NovelToon NovelToon

MENIKAH DENGAN GADIS SMA

AKIBAT SALAH KAMAR

Menginap dirumah tentangga sudah lumrah di kehidupan Tasya. Kedua orangtuanya selalu sibuk dengan urusan masing-masing, kadang lupa anak sendiri.

Sebenarnya tidak masalah tidur di rumah tentangga. Ada pemandangan indah yang akan Tasya lihat, tubuh kekar berbalut kemeja putih, kancing teratas terbuka menampakkan sedikit dada bidangnya. Terutama lengan kekar dan otot-otot yang tercetak jelas di balik kemeja putihnya.

Tapi sayangnya hingga pukul 22:00, tubuh kekar itu belum menunjukkan batang hidungnya. Sedari tadi Tasya menunggunya dibalik kaca balkon, berharap anak pemilik rumah turun dari mobilnya.

"Ck, om Raiden mana sih? Udah hampir tengah malam juga," gerutu Tasya.

Dengan berat hati Tasya naik keatas ranjang, menarik selimut menutupi seluruh tubuhnya hingga tanpa sadar maniknya tertutup rapat.

Sebenarnya Tasya menahan ngantuk sedari tadi, tapi demi melihat wajah tampan plus tubuh kekar itu. Tasya rela menahan ngantuk. Tapi sekarang, rasa ngantuk itu tidak dapat di bendung lagi.

____________

Botol alkohol berserakan dimana-mana kehidupan rumit, monoton, itu biasa. Tapi terkadang kesepian itu menyapa harus segera di singkirkan. Alkohol jalan pintasnya, walau tetap saja kesadaran Raiden masih utuh. Hanya kepala yang terasa pusing.

"Ck, gak guna."

Raiden bangkit dari tempatnya, meraih jas hitam dan kunci mobilnya dari atas meja.

Sebenarnya Raiden malas pulang ke rumah, yang ada wawancara tiap pagi. Bukannya kenyang karena sarapan, yang ada kenyang omelan kedua orangtuanya.

Nikah, cucu, ini, itu lah. Mereka pikir cari pasangan hidup itu gampang. Jika hanya berakhir di ranjang tapi kehidupannya tetap monoton, lebih baik Raiden menetap dengan kehidupan seperti biasa.

Tanpa memperdulikan tatapan yang perlahan buram, Raiden melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Seperti biasa, ia sampai dengan selamat.

Dengan langkah kaki sepelan mungkin, Raiden mengendap-endap masuk kedalam rumah. Menutup pintu kamar dengan hati-hati dan menghela napas lega.

Grasa grusu Raiden melepaskan semua pakaian yang melekat di tubuhnya, dengan cepat masuk kedalam selimut memeluk erat guling disampingnya yang terasa empuk.

____________

Tubuh kecil itu mengeliat dalam tidurnya, hingga maniknya perlahan terbuka dengan dahi mengerut. Tasya rasa ada yang aneh, kaki dan perutnya terasa ditimpa sesuatu.

Saking penasarannya, jemarinya meraba-raba perutnya hingga terasa lengan kekar dan berotot. Spontan jemarinya membuka selimut, detik berikutnya maniknya melotot sempurna.

"Astaga, gue dimana? Sejak kapan gue punya suami?"

Dengan kekuatan penuh, Tasya membalikkan tubuhnya menghadap kearah pemilik lengan kekar itu.

"OM RAIDEN!" pekik Tasya, mengema seisi ruangan.

Sontak siempunya terbangun dari tidurnya, gegalapan menutup bibir itu dengan telapak tangannya.

"Ngapain kamu di sini? Ini kamar saya," geram Raiden.

Tasya menelan salivanya kasar manik cokelat itu tepat didepan matanya. Suara serak khas bangun tidur, bibir pink, dan jakun naik turun. Semua tidak hilang dari pandangan Tasya, bahkan napas hangat terasa menerpa wajahnya, bau alkohol menguar begitu pekat.

Hingga pintu kamar terbuka, bersahutan teriakan melengking memenuhi ruangan.

"RAIDEN KAMU APAIN ANAK ORANG? YA AMPUN TUHAN,"

Spontan siempunya bangkit dari tempatnya, menampakkan tubuh atletis yang sayangnya hanya ditutupi pakaian dalam, dan selimut melorot menampakkan tubuh Tasya di balut tank top hitam.

"ASTAGA!" Teriak Marissa ibu Raiden.

Raiden hanya diam mematung, menatap jemari lentik itu gegalapan menutupi tubuhnya dengan selimut.

Seingatnya semalam ia tidak melakukan apa-apa, hanya masuk kedalam kamar dan tidur. Pengaruh alkohol mengambil alih kesadarannya, hingga maniknya tertutup rapat.

Di lantai setelan kantornya berceceran dimana-mana, kebiasaan Raiden pulang dari kantor.

"BUNDA SAMA AYAH TUNGGU DI BAWAH!" lanjut Marissa lagi.

Pintu kamar tertutup, menyisahkan Tasya dan Raiden. Sontak Tasya mengalihkan tatapannya kearah yang lain.

"Om, kenapa gak pakai baju?"

Tasya menutup kedua matanya, seraya menghilangkan pikiran aneh yang melayang-layang dikepalanya. Bayangan tubuh kekar itu yang hanya ditutupi pakaian dalam, dan bagian bawah yang menyembul di balik pakaian dalamnya tidak hilang dari pandanganya. Mata Tasya ternodai.

Raiden hanya mengusap wajahnya gusar, meraih celana panjangnya dipasangkan kembali menutupi kaki jenjangnya. Seingatnya ia masuk kedalam kamarnya, tapi kenapa malah dikamar tamu? S*alan, ia mabuk.

"Pulang sana! lupakan kejadian barusan," ucap Raiden dingin, melempar piyama tidur Tasya yang tergeletak di ujung ranjang.

Ingin rasanya Tasya mencabik-cabik wajah tampan itu, dia pikir kejadian barusan bisa dilupakan begitu saja. Sejarah pertama dalam kehidupan Tasya tidur seranjang dengan pria lain. Apalagi lengan kekar itu memeluknya erat, tanpa penghalang sedikitpun.

Hingga tubuh kekar itu berlalu keluar dari kamar, dengan grasa grusu Tasya memakai piyama tidurnya. Kebetulan daerah tempat tinggal mereka panas, Tasya biasa tidur hanya menggunakan tank top dan celana pendek. Jadi semalam Tasya sengaja melepas piyamanya sebelum tidur seperti biasanya.

"RAIDEN!"

Tasya meringis mendengar teriakkan itu, hingga tubuh kekar itu kembali muncul di balik pintu.

"Buruan!" desak Raiden.

Sontak Tasya bangkit dari tempatnya, mengikuti tubuh kekar itu turun kebawah.

___________

Duduk berdampingan dengan kepala menunduk, Tasya dan Raiden di omelin dari pagi hingga siang. Bahkan perut belum di isi sesuap nasi.

Entah sejak kapan orangtua Tasya kemari, yang pasti mereka berdua di sidang habis-habisan. Beberapa kali Raiden membantah, tetap saja Raiden kalah dan salah.

Tubuhnya mengeluarkan aroma alkohol yang pekat, otomatis semalam tidak ada yang tau apa yang terjadi. Apalagi mereka berdua tidur menggunakan pakaian dalam saja, menguatkan bukti Raiden harus bertanggung jawab dengan perbuatannya.

"Minggu depan kalian menikah!" tegas Wisnu ayah Raiden.

Sontak Raiden bangkit dari tempatnya, berdiri menjulang tinggi tepat di samping Tasya.

"Saya tidak setuju," tolaknya.

"Silahkan, ayah gak larang. Saya rasa kamu manusia tidak tau terimakasih," sindir Wisnu halus, seakan memojokkan Raiden.

"Raiden udah tua yah, aku gak pantas bersanding sama anak SMA."

"Yah karena kamu udah tua, seharusnya kamu pantas suami yang baik untuk Tasya. Membimbing istri kamu ke arah yang benar kedepannya,"

"Tapi yah–"

"Den, dengar kata ayah. Lagian ingat umur, kejadian ini juga murni kesalahan kamu. Apa begini pria berumur mengambil keputusan, selalu lari dari tanggung jawab?" desak Marissa.

Raiden mengusap wajahnya kasar, kembali duduk di tempat semula dengan wajah gusar.

"Bukan gitu yah, Bud. Tasya masih sekolah jalan dia masih panjang. Sedangkan aku, menikah berarti harus memiliki keturunan," kilah Raiden, mencari cara agar masalah ini cepat kelar.

Tidak mungkin Raiden menikah dengan anak SMA, walau sebenarnya tubuh dan wajah Tasya sudah pantas bersanding dengannya. Raiden akui Tasya memang cantik, tubuh modis, tinggi tak sesuai umur.

Apalagi bayangan tubuh berisi di balik tank top hitam itu, tidak hilang dari pandangan matanya. Menurut Raiden pas dengan ukuran jemarinya. Memikirkan itu saja sudah membangkitkan sisi j*hanamnya, rasanya sesak, kedua lututnya melemas.

"Emang kenapa kalo Tasya jadi istri kamu? Apa pernikahan hanya n4psu semata menurut kamu? Ibu gak habis pikir sama kamu," resah Marissa.

"Bukan gitu bund–"

"Sudah, semua keputusan ada ditangan Tasya," sela Wesley Papa Tasya.

"Gimana nak?" tanya Wesley kearah putrinya.

"Maksudnya Pa?"

"Kamu setuju dengan pernikahan ini?" sambung Wesley.

Tasya malah mengaruk tengkuknya, bingung dengan situasi saat ini. Di satu sisi, Tasya pasti mau. Emang siapa yang tidak mau dengan Raiden. CEO muda, tampan, kaya, pria idaman semua wanita.

Tapi di satu sisi, Tasya kasian melihat wajah tampan itu. Ia bukan manusia egois, hanya karena menganggumi sosok Raiden Tasya akan mengambil keputusan sepihak walau menguntungkan baginya.

"Tasya gak tau Pa, terserah om Raiden aja," tolak Tasya halus.

Sebenarnya gak rela. Orang selama ini Tasya berhalu jadi istri Om Raiden, batin Tasya.

"Raiden bersedia yah," putus Raiden akhirnya.

Sontak manik Tasya melotot sempurna, para orangtua bersorak senang entah apa maksud dan tujuannya.

Hingga maniknya beralih kearah wajah tampan itu, bertepatan tatapan mereka beradu.

"OMG, akhirnya nikah sama sugar Daddy. batin Tasya.

____________

TERIMAKASIH TELAH MEMBACA CERITA INI:)

TUNGGU PART SELANJUTNYA 🍓

KEPEDEAN YANG HAKIKI

Pernikahan, tidak pernah terlintas dalam benak Raiden. Hanya kehidupan tenang tanpa beban, itu yang selalu Raiden impikan. Tapi sayangnya dunia tidak berpihak, hari ini Raiden resmi menjadi seorang suami dari anak SMA sekaligus tentangga nya.

Hanya karena kesalahpahaman, mereka berakhir kepelaminan. Pernikahan terpaksa hanya menuruti ucapan kedua orangtuanya, sekaligus bertanggung jawab atas kesalahannya yang sebenarnya tidak terjadi apa-apa malam itu. Kalo boleh jujur Raiden ingin lari dari kenyataan, entah apa yang akan orang-orang katakan pria berumur 28 tahun menikah dengan anak SMA.

"Om,"

Sontak Raiden tersadar dari lamunannya, menoleh kearah Tasya yang entah sejak kapan duduk disampingnya.

"Masih lama om? Tasya ngantuk," bisik Tasya, dengan tatapan lurus kedepan menatap keluarga besar mereka sibuk dengan pembicaraan yang tidak ada ujungnya.

Pernikahan mereka sederhana sesuai keinginan Raiden, malu satu dunia tau seorang Raiden menikah dengan anak SMA.

"Om,"

"Om, gak tau,"

"Yah gimana sih om, Tasya ngantuk."

Sontak Raiden bangkit dari tempatnya, melangkah mendekat kearah keluarga besarnya. Kasian juga bocah kecil ini, karena anak dibawah umur sudah sepantasnya tidur jam segini.

"Yah, bund Raiden pamit," ujar Raiden.

Spontan semua mata tertuju kearahnya, dengan tatapan mengoda yang Raiden tau apa maksud dan tujuannya.

"Pengantin baru kayaknya udah gak sabar tidur berduaan," celetuk Keanu sepupu jauh Raiden.

Raiden memilih diam, maniknya hanya fokus kearah kedua orangtuanya tanpa berniat membalas ucapannya. Lagian mereka berdua bukan suami-istri pada umumnya, lebih tepatnya ponakan yang di titipkan ke pamannya.

"Emang harus tinggal berdua Den?" tanya Marissa ibu Raiden dengan nada kecewa.

Spontan Raiden duduk disamping ibunya, memeluk tubuh wanita paruh baya itu dengan erat. Sebenarnya Raiden tidak tega, apalagi hanya dia anak satu-satunya keluarga Dirgantara. Tapi masalahnya Raiden takut orangtunya tau kehidupan pernikahannya, apalagi mereka berdua belum terbiasa satu sama lain.

"Maaf yah bund," lirih Raiden.

"Gak papa, asal jangan lupa pulang ke rumah. Jaga istri kamu, Tasya anak baik-baik loh Den jangan kamu sakiti," nasehat Marissa.

Raiden hanya mengangguk kan kepala, melepaskan pelukannya beralih menyalim ibu dan ayahnya secara bergantian.

"Raiden pamit, ayah sama bunda jaga kesehatan. Raiden usahain mampir ke sini kalo ada waktu,"

Kedua orangtua Raiden hanya mengangguk kan kepala, beralih menatap Tasya yang tersenyum lebar kearah mereka berdua. Anak tentangga sekaligus anak sahabat mereka, sekarang menjadi menantu. Rasanya aneh apalagi Tasya masih SMA.

Tapi mereka rasa Tasya cocok dengan Raiden, pria perjaka tua entah mengapa tidak tertarik menjalin hubungan dengan wanita selama ini. Untung tragedi beberapa hari yang lalu terjadi, kalo tidak mereka tidak tau kapan putranya akan menikah. Padahal umur mereka sudah terbilang tua, sudah sepantasnya memiliki cucu.

"Tasya nurut kata suami, bunda percaya sama kamu. Kalo suami kamu nakal, cubit aja," bisik Marissa.

Tasya hanya tertawa kecil, menyalim keluarga besar mereka satu persatu dan berlalu keluar dari rumah mertuanya mengikuti Raiden masuk kedalam mobil.

"Kita mau kemana om?"

Hening tidak ada sahutan, Raiden fokus menyetir tanpa berniat membalas ucapannya.

"Sombong amat om, sama istri sendiri aja kayak patung hidup," cibir Tasya.

Selama perjalanan hening, Tasya memilih diam fokus menatap layar ponselnya sesekali tertawa kecil.

Hingga tak terasa mobil berhenti, grasa grusu Tasya melepaskan sealtbetnya dan keluar dari mobil. Menatap rumah klasik lantai 2 dihadapannya, tempat tinggal Tasya yang baru dengan sang suami.

"Masuk!" perintah Raiden dingin.

Tasya hanya mengangguk kan kepalanya, mengikuti tubuh kekar itu masuk kedalam rumah.

"Om, kita satu kamar?"

"Gak,"

"Emang kita gak malam pertama om, kayak suami istri biasanya?"

Sontak Raiden menghentikan langkahnya, hingga kepala Tasya bertabrakan dengan punggung kekar nya.

"Ulangi!"

"Malam pertama om, masa om gak tau. Udah tua juga," cibir Tasya tanpa merasa berdosa nya, sembari mengelus dahi.

"Anak di bawah umur belum pantas melakukan itu,"

"Yah, maksud om Tasya anak dibawah umur? Gila, gila, Tasya udah 18 tahun om,"

"Kamu yang gila."

"Apa-apaan Tasya masih waras yah om atau jangan-jangan om belok lagi," tuduh Tasya.

Terdengar helaan napas panjang, kaki jenjang itu kembali melanjutkan langkahnya dan mendorong kecil Tasya ke salah satu kamar.

Raiden lupa anak yang satu ini kelakuannya di bawah sifat waras, hanya wajah yang cantik mulut dan ucapan tidak sejalan. Untung anak di bawah umur, kalo tidak Raiden akan melemparnya keatas ranjangnya detik ini juga.

"Tidur! Besok sekolah," ujar Raiden.

"Yah, gimana sih om. Masa suami istri tidur terpisah, WOI!" teriak Tasya memenuhi ruangan, menatap punggung kekar itu berlalu masuk kedalam kamar sebelah.

Detik ini juga Raiden menyesal dengan keputusannya, bisa-bisanya ia mengambil keputusan menikah dengan anak SMA.

Entah mengapa juga beberapa hari ini anak yang satu itu terlihat anggun, Tasya terlihat dewasa berpenampilan layaknya wanita idamannya.

Tapi sekarang apa-apaan itu, sifat bar bar itu masih melekat sempurna di tubuh gadis itu. Teriakan yang hampir memecahkan gendang telinga akan Raiden dengar setiap hari.

"Astaga, hidup makin rumit kalo begini ceritanya," gumam Raiden.

Hingga terdengar ketukan pintu tak sabaran, bersahutan teriakan Tasya dari balik pintu.

"OM, TASYA GAK MAU TIDUR SENDIRI!"

Raiden memilih diam, membiarkan Tasya ribut di depan pintu kamarnya. Cukup tragedi beberapa hari yang lalu mereka satu kamar, detik ini hingga seterusnya, tidak. Yang ada menguji iman tiap malam, lebih tepatnya menyiksa diri sendiri.

"OM RAIDEN BUKA PINTUNYA! TASYA HANCURIN NIH,"

Spontan Raiden mengancing kembali kemejanya dengan cepat. Berdiri dibalik pintu sembari meringgis mendengar teriakkan dan ketukan pintu yang semakin bruntal.

"Dia kesurupan atau gimana sih?" gumam Raiden, membuka kunci pintu dengan kesal. Menampakkan Tasya dengan senyuman lebar tercetak jelas dibibirnya.

"Om,"

"Apa?"

"Tasya tidur di dalam yah," tunjuk Tasya kedalam kamar Raiden dengan santainya.

"Buat apa?"

"Tasya takut tidur sendiri, butuh pelukan, kasih sayang, dan cinta."

"Ck, ngomong apaan sih sya?"

"Lagian kita suami istri Om, masa Tasya tidur sendiri kayak jomblo,"

"Gak boleh!"

"Lah kenapa? om gak suka tidur sama Tasya yang cantik jelita dan mempesona ini?"

"Cantik darimana nya?"

"Yah, Tasya cantik yah om. Luar dalam,"

"Kepedean,"

"Om, gak percaya?"

Raiden hanya mengangguk kan kepalanya, dengan menahan tawa melihat wajah cantik itu memerah menahan kesal.

Dengan gerakan kilat Tasya melepas ikatan rambutnya, membiarkan rambut panjangnya tergerai bebas menambah kesan cantik di mata Raiden. Tasya memang cantik, tapi kelakuannya tidak sesuai dengan wajahnya.

"Tasya cantik kan om?"

Dengan gaya malu-malu buaya, Tasya menyelipkan helaan rambutnya sembari mengedip-ngedipkan kedua matanya.

Astaga bukan nya cantik, malah malu-maluin, batin Raiden.

Terdengar helaan napas panjang, Raiden hanya mampu mengusap wajahnya gusar melihat tingkah konyol istri kecilnya.

"Gimana om?"

"Biasa aja,"

"Yah,"

Tasya tercegang, bercakak pinggang dihadapan Raiden menatap wajah tampan itu dengan tatapan kesal.

"Jahat banget sih om, padahal teman-teman Tasya bilang. Tasya cantik, m*ontok, berisi–"

"Berisi darimananya? rata kayak dinding malah,"

"ASTAGA, EMANG OM PERNAH LIHAT? BERARTI TASYA GAK SUCI LAGI DONG?" Teriak Tasya memenuhi ruangan, sembari menyilangkan kedua tangannya didepan dada.

Sontak Raiden tertawa terbahak-bahak, dengan gerakan kilat masuk kedalam kamar dan mengunci pintu.

"OM TANGUNG JAWAB, KALO TASYA HAMIL GIMANA?"

"Astaga malah pura-pura sok polos," gumam Raiden.

Raiden tau itu hanya akal-akalan Tasya, gadis yang satu itu memang benar-benar kelakuannya.

"OM, TASYA GAK MAU TIDUR SENDIRI KAYAK JOMBLO!"

"TIDUR DI POS SATPAM SANA!"

"ASTAGA OM MASA WANITA CANTIK TIDUR SAMA OM, OM. Tapi bentar, om Raiden juga om, om Tasya jadi takut." gumam Tasya, yang sayangnya Raiden bisa dengar dari balik pintu kamar.

_________________

TERIMAKASIH TELAH MEMBACA CERITA INI:)

STAY TUNED 🌱

ISTRI NAKAL

Pagi ini Tasya bangun lebih awal, tepat pukul 06:00 Tasya sudah bangun dari tidurnya. Sekedar menjaga image dari sang suami, jadi Tasya harus terlihat sempurna.

Dengan anggun nya Tasya menikmati sarapannya, duduk manis diatas kursi meja makan sesekali melirik kearah tangga. Tapi sayangnya hingga detik ini, manusia yang ia tunggu belum juga menunjukkan batang hidungnya. Entah kemana sugar Daddy nya.

"Ck, om Raiden suka banget ditungguin. Apa salahnya coba Tasya yang ditungguin? jadi suami gak ada romantis-romantisnya," gerutu Tasya.

Dengan kesal bangkit dari tempatnya, menaiki tangga satu persatu dengan kaki yang di hentak-hentakkan.

"OM RAIDEN!"

Jemarinya mengetuk pintu kamar tak sabaran, dengan napas yang memburu kesal dengan suaminya. Tasya bela-belain bangun pagi-pagi, sekalian melihat reaksi suaminya. Tapi bukan pujian yang Tasya dapatkan, melainkan pukulan kecil di dahinya tepat pintu kamar terbuka.

"Jangan teriak-teriak ini bukan hutan!" peringat Raiden.

"Sakit om,"

"Jauh-jauh sana, saya om, om."

"Om dengar semalam?"

"Gak, masih nanya,"

"Maaf om, Tasya sayang kok sama om. Tapi Tasya takut sama om, om, kecuali om suami,"

Siempunya hanya mengangkat bahunya acuh, kembali masuk kedalam kamarnya tanpa menutup pintu seakan memperbolehkan Tasya masuk kedalam.

Dengan senang hati Tasya masuk kedalam, mengamati kamar Raiden yang terlihat bernuansa hitam. Mulai dari cat tembok berwarna hitam, selimut tebal berwarna hitam, bahkan hampir semua isi kamar berwarna hitam. Sebenarnya seram, tapi karena Raiden yang menempati kamar ini Tasya jadi suka.

"Om,"

"Hm,"

"Tasya boleh tidur di sini?"

"Ini udah pagi kalo kamu lupa,"

Tasya hanya berdecak kecil, duduk di tepi ranjang menatap punggung kekar itu sibuk memasangkan dasi nya didepan cermin. 'Perfect' satu kata yang terlintas dalam benak Tasya. Pria yang satu ini memang sempurna, tidak ada tandingannya.

"Jangan melamun! disini banyak setan," gurau Raiden, tepat maniknya beralih kearah gadis cantik yang duduk di tepi ranjangnya.

"Serius om? padahal yang di depan cermin juga kayak setan,"

"MAKSUD KAMU SAYA SETAN?"

Tanpa merasa berdosa nya Tasya malah tertawa terbahak-bahak, tanpa memperdulikan tatapan tajam yang mengarah ke arahnya.

"Just kidding om,"

"Keluar!"

Tasya hanya mengelengkan kepalanya, tanpa berniat bangkit dari tempatnya.

"Bocil,"

"Om, om,"

"TASYA!"

"Jangan teriak-teriak om ini bukan hutan!"

"Br*ngsek," umpat Raiden, meraih jas hitam dan ponselnya dari atas ranjang. Berlalu keluar dari kamar di ikuti Tasya dari belakang.

"Om ngambek? padahal udah tua juga,"

"Diam!"

"Tasya cuman bercanda om, serius dua rius malah."

"Diam atau saya cium!"

"Oh, silahkan. Cium dimana?"

Spontan Raiden melototkan matanya, menatap Tasya yang kini berdiri tepat dihadapannya dengan memanyunkan bibirnya.

Astaga bukannya takut dengan ancamannya, ini malah menawarkan diri sendiri dengan senang hati. Memang gadis yang satu ini benar-benar kelakuannya.

"Sini om, katanya pengen cium."

Raiden hanya mampu menghela napas panjang, kembali melanjutkan langkahnya tanpa memperdulikan tingkah konyol istri kecilnya.

"Om, gak seru."

Tasya kembali duduk di meja makan, melanjutkan sarapannya yang sempat tertunda.

Selama makan yang terdengar hanya dentingan sendok, hingga Tasya bangkit dari tempatnya duduk disamping Raiden dengan senyuman mengembang di bibirnya.

"Om,"

"Pasti ada maunya,"

"True, nilai seratus buat om."

"Langsung to the point,"

"Jadi gini, om. Sekolah buat lomba nulis cerpen,"

"Jadi?"

"Orangtua di suruh datang ke sekolah jam sepuluh tepat, ini kerangka cerpennya siapa tau om suka. Tapi Tasya harap om gak usah datang. Tasya pamit,"

Dengan gerakan kilat Tasya meraih ranselnya, berlari terbirit-birit keluar dari rumah demi menyelamatkan nyawa.

Tanpa memperdulikan isi amplop putih itu, Raiden memasukkannya kekantong jas hitamnya. Bangkit dari tempatnya berlalu keluar dari rumah.

Seharusnya pengantin baru honeymoon atau gimana gitu. Hari pertama jadi suami orang, Raiden malah kembali bekerja seperti biasa. Sesekali terdengar decakan kecil, kaki jenjang itu melangkah masuk ke gedung pencakar langit di hadapannya dengan perasaan dongkol yang menumpuk menjadi satu.

"Morning sir, kenapa wajah anda begitu murung? apa servis dari nona muda tidak memuaskan?" sindir Rudi, sekretaris sekaligus sahabat Raiden.

"Bukan urusanmu!"

"OMG, aku turut berdukacita. Semoga Allah memberikan hidayah,"

Spontan Raiden melototkan matanya, menatap tajam kearah Rudi yang tertawa terbahak-bahak layaknya kuntilanak kurang belaian.

"B*ncong," sindir Raiden.

"Hei, jaga mulut anda tuan. I'm so beautiful,"

"Ck, gak ada yang benar. Bini gesrek, sekretaris lebih gesrek."

Kebetulan sahabat Raiden yang satu ini lebih dominan bersifat layaknya wanita, bukan seperti pria pada umumnya. Raiden hanya mampu mengusap wajahnya gusar, berlalu keluar dari lift melangkah lebar masuk kedalam ruangannya dan mengunci pintu dari dalam.

"HEI BOY, JANGAN LAMA-LAMA MENGURUNG DIRI. TAKUTNYA SETAN MERASUKI," teriak Rudi dari balik pintu.

Seharian mengurung diri di dalam ruangan yang tertutup ini sudah biasa bagi Raiden, hanya menatap layar komputer tanpa berniat keluar mencari angin segar.

Hingga Raiden teringat amplop putih pemberian dari Tasya, baru perhatiannya teralih dari layar komputer. Dengan wajah serius Raiden membaca isi kertas putih itu, detik berikutnya melototkan matanya.

"Gadis nakal."

_____________

Materi demi materi sudah jelas diterangkan guru pengajar dari depan.

Tapi sayangnya, tak satu pun yang masuk kedalam pikiran Tasya. Maniknya mengantuk, lengannya digunakan menopang kepalanya diatas meja.

Hingga manik tajam itu mengarah ke arahnya, detik berikutnya namanya mengelar seisi ruangan.

"TASYA, KELUAR KAMU DARI RUANGAN SAYA!"

Ini nih yang ditunggu-tunggu, mulai dari tadi kek. Kenapa baru sekarang, batin Tasya.

Tanpa tau malunya Tasya bangkit dari tempatnya, melangkah keluar dari ruangan tanpa memperdulikan ucapan yang keluar dari mulut pedas itu.

"Anak gadis kelakuannya gak ada yang benar. Gak malu kamu Tasya?"

Dia ibu Mariam, guru fisika terkiler di sekolah. Tasya biasa bahan amukannya dan berdiri didepan kelas seperti saat ini juga sudah biasa.

"Berubah kamu Tasya,"

"Berubah jadi apa Bu? Ultraman?"

"Jangan bercanda kamu,"

"Tasya udah pernah coba bu, tapi yah begitu."

Mariam hanya mengelengkan kepalanya, menatap gadis dihadapannya dengan tatapan heran. Bisa-bisanya ada manusia modelan seperti ini, mana perempuan tapi kelakuannya selalu menyulut emosi saat bertemu.

"Nilai kamu C semua Tasya, sampai kapan kamu seperti ini?"

"Sampai tamat Bu," sahut Tasya dengan santainya.

"Seandainya bunuh orang bukan dosa, udah saya lenyapkan kamu detik ini juga."

"Ibu melawak? maaf Bu gak lucu,"

"TASYA!"

Siempunya hanya tertawa kecil sembari menundukkan kepalanya, tanpa menyadari seseorang yang melihat tingkahnya dari kejauhan.

______________

TERIMAKASIH:)

ASAL KALIAN SUKA

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!