NovelToon NovelToon

The New True Beauty]

Part 1

Teriakan dan gedoran dari balik pintu sukses mengusik tidur pagi Kayla Sherly Sifabella.

Tapi itu tak menjadikan Kaila beranjak dari tidurnya. Ia masih setia meringkuk di dalam selimut nan tebal Bersama boneka kesayangannya. Berbeda dengan pemilik suara teriakan tadi, Mama

Kaila tak kehabisan akal. Ia mencari kunci cadangan kamar anak gadisnya yang menurutnya cukup malas itu. Bahkan suaminya ikut terkena semprotan maut karena tak mau membantunya menemukan kunci cadangan.

“Jangan teriak-teriak napa sih? Ini ha kuncinya,” ujar Papa Kayla terhadap istrinya.

Mama Kaila bergegas Kembali naik ke lantai dua untuk membangunkan putrinya. Ditariknya

selimut tebal Kaila hingga sang empunya merengek tak terima. Mama Sandra bahkan sampai menarik tangan Kaila agar duduk dari tidurnya.

“Kalau gini terus, kamu malah tambah gendut nanti Kay. Pulang kerja nangis-nangis gara

dibully, tapi diajak berubah kok malas-malasan sih! Habis subuh itu jangan suka tidur lagi Kay,”

ujar sang Mama geram.

Mama dan Papa Kayla bisa dibilang memiliki kekayaan yang cukup banyak. Papa Kayla

memiliki bisnis property. Laki-laki berdarah Jepang itu memiliki perawakan yang gagah di

umurnya yang sudah tak muda lagi. Sang Mama yang berdarah Indonesia juga memiliki paras

yang tak buruk. Pada dasarnya Kayla adalah gadis yang cantik. Tapi semenjak SMA, ia seperti bertranformasi menjadi hulk. Kayla menjadi sosok orang yang hobi mengemil dan malas berolah

raga. Jadilah semenjak SMA, Kayla menjadi lebih berisi.

“Maa, lima menit lagi deh. Ini weekend lho Ma, waktunya bobok cantik,” jawab Kayla

meminta perpanjangan waktu.

“Nggak ada! Ayo olah raga sama Papa!” teriak Mama.

***

Setelah drama pagi itu, Kayla tak ambil pusing lagi. Ia benar-benar malas dengan kata olah

raga. Ia ingin bermalas-malasan ria dengan cemilan favoritnya Ketika weekend. Jika weekend ia harus berhadapan dengan sang Mama, maka ketika hari kerja, ia harus berhadapan dengan rekan kerjanya. Pagi ini Kayla sudah siap dengan kostum ternyaman menurutnya. Kayla memilih

bekerja dengan menggunakan sepeda motor hasil jerih payahnya selama bekerja. Ia selalu saja

tak mau jika sang Papa menawarkan untuk berangkat bersama.

Bukan tanpa alasan ia tak mau. Ia minder jika berjalan bersama Mama ataupun Papanya.

Terus saja parasnya menggiring obrolan atau gunjingan dari orang-orang di sekitar. Makanya

Kayla selalu tak mau diajak hangout keluar. Sebenarnya Kayla adalah anak yang manja terhadap orang tuanya. Tapi itu ketika ia berada di rumah. Ia bisa betah Bersama sang Papa walau hanya bermain game berdua. Atau ketika Sang Mama mengajak mengobrol, ia bisa betah berduaan.

Tidak ketika berada di luar rumah. Kayla akan berlagak seolah dirinya bukan anak dari kedua

orang tuanya. Mama Papanya sendiri bahkan bingung harus bersikap seperti apa. Kayla takut jika mempermalukan orang tuanya yang cukup dikenal banyak orang, memiliki anak yang gendut, kudet, bahkan tak tahu make-up. Padahal orang tua Kayla sudah sering kali menasehati Kayla, tapi prinsip itu sudah tertanam jauh di dalam lubuk hatinya.

“Pagi Pak,” sapa Kayla pada security di kantornya.

“Pagi Mbak Kay… Semangat bekerja Mbak!” jawab bapak itu.

“Assiiaaapp Pak!”

Sepertinya kali ini Kayla terlalu pagi dating ke kantor. Sengaja memang! Untuk meminimalisir pertemuannya dengan karyawan lainnya. Kayla melihat jam yang melingkar ditangannya. Masih pukul 6 pagi. Waktu yang sudah ia prediksi dari semalam. Orang kantor biasanya akan berdatangan pada pukul 7 tepat, ia memiliki waktu satu jam untuk menetralkan hatinya,

“Pagi Kay!” sapa Deevan.

“Eh! Pagi Pak” jawab Kayla terkaget-kaget.

“Tumben Pak berangkat pagi bener?” tanya Kayla basa-basi.

“Kebetulan tadi bangun kepagian Kay,” jawab Deevan mengikuti Kayla masuk ke lift.

Sebenarnya Kayla tengah berkelut dengan pikirannya. Kenapa bosnya menaiki lift karyawan.

Mungkin karena kondisi kantor masih pagi, makanya sang bos bebas memilih lift yang mana. Kayla memilih merapikan penampilannya di dinding lift. Sedangkan Deevan memerhatikan

Kayla sedari tadi.

Deevan POV

Lucu melihat Kayla membenahi dirinya. Sebenarnya Kayla tak buruk tanpa make-up, karena wajahnya tampak bersih tanpa adanya noda-noda membandel di wajahnya. Tapi entah mengapa orang-orang banyak yang membullinya. Tentu itu membuatku merasa kasihan terhadapnya. Aku ingin membantunya, tapi bagaimana caranya. Takut jika ia nanti tersinggung jika aku tawari

untuk membimbing dia mewujudkan pola hidup sehat.

Berulang kali aku menemukan beberapa jenis cemilan di laci. Bahkan ada laci khusus

cemilan. Jelas saja perbadanannya tak terkontrol. Melihat Kayla yang tiba-tiba menoleh,

membuat Deevan memalingkan wajahnya.

“Ada apa Pak?” tanya Kayla merasa bingung akan perubahan ekspresi bosnya.

“Iya? Apa? Saya duluan ya Kay,” jawabku bingung.

Beruntung lift segera sampai di lantaiku. Bukan hanya lantaiku sebenarnya, lantai divisi

Kayla juga berada di sini. Kulihat dari kaca jendela, tampak Kayla sibuk mempersiapkan

komputernya. Tak lupa dengan satu toples berisi cemilan yang baru saja ia isi ulang. Aku hanya

dapat menggelengkan kepala melihat tingkahnya. Selama bekerja bersama Kayla, aku tak pernah kesulitan. Kayla benar-benar membantu. Bahkan sekarang Kayla menjabat sebagai sekretaris serta menggarap beberapa naskah yang akan diterbitkan secara online ataupun cetak.

Beruntung mendapatkan karyawan ulet seperti dirinya. Walaupun sebenarnya banyak

omongan dari orang yang berlalu lalang. Apalagi klien yang akan bekerjasama. Banyak dari

mereka yang memandang fisik Kayla. Sekretaris masak penampilannya nggak menarik? Padahal

yang diperlukan saat ini adalah kemahiran, keuletan dan kejujuran.

“Mbak Kay? Selamat pagi, udah selesai berapa naskah Mbak? Hahaha,” sapa rekan kerja

Kayla.

“Baru dikit Yu,” jawab Kayla. Para karyawan mulai berdatangan ke kantor.

“Udah Mbak nyemilnya, ntar tambah melar lhoo!” celetuk Sisil rekan kerja Kayla juga.

Diambilnya cemilan Kayla, dengan santainya ia membuka tong sampah di samping meja

Kayla dan membuangnya.

“Sil! Apaan sih! Mubazir tahu!” ujar Kayla kaget akan tindakan Sisil.

Kalau hendak dimakan, ia tak masalah. Tapi kalua dibuang seperti itu, ia tak terima. Masih

banyak diluaran sana yang membutuhkan makanan dari pada dibuang. Toh ini urusannya hendak makan apapun.

“Mbak, sadar diri dong. Mbak itu udah saatnya diet. Nggak pengen apa badan kayak aku

gini? Kasihan Pak Deevan juga selalu dapet kritikan soal sekretarisnya. Lagian, Pak Deevan

kenapa sih kok nggak cari sekretaris yang lebih menarik dari pada Mbak?” ujarnya lagi.

Kayla memilih untuk diam tak menanggapi ocehan rekan kerjanya itu. Sedangkan yang lain

hanya menyaksikan perdebatan mereka berdua. Diko, Maya, dan Intan yang biasanya

membelanya. Tapi mereka belum datang. Melanjutkan pekerjaannya adalah pilihan terbaik.

Sisil yang merasa tak digubris lagi memilih untuk ke tempat kerjanya. Kayla yang juga bertugas

sebagai sekretaris CEO memilih untuk ke meja sekretaris. Ya! Kaya memang memiliki dua meja

di kantor ini. Meja di divisinya dan meja khusus sekretaris. Untuk menghindari ocehan Sisil, lebih

baik ia pergi dari ruangan ini. Bekerja di meja ini sepertinya cukup aman.

Jika sedari tadi Kayla sibuk dengan mengedit naskah para penulis, kini Kayla berpindah

haluan untuk menggarap gambaran. Deevan selain menjabat sebagai CEO sebuah perusahaan penerbitan, ia juga menulis beberapa komik yang dimuat di laman web khusus. Disini, Kayla ikut

andil membantu Deevan dalam membuatnya. Tetap Deevan yang mengatur alur dan konsep

cerita, Kayla hanya membantu menggambar saja. Bukan hanya Kayla, tapi Deevan juga

mempercayakan kepada dua anak buahnya yang lain. Sebentar lagi Deevan akan rilis comic

barunya, jadi ia dan timnya bekerja kelas mengejar target waktu yang telah ditentukan.

“Pagi Kayla!” sapa Mbak Niken yang setahu Kayla adalah pacar dari bosnya.

“Pagi nona Niken,” jawab Kayla dengan senyum ramahnya.

Kayla tahu benar jika senyuman yang terpancar dari bibir Wanita di depannya itu adalah

fack. Ntahlah, sebenarnya Kayla benar-benar tak senang dengan pacar bosnya itu. Ia memiliki

sebuah firasat jika pacar bosnya itu bukan perempuan baik-baik.

“Deevan ada di dalam?” tanya Niken.

“Ada Nona, sebentar saya telvonkan beliau terlebih dahulu,” jawab Kayla mengambil

ganggang telepon.

“Nggak usah! Biar aku masuk sendiri,” potongnya kemudian berlalu meninggalkan Kayla.

Disinilah Deevan sekarang. Tengah sibuk mengecek gambaran yang telah dikirim Raka dan Vino. Tampak ia memijit keningnya yang sedikit memusing. Ini sudah kali keempat, dua

karyawannya itu mengirimkan hasil gambaran mereka. Tapi belum ada yang tepat menurut

Deevan. Diambilnya potongan buble wrap yang sengaja ia bawa dari apartemennya tadi.

Beginilah kebiasaan unik seorang Deevan. Perasaan emosinya selalu ia luapkan dengan meremas bable wrap. Tak tahu mengapa, ia merasa sedikit lebih tenang setelah meremas buble wrap.

“Hallo baby,” ujar Niken menghampiri Deevan.

Deevan yang mood-nya sedang kacau tak merespon Niken. Disimpannya bubble wrap yang

dipegangnya itu di dalam laci.

“Dimana Kayla ini? Bisa-bisanya Niken datang tak meneleponnya dulu,” batin Deevan dengan marahnya.

Ia sungguh tak ingin diganggu sama sekali saat ini. Tapi nenek lampir ini malah datang.

Bukan nenek lampir, lebih tepatnya adalah pacar.

“Aku ada meeting sebentar lagi. Sebaiknya kau pergi dulu Nike.” Ujar Deevan mengambil

ganggang teleponnya.

Niken dengan gamblangnya duduk di pangkuan Deevan. Mana mau dia pergi begitu saja?

“Pliss Nik, jangan sekarang. Aku sedang sibuk!” ujar Deevan mendorong Niken agar turun

dari pangkuannya.

“Hallo? Iya Pak? Ada yang bisa saya bantu?” tanya Kayla di seberang telepon. Deevan

sampai lupa jika teleponnya sudah tersambung.

“Ke ruanganku sekarang juga!” ujar Deevan tegas.

Niken yang melihat mood Deevan semakin buruk menjadi bingung sendiri hendak

bagaimana.

“Pulanglah Nike, aku sedang ada masalah dengan perilisan comicku,” ujar Deevan.

“Akukan pengen jalan-jalan sama kamu baby,” ujar Niken.

“Pergilah jalan-jalan sendiri dulu baby. Nanti kutransfer ke rekeningmu,” ujar Deevan.

Merasa tujuannya sudah berhasil, sontak Niken mengecup pipi Deevan dan melenggang

melewati Kayla yang baru saja masuk. Jangan tanyakan Kayla melihat adegan ciuman itu atau

tidak. Itu sudah menjadi makanan sehari-harinya. Tapi rasa kagum dan ngefans terhadap Deevan

tak pernah luntur. Ya! Kayla salah satu penggemar Deevan juga.

“Kemari Kay!” ujar Deevan.

Kayla berjalan dengan ragu menghampiri Deevan. Tak dapat dipungkiri, ia merasa takut jika

mood bosnya sudah seperti ini. Kayla berdiri tak jauh dari meja Deevan. Tak berani duduk

karena belum dipersilahkan.

“Apa kerjamu selama ini? Kenapa cara kerja Raka dan Vino belum sesuai dengan intruksiku?

Kau tak mengawasi mereka? Tugasmu tak hanya membantuku menggambar! Tapi juga

mengecek kinerja mereka berdua!” tegasnya.

Ini yang Kayla tak suka. Disaat-saat hendak rilis sebuah komik, pasti sang bos akan sensi.

Dan itu semua pasti terluapkan kepadanya. Padahal sebenarnya itu semua bukan semestinta

pekerjaan Kayla. Oh ya! Sepertinya bos Kayla lupa jika pekerjaan yang diberikan kepadanya

sangatlah banyak. Editing naskah tulisan juga pekerjaan Kayla. Kayla pun terkadang bingung

membagi waktunya. Tapi, disini ia lagi-lagi tak berani mengutarakan keluh kesahnya. Ia hanya

bisa menunduk mendengarkan celotehan Panjang x lebar x tinggi sang bos tercinta.

“Kau perbaiki kinerja mereka sekarang ini juga!” tegas Deevan.

“Baik Pak,” jawab Kayla.

Akhirnya hal ini terjadi lagi. Selalu seperti ini. Selalu berakhir dengan pekerjaan Kayla yang

ditambah. Sepertinya Kayla harus menceramahi dua anak sepejuangannya agar lebih serius

mengerjakan perintah atasan mereka. Tentu saja agar Kayla tak kerja dobel lagi.

Sesuai perintah, Kayla segera memperbaiki gambaran dua kunyuk yang berulah tadi. Bosnya

itu garcep sekali sudah mengirimkan hasil gambaran mereka. Setelah Kayla lihat, ternyata

memang benar tak sesuai dengan intruksi Deevan. Jelas saja sang bos marah. Kayla mengambil gawainya dan mulai mengetik di grup khusus mereka berempat. Yakni Kayla, Raka, dan Vino.

Sebenarnya ada grup tersendiri yang di dalamnya ada Deevan. Tapi Raka sengaja membuat dua

grup yang satu tanpa Deevan agar bisa menggunjing ria bersama. Hahaha.

‘Setelah pulang kerja langsung ke markas! Jangan langsung pulang. Ada wejangan untuk

kalian,’ Begitulah kira-kira yang Kayla ketik.

Singkat cerita, kini Kayla sudah siap membereskan meja kerjanya untuk berangkat ke

markas. Deevan memang sengaja menyiapkan kantor lagi untuk mereka bekerja selain di kantor

utama. Agar lebih fokus dan lebih mudah untuk meeting bersama tentunya.

...Bersambung...

Part 2

...Mohon dukungannya gaess. Lhu-Lhu butuh komen, like, stars, vote, dan hadiah dari kalian semua.... Love you semuanyaaa...

Baru hendak masuk ke lift, atasannya malah memanggilnya. Terus saja seperti itu. Siapa lagi kalau bukan Hani? Perempuan yang menurut Kayla sok berkuasa. Bukan hanya itu, Hani dengan terang-terangan menunjukkan wajah fakenya pada Kayla. Mau tak mau Kayla menghentikan niatnya dan mendekat ke arah Mila.

“Iya Bu? Ada yang bisa saya bantu?” tanya Kayla.

“Mau ke mana?” tanyanya kepada Kayla dengan ketus.

“Mau pulang Bu, kan kerjaan saya sudah beres,” jawab Kayla.

Tugas Kayla hari ini hanya memperbaiki 10 bab dari tulisan kliennya. Dan baru saja ia menyelesaikan tugasnya. Besoklah mulai melanjutkan bab selanjutnya. Ia berencana untuk pulang istirahat sebentar baru setelah itu pergi ke kantor keduanya untuk menyelesaikan gambaran komik milik bos-nya. Tapi sepertinya rencananya gagal total untuk beristirahat sebentar.

“Kamu selesaikan tulisan milik nyonya Angia terlebih dahulu. Ini baru pukul dua siang Kayla! Bisa-bisanya kamu seenaknya pulang dulu. Kamu bantu rekan yang lain dulu,” ujarnya kemudian berlalu setelah memberikan sebuah flashdisk kepada Kayla.

Oke! Kita yang sabar ya Kayla, kita selesaikan editing milik Nyonya Anggia terlebih dahulu. Lupakan persoalan istirahat sebentar. Batin Kayla meronta-ronta. Mau tak mau Kayla Kembali ke mejanya. Jika tadi ia bekerja di meja sekretaris, kini ia memilih untuk bekerja di ruang editor. Dilihatnya rekan satu timnya, sepertinya mereka masih fokus masing-masing. Sebenarnya Kayla tahu jika pengerjaan untuk tulisan Nyonya Anggia dijadwalkan tiga hari lagi. Tapi tak apalah ia mengerjakan hari ini. Karena teman satu timnya juga masih banyak yang sibuk. Akan sangat jahat jika dirinya pulang untuk berleha-leha, pikirnya.

Tak berselang lama, datanglah satu pengacau moodnya pagi tadi. Bukan hanya Hani, tapi ditambah lagi dengan Sisil. Tampak ia tengah membagikan secangkir kopi untuk rekan-rekan yang lain. Secangkir yang terakhir untuk Kayla.

“Ini sepesial untuk Mbak Kayla,” ujar Sisil dengan wajah fake nya.

Dengan ragu Kayla melirik ke arah minuman yang dibuatkan Sisil. Pasti minuman itu tidak beres. Suudzon, tapi tak dapat dipungkiri jika Kayla memang menaruh rasa curiga.

“Mbak nggak mau aku buatin minum? Ya udah aku ambil aja!” ujar Sisil.

“Hargain Sisil dong Kay!” sindir Bu Hani yang sepertinya berada di pihak Sisil.

“Nggak kok, aku mau,” jawab Kayla akhirnya mengambil segelas kopi itu.

‘bismillah’ batinnya Kayla kemudian menyesap kopi itu.

Byuurr!

Benar saja dugaan Kayla. Ternyata kopi itu bukan manis, tapi malah hambar, pahit. Sepertinya hanya kopi saja yang diaduk. Tidak ditambahkan gula oleh sang empunya.

“Kamu apa-apaan? Aku mencoba menepis semua perkara buruk untuk kamu! Tapi kamu terus berulah padaku!” tegas Kayla.

“Aku nggak ngelakuin apa-apa bu… beneran… Tapi Mbak Kayla marahnya kayak gitu,” rengek Sisil pada Bu Hani.

Oke! Bu Hani memang berpihak kepada Sisil. Jadilah Kayla yang dimarahi habis-habisan. Bahkan bu Hani memaksa Kayla untuk menghabiskan kopi pahit buatan Sisil. Kayla tak mampu berkutik. Ia hanya bisa mendengarkan kobaran api beliau dan menuruti perintahnya. Jika tidak, dia akan mengadu kepada atasan dan mulai menggunjingnya serta mendesak kepada Pak Deevan agar mengganti jabatan Kayla.

Kayla yang pada dasarnya memiliki penyakit asam lambung sudah tak menghiraukannya lagi. Perkara sakit itu urusan belakang. Yang jelas saat ini ia hanya ingin cepat menghabiskan kopi itu dan menyudahi mendengarkan ocehan kepala timnya. Jangan tanyakan bagaimana ekspresi teman kerja yang lain. Mereka yang berada di pihak Sisil akan tersenyum puas, dan mereka yang berada di pihak Kayla hanya akan diam tak berani membantah kepala tim.

“Terima kasih Sisil, atas kopinya,” ujar Kayla setelah menghabiskan kopi asin itu.

Bu Hani Kembali ke mejanya setelah Kayla menghabiskan kopi buatan Sisil. Diikuti oleh si pembuat ulah itu. Kayla segera mengambil air mineral untuk menghilangkan sisa-sisa rasa tak karuan ini. Ia tinggal menunggu efek dari meminum itu nantinya. Kayla segera mengerjakan tugasnya malas sekali rasanya melihat sekitar ruangannya.

Tepat pukul empat sore Kayla menyelesaikan pekerjaannya. ia segera membereskan barang-barangnya. Sudah tak betah rasanya ia berada di ruangan ini. Yang harusnya ia pulang terlebih dahulu, sekarang dirinya malah pulang Bersama yang lain. Kayla memilih untuk turun melalui tangga darurat dari pada menggunakan lift. Ia tak mau jadi bualan lagi di tengah orang-orang tak bermoral itu. Sering kali dirinya menjadi bahan cemoohan.

Seperti sore beberapa hari kemarin. Kayla yang baru saja masuk diminta keluar dengan tak sopannya karena penumpang lift yang kelebihan muatan. Kayla masih bersabar jika diminta dengan baik-baik, tapi ia seolah diserbu oleh mereka.

“Mendingan kamu turun dulu deh Kay! Badanmu diturunin dulu biar muat ini lift. Atau lebih baik kamu turun dari tangga darurat saja biar berkurang juga berat badanmu,” kira-kira seperti itulah ejekan mereka.

Bayangkan saja, ruang kerja Kayla ada di lantai 8 dan ruang sekretaris ada di lantai 15, bukankah akan sangat memegalkan kakinya jika menggunakan tangga? Sangat tidak berperikemanusiaan. Tapi Kayla kali ini memang memilih untuk menggunakan tangga karena moodnya belum ia persiapkan untuk menghadapi ocehan mereka. Beberapa kali Kayla berhenti untuk istirahat, kakinya benar-benar keram. Sampai diparkiran sepeda motor, ia Kembali istirahat dipinggiran parkiran. Baru sekiranya sudah mendingan ia menuju ke kantor keduanya.

Dijalan Kayla tersadar jika jika nanti malam ada acara makan malam karyawan. Itulah mengapa Kayla mengenakan baju versi terbaik menurutnya. Baju yang dibelikan sang nenek beberapa hari yang lalu. Kayla benar-benar menyukainya. Bunga-bunga yang bermekaran diseluruh bajunya.

...Bersambung...

Part 3 (revisi)

Perjalanan ke markas cukup membuat Kayla jengkel. Bagaimana tidak? Ban motornya bocor seketika. Siapa yang tega membuang paku di tengah jalan? Gedeg sendiri Kayla dibuatnya. Akhirnya Kayla menelepon anak buah papanya untuk mengambil sepeda motornya di pinggir jalan. Ia tak mau Raka dan Vino menunggunya terlalu lama. beruntung tak jauh dari lokasinya, ada halte bus. Kayla tak perlu lama lagi menunggu ojek atau angkot. Mungkin memang karena jam pulang kerja, makanya bus kota ini terasa sesak.

“Kak Kay!” panggil seseorang.

Benar! Ternyata Raka. Tampak Raka dan Vino melambai ke arahnya yang baru saja naik ke bus. Ternya dua tengil itu juga menggunakan bus kota yang sama. Kayla bergegas menghampiri mereka yang berdiri di tengah. Susah memang untuk sampai ke mereka, karena memang sangat sesak bus ini. Bisa jadi juga mungkin karena postur tubuhnya yang di atas rata-rata lebih menyusahkannya.

“Kalian naik bus kota juga ternyata,” ujar Kayla.

“Mau naik apa lagi memangnya kalua tidak naik ini kak? Hahaha,” jawab Raka.

Kebetulan ibu-ibu yang duduk di samping Kayla turun. Raka dan Vino meminta agar Kayla duduk di kursi itu. Baru hendak duduk, tiba-tiba-

“Jangan berani duduk di sini kamu! Bisa sakit pinggangku tertekan dengan tubuhmu yang gembrot itu!” tegas kakek-kakek yang duduk di sisi kursi yang kosong.

“Kakek, jangan seperti itu kek!” serka Raka.

“Syuutt, diam, tidak apa,” Kayla yang awalnya speechless melihat respon sang kakek, mencoba tenang. Meski sebenarnya hatinya begitu panas. Ingin sekali marah.

“Maafkan aku Kek, aku tidak akan mengganggu kakek,” ujar Kayla meminta maaf.

Setelah perjalanan Panjang itu, akhirnya sampailah mereka di kantor kedua mereka. Hehehe. Kantor khusushon untuk projek komik Deevan. Bersamaan dengan itu datang pula Deevan. Sama kagetnya dengan ketiga bawahannya, bisa-bisanya mereka bersamaan datang ke kantor mereka.

“Kau awasi dengan baik kedua anak ini Kay! Aku tak mau moodku Kembali buruk menjelang makan malam karyawan kantor nanti malam,” ujar Deevan melenggang masuk terlebih dahulu.

“Siap Bos!” jawab Kayla.

“Kalian dengarkan itu. Beritahu aku terlebih dahulu sebelum kalian kirim ke email bos! Jangan sampai aku mengulangi pekerjaan kalian lagi,” ujar Kayla Panjang lebar.

Bukannya menjawab, dua laki-laki itu hanya meringis menimpali. Raka dan Vino memang baru direkrut dua bulan yang lalu. Mereka juga baru lulus sarjana belum lama ini. Makanya mereka memanggil Kayla dengan panggilan kakak. Beruntung Kayla sosok yang humble, sehingga mereka cepat akrab. Tak jarang keduanya berlagak seperti adik Kayla sendiri. Mereka bertiga tampak fokus menggambar dengan iPad masing-masing. Bukan milik mereka, tentu saja fasilitas kantor. Hahaha.

“Kak Kaylaa… aku sudah selesaaiii,” ujar Raka.

“Coba kulihat,” jawab Kayla menghampiri Raka.

“Ini terlalu terang Raka. Kenapa ini berwarna merah? Kau mau melumuri semua ini dengan darah? Dan apa ini? Perbaiki Kembali,” ujar Kayla.

“Kurasa Bos cocok jika disandingkan dengan Kakakku yang satu ini,” gumam Raka.

“Aku mendengarnya,” ujar Kayla dari mejanya.

**

“Kalian kerjakan besok lagi saja. Ayo kita segera makan malam,” ujar Deevan keluar dari ruangannya.

Ya! Malam ini kantor pusat menyelenggarakan makan malam karyawan. Betapa senangnya Kayla satu mobil dengan Deevan. Laki-laki itu terlihat tampan sekali meski sudah bekerja dari pagi hingga malam seperti ini. Sampai di café, ternyata sudah sangat ramai. Deevan menggandeng tangan Kayla menuju kursi yang sudah disediakan untuknya dan beberapa petinggi kantor. Kayla yang mendapatkan perlakuan seperti itu jelas saja kegirangan.

“Koi! Kau ambilkan pencuci tangan,” ujar Pak Bagas salah satu jajaran petinggi perusahaan.

“Dia bukan pelayan di sini!” tegas Deevan menahan Kayla agar tak beranjak.

“Tak apa Deevan, agar dia bergerak, siapa tahu keluar dari sini berat badannya turun,” serka Mila teman kecil Deevan yang juga menjadi kepala divisi marketing.

“Apa baju bunga-bunga ini? Kau baru saja dari taman bunga? Hihi,” sambung Mila mengomentari dress yang Kayla gunakan.

“Jaga mulutmu Mil! Dan lagi! Jangan sekali-kali anda memanggil Kayla ‘Koi’. Dia punya nama,” tegas Deevan. Deevan bisa saja memecat orang-orang ini. Tapi ia masih menghormati mereka, karena salah satu dari mereka adalah pamannya sendiri.

“Tidak apa Pak, biar saya ambilkan,” ujar Kayla.

Ia tak sanggup lagi mendengar cemoohan itu. Lebih baik ia segera menuruti mereka agar mereka segera diam tak membuat mood bosnya Kembali kacau.

“Dia memang mirip ikan Koi. Atau lebih pas dengan pig?” samar-samar Kayla masih mendengar petinggi itu berbisik.

“Kau duduk di meja nomor 12-kan? Tolong antarkan ini ke sana ya!” ujar pramusaji memberikan nampan besar berisi beberapa makanan kepada Kayla.

Belum beres perihal mangkuk cuci tangan, ia sudah diberikan apa lagi ini. Kayla tak bisa menolaknya karena pramusaji itu itu memang langsung pergi ke dapur café. Mau tak mau Kayla mengantarkan makanan itu ke mejanya. Langkahnya yang hampir sampai di mejanya terhenti dikala orang-orang itu sibuk menggunjing tentangnya. Bahkan para petinggi itu juga terus membantah Bosnya agar memindahkan pekerjaannya. Memintanya untuk mencari sekretaris baru yang lebih cantik.

“Ayolah Deev! Banyak kolega yang tak jadi mengikat kerjasama gara-gara babi gemuk itu,” ujarnya mempengaruhi Deevan.

“Jaga ucapanmu! Kubilang tidak ya tidak!” tegas Deevan.

PRANG!!

Nampan yang Kayla bawa jatuh karena tangannya tremor mendengar celotehan para atasan itu. Ia mencoba mengambil nampan itu untuk membereskannya. Spontan Deevan berdiri dan menghampiri Kayla. Kehendak hati ingin membantu Kayla berdiri malah ditepis oleh sang empunya.

Tak kuasa menahan bendungan air matanya, Kayla berlari meninggalkan banyak pasang mata yang memperhatikannya. Ia seolah menjadi bahan candaan mereka.

“Kak Kay!” panggil Raka dan Vino.

Deevan segera mengejar Kayla yang berlari keluar. Menahan lengan Kayla agar berhenti berlari. Tapi lagi-lagi ditepis olehnya.

“Saya akan pulang terlebih dahulu Pak, sepertinya saya kurang enak badan,” ujar Kayla sembari mengusap air matanya.

Deevan memakaikan jasnya kepada Kayla untuk menutupi noda makanan yang terkena dressnya. Ia juga memesankan taksi online untuk mengantarkannya pulang. Ia harus memberikan penegasan kepada pamannya yang tak sopan itu! Ini tak bisa dibiarkan. Kayla adalah karyawan terbaiknya dari dulu.

“Kak Kayla mana Bos?” tanya Raka dan Vino yang menyusulnya keluar.

“Sudah pulang. Jangan ganggu dia terlebih dahulu. Biarkan dia istirahat,” pesan Deevan kemudian kembali ke cafe. Kembali ke café membuat mood Deevan semakin jelek. Tak henti-hentinya dua tetuanya di perusahaan membicarakan Kayla.

“Dari mana sih Van?” tanya Mila.

“Saya pulang dulu! Kau urus pembayarannya Mil. Nanti laporkan ke saya,” bukannya menjawab Mila, Deevan langsung pergi dari café itu.

Pikiran Deevan begitu kalut. Ia tak tahu harus kemana, tapi jika tetap di dalam ruangan tadi, pasti akan membuat moodnya semakin hancur. Beberapa kali Deevan mencoba menelepon Kayla, tapi semua itu nihil. Tak ada tanda-tanda diangkat sang empunya. Jika moodnya sudah buruk seperti ini, yang harus ia datangi sekarang adalah sang Bunda. Ia perlu meminta pendapat sang Bunda. Akhirnya Deevan memutar setirnya berbalik arah untuk menuju ke rumah sang Bunda. Tangan kanan menyetir, kanan kiri Deevan masih setia meremas bubblewrap hingga habis.

Pletok! Pletok! Pletok!

Sekiranya seperti itulah suara bising yang bersumber dari remasan jemari Deevan. Deevan yang baru saja memasuki pos penjagaan perumahan elit Bunda dan Ayahnya, melihat sosok manusia atau apalah itu di pinggiran jalan. Tengah menunduk dan terlihat tubuhnya bergetar. Deevan kenal betul siapa pemilik baju bunga-bunga beterbangan itu. Benar! Tak mungkin Deevan salah melihat, matanya masih sangat sehat dan normal.

Deevan meminggirkan mobilnya sedikit lebih jauh dari Kayla. Sejenak ia perhatikan wanita itu menekuk lututnya dan menenggelamkan wajahnya di sana. Jelas sekali terlihat jika tubuh wanita itu bergetar. Tak tega melihat pundak itu semakin bergetar, Deevan memilih untuk menghampiri Kayla di sana. Semakin dekat dengan wanita itu, semakin terdengar pula isakannya. Kenapa menjadi horor begini suasananya. Deevan merinding sendiri dibuatnya. Atau jangan-jangan ini benar-benar jelmaan makhluk tak bermoral itu?

Deevan duduk di samping Kayla tanpa menyapanya. Kayla yang merasa ada seseorang di sampingnya pun menoleh ke samping ternyata sang boslah yang datang. Ia pikir bapak satpam depan komplek perumahannyalah yang menghampirinya. Karena tadi ia sempat menyapa.

“Bapak?” panggil Kayla dengan lirih.

“Saya bukan Bapak kamu Kayla,” jawab Deevan.

“Bapak ngapain di sini?” tanya Kayla lagi.

“Nggak sengaja lihat baju yang mirip kamu. Saya mastiin untuk berhenti. Ternyata memang kamu,” jawab Deevan.

Kayla merasakan jika air matanya belum mereda pun spontan mengusap matanya. Malu jika kepergok bosnya. Deevan yang melihat itu spontan menarik Kayla dalam pelukannya. Meski sebenarnya tangannya hanya dapat menggapai sebagian tubuh Kayla saja. Setidaknya ia bisa menangkan sedikit. Kayla yang mendapatkan perlakuan itu semakin terharu dibuatnya. Bagaimana mungkin bosnya memperlakukannya seperti ini?

“Kamu bisa pikirkan tawaran saya. Jangan meragukan saya Kay. Dulu saya pernah menjadi mentor di sebuah pusat kebugaran,” ujar Deevan setelah melakukan negoisasi pada Kayla.

“Ini alamat apartemen saya. Kamu bisa temui saya kapan saja kamu siap!” sambung Deevan menuliskan alamatnya di telapak tangan Kayla dengan bulpointnya.

Deevan baru saja memaksa Kayla untuk menceritakan semua keluh kesahnya. Ternyata Kayla sosok orang yang tertutup. Ia hanya bercerita dengan orang-orang kepercayaannya saja. Deevan sendiri harus membujuknya terlebih dahulu untuk mengajak Kayla mencurahkan isi hatinya.

“Ayo saya antar pulang, rumah kamu di perumahan ini jugakan?” tanya Deevan.

Kayla mengangguk dan mengikuti Deevan ke mobilnya. Sebenarnya tak begitu jauh rumah Kayla dari tempatnya merenung tadi, tapi tak apalah diantarkan bosnya. Kayla menunjukkan rumahnya pada Deevan. Deevan melihat rumah yang dapat dibilang mansion itu melongo. Ternyata karyawan plus sekretarisnya merupakan orang yang berada. Dan satu lagi! Rumah Kayla ternyata sangat dekat dengan mansion orang tua Deevan.

“Terima kasih Pak. Maaf saya tidak bisa menawarkan bapak untuk mampir terlebih dahulu. Karena memang sudah larut,” ujar Kayla keluar dan membungkukkan badannya hormat.

Tanpa menunggu jawaban Deevan, Kayla langsung ngancrit masuk ke rumahnya setelah memanggil-manggil penjaga gerbangnya. Deevan tersenyum kemudian lanjut ke tujuan awalnya yaitu sang Bunda.

...Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!