Di sebuah mansion besar yang terletak di daerah elit kota London.
"Ini konyol, Mom." Kaiden menggelengkan kepalanya. "Aku ga mau ikut dengan Mom dan Dad ke Amerika hanya untuk menemui wanita itu. No way."
"Kamu harus ikut, Kai. Mom dan Dad sudah berjanji pada keluarga Levine kalau kita akan mengunjungi mereka akhir bulan ini." Sharon menatap putra tunggalnya itu penuh harap. "Kaikai, please... Kamu hanya perlu menemuinya satu kali aja. Ya?"
"Mom, tolonglah jangan memaksaku. Aku ga mau dijodohkan." katanya kesal.
"Tapi umurmu sudah 30 tahun, Kai. Dan Mom tau kamu ga memikirkan soal pernikahan sama sekali. Mom sudah kasih kamu kesempatan untuk mencari calon istri tapi kamu malah membuang-buang waktu dengan wanita itu! Mom khawatir nanti kamu..."
"Oh God. Ga perlu khawatir, Mom. I'm OK. My life is perfectly fine." Kaiden memotong perkataan ibunya.
Sharon yang berdarah Amerika itu menghela nafas pelan, dia menatap putra kesayangannya.
Oh ya, hidup Kaiden memang bisa dikatakan sempurna. Lelaki dengan tinggi badan 187 cm itu memiliki wajah yang tampan rupawan, perpaduan yang sempurna dari darah Amerika dan Korea yang didapatkan dari kedua orang tuanya. Dengan tubuhnya yang atletis dan tegap, Kaiden sebenarnya lebih cocok berprofesi sebagai model top dunia. Tapi tidak ada yang akan memungkiri pesona Kaiden sebagai seorang CEO sukses di usia yang masih terbilang muda.
Kaiden dengan pembawaannya yang dingin, sangat manly dan sedikit misterius itu memiliki pergaulan yang luas di circle kelas atas, termasuk di kalangan celebrities wanita. Para gadis muda berebutan untuk mendapatkan perhatiannya, bahkan dengan sukarela melemparkan diri mereka ke pelukan Kaiden. Itu juga yang membuat Sharon khawatir anaknya akan salah dalam memilih pendamping hidup.
"Dia gadis yang luar biasa, Kai." Wanita yang masih sangat cantik di usianya yang menginjak setengah abad itu mulai merayu putranya lagi.
"Ah, aku ga percaya, Mom." Kaiden menggeleng. "Mungkin di mata Mom dia luar biasa. Tapi seorang ibu tidak akan mengerti faktor yang paling penting di dalam kehidupan percintaan lelaki muda. Faktor daya tarik seksual." katanya sambil tersenyum jahil. Kaiden sengaja mengatakan itu untuk membuat ibunya kesal dan menghentikan percakapan konyol ini.
"Kaikai!" Sharon membelalakkan matanya gemas. "Dia sangat cantik, berkelas, anggun, lemah lembut, pintar..."
"Tidak tertarik." Dengan wajah datar Kaiden berlalu ke ruang makan.
"Kaiden! Tunggu..." Sharon mengikuti langkah putranya. "Dia sexy! Sangat sexy. Dia lebih sexy dari pacarmu yang artis ga jelas itu!"
Kaiden menatap ibunya. "Really? Pasti Mom bohong kan? Gadis seperti itu pasti sudah menikah dan punya banyak anak."
"Mom ga bohong, Kai. Sofia Ann Levine adalah seorang bidadari. Dia memang seistimewa itu."
Kaiden menyangsikan perkataan ibunya. "Oh ya? So... apa dia sedang hamil mungkin?" tanyanya sambil tersenyum jahil.
"Kaiden Alexander Lee!" Sharon melotot pada putranya yang tertawa geli.
"Sorry, Mom... Aku hanya heran, kenapa Mom tiba - tiba memaksaku untuk menemui gadis itu. Dan lebih anehnya lagi, Mom memintaku untuk segera menikahinya. Pasti ada sesuatu tentang gadis itu yang Mom sembunyikan."
"Jangan berpikiran begitu, Kai." Sharon menghela nafas. "Kamu harus ingat kalau Mom ga akan pernah merestui hubungan kamu dengan pacarmu yang glamour itu. Mom dengar dari Ethan kalau kalian sedang ada masalah. Kamu sudah putus dengan dia kan?"
"Ah, Mom." Kaiden terlihat tidak suka kalau ibunya membahas mengenai hal itu.
"Kaikai sayang, please ikut kami ke Los Angeles. Satu kali ini aja. Please, baby? Mom janji kamu tidak akan menyesal."
Kaiden tidak tega juga melihat ibunya yang menatap penuh harap. Dia sangat menyayangi wanita itu dan pendapat ibunya selalu dia anggap penting. "Oh, God. Mom benar-benar keras kepala. Mom ga akan berhenti memaksaku ya?"
Sharon mengangguk.
"Hahhh... Okay. Fine!" kata Kaiden pada akhirnya.
"Ahh yess!!" Sharon bersorak senang.
"Aku akan pergi menemui bidadarinya Mom itu, tapi keputusan tentang apakah aku akan menikahinya atau tidak tetap ada di tanganku. Dan kita akan melakukannya sesuai dengan cara yang aku mau. Okay, Mom?"
"Iya, iya. Apapun itu Mom setuju, asal kamu mau bertemu dengan Sofia dulu. Terima kasih, sayang." Sharon mencium pipi putranya. "Mom hanya ingin yang terbaik untukmu dan Sofia adalah yang terbaik."
"Aku ga begitu yakin tentang itu, Mom."
"Ah, nanti kamu pasti akan berterima kasih sama Mom. Kita lihat aja." kata Sharon yakin.
Kaiden hanya tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya.
"Apa? Kamu bilang apa, Kai? Kamu beneran mau dijodohkan dengan wanita itu?" Ethan benar- benar kaget sewaktu Kaiden menceritakan rencana perjalanannya ke Los Angeles.
“Engga... Aku cuman mau ikut orang tuaku ke Los Angeles untuk menemui gadis itu. Kamu tau kan, my Mom kalau sudah ngotot ga bisa dibantah."
Ethan tertawa, “Iya, tante Sharon emang pantang menyerah kalau menyangkut soal jodoh buat kamu. Tapi aku ga nyangka kamu menyerah juga pada akhirnya."
"Ya gimana lagi? Demi perdamaian dunia, kalau Mom ga mau nyerah ya terpaksa aku yang nyerah kan?" Kaiden mengangkat kedua bahunya pasrah.
"Ahh kamu emang anak yang baik, Kai.”
"Aku ga bisa menolak keinginan Mom terus. Dan terima kasih untuk mulut besarmu, sekarang my Mom tau kalau aku sudah putus dengan Bella." Kaiden mendelikkan mata pada sahabatnya itu.
"Oh, God. Sorry, Kai. Kamu tau kan kalau tante Sharon selalu mencari informasi soal hubunganmu dengan Bella. Eh, kemarin juga tante cerita tentang calon istrimu lho."
Kaiden mengernyitkan dahinya, "Calon istriku?"
"The California girl! Siapa lagi? Eh kata Tante dia gadis yang sangat cantik dan sexy ya, Kai?" Ethan mengedipkan matanya.
"Apa?" Kaiden mendengus, "Dia tidak seperti itu."
"Emang kamu tau wajah the California girl itu, Kai?"
Kaiden tersenyum kecil. "The California girl... dia itu lebih muda dariku, 5 tahun lebih muda. Aku mengingatnya karena dulu dia adalah tetangga kami sewaktu keluargaku masih tinggal di California. Mamanya asli dari Amerika, Papanya punya darah campuran Prancis dan Jepang." katanya sambil termenung, mengingat-ingat masa remajanya di Negeri Paman Sam.
"Wow. Dia pasti sangat cantik."
Kaiden menggelengkan kepalanya. "Tidak. Dia jauh dari kata cantik. Dia memakai kacamata tebal dan kawat gigi, begitu pemalu dan sangat kikuk. Dia benar - benar bukan tipeku." Ada sesuatu yang berdesir di dadanya ketika dia mengucapkan kalimat terakhir.
"Really? Tapi itu kan dulu. Sudah berapa lama kalian tidak bertemu?"
"Hmm, mungkin sekitar 12 tahun."
"Wah, itu sudah lama sekali. Orang bisa berubah banyak dalam waktu 12 tahun."
Kaiden menggidikkan bahunya "Ahh aku rasa dia tidak akan banyak berubah."
"Well, kamu harus membuktikannya, Kai."
Kaiden menatap pada sahabatnya dan menggeleng enggan.
"Kenapa? Apa kamu masih berharap untuk kembali dengan Bella?"
"Ah, hubunganku dengan Bella benar-benar rumit." Kaiden mengusap rambut pendeknya.
"Yeah, kalian terlalu sering putus nyambung sampai sudah tak terhitung lagi. Bagaimana kalau Bella ingin kembali lagi padamu, Kai?"
"Itu tidak mungkin. Yang kudengar sekarang dia sudah bertunangan dengan businessesman asal Amerika dan akan segera pindah ke sana. Malah katanya mereka akan segera menikah."
"Oh ya? Kamu dengar kabar itu dari siapa? Dari teman-teman Bella?"
Kaiden mengangguk.
"Aku tidak yakin dengan berita itu. Kamu tau kan betapa Bella suka mengarang-ngarang cerita hanya untuk menarik perhatianmu."
Kaiden terdiam. Ucapan Ethan itu memang benar.
"Apa kamu masih mencintai Bella?"
"Entahlah." Kaiden hanya menghela nafas. "Bella tahu orang tuaku tidak merestui hubungan kami, dan aku ga berusaha untuk merubah pikiran mereka. Mom menginginkan aku menikahi wanita biasa yang bukan dari kalangan artis atau model."
"My mom juga berpikir hal yang sama. Dia tidak mempercayai wanita dari kalangan celebrities dan selalu curiga kalau mereka memiliki motivasi yang lain."
"Apakah itu sebabnya kamu menikahi Claudia? Si dokter cantik pilihan keluargamu yang bisa membuatmu berpaling dari model sexy sekelas Paola." Kaiden menggoda Ethan sambil menepuk punggungnya.
Ethan hanya terkekeh. "Itulah sebabnya mungkin ada baiknya juga kamu menemui your California girl, Kaikai. Gadis biasa juga bisa sangat cantik dan sexy." Dia mengedipkan matanya.
"Sayangnya itu hanya berlaku untuk Claudia, istrimu. Tapi tidak berlaku untuk that California girl itu, Ethan." Kaiden mengerang sebal.
Los Angeles - California
"Pakai gaun ini, sayang..." Seorang nyonya cantik menyerahkan sebuah gaun tipis yang sexy kepada putrinya yang berambut coklat panjang sepinggang.
Sofia Ann Levine, gadis berusia 25 tahun itu membelalakkan mata bulatnya yang berwarna coklat terang ketika melihat dress rancangan salah satu designer top dunia di tangannya.
"Mom? Ini sexy banget! Separuh dadaku akan terpamer kemana-mana." pekiknya terdengar. "Bagaimana aku bisa menemui laki-laki itu dengan baju ini?"
"Ah, itu ga apa-apa, sayang. Dia kan calon suamimu." Sarah berkata dengan santai sambil mengelus rambut Sofia yang sehalus sutra.
Laura, adik Sofia tampak heran mendengar perkataan ibunya. "Mom, biasanya Mom melarang kami memakai pakaian yg sexy dan terbuka. Tapi kenapa Mom sekarang menyuruh Fia memakai gaun sexy ini? Aku yakin laki-laki itu akan kesenangan melihat dada Fia yang penuh dan mulus."
"Laura!" Sofia mencubit pipi adiknya.
"Tapi iya kan, kak. Dadamu yang sexy itu benar-benar aset yang berharga, tentu saja selain wajahmu yang cantik menawan." Laura mencolek pipi putih kakaknya.
Sofia hanya bisa diam saja mendengar fakta yang memang tak bisa disangkal itu. Orang-orang di sekitarnya sering sekali memuji kecantikan wajah dan bentuk tubuhnya yang aduhai. Terkadang Sofia merasa sedikit risih dengan sanjungan mereka yang menurutnya terlalu berlebihan. Bagaimanapun dia akan lebih menghargai jika orang menilainya bukan berdasarkan penampilan fisiknya, melainkan kecerdasan dan kemampuannya.
"Laki-laki itu akan berimaginasi liar kalau melihat Fia memakai gaun sexy itu, Mom."
"Ya ampun, Laura. Kaiden akan menikahi kakakmu, jadi Mom rasa itu tidak masalah."
"Tapi belum tentu Fia mau menikahi laki-laki itu kan, Mom? Mereka kan belum pernah bertemu lagi setelah sekian lama!" bantah Laura. "Iya kan, Fia?"
"Sofia sudah berjanji pada Mom and Dad kalau dia bersedia menikah dengan Kaiden Alexander Lee. Iya kan, dear?" Sarah mengelus kepala Sofia penuh sayang.
Sofia mengangguk pelan. "Iya, Mom."
"Kamu yakin, Kak?" Laura memegang tangan kakaknya.
Sofia menggigiti bibir bawahnya, itu adalah kebiasaannya kalau dia sedang merasa cemas. "Tapi... tapi mungkin laki-laki itu yang tidak mau menikah denganku, Mom."
"Mom yakin sekali kalau dia akan setuju menikah denganmu. Maka dari itu kamu harus memakai gaun ini, sayang..." Sarah meyakinkan putrinya lagi. "Kaiden pasti akan terpesona melihatmu memakai gaun itu."
"Ya itu sudah pasti. Dan dijamin dia juga akan sangat bergairah, Mom." kata Laura dengan sedikit kesal.
"Laura!"
"Itu benar, Mom. Fia punya tubuh yang tinggi dan ramping bagaikan model tapi bagian dada dan pantatnya benar-benar sexy. Gaun itu hanya akan menonjolkan lekuk-lekuk tubuh indah Fia."
"Sudahlah, Lau." Sofia merengut. "Aku benar-benar harus memakai gaun ini, Mom?"
"Menurut Sharon, putranya itu menyukai gadis yang cantik dan sexy." Sarah tersenyum pada Sofia, "Dan tentu saja kita akan memberikan apa yang dia sukai."
Laura mendesah. "Mom, kenapa sih Mom and Dad mendesak Fia untuk segera menikah?"
"Fia akan mendapatkan hidup yang baru, Laura. Setelah menikah dia akan menjalani hidup barunya dan berbahagia. Mom janji kamu akan bahagia, Fia."
Ibu yang penuh kasih itu mencium puncak kepala putri sulungnya. "Jangan lupa untuk mencoba gaunnya ya, dear." kata Sarah sebelum keluar dari kamar Sofia.
Sofia hanya mengangguk.
Beberapa menit kemudian.
"Bagaimana menurutmu?" Sofia berdiri di hadapan Laura dengan gaun yang terbuat dari kombinasi sutra dan brokat berwarna serba hitam yang membalut tubuh berlekuk indahnya bagai kulit kedua.
"Wow! You're hot!" Laura terpesona. "Gaun itu seperti dibuat khusus untukmu, Fia. Pasti Kaiden Alexander Lee itu nanti akan meneteskan air liurnya tanpa sadar atau bahkan dia akan membuat celananya basah. Ini benar-benar gawat." Laura terkekeh geli.
Sofia mendesah pelan, "Aku juga tidak mengerti. Kenapa Mom memintaku menggunakan daya tarik seksual untuk menarik perhatian laki-laki itu? Ini sungguh aneh. Aku tidak terbiasa berpenampilan seperti ini."
"Yah tampaknya Mom and Dad akan menggunakan berbagai macam cara agar perjodohan ini berhasil. Mereka benar-benar ingin Kakak segera menikah."
"Ya, aku tau. Mereka takut aku akan mencoba bunuh diri lagi kan?" bisik Sofia sedih.
"Kakak..." Laura meraih tangan Sofia. "Kita kan sudah berjanji untuk tidak..."
"Ya aku tau. Maafkan aku, Lau." Sofia meremas tangan adiknya. "Jangan khawatir, aku akan memulai hidup baru setelah menikah dengan laki-laki itu."
Laura tersenyum.
Sofia berusaha menarik bagian depan gaunnya tapi itu sia-sia. "Gaun macam apa ini? Ya ampun, dadaku hampir tumpah!" Sofia mengomel kesal.
Laura terkekeh geli, "Sudah, jangan ditarik-tarik. Percuma saja. Aku pikir lelaki bernama Kaiden itu sungguh amat sangat beruntung." Si cantik itu tertawa kecil, "Sepertinya yang Mom bilang itu benar, lelaki itu akan langsung setuju untuk menikahimu karena kamu sangat sexy, Fia!"
Sofia tersenyum pahit, "Ya Tuhan, aku harus membuat laki-laki itu bahagia dan memuaskannya dengan tubuhku... Oh, itu mengerikan." Dia memejamkan matanya.
"Ah, Fia... Seharusnya kamu menolak permintaan Mom and Dad dari awal. Kamu akan menemukan cinta yang lain kalau saja..."
"Tidak ada cinta yang lain untukku di dunia ini, Lau." Sofia memotong perkataan adiknya dengan suara serak. Wajah cantiknya terlihat begitu muram.
Ketika malam menjelang dan semua penghuni mansion mewah itu sudah terlelap tidur, seorang gadis berjalan perlahan mendekati jendela kamarnya yang besar. Dia terdiam, menatap ke arah bulan yang bersinar di gelapnya malam. Suasana begitu sunyi, sesunyi hatinya yang terasa hampa.
Sofia menghela nafas pelan, matanya berkaca-kaca. Sudah lama sejak terakhir kali dia menangis, dia tidak lagi membiarkan dirinya menangis sejak saat itu. Tapi sekarang yang dia ingin lakukan hanyalah menangis.
Dia menggelengkan kepalanya beberapa kali. Tidak, dia tidak boleh menangis lagi. Gadis itu telah memutuskan untuk meninggalkan masa lalu yang penuh kesedihan dan mulai melangkah lagi menapaki hidupnya. Beberapa waktu yang lalu dia merasa seakan hidupnya terhenti, dan dia terjebak dalam kesedihan yang tak berkesudahan.
Tapi dia sudah berjanji kepada orang tuanya untuk kembali bangkit dan melupakan semua yang telah terjadi. Dia juga berjanji pada dirinya sendiri untuk melakukan apapun demi kebahagiaan keluarga tercintanya. Sofia tidak ingin melihat orang-orang yang dikasihinya terpuruk dalam kesedihan karena memikirkan dirinya.
Itulah sebabnya Sofia tidak punya pilihan lain ketika orang tuanya mengusulkan soal perjodohan dan dia tahu mereka melakukan itu demi kebaikannya. Tapi kenapa hatinya terasa sakit? Kenapa rasa perih itu datang kembali? Apakah dia akan sanggup menata hidupnya lagi? Apakah lelaki itu akan sungguh membawanya ke dunia yang baru penuh kebahagiaan dan mengembalikan senyum di wajahnya?
Sofia tidak berani berharap. Bagaimanapun mereka adalah dua orang asing yang tidak saling mengenal. Tapi bukankah perjodohan adalah hal yang sudah sangat sering terjadi sedari zaman dahulu kala? Dan banyak pasangan manusia yang menemukan indahnya cinta dan kesetiaan dalam keluarga yang dibangun berdasarkan perjodohan. Walaupun Sofia tidak menutup mata terhadap banyaknya pasangan yang gagal dan berakhir dengan kepahitan. Tapi semuanya itu hanyalah suratan takdir setiap insan manusia yang tidak bisa dilawan.
Besok. Besok dia akan bertemu dengan laki-laki itu. Laki-laki yang telah dipilihkan oleh orang tuanya untuk menjadi pendamping hidupnya kelak. Entah bagaimana perasaannya menghadapi pertemuan yang seakan-akan menghantuinya dan menyesakkan dadanya.
Dari semua yang dia dengar tentang lelaki itu, tampaknya Kaiden Alexander Lee bukanlah seseorang yang mudah ditaklukan hanya dengan ketulusan hati. Dia harus mengandalkan keindahan fisiknya untuk merebut hati lelaki itu, sesuatu yang pantang dilakukan oleh Sofia sebelumnya. Dia benci hal itu tapi saat ini dia tidak punya pilihan.
Sofia menutup matanya, menempelkan keningnya di kaca jendela yang dingin.
Sebelum dia mulai melangkah, meninggalkan semua kenangan yang pernah menghiasi hatinya. Sofia merasa perlu untuk mengucapkan salam perpisahan pada masa lalunya.
"Selamat tinggal, sayang... Tolong doakan aku ya...."
Kaiden Alexander Lee tampak tampan dan memukau seperti biasanya. Badan tinggi tegapnya dibalut stelan jas berwarna dark gray, keluaran salah satu brand fashion terkenal di dunia. Dengan wajah dingin tanpa ekspresi dia berdiri di dekat kolam renang besar yang ada di belakang rumah indah yang mewah ini.
Udara di Los Angeles siang ini terasa agak dingin, atau mungkin ini hanya perasaannya saja. Dia menatap kedua orang tuanya yang tampak berbincang-bincang akrab dengan Tuan dan Nyonya Levine, sang pemilik rumah. Sebagai sahabat lama yang sudah lama tak bertemu muka, tampaknya mereka punya segudang cerita untuk dibagikan.
Kaiden hanya menghela nafas pelan. Dia tidak dapat percaya kalau dia ada di tempat ini, berdiri menunggu untuk diperkenalkan pada seorang wanita.
This is so silly, desahnya dalam hati. Ketika dia menyesali keberadaannya di tempat itu, ekor matanya menangkap sesosok wanita muda melenggang dengan anggun dari arah sudut kanan.
Makhluk cantik itu memiliki tubuh tinggi semampai, wajah menawannya hanya disapu make up tipis yang memberikan kesan segar dan natural. Rambut coklat panjang tergerai menyentuh pinggangnya yang ramping, ujung rambutnya yang halus tampak melambai ditiup semilir angin. Badannya yang sintal dibalut dengan gaun hitam yang menonjolkan lekuk-lekuk tubuhnya yang sempurna, membuat Kaiden menahan nafasnya seketika. Dia benar-benar wanita cantik yang sexy tapi juga anggun dan berkelas.
Untuk sesaat dia merasa dunia berhenti berputar dan hanya ada wanita muda itu di matanya. Walaupun begitu Kaiden tetap memperlihatkan ekspresi wajahnya yang datar. Tidak mengherankan kenapa teman-temannya menjuluki dia lelaki yang dingin dan cuek.
"Ah, itu dia! Sofia sayang, ayo ke sini!" Ucapan Sarah menyadarkan Kaiden dari keterpukauannya. Tapi laki-laki itu tidak menghentikan pengamatannya pada si cantik Sofia.
Sofia berjalan mendekat. Sekarang Kaiden dapat melihat wajahnya dengan jelas. Tidak ada kacamata tebal atau kawat gigi seperti dulu. Yang ada hanya sepasang mata bulat berwarna coklat yang indah dan begitu bening. Alisnya rapih tanpa bentuk yang direkayasa berlebihan, hidungnya mancung, pipi halusnya bersemu merah, dan bibirnya... merah, tipis dan penuh. Kaiden mengerang dalam hati.
"Sofia, kenalkan ini Kaiden Alexander Lee." kata Sarah sambil tersenyum pada putrinya. "Kai, kamu masih ingat anak tante kan? Namanya Sofia Ann Levine."
Sofia menatap lelaki tinggi bertubuh gagah di hadapannya. Laki-laki tampan itu juga tengah menatapnya tanpa berkedip.
Ya Tuhan, ini dia... desah Sofia dalam hatinya, berusaha untuk tak menghiraukan getaran aneh yang tiba-tiba timbul tanpa diundang. Dia mengulurkan tangan halusnya dan segera disambut oleh tangan besar Kaiden yang hangat.
"Hai."
"Hai."
Kaiden seperti tersihir, Oh, God. Dia cantik sekali. Dalam hati Kaiden mengakui, ibunya memang tidak melebih-lebihkan waktu dia menceritakan soal penampilan Sofia.
"Dia seperti bidadari kan, Kai?" ucap Sharon menggoda putranya.
Kaiden hanya berdehem tanpa mengatakan apapun. Wajah tampannya tetap datar seperti biasa. Sementara itu para orang tua tampak tertawa sambil terus menggodai pasangan muda itu. Dan sama seperti Kaiden, Sofia juga hanya diam dan tetap tenang.
Setelah perkenalan singkat, para orang tua dengan sengaja membiarkan Kaiden dan Sofia untuk berbicara berdua. Sofia membawa Kaiden berjalan-jalan mengelilingi halaman belakang rumahnya yang dipenuhi berbagai macam bunga dan tanaman yang dirawat dengan sepenuh hati oleh sang nyonya rumah.
"Bagaimana perjalananmu ke sini tadi?" tanya Sofia tanpa menatap wajah Kaiden.
Lelaki yang sedari tadi tidak mengalihkan matanya dari sosok sexy menggoda di sampingnya itu tidak menjawab.
Sofia menoleh, "Kenapa menatapku seperti itu?"
"Katakan padaku, kamu tau kan kalau kita dijodohkan?" tanya Kaiden tanpa basa-basi. Dia memang orang yang terus terang dan tidak suka berbelat-belit.
Sofia berusaha meredakan getaran aneh yang meliputi hatinya ketika dia mendengar suara dalam dan dingin milik Kaiden. Dia menarik nafasnya pelan dan menjawab singkat, "Ya."
"Lalu bagaimana menurutmu?" Kaiden meminta jawaban yang lebih panjang.
Sofia berhenti berjalan. "Aku ingin membuat orang tuaku merasa bahagia dan tenang. Dan satu-satunya cara adalah dengan segera menikah dengan lelaki pilihan mereka."
Kaiden terdiam untuk beberapa saat. "Begitu ya. Maksudmu, kamu ga keberatan menikah dengan..." Dia berjalan ke hadapan Sofia. "Siapapun juga?" Sekilas matanya tertumpu pada dada putih Sofia yang tampak ranum dan penuh. Sebagai lelaki normal, Kaiden tidak bisa menyalahkan tubuhnya yang bereaksi terhadap pemandangan mengundang itu.
Kepalanya terasa sedikit pening, air liurnya mungkin akan menetes kalau dia tidak menutup mulutnya. Pikirannya melayang-layang membayangkan bagaimana rasanya menyentuh bulatan lembut yang sepertinya akan pas di telapak tangannya yang besar itu. Dan bagaimana kalau dia memasukkan bulatan putih halus itu ke dalam mulutnya...
Oh, damn! Sejak kapan kamu menjadi mesum seperti ini? Kaiden mengutuki dirinya sendiri dalam hati.
Tubuhnya didera sensasi yang tak asing lagi bagi para lelaki dewasa yang sedang terangsang tapi Kaiden cukup bisa mengendalikan dirinya untuk tetap terlihat dingin dan tak terpengaruh. Sedari tadi dia berusaha untuk menghindari bagian dada mulus Sofia yang terekspos dengan bebas, tapi ya Tuhan kenapa begitu sulit. Kaiden merintih diam-diam.
Sofia menatap lelaki jantan di hadapannya dengan perasaan berdebar. Walaupun wajah tampannya tetap datar, Sofia sadar kalau sedari tadi mata elang Kaiden yang tajam bertumpu pada dadanya.
Entah apa yang ada di pikiran lelaki itu tapi tentu saja Sofia tidak bisa menyalahkannya kan? Dia sebenarnya merasa sangat malu karena seakan-akan dia menawarkan dadanya pada lelaki itu. Tapi saat ini tidak ada yang bisa dilakukannya selain menghadapi Kaiden yang tampak begitu manly.
Berdiri berdekatan dengan sosok yang begitu dominan, gadis yang sebenarnya masih lugu itu tak sanggup berkata-kata. Dia hanya bisa menghirup wangi lembut kombinasi woody dan citrus yang berasal dari tubuh atletis Kaiden diam-diam. Dan itu cukup membuat sesuatu di dalam dirinya bergairah. Pesona Kaiden terlalu besar untuk dihindari dan Sofia bahkan tidak tahu bagaimana cara menghindarinya.
Ya Tuhan, lelaki ini begitu manly dan sexy... rintihnya pada diri sendiri.
"Kamu tidak akan menjawabku?" Kaiden penasaran melihat wajah Sofia yang tetap tenang seperti tak perduli dengan apapun.
"Apa kamu sedang mengalami suatu keadaan yang menyulitkan sehingga kamu harus segera menikah?" tanya Kaiden lagi dengan hati-hati.
Sofia menghela nafas. "Aku tidak sedang hamil, okay? Kalau itu yang kamu maksud. Aku tidak memaksamu untuk menyetujui perjodohan ini, semua terserah padamu. Katakan aja pada orang tua kita apa keputusanmu."
Kaiden menatap Sofia dengan tatapan bingung. "Sorry, aku ga bermaksud menyinggungmu. Tapi aku hanya ga percaya, gadis seperti kamu mau dijodohkan begitu aja dengan laki-laki yang ga kamu kenal."
"Menurutmu aku gadis seperti apa?"
Kaiden tidak menjawab, dia hanya menatap mata berwarna coklat indah milik Sofia lekat-lekat.
"Menurut orang tuaku kamu adalah laki-laki yang tepat untuk menjadi suamiku. Dan aku percaya pada penilaian orang tuaku." ucap Sofia dengan suara sedikit bergetar. "Apakah alasan itu cukup?"
"Fia! Kai!"
Sofia dan Kaiden menoleh ke arah rumah ketika terdengar suara Sarah memanggil. Sepasang anak muda itu melihat lambaian tangan sang nyonya rumah yang meminta mereka untuk segera datang dan bergabung dengan para orang tua.
Merekapun menikmati acara makan siang bersama dalam suasana yang penuh kehangatan keluarga. Sepanjang sisa siang itu, Sofia lebih banyak diam. Sementara Kaiden tidak bisa melepaskan matanya dari sosok cantik yang menguasai perhatiannya dalam sekejap itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!