"Mulai sekarang dan seterusnya, kamu harus menutupi wajah aslimu dengan berpenampilan seperti ini, setiap saat dan di mana saja jangan sampai orang lain tahu wajah aslimu." Ucap Kusuma saat mendadani Adinda yang saat itu masih berusia enam tahun.
"Iya ma." Jawab Dinda dengan sedih karena penampilan dirinya yang sangat mirip dengan animasi Dora. Dengan potongan rambut pendek, berponi, dan mengenakan kacamata bulat membuat Dinda merasa malu dengan dirinya sendiri, namun apa boleh buat, itu semua karena keinginan mamanya.
Dinda merupakan anak yatim piatu. Sebuah kecelakaan maut merenggut nyawa kedua orang tuannya namun dewa masih belum menginginkan kematian Dinda. Dinda selamat karena di lindungi mamanya saat kecelakaan tersebut. Saat itu usia Dinda baru dua tahun.
Tak ada keluarga yang mengenal atau mengakui Dinda, hingga akhirnya Dinda di titipkan di panti asuhan Kasih Ibu.
Saat usia Dinda empat tahun, sepasang suami istri mengadopsi Dinda sebagai anak dan di bawahnya ke Jakarta pada saat usianya menginjak empat tahun.
Awalnya Dinda hidup bahagia bersama pasangan Aryo dan Kusuma hingga kehadiran anak kandungnya yang bernama Alira semua berubah begitu cepat.
Dinda yang dulunya di sayang kini seperti tak di anggap, Dinda yang memiliki wajah cantik di paksa Kusuma untuk menutupi kecantikannya dan melarang Dinda menunjukkan kecantikannya kepada siapapun.
Sebagai anak yang patuh, Dinda pun akhirnya menutupi kecantikannya sejak usianya enam tahun hingga kini berusia dua puluh satu tahun dan terus menutupi kecantikannya.
Dengan gaya rambut Dora dan selalu memakai blush-on tebal dan tak lupa kaca mata bulat menjadi ciri khas Dinda, bahkan semua orang sudah sangat hapal dengan penampilan Dinda karena selalu menjadi bahan ejekan dan selalu memanggilnya Dora.
Dinda bekerja di sebuah perusahaan besar dan dia menjadi salah satu staf bagian devisi pemasaran.
"Dora... kemari" panggil manager.
Dinda menoleh ke kanan dan ke kiri lalu menunjuk dirinya sendiri, " Bapak manggil saya?" tanya Dinda.
"Siapa lagi kalau bukan kamu, Dora the Explorer."
"Tapi nama saya..."
"Jangan banyak protes, suka-suka bapak mau panggil kamu apa. Cepat kemari bos besar butuh penjelasan atas laporan yang diserahkan dan hanya kamu yang bisa menjelaskannya." Dinda pun bergegas segera mengikuti manager untuk bertemu dengan bos besar.
Dengan perasaan deg-degan, Dinda bertemu langsung dengan bos besar. Rumor beredar bos besar sangat galak dan tak segan-segan akan memecat karyawannya jika membuatnya marah.
"Do-ra..." Ucap bos besar sambil membuka dokumen yang ada di tangannya.
"Maaf pak, nama saya bukan Dora," sela Dinda, sang manager pun menegur Dinda dengan menyenggol tangannya.
"Apa ini... Kenapa ada peta di dokumen ini? apa kamu mau menggali harta Karun?" Bos besar menunjukan selembar kertas yang terselip di antara lembaran dokumen.
Dora melotot memperhatikan peta yang di perlihatkan bos besar lalu menepuk jidatnya sendiri, "Maaf pak, gak sengaja."
"Saya minta, buat laporan ulang dan harus selesai hari ini."
"Tapi pak..."
"Cepat keluar dari sini dan cepat kerjakan" bentak Zack yang merupakan pimpinan perusahaan.
Dinda membalikkan badan dan tanpa sengaja menabrak orang yang berada tepat di belakang Dinda, "Auuh.. sejak kapan ada patung berdiri ditengah ruangan." Ucap Dinda yang masih gugup tak memperhatikan apa yang ada di belakangnya, sambil menggosok dahinya yang terasa sakit, tanpa memperdulikan siapa yang di tabraknya.
"Patung!!! sejak kapan aku jadi patung." Zion pun melirik Dinda yang berjalan pergi.
Walaupun penampilan Dinda terlihat nyeleneh dan gak ada menariknya sama sekali, Dan selalu menjadi bahan ejekan teman kantornya, Dinda tak perduli, ia sudah terbiasa dengan penampilannya yang sekarang dan semua itu dilakukan demi Alira, Adik tanpa ikatan darah.
Dinda sudah memiliki kekasih yang bernama Gavin, Orang tua Dinda dan Gavin saling menjodohkan dan mereka pun menerimanya, bahkan tinggal menunggu hari mereka akan melangsungkan tunangan.
Selama ini Gavin tak pernah mempermasalahkan penampilan Dinda yang aneh itu, Karena itulah Dinda begitu sayang dengan Gavin, bahkan tak pernah menaruh curiga kalau-kalau Gavin hanya akan mempermainkan dirinya.
[ Kak Gavin, aku malam ini harus lembur, sepertinya agak malam aku baru bisa mengantarkan barang milik kak Gavin. Kak Gavin gak keberatan kan sedikit menunggu.] pesan singkat yang dikirim Dinda untuk Gavin.
[ Ya...] Gavin
"Iya doang jawabnya? hah..." Dinda meletakkan kepalanya di meja sambil menggerutu seorang diri, meratapi nasibnya yang malang. Kerja banting tulang hingga malam namun tak bisa menikmati hasilnya, untuk beli skin care pun tak bisa. semua uang hasil kerjanya Kusuma lah yang mengendalikan.
"Ma... sampai kapan aku harus seperti ini, aku lelah, aku capek dan aku sebenarnya malu harus berpenampilan seperti ini, Aku ingin hidup normal seperti wanita lain, tapi kapan." tak terasa air mata menetes membasahi keras yang menjadi bantalan.
Brakkkk...
Sebuah tangan dengan keras memukul meja kerja Dinda, seketika itu juga Dinda langsung duduk pada posisinya dengan jantung berdebar karena terkejut.
"Tunjukkan padaku dimana letak patung yang tadi kau sebut."
"Patung? sejak kapan saya menyebutkan ada patung pengganggu, maaf saya tak paham, bisakah bapak jelaskan."
"Kau sudah mengatai aku patung pengganggu, dasar Dora the Explorer sudah salah gak mau minta maaf. Sekarang minta maaf atau aku akan meminta saudaraku memecatmu." Ucap Zion menggertak.
"Jangan-jangan pak, jangan lakukan itu. Saya akan minta maaf pada bapak, tapi tolong jangan pecat saya."
"Kalau begitu minta maaf sekarang, tapi tidak di sini." Zion menulis di selembaran kertas dengan tulisan yang sangat besar.
"Baca baik-baik lalu ucapkan dengan lantang sebanyak seratus kali, berdiri di halaman dan tak lupa sambil pegang ini." Dengan kasar Zion menarik tangan Dinda menuju ke halaman kantor. Semua karyawan yang melihat saling berbisik satu sama lain.
"Pak, tidak bisakah minta maaf dengan cara yang lain, saya benar-benar tidak sengaja tadi dan saya hanya asal bicara, please pak tolong maafkan saya." Dinda terus memohon, tapi Zion sangat usil itu tak mau mendengarkan Dinda yang terus memohon.
"Kamu berdiri dan baca ini sempai seratus kali, jangan berhenti jika belum selesai."
"Saya Dora si gadis jelek, ingin minta maaf kepada tuan Zion karena dengan sengaja sudah menghinanya di depan umum dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi." Berkali-kali Dinda terus mengucapakan kata-kata itu, tak perduli betapa menyakitkannya kata-kata itu bagi Dinda.
Dari lantai atas kantor, Zack memperhatikan apa yang sedang dilakukan Zion terhadap karyawannya bahkan para karyawan yang tak menyukai Dinda, sedang menertawakan penderitaan Dinda.
Zack yang tak suka ikut campur dengan masalah Zion hanya memperhatikan bagaimana Zion mempermalukan Dinda di tempat umum walaupun hanya lingkungan kantor yang tahu.
✔️Jangan lupa tinggalkan jejak
Setelah selesai bekerja, Dinda masih harus menepati janjinya untuk mengantarkan barang milik Gavin.
Dinda segera menuju apartemen Gavin dan berharap Gavin tak marah karena dirinya sedikit terlambat.
Sesampainya di apartemen Gavin, Dinda segera melangkah masuk ke dalam apartemen, namun langkahnya terhenti ketika mendengar suara seorang wanita, yang semakin lama semakin jelas terdengar di telinga Dinda. Dinda segera menggelengkan kepala menepis pikirannya yang tidak-tidak. 'Tidak mungkin itu kak Gavin, tapi suara wanita itu.' batin Dinda berkecamuk.
Dinda terus melangkah masuk, rasa penasarannya semakin tinggi mengalahkan rasa jijik yang terdengar di telinga Dinda.
Tepat di depan mata, Dinda menyaksikan sendiri kekasihnya sedang bermain ranjang dengan seorang wanita, dan lebih menyakitkan lagi wanita yang berada di atas tubuh kekasihnya tak lain adalah sahabatnya sendiri, yaitu Amora. wanita yang selama ini di percaya menjadi teman curhat dengan teganya mengambil kekasih sahabatnya sendiri.
Air mata sudah membendung dipelupuk mata, ingin rasanya Dinda bisa menepis apa yang sudah di lihat. Dengan langkah pelan Dinda menghampiri kekasih dan sahabatnya itu.
"Kak Gavin, apa yang sudah kalian lakukan?" ucap Dinda dengan bergetar, tak mampu lagi bungkam.
"Dinda...Aku bisa jelaskan semuanya." ucap Gavin dan Amora dengan buru-buru mengenakan bathrobenya.
"Apa yang mau di jelasin lagi, aku sudah melihat semuanya, kalian benar-benar tega, bermain api dibelakangku."
"Din, aku bisa jelasin, ini gak seperti yang kamu kira."
"Mau jelasin apa lagi Amora, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, kamu bercinta dengan calon tunanganku, kamu benar-benar jahat Amora."
Plaaakkk...
Tiba-tiba saja Gavin menampar pipi kanan Dinda, hingga membuat kaca mata yang dikenakannya terjatuh.
"Kenapa kakak menamparku?" Dinda memegang pipinya yang terasa panas akibat tamparan Gavin.
"Biar kamu sadar diri, aku sama sekali tak pernah mencintai kamu, dan Amora, dia kekasihku.
"Tapi- " sanggah Dinda
"Tapi apa? tapi kita akan tunangan. Jangan mimpi kamu bisa bertunangan denganku apalagi menikah denganku. Lihatlah penampilanmu dan coba kamu ngaca dulu sebelum menyukai laki-laki setampan diriku. Mana Sudi aku punya istri yang penampilannya sangat norak dan jelek seperti kamu, mau di taruh dimana mukaku. Seharusnya kamu sadar diri, sebelum berani menerima perjodohan."
"Jika kak Gavin dari awal tak pernah menginginkan perjodohan ini kenapa kak Gavin mengiyakan, dan kenapa kak Gavin bersikap baik padaku, bahkan kakak jugalah yang menyakinkan kalau Kak Gavin tak pernah mempermasalahkan penampilanku."
"Omong kosong, kau yang terlalu percaya diri, aku mengiyakan perjodohan itu karena aku ingin mendapatkan warisan yang di berikan papa hanya dengan syarat mau menikah denganmu."
"Dinda maafkan aku, tapi Gavin ini sekarang kekasihku, dan kamu dengar sendiri kalau dia memilih aku ketimbang kamu, lebih baik kamu mundur saja, karena kamu tak pantas mendapatkan Gavin." Sela Amora.
"Kalian benar-benar tega padaku, kalian jahat." Dinda melemparkan barang yang sendiri tadi digenggamnya dengan erat, tepat di wajah Gavin lalu pergi begitu saja.
Dinda terus berlari meninggalkan kawasan apartemen dengan menangis, meluapkan perasaannya yang hancur. Untuk pertama kalinya Dinda jatuh cinta dan untuk pertama kalinya juga Dinda dihianati oleh orang yang disayang dan juga sahabatnya.
"Langit, kali ini aku tak memintamu untuk turunkan hujan, tapi kali ini aku minta datangkan malaikat yang bisa membantuku merubah hidupku dan membuat mereka semua menyesal telah mencampakkan aku seperti sampah." teriak Dinda meluapkan kekesalannya, tak perduli jika ada orang lain yang mendengar jelas ucapannya.
"Buat apa kamu marah, jika nyatanya kamu benar-benar jelek Dora." ucap seorang laki-laki yang mengejutkan dirinya.
"Pak Zion, untuk apa bapak datang kemari? apa bapak belum puas mempermalukan aku, apakah sekarang bapak mau menghina aku lagi? silahkan bapak lakukan, saya tak perduli lagi." jawab Dinda dengan ketus lalu kembali menangis, ia pun berjongkok dan menyembunyikan wajahnya yang dipenuhi air mata.
"Aarrrggghhh... Bangun, aku benci dengan gadis yang hanya bisa menangis." Zion berjongkok dan menghapus air mata Dinda menggunakan sapu tangan miliknya.
"Jangan menangis lagi, kau semakin jelek jika terus menangis." Dengan tulus Zion menghibur Dinda.
"Kenapa sekarang bapak begitu baik padaku, bukankah tadi siang bapak sangat membenciku."
"Siapa bilang aku membencimu Dora, aku hanya ingin mengenal lebih dekat dengan kamu, kamu berbeda dari gadis lainnya, bisakah aku menjadi boots yang akan selalu menemani petuanganmu." Zion mengulurkan tangannya dan berharap di sambut Dinda.
"Boots..." Dinda tersenyum, "Dora and boots." Dinda pun menjabat tangan Zion dan kembali tersenyum, melupakan sejenak masalah yang sedang di alaminya.
Zion pun mengantarkan Dinda pulang sampai halaman rumah lalu segera pulang tanpa mampir sejenak.
"Aku pulang..." Ucap Dinda saat masuk kedalam rumah.
Plaaakkk...
Sekali lagi Dinda mendapatkan tamparan yang tak terduga dan kali ini Aryo papanya.
"Dasar anak tak tahu diuntung, bisanya bikin malu keluarga, jika tahu kamu besarnya hanya bisa mempermalukan keluarga, lebih baik gak pernah papa mengadopsi kamu." Ucap Aryo tanpa perasaan.
"Kenapa pa? apa salahku? kenapa papa tiba-tiba menamparku, aku tidak merasa melakukan Kesalahan apapun pa."
"Tutup mulutmu, kamu bilang tidak melakukan Kesalahan, kamu sudah mempermalukan keluarga dengan perbuatanmu yang menjijikkan, lihat ini, apa ini yang kamu bilang tidak melakukan Kesalahan apapun." Aryo melemparkan beberapa lembar foto dirinya yang sedang besama seorang pria yang tidak dikenalnya.
Dinda mengambil satu persatu foto-foto yang di lemparkan padanya, Dinda hanya bisa menggelengkan kepalanya, "Tidak, aku tidak pernah melakukan ini pa, aku tidak pernah." Air mata Dinda kembali tumpah saat dirinya di fitnah.
"Lebih baik kamu keluar dari rumah ini, mama tak Sudi punya anak yang hanya bisa mempermalukan keluarga, belajarlah dari adikmu Alira yang selalu menjadi kebanggaan keluarga." Usir Kusuma.
"Ma, pa, aku tidak pernah melakukan ini semua, aku di fitnah ma, pa. Tolong percaya padaku, kak Gavin yang melakukan ini, kak Gavin yang selingkuh dan yang membatalkan pertunangan bukan aku. Aku mohon ma, pa percaya padaku."
"Mama tidak mau mendengar penjelasan apapun, sekarang pergi dan jangan pernah injakan kaki di rumah ini." Kusuma mendorong tubuh Dinda hingga terjengkang ke belakang.
"Baik, jika ini sudah keputusan kalian, aku akan pergi dan tak akan pernah kembali lagi sesuai permintaan kalian, dan ma, karena mama tak menganggap aku lagi sebagai anak, berarti aku tak perlu lagi menuruti semua perintah mama. Terimakasih ma sudah membebaskan aku." Dinda pun bangkit berdiri dan segera membalikkan tubuhnya dan melangkah pergi meninggalkan rumah yang selama ini menjadi tempat dirinya di besarkan oleh keluarga angkatnya. Walaupun terasa berat, Dinda harus tetap pergi karena orang tua angkatnya sudah tidak menginginkannya lagi.
Dinda meninggalkan rumah dengan perasaan benar-benar hancur, saat orang tua yang telah membesarkan dirinya tega mengusir dirinya dimalam yang gelap. Sungguh hari yang berat harus dilalui Dinda, di hianati kekasih dan juga sahabatnya, di fitnah bahkan diusir dari rumah harus Dinda terima.
Di malam yang semakin larut, Dinda berjalan seorang diri menyusuri trotoar, hanya ditemani angin malam yang dingin dan suara kendaraan yang masih lalu lalang. Air mata tak lagi bisa menetas, setelah menangisi nasibnya yang begitu malang.
Langkahnya terhenti di sebuah halte yang sepi, Dinda meletakkan pantatnya di bangku panjang tempat dimana biasa orang menunggu bus, dengan Manarik nafas, Dinda kembali teringat semua kenangan indah yang pernah ia rasakan bersama keluarga, sahabat dan juga kekasihnya yang hancur dalam sekejap karena dirinya yang terlihat buruk Dimata orang lain.
"Kenapa takdir begitu kejam padaku, mempermainkan jalan hidupku sajak aku dilahirkan. Jika mama tak memaksaku begini, mungkin nasibku tak seburuk ini. Kak Gavin kenapa kamu begitu jahat, hanya memandang penampilan luar ku saja, padahal aku benar-benar mencintaimu kak." kata hati Dinda yang mengiringi lelap tidurnya di atas bangku.
"Bangun Woi, ini bukan hotel." seseorang membangun Dinda yang tertidur di halte bus.
Dinda pun terbangun karena terkejut dan mendapati ternyata hari sudah pagi dan dia baru sadar jika tertidur di bangku halte, "Maafkan aku pak, aku akan segera pergi diri sini." dengan tergesa-gesa Dinda bangkit berdiri dan melangkah pergi untuk mencari toilet umum.
Saat sedang bercermin, Dinda baru menyadari, jika kalung yang selalu ia kenakan, terlihat indah dan mungkin akan bernilai tinggi jika di jual. "Kira-kira jika aku menjualnya bisa dapat uang berapa ya, Andai penampilanku menarik apa kak Gavin mau meninggalkan Amora. Ya aku harus merubah penampilanku, aku ingin membuktikan kalau aku tak kalah cantik dengan Amora, hanya saja kulitku perlu dipoles dan perlu menurunkan berat badan." Dinda memutar badannya di depan cermin dan mengoreksi setiap inci yang perlu di perbaiki.
Segera saja Dinda pergi ke sebuah toko perhiasan untuk menjual kalung miliknya. Penjaga toko tempat Dinda kunjungi memeriksa ke aslian perhiasan yang ingin di jual Dinda. Namun Dinda merasa penjaga toko tersebut terlihat aneh dari gelagatnya yang sering melirik Dinda.
"Bagaimana, kira-kira laku berapa kalung saya?" tanya Dinda dengan penasaran.
"Mbak, benar-benar ingin menjual perhiasan ini? apa perhiasan ini milik mbak asli." tanya penjaga toko.
"Apa maksudmu, apa tampang seperti aku ini mirip pencuri, itu benar-benar milikku dan aku sedang membutuhkan uang makanya aku jual." saut Dinda dengan ketus karena sudah menyinggung dirinya.
"Maafkan saya mbak, bukan maksud saya curiga, tapi apa anda tahu jika Kalung mbak ini sangat fantastis jika di uang kan."
"Memangnya apa spesialnya dari kalungku ini, sampai kau bilang sangat mahal?" tanya Dinda yang tak paham.
"Apa anda lihat ini?" penjaga toko menunjukkan liontin berwarna merah.
"Ini liontin dengan batu permata warna merah kan. lalu apa spesialnya, pasti sama dengan perhiasan yang lain kan."
"ini red diamod, salah satu permata langkah yang memiliki harga fantastis." jelasnya dan Dinda hanya ternganga yang tak mengerti soal perhiasan.
"Nona, bisakah Anda ikut dengan kami, ada yang ingin bertemu dengan anda." suara seorang wanita yang mengejutkan Dinda.
"Bertemu denganku, apa masih ada orang yang ingin bertemu denganku? aku rasa kamu salah orang, mana ada orang mau bicara langsung padaku, melihat penampilanku saja orang sudah menjauh dariku."
"Benar nona, bos kami ingin bertemu dengan anda, untuk menanyakan tentang kalung yang ingin anda jual." wanita itu meyakinkan Dinda.
"Maaf nona, anda bisa bernegosiasi dengan bos kami untuk masalah harganya." Saut penjaga toko.
Karena penjelasan penjaga toko itu, Dinda pun mengikuti wanita tersebut dan membawanya ke ruang tunggu. Seorang lelaki paruh baya sedang duduk di salah satu kursi, ketika melihat Dinda ia langsung berdiri dan membungkuk memberi salam.
"Nona, silahkan duduk." lelaki itu mempersilahkan Dinda duduk, dengan ragu-ragu Dinda pun mengikuti arahan lelaki itu dan duduk bersebrangan.
Seseorang kemudian membawa kalung milik Dinda yang sudah di kemas tapi dan di bawa dengan hati-hati oleh wanita yang mengajaknya tadi.
"Ada apa ini? apakah kalian ini menuduhku mencuri perhiasan ini. Aku bisa jelaskan ini semua, itu milikku dan aku tidak pernah mencurinya dari siapapun." dengan gugup Dinda berusaha menjelaskan agar tidak terjadi salah paham.
"Tenang Nona, kami tidak menuduh anda, kami hanya ingin bertanya darimana anda mendapatkan perhiasan ini." tanya lelaki itu dengan baik-baik.
"Tu kan benar, kalian menuduhku, itu perhiasan milikku, kata ibu asuhku perhiasan itu sudah melekat di leherku saat aku ditemukan dalam pelukannya mama,saat kecelakaan maut yang merenggut kedua orang tuaku."
"Akhirnya, akhirnya pencarian ku selama ini selesai, Nona muda telah kembali, Nona muda keluarga Scorpio kembali." lelaki paruh baya itu histeris karena selama sembilan belas tahun pencariannya, akhirnya bisa bertemu kembali.
lelaki paruh baya itu berdiri dan kembali memberi hormat pada Dinda.
"Eeeehhhhh, apaan ini kenapa kalian dari tadi memberi hormat padaku. seharusnya aku yang melakukan itu kepada yang lebih tua." Dinda hendak berdiri untuk melakukan hal yang sama namun di tahan laki-laki yang mengaku bernama Adi, yang kini berusia empat puluh delapan puluh.
"Jangan nona, anda tidak boleh melakukan itu, Kita kembali saja pada intinya."
"Nah itu yang aku tunggu. Sekarang berapa anda mau membayar perhiasan saya karena saya sedang butuh biaya hidup."
"Nona tidak perlu menjualnya, nona bisa nikmati fasilitas peninggalan orang tua anda sampai tujuh turunan pun tak akan habis."
"Omong kosong, aku tidak mau dengar lagi cerita bualan anda, lebih baik anda bayar sekarang atau saya jual ketempat lain."
"Baik, Berapa anda mau, seratus juta, satu miliar, atau berapapun akan saya bayar."
"Itu terlalu mahal, aku minta sepuluh juta, itu rasanya sudah mahal."
"Sepuluh juta, apa itu tidak kurang?"
"Mau bayar enggak."
"Baiklah. Berikan uang sepuluh juta untuk nona muda." Tak lama uang sepuluh juta berada di depan Dinda, dan sudah membuat hati Dinda benar-benar senang."
"Akhirnya aku bisa mendapatkan uang juga. Kak Gavin, akan aku buktikan jika aku bisa melebihi Amora." Amora pun segera pergi dengan membawa uang sepuluh juta dan meninggalkan Adi.
"Awasi terus nona muda, jangan sampai terjadi sesuatu padanya atau dia mendapatkan s
kesusahan apapun, berikan laporan yang kalian dapatkan setiap waktu." Perintah Adi dada bawahannya.
🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
✔️ Jangan lupa tinggalkan jejak
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!