, saya sarankan Pak Bakir bisa bekerja sama dengan petugas. Kalau ditanya, jawab dengan jujur dan gak berbelit-belit! Pasti petugas tidak akan menyiksa Bapak seperti yang Bapak takutkan," kata Pak Arman.

"Baik, Pak, saran Bapak akan saya lakukan. Makasih ya, Pak. Tapi kok saya masih takut ya, Pak?" kata Pak Bakir.

Pak Arman tertawa melihat kekonyolan yang ditunjukkan Pak Bakir.

"Kalau begitu, Bapak berdoa saja, supaya Tuhan memberi keberanian, dan rasa takut Bapak hilang!" kata Pak Arman.

"Hem, sudah lama sih saya gak berdoa. Kira-kira Tuhan masih mendengar doa orang kayak saya gak Pak?" tanya Pak Bakir.

"Tuhan itu bukan seperti manusia yang gampang ngambek Pak. Setiap doa yang tulus dan iklhas pastilah dijawab sama Tuhan. Ya walaupun gak hari ini, besok atau lusa juga sih. Tapi saya yakin kok Pak, semua doa itu akan dijawab sama Tuhan. Kita hanya perlu tunggu waktuNya Tuhan saja," kata Pak Arman panjang lebar.

"Wah terima kasih ya, Pak. Bapak cocok banget dah jadi ustad, udah pandai berceramah," kata Pak Bakir kagum.

"Pak Bakir tidak sedang meledek saya kan, Pak?" tanya Pak Arman.

"Mana berani saya meledek Bapak. Bisa-bisa saya nanti didor sama Bapak," kata Pak Bakir.

"Ya sudah Pak, cepat makan! Katanya tadi sudah lapar," kata Pak Arman.

"Iya Pak, saya akan makan. Biar kuat menghadapi kenyataan," kata Pak Bakir.

Pak Arman cuma tertawa melihat kelakuan Pak Bakir yang menurutnya sangat lucu. Beliau menjadi tidak percaya, apakah benar orang seperti Pak Bakir ini tega menjadi seorang pembunuh yang menghilangkan nyawa orang lain dengan paksa.

Bab. 2

"Ibu, beneran mau pergi?" tanya Nabila.

"Iya, Bil. Ibu sudah benar-benar gak kuat hidup di sini," kata Ibu sambil memasukkan beberapa potong pakaian ke dalam sebuah koper usang.

"Terus bagaimana nasib Bila kalau Ibu pergi?" tanya Bila sedih.

"Bila kan sudah besar, sudah kelas 9 lho, sudah bisa mengurus diri sendiri, kan? Nanti, setiap bulan ibu akan kirim uang."

"Tapi Bu, Bila gak mau sendirian di sini, takut."

Bila mulai terisak, tapi tak menggoyahkan niat Ibu untuk mencari kerja ke luar kota.

"Kenapa harus takut, Bila? Di sini aman lho. Tetangga kan juga pada baik sama kita. Cuma gara-gara ulah bapakmu saja mereka jadi sering ngomongin kita."

"Tapi, Bu..."

"Dengar ya, Bila! Bagaimanapun Ibu harus pergi. Ibu harus kerja untuk bisa menghidupi kita berdua. Kamu tau sendiri kan, bapakmu bisa saja dipenjara untuk waktu yang lama. Kita tidak bisa lagi mengandalkan bapakmu, Bila bisa paham kan maksud, Ibu?"

Ibu sudah selesai mengemasi barang-barang yang akan dibawanya. Tidak banyak memang, sekedarnya saja. Ibu duduk di tepi tempat tidur sambil mengelus rambut panjang Bila.

"Bila harus tabah ya, Nak. Kita akan berjuang bersama. Bila fokus sama sekolah Bila, sementara Ibu akan bekerja untuk biaya sekolah Bila."

"Apa Bila harus tinggal sendiri, Bu? Tak bisakah Bila tinggal dengan Mbah Kung dan Mbah Uti?" tanya Bila memelas.

"Dua bulan lagi Bila sudah akan lulus SMP, setidaknya Bila tinggal sendiri cuma selama itu. Nanti setelah lulus, baru Bila bisa pindah ke rumah Mbah Kung dan Mbah Uti untuk melanjutkan SMA di sana."

"Tapi, Bu..."

"Ayolah Bila, ini jalan satu-satunya yang bisa kita tempuh, Nduk. Bila bisa mengerti kan maksud, Ibu?"

"Iya, Bu, Bila mengerti."

"Ibu sudah pesen sama Bulek Winda, buat ngawasin kamu selama Ibu gak ada. Kalau ada apa-apa, Bila minta bantuan saja pada Bulek Winda ya, Sayang!"

Nabila hanya mengangguk tanda mengerti pesan Ibu.

"Kapan Ibu akan berangkat?"

"Besok pagi Ibu akan berangkat. Ibu udah pesan sama Paklek Dika buat ngantar Ibu ke stasiun."

"Di Jakarta Ibu mau tinggal di mana?"

"Ada saudara Ibu, keponakan Mbah Uti, yang tinggal di Jakarta. Namanya Bulek Murni, apa kamu masih ingat sama Bulek Murni, Bil?"

"Kayaknya Bila udah lupa Bu, Bila gak ingat punya saudara yang namanya Bulek Murni," kata Bila setelah beberapa saat mengingat.

"Emang Bulek Murni sudah lama tidak pulang kampung, sejak bapaknya, Mbah Kung Parto, meninggal. Sepertinya sudah lebih dari sepuluh tahun."

"Kalau begitu, pantes aja Bila lupa sama Bulek Murni. Memangnya Bulek Murni kerja apa di Jakarta Bu?"

"Katanya sih Bulek Murni buka warteg, dan warteg nya cukup ramai. Jadi Ibu bisa kerja bantu-bantu di sana."

"Berarti Ibu sudah menghubungi Bulek Murni?"

"Sudah, Nduk. Makanya Ibu jadi nekad pergi ke Jakarta, karena Bulek Murni udah janji buat nampung Ibu di sana."

"Semoga saja kita bisa melewati semua ini ya, Bu. Dan Tuhan berkenan kita segera berkumpul kembali."

"Amin. Kamu doakan Ibu ya, Nduk, supaya usaha Ibu lancar, dan kita dapat bersama kembali," kata Ibu sambil memeluk Nabila.

"Iya Bu, kita akan sama-sama berdoa. Doa orang benar kan sangat besar kuasanya."

"Ya sudah, sekarang kita istirahat. Ini malam terakhir kamu bisa bobok sama Ibu. Besok Ibu kan sudah akan berangkat ke Jakarta."

"Bila akan sangat merindukan Ibu."

Mereka berdua tertidur dengan saling berpelukan, mungkin untuk waktu yang lama, tak akan dapat melakukannya lagi.

Sementara itu di penjara, Pak Bakir tidak dapat memejamkan mata di dalam sel tawanannya. Selain dingin dan banyak nyamuk, sesekali ada juga kecoak yang melintas menganggu tidurnya.

Pak Bakir menghabiskan waktu dengan duduk termenung di pojokan ruang tahanan. Sesekali Pak Bakir melihat tikus mengintipnya dari celah tembok yang berlubang. Pak Bakir bergidik ngeri membayangkan saat dia tidur tikus-tikus itu merambat ke tubuhnya yang kedinginan.

"Pak Bakir, kok belum tidur, Pak," tegur Pak Arman mengagetkan Pak Bakir.

"Saya gak bisa tidur, Pak, banyak nyamuk dan kecoak juga."

Pak Arman mengambil obat nyamuk oles dari dalam tas kecil yang dibawanya, kemudian memberikannya pada Pak Bakir.

"Ini, Pak, saya punya obat nyamuk oles," kata Pak Arman.

"Wah terima kasih banget ya, Pak. Ini obat anti kecoak dan tikus juga gak, Pak?" tanya Pak Bakir polos.

Pak Arman tertawa mendengar pertanyaan Pak Bakir.

"Ya saya kurang tau, Pak, tulisan di bungkusnya cuma tertulis anti nyamuk aja sih. Gak ada tulisan anti kecoak dan tikus," kata Pak Arman masih tertawa.

"Kalau gitu, biar saya coba dulu, Pak. Nanti hasil penelitian saya, akan saya sampaikan ke Pak Arman," kata Pak Bakir serius.

Pak Arman kembali tertawa mendengar omongan Pak Bakir.

"Iya, Pak, nanti kasih laporan yang lengkap ya, Pak! Supaya bisa saya teruskan laporan Bapak ke produsen obat nyamuk oles ini. Siapa tau mereka akan ngasih reward buat Bapak," kata Pak Arman.

"Serius, Pak? Emang bisa kayak gitu?" tanya Pak Bakir penasaran.

"Ya saya gak tau pasti sih Pak. Tapi kan lebih baik di coba dulu, sapa tau berhasil, iyakan?" kata Pak Arman.

Pak Bakir hanya manggut-manggut, padahal dia tidak begitu mengerti, apa maksud Pak Arman.

"Pak Bakir gak bisa tidur pasti karena kangen anak istri ya, Pak?" tanya Pak Arman.

"Kok Bapak bisa tau sih?" tanya Pak Bakir.

"Cuma nebak aja sih, Pak. Bapak belum pernah kan, pisah lama dengan anak istri?" tanya Pak Arman lagi.

"Sejak saya menikah dan punya anak, belum pernah sih, Pak. Kami selalu ke mana-mana bersama," kata Pak Bakir sedih.

"Pasti berat banget ya, Pak? Sebenernya saya gak percaya sih, kalau Pak Bakir itu sanggup menghilangkan nyawa seseorang. Kalau secara tak sengaja sih masih mungkin. Tapi kalau secara sengaja, menurut saya tidak mungkin," kata Pak Arman berpendapat.

"Dari awal juga kan saya bilang, Pak, kalau saya ini memang gak bersalah. Pihak kepolisian saja yang salah tangkap," kata Pak Bakir sedih.

"Ya mudah-mudahan kasus Bapak ini cepat terselesaikan dengan tidak mengorbankan pihak yang memang gak bersalah ya, Pak," kata Pak Arman.

"Amin... Semoga saja, Pak. Saya sudah tidak betah berada di tempat ini, Pak. Saya kangen banget dengan Nabila, putri saya satu-satunya, Pak," kata Pak Bakir.

"Kangen putrinya apa ibunya, Pak?" tanya Pak Arman sambil tersenyum.

"Ya dua-duanya sih, Pak. Yang saya pikirkan tuh, selama saya di sini, siapa yang cari nafkah buat mereka. Istri saya kan gak bekerja, Pak," kata Pak Bakir semakin sedih.

"Apa Bapak gak punya uang tabungan?" tanya Pak Arman.

"Punya Pak, tapi cuma sedikit. Istri saya juga punya sedikit perhiasan, yang dulu dibelinya sebelum menikah sama saya. Penghasilan saya sebagai tukang ojek, kan hanya cukup buat makan aja, Pak," kata Pak Bakir.

"Berarti masih ada yang bisa digunakan istri Bapak untuk mencukupi kebutuhan sementara ini. Ya mari kita berdoa saja, Pak, supaya kasus Bapak cepat selesai dan Bapak terbukti gak bersalah," kata Pak Arman.

"Iya, Pak, terima kasih ya buat doanya," kata Pak Bakir tulus.

"Ya udah, sekarang Bapak istirahat saja dulu. Saya mau lanjut patroli nih, semoga Bapak bisa tidur dengan nyenyak. Tidak lagi di ganggu nyamuk, kecoak dan tikus," kata Pak Arman.

"Iya, Pak, sekali lagi terima kasih, Bapak sudah ngasih saya obat nyamuk oles ini. Mudah-mudahan saya dapat tidur nyenyak tanpa terganggu," kata Pak Bakir.

"Semoga obat nyamuknya manjur ya, Pak. Saya pamit dulu," kata Pak Arman.

"Iya, Pak, selamat menjalankan tugas," kata Pak Bakir.

"Terima kasih, Pak Bakir," kata Pak Arman.

"Iya sama-sama, Pak Arman," jawab Pak Bakir.

Pak Arman meninggalkan ruang tawanan Pak Bakir dan melanjutkan kembali berpatroli. Sementara Pak Bakir mengoleskan obat nyamuk ke tubuhnya yang tidak tertutup pakaian dan merebahkan dirinya. Tak lama kemudian, Pak Bakir pun tertidur.

Bab 3

Bu Bakir sudah siap untuk pergi ke Jakarta, saat ini dia sedang berpamitan pada anak semata wayangnya.

"Ibu pamit ya, Ndhuk. Kamu baik-baik di sini, kalau ada apa-apa, kabari Ibu."

"Iya, Bu. Ibu juga hati-hati di Jakarta sana. Bila di sini akan selalu do'ain Ibu," kata Nabila sambil terisak.

"Kamu belajar yang baik ya, supaya nanti bisa diterima di SMA Negri yang dekat rumah Mbah Kung!"

"Iya, Bu, Bila akan selalu ingat pesan Ibu," kata Nabila sambil menyenderkan kepalanya ke pundak Ibu.

"Sebenarnya Ibu berat Nduk, ninggalin kamu sendiri di sini, tapi harus bagaimana lagi. Hanya ini satu-satunya cara yang bisa kita lakukan."

Ibu menghela napas, untuk sekedar mengurangi beban yang membuat dadanya sesak.

"Iya, Bu, Nabila ngerti kok, Bu. Ibu jangan khawatir, Bila sudah besar, sudah bisa menjaga diri."

"Andai bapakmu kelakuannya gak kayak gini, pasti hidup kita gak akan terlunta-lunta kayak gini."

"Sudahlah Bu, gak perlu di sesali juga. Toh belum tentu juga kan Bapak bersalah. Semoga saja ini semua cuma salah tangkap."

"Kamu jangan belain bapakmu terus, Nduk, Ibu itu istrinya. Ibu lebih tau gimana bapakmu timbang kamu. Dari dulu kelakuan bapakmu sudah begitu. Entah setan apa yang membuat Ibu dulu sampai mau diperistri sama bapakmu."

"Udah, Ibu jangan marah-marah. Gak ada gunanya juga kan? Sebentar lagi kan Ibu mau berangkat, kalau Ibu kesal nanti takutnya bakal ada apa-apa di jalan."

"Ya udah, Nduk, tolong bilang ke Lek Dika, kalau Ibu sudah siap!"

"Baik, Bu, Ibu tunggu sebentar ya, Bila mau ke rumah Bulek Winda dulu!"

Nabila bergegas ke rumah sebelah, rumah pasangan Paklek Dika dan Bulek Winda. Meraka tetangga yang paling dekat dengan keluarga Nabila. Nabila sering di minta mereka membantu menjaga anak mereka yang masih balita.

"Paklek Dika ada, Bulek?"

"Ada Bil, tadi masuk kedalam, mungkin ngambil kunci motor. Ibumu sudah siap?"

"Sudah, Bulek, makanya Bila kemari, mau kasih tau Paklek kalau Ibu sudah siap."

"Iya, kamu tunggu aja paklekmu di sini sebentar. Oh iya Bil, nanti selama Ibumu gak ada, kamu gak usah masak, makan di sini aja. Toh makanmu paling juga dikit, dari pada kamu repot-repot!"

"Iya, Bulek. Trima kasih ya, keluarga Bulek sudah baik banget dengan keluarga Bila," kata Nabila tulus.

"Sudah kewajiban kita sebagai umat Tuhan untuk saling tolong menolong Bil. Kalau sekarang Bulek dan Paklek menolong keluarga kamu, mungkin suatu saat nanti, kami yang perlu bantuan dari keluargamu."

Dika tampak keluar rumah sambil mengendong Si kecil Tasya.

"Ibumu sudah siap, Bil?" tanya Dika.

"Sudah, Paklek, Ibu sudah siap."

"Tasya ikut Mama dulu ya! Papa mau anterin Bude Bakir ke stasiun, nanti kita main lagi kalau Papa udah pulang."

"Iya, Pa. Tapi nanti kalau Papa pulang dari stasiun, beliin Tasya martabak ya Pa!"

"Oke, Sayang, nanti Papa beliin. Sekarang Tasya sama Mama dulu ya, jangan nakal!"

Tasya memeluk papanya manja, mencium pipinya, kemudian berlari ke arah mamanya.

"Yuk, Bil, kita ke rumahmu!"

"Bila pulang dulu ya, Bulek, nanti setelah Ibu berangkat Bila ke sini lagi."

"Iya, Bil, sampaikan salam Bulek sama Ibumu. Maaf Bulek gak bisa ikut antar, Bulek ada pasien yang mau melahirkan."

"Iya, Bulek, nanti Bila sampaikan. Ibu pasti ngerti juga kok, maaf sudah merepotkan."

Winda berprofesi sebagai bidan yang buka praktek di rumahnya. Saat ada pasien yang melahirkan, biasanya Ibu atau Bila membantu mengasuh Tasya. Nabila segera naik ke boncengan motor Dika, dan mereka berdua segera berlalu.

"Sudah siap, Mbak Yu?" tanya Dika ketika sampai di rumah Pak Bakir.

"Udah nih, Dik. Mbak titip Bila ya, tolong awasi dan jaga selama Mbak gak ada."

"Iya, Mbak Yu, gak usah khawatir. Aku dan Winda sudah menganggap Bila seperti anak sendiri kok. Bahkan kalau Mbak Yu mengijinkan, biar Bila tinggal saja di rumah kami. Winda tak tega kalau Bila harus tinggal di rumah sendirian. Takut kenapa-napa."

"Iya gapapa kalau seperti itu, Mbak merasa lebih tenang ninggalin Bila kalau begitu. Karena ada kalian yang jagain, Mbak jadi gak khawatir."

"Iya, Mbak Yu. Mbak Yu tenang aja, kami janji akan menjaga Bila."

"Trima kasih ya, Dik. Sampaikan juga trima kasih Mbak buat istrimu!"

"Iya, Mbak. Ayo berangkat sekarang, takutnya nanti ketinggalan kereta."

"Ibu pergi dulu ya, Nduk. Jaga diri baik-baik. Kalau ada apa-apa kamu ngomong aja sama Bulek, sama Paklek!"

"Iya, Bu. Kalau sudah sampai, kasih kabar ya Bu," kata Bila sambil memeluk Ibu.

"Iya Nduk," kata Ibu sambil mencium putrinya.

Ibu telah berangkat bersama Paklek Dika, Nabila yang tak enak di rumah sendirian, bergegas pergi ke rumah Winda. Setelah mengantarkan Ibu ke stasiun, Paklek Dika mengunjungi Pak Bakir di kantor polisi.

"Apa kabar, Mas?"

"Ya kamu lihat sendiri, Dik, keadaanku gak bisa dibilang baik-baik saja," kata Pak Bakir lesu.

Dika hanya menghela nafas panjang, sadar telah menanyakan pertanyaan yang salah ke Pak Bakir.

"Aku barusan abis nganterin Mbak Yu ke stasiun, Mas."

"Mbak Yu? Ibunya Bila maksudnya?" tanya Pak Bakir.

"Iya, Mas, Mbak Yu akan pergi ke Jakarta. Apa Mbak Yu gak pamit sama Mas?" tanya Dika heran.

"Mbak Yu mu belum pernah sekalipun menemuiku sejak aku ditangkap Dik. Emang Mbak Yu mu mau ngapain ke Jakarta Dik? Apa Bila juga ikut?"

"Mbak Yu kerja di Jakarta Mas. Sepupunya yang bernama Murni kan katanya buka warteg yang laris di sana. Nah Mbak Yu mau kerja sama sepupunya itu. Kalau Bila, untuk sementara tinggal sama kami, nunggu lulus SMP, setelah itu dia mau ikut Mbah Kung nya," jelas Dika.

Pak Bakir merasa sedih, istri dan anaknya berencana tapi tidak memberi tau dia.

"Mas titip Bila ya, Dik. Kasian sekali anak itu, hidup menderita karena kelakuan bapaknya," kata Pak Bakir sedih.

"Yang sabar ya, Mas, mungkin Mbak Yu masih belum bisa menerima Mas ditangkap. Tapi aku yakin, Mas akan segera bebas karena memang tidak bersalah," kata Dika.

"Entahlah, Dik, aku saja gak tau, kenapa aku bisa ditangkap. Tuduhan yang dijatuhkan padaku benar-benar tak kulakukan. Kamu percaya kan sama aku, Dik?" tanya Bapak.

"Iya, Mas, aku percaya. Mas itu orang baik, tak mungkin juga Mas membunuh orang. Nepuk nyamuk aja Mas gak tega kok," kata Dika.

"Mas boleh minta tolong gak, Dik?" tanya Pak Bakir.

"Minta tolong apa, Mas?" tanya Dika.

"Tolong antar Nabila ke sini ya, Dik! Mas kangen banget sama Dia," pinta Pak Bakir.

"Oh itu Mas. Besok kalau aku ada waktu, aku pasti akan antar Bila kemari Mas. Tapi saat ini aku agak sibuk, banyak kerjaan yang lagi DL," kata Dika.

"Iya, sesempat kamu aja, Dik, aku paham kok sama kesibukan mu," kata Pak Bakir.

"Kalau gitu aku pamit dulu ya, Mas, tadi mamanya Tasya ada pasien yang mau melahirkan. Aku harus siap-siap di sana, mungkin bantuan ku diperlukan," kata Dika.

"Iya, Dik, hati-hati di jalan! Sampaikan salam dan trima kasih ku buat istrimu," kata Pak Bakir.

"Iya, Mas, nanti aku sampaikan. Dan aku juga janji, kalau gak besok ya lusa, aku akan antar Bila ke sini," kata Dika.

"Iya, Dik, terima kasih atas semua bantuanmu," kata Pak Bakir.

"Aku pamit Mas."

"Iya, Dik."

Sepeninggal Dika, Pak Bakir kembali merasa bersalah. Karena dia anak dan istrinya menjadi terlunta-lunta. Istrinya harus kerja di Jakarta dan anaknya terpaksa menumpang di rumah tetangga.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!