Eps. 1
Seorang gadis berambut hitam tengah berlari di koridor sekolah dengan terburu-buru. Sesekali ia kesulitan dengan tas yang digendong dan beberapa buku dalam pelukannya.
Saat berbelok menuju tempat parkir, gadis ini menabrak seseorang membuat buku dan kertas di tangannya jatuh berserakan.
Brak
"Ah, maaf, aku tidak sengaja," sesal Clara meminta maaf. Ia langsung berjongkok untuk mengambil bukunya tanpa melihat siapa yang di tabrak.
Dua orang di hadapannya masih berdiri, namun sesaat setelahnya seorang ikut berjongkok namun tidak melakukan apapun.
Seorang lagi berdecak lalu ikut berjonglok dan ikut memunguti buku miliknya.
"Apa kau baik-baik saja?" ucap wanita di hadapannya.
"Iya aku baik-baik saja," jawab Clara lalu mendongak menatap wanita di hadapannya.
Clara tercengang menatap wanita cantik dengan kulit putih bersih berambut panjang gelombang di hadapannya.
Wow… cantik banget.
Detik berikutnya Clara beralih pada laki-laki yang sudah selesai mengambil bukunya. Seolah tersihir dengan paras laki-laki itu, ia tercengang dengan mulut setengah terbuka.
Merasa ada yang menatapnya, laki-laki ini melirik melihat Clara datar. "Apa?" tanyanya dingin dan tidak bersahabat.
Mood Clara berubah seketika. Sifatnya tidak setampan ucapannya.
"Tidak ada," jawab Clara cepat kembali membereskan bukunya.
Wanita di sebelahnya terkekeh kecil dengan tangan yang dilipat di atas lututnya yang sedang jongkok. "Maaf ya, dia memang begitu."
Clara tersenyum menatap wanita cantik ini. Yang ini, wajahnya sama dengan sikapnya. "Tidak masalah," jawab Clara lalu bangkit dari jongkoknya.
"Sekali lagi aku minta maaf. Aku permisi dulu," ucap gadis ini lagi pada keduanya lalu pergi berlari menuju parkiran motor.
Laki-laki blondie berdiri dan menatap dingin kepergian Clara yang semakin menjauh.
“Wanita gila, dari tadi terus saja bicara sendiri,” monolognya kesal. Ia kembali berjalan menuju kantor guru.
“Hei, dia bicara pada ku, Rey!” sergah Lisya berjalan mengikuti kepergian Reyhan, sedangkan Reyhan tidak merespon dan melanjutkan langkahnya.
"Mereka selalu saja terkesima saat melihat mu, tapi aku cukup terkejut saat dia juga terpana melihat ku," curhat Lisya kemudian terkekeh kecil.
Tiba-tiba Lisya terdiam, mematung di tempat mencerna perkataannya sendiri. Ia bahkan membiarkan Reyhan berjalan sendiri meneruskan langkahnya.
Seringai kecil terbit di wajah cantik gadis ini, aura hitam seperti kabut juga tiba-tiba menguar di seluruh tubuhnya.
Gadis ini melayang perlahan dengan wajah dingin dan seringai jahatnya mendekati Reyhan, dan memeluknya dari belakang.
“Kau lihat kan? dia berbicara padaku. Dia melihat ku,” kata Lisya dengan nada yang lebih tenang dari sebelumnya.
“Ugggh pundak ku, kenapa tiba-tiba terasa berat,” gumam Reyhan menyentuh pundaknya.
“Akhirnya… setelah sekian lama.”
Lisya menoleh menatap datar ke arah berlalunya Clara. Tidak lama senyum dingin kembali muncul di bibirnya.
"Aku akan mendapatkanmu."
.
.
.
Clara berjalan cepat di lorong rumah sakit karena disini pengunjung dilarang berlari. Ia melintasi jalan tercepat menuju UGD tempat Mamanya bekerja.
Saat melewati kamar mayat, ada perasaan tak nyaman yang tiba-tiba ia rasakan.
Ugh … tidak biasanya seperti ini.
Bukan hanya sekali, beberapa kali ia selalu melintasi jalan cepat ini jika sedang terburu-buru. Namun baru kali ini ia merasakan hal lain.
Merasa ada yang salah, ia mempercepat langkah menuju Mamanya.
*
Clara berjalan memasuki halaman sekolah setelah memarkirkan sepedanya. Entah kenapa, sejak kemarin dari UGD, Clara lebih mudah terkejut.
Saat itu, gadis berambut sepuluh senti di bawah bahu ini berdiri di depan UGD hanya untuk menjemput mamanya.
Suasana bahkan sangat ramai saat Clara tersentak karena mamanya menepuk pundaknya untuk memanggilnya.
"Eh? Di tepuk begitu saja sampai kaget begitu. Ada apa?" tanya Harumi penasaran.
"Itu karena Mama mengagetkan ku," gerutu Clara masih mengelus dadanya singkat.
"Iiissh ada apa sih dengan–"
"Hei!"
"Aaakkh!" Clara berjengit kaget, kemudian menoleh pada orang menyebalkan yang tiba-tiba menyapa dan muncul di hadapannya. Sapaan itu membuatnya kembali dari lamunannya.
"Oh, kenapa terkejut begitu?" tanya Dita bingung.
"Iiish! Jangan mengagetkanku!" omel Clara. Sedangkan teman baiknya yang berambut dora itu hanya cengengesan dan meminta maaf seadanya.
"Bagaimana kemarin? Apa kau telat menjemput tante Rumi?"
"Hampir. Untung saja belum terlambat. Kalau tidak …"
Clara dan Dita berjalan bersisian menuju kelas mereka. Menepis rasa tidak nyaman yang entah karena apa, ia mendengarkan ocehan temannya tentang kabar terbaru di sekolahnya.
.
.
.
Saat jam istirahat, Lisya masih mengikuti Reyhan yang berjalan bersama teman lainnya menuju kantin.
Hantu cantik ini menyapukan pandangannya ke seluruh penjuru kantin yang dipenuhi lautan siswa itu, mencari gadis yang ia temui kemarin. Sedangkan laki-laki yang selalu ia ikuti itu sedang memesan makanannya.
Beberapa menit mencari dengan tatapan tajamnya, Lisya belum menemukan gadis itu. Dan detik berikutnya, Lisya menyunggingkan seringai kecilnya dengan mata sedikit menyipit menemukan mangsa yang ia cari.
"Ketemu!"
*
Clara meneguk air mineralnya sedikit lalu meletakkan botolnya di atas meja. Ia belum selesai meneguk air di mulutnya saat seseorang tiba-tiba saja muncul, membuat Clara terbatuk. UHUUK UHUUK UHUUK
Clara menepuk-nepuk pelan dadanya untuk menormalkan batuknya. Ia kesal karena terus saja terkejut pada hal kecil.
Gadis berambut lurus ini menatap wanita cantik yang tiba-tiba saja sudah duduk di hadapannya.
“Sejak kapan kau di sana?” tanya Clara kesal. Ia sambil mengelap sisa air di mulutnya dengan punggung tangan.
"Halo," jawabnya tersenyum begitu manis.
Beberapa saat lalu kursi yang diduduki temannya itu sedang kosong. Hanya sepersekian detik Clara mengalihkan pandangannya setelah meminum air mineralnya dan tiba-tiba saja gadis itu sudah duduk disana.
Clara bahkan tidak mendengar bunyi kursi yang ditarik.
"Ah, apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Clara seperti pernah menemui gadis dihadapannya.
"Kita bertemu kemarin saat kau menabrak kami," jawabnya tersenyum ramah.
“Oh… kau ... anak yang kemarin?” tebak Clara mengingat wajah cantik yang kemarin ia tabrak.
“Benar. Syukurlah kau masih mengingat ku.”
"Tentu saja aku masih mengingatmu, maaf untuk yang kemarin,” ujar Clara.
"Lupakan saja."
Clara menatap wanita dengan wajah yang tampak tidak asing itu, namun ia hanya mengedikkan bahu setelahnya. Clara bukanlah murid yang senang bergaul dengan semua orang yang ada di sekolahnya.
Gadis berambut lurus ini hanya mengenal teman-teman dekat dan jarang bergaul dengan teman beda kelas. Sebagian ia hanya mengenal wajah dan tidak tahu nama mereka.
Lalu apa yang dilakukan gadis ini sekarang? Duduk dan terus saja tersenyum begitu manis Clara membuat gadis berambut panjang itu terlihat mencurigakan.
"Um … apa ada yang ingin kau katakan pada ku?"
"Ah, tidak. Aku hanya mengingat wajahmu kemarin dan aku ingin menyapamu," jawab Lisya. Clara hanya ber oh ria dan mengangguk singkat.
Secara tidak sengaja, Clara menoleh dan mendapati beberapa murid di sekitarnya sedang berbisik dan menatap Clara aneh. Merasa ada yang aneh, Clara melirik dengan hati-hati dan melihat kesekitarnya.
Kenapa mereka menatapku seolah aku orang aneh?
Eps. 2
Ah, biarlah. Mungkin hanya perasaannya saja. Clara kembali meneguk minumannya dan sesekali melirik wanita berambut panjang di depannya.
Tidak ada percakapan setelah itu membuat Clara merasa canggung, sedangkan orang di hadapannya tampak tidak terganggu oleh itu.
“Hei, a-apa kau tidak makan?” tanya Clara memutus keheningan.
“Tidak,” jawabnya singkat. Wanita itu menggeleng pelan masih tersenyum kecil menatap Clara.
Begitu saja? Oh ayolah katakan sesuatu atau pergi dari sini!
“Hei, siapa namamu?” tanya wanita itu akhirnya mau bersuara.
“Clara. Kau siapa?”
“Clara ya… hm, kenalkan, aku Lisya. Kau di kelas mana?”
“Aku kelas dua belas ipa dua.”
Lisya hanya diam setelahnya. Senyuman kecil yang menghiasi wajah gadis itu tiba-tiba saja hilang. Dia melirik ke arah lain dengan wajah tidak suka membuat Clara penasaran dan ikut menoleh pada apa yang Lisya lihat.
Clara tersenyum mendapati Alice dan Dita yang berjalan ke arahnya.
“Hei, sudah selesai?” tanya Clara.
“Oh, kenalkan mere-- eh?"
Wanita itu sudah pergi. Sama seperti saat ia datang. Datang tanpa suara dan pergipun demikian.
Clara menoleh menyapukan pandangan ke seluruh kantin mencari siswi di depannya yang sudah menghilang, namun tidak menemukannya.
"Cepat sekali perginya," gumam Clara.
“Cari siapa?” tanya Alice yang sudah duduk di hadapan Clara.
Clara mengedikkan bahu singkat. "Hanya seseorang yang baru saja berkenalan dengan ku. Lika? Sia? Lis… entahlah aku lupa. Apa kalian tidak lihat murid cantik yang duduk di hadapan ku tadi?” tanya Clara penasaran.
“Kau hanya duduk sendirian sampai kami datang, Clara,” sahut Dita yang mulai menyeruput jus strawberry nya.
Clara terdiam. "Oh, Hm... Ya, dia memang pergi saat kalian datang."
*
Selesai makan, Clara meletakkan sendoknya di atas piring yang sudah kosong. Ia tidak sengaja melihat keberadaan Lisya saat menyapukan pandangannya ke arah pintu masuk kantin.
Lisya tak sendiri, ia berdiri di sekumpulan laki-laki yang tampaknya kelompok anak populer di sekolah, bersama dengan laki-laki tampan yang bersamanya kemarin.
Clara sedikit terkesiap saat tiba-tiba pandangan mereka bertemu. Sedikit canggung, namun senyuman dan lambaian singkat dari Lisya membuat Clara mau tidak mau membalasnya.
Berbeda dengan Lisya, laki-laki tampan di sebelahnya tiba-tiba menoleh dan menatap Clara tajam. Sebelumnya laki-laki blondie itu sempat menoleh ke belakang seperti memastikan sesuatu.
Clara mengalihkan pandangannya cepat, merutuki perbuatannya. Untuk apa dia melambaikan tangan? sepertinya mereka adalah kelompok manusia populer. Berurusan dengan mereka hanya akan mendatangkan hal yang merepotkan.
“Mana?” tanya Dita segera menoleh ke arah lambaian Clara.
“Dita! jangan terang-terangan melihat ke arah mereka!” bisik Clara gemas, kemudian menarik bahu Dita agar kembali menghadap depan.
“Oh, maaf,” bisik Dita merasa bersalah dengan wajah malunya.
“Coba kalian lihat perempuan berambut panjang bergelombang itu."
Melihat temannya tampak mencari, Clara kembali menunjuk dengan lirikan matanya. "Itu loh yang sedang bersama empat anak laki-laki, tidak jauh dari pintu masuk.”
Alice dan Dita kembali menegakkan punggung mereka, berpura-pura melihat sekitar lalu melihat sekilas ke tempat yang Clara katakan. Keduanya hanya melihat segerombolan anak laki-laki. Siswi lain hanya lewat dan sesekali menyapa mereka, tidak ada yang benar-benar bersama mereka.
Namun ada anak perempuan yang berhenti sejenak lalu kembali meninggalkan kantin.
“Clara, yang mana?”
“Iya yang mana?” sahut Dita.
“Duuh kalian ini,” gemas Clara.
Clara mencoba melihat Lisya dengan sudut matanya, namun mereka sudah tidak berdiri di sana lagi.
“Yaah… mereka sudah pergi,” sesal Clara.
“Hmmm.”
“Aiiiisss,” desis Dita kecewa.
.
.
.
Clara mematikan kran air setelah mencuci tangan, kemudian mengibas-ngibaskan tangannya sebentar. Saat berbalik, ia terkejut bukan main hingga memundurkan kakinya selangkah saat melihat seseorang sudah berdiri di depannya.
"Akh!" kaget Clara sedikit berteriak.
Sedangkan wanita di depannya hanya tersenyum manis tanpa dosa.
Kamar mandi ini begitu sepi sedari tadi, bagaimana bisa wanita ini muncul begitu saja tanpa menimbulkan suara.
"Bisakah kau berhenti membuat ku terkejut?" desis Clara tersenyum kesal.
Wanita cantik berkulit pucat itu hanya terkekeh kecil. "Kau selalu terkejut saat melihat ku."
"Tentu saja! kau selalu mengejutkan ku," sanggah Clara memutar bola matanya malas.
"Tidak baik buat jantung, kau tahu?" ucap Clara kemudian melangkah ke keluar toilet.
Gadis bersurai hitam ini melirik merasa aneh pada Lisya berjalan mengikutinya keluar dengan senyum bahagia.
"Kau tidak ke toilet?"
"Aku sudah dari toilet, kebetulan aku melihat mu jadi aku menyapa mu," jawabnya.
Sebagian murid mulai berlalu lalang masuk ke kelas mereka saat bel jam masuk sudah berbunyi.
"Sudah bel. Kau nggak balik ke kelas mu?" tanya Clara.
Wanita cantik yang ditanya itu hanya mengangguk kecil dengan senyum yang tak luntur dari wajahnya.
Clara sempat terdiam menatap aneh pada wanita cantik yang selalu tersenyum dan menempel padanya sejak mereka bertemu lagi. Ada sesuatu yang aneh tapi ia mencoba berpikir positif. Lagi pula manusia ini masih satu sekolah dengannya.
"Kalau begitu aku pergi dulu," pamit Clara bergegas pergi dari wanita aneh itu.
Wanita cantik berambut gelombang itu hanya tersenyum dan melambai singkat.
Sejak saat itu, tidak hanya sekali. Beberapa kali Clara terus dikejutkan dengan Lisya yang tiba-tiba muncul di hadapannya.
Saat itu Clara baru saja mengembalikan buku yang dipinjam dari perpustakaan, ke rak tempatnya semula. Clara berbalik hendak kembali ke mejanya, namun ia tersentak dikejutkan oleh wanita cantik ini lagi yang sudah berdiri di hadapannya.
"Akh!! Heiii!" geram Clara menahan suaranya. Lisya hanya menutup mulutnya menahan tawa.
"Sejak kapan kau berdiri disana?"
"Baru saja."
"Aku tidak mendengar suara orang melangkah, apa kakimu sangat ringan atau apa?" geram Clara, ia sedikit menelengkan kepalanya untuk mengintip kaki Lisya.
Gadis manis itu masih tersenyum begitu manis tanpa merasa bersalah.
Disaat yang lain. Clara mengedarkan pandangannya di seluruh kantor guru, hanya ada beberapa guru yang sedang sibuk di mejanya dan murid yang baru saja keluar, suasana tampak sepi karena bel jam istirahat baru akan berbunyi beberapa menit lagi.
Clara membungkukkan badannya untuk berpamitan pada wali kelasnya. Ia berjalan keluar ruangan dan membuka pintu itu. Clara sedikit melompat dan memundurkan tubuhnya refleks saat melihat orang yang sudah berdiri disana. Bahkan tumpukan kertas ulangan di tangannya hampir ia jatuhkan.
"Aarg! kau–!"
"Lisya," ujar Lisya menyebut namanya sendiri, seolah tahu bahwa Clara sudah lupa dengan namanya.
Clara menutup pintu itu cepat kemudian menatap Lisya kesal.
"Sudah ku katakan jangan muncul tiba-tiba!" desis Clara namun masih memelankan nada bicaranya.
Clara mendengus kesal, ia tidak mau membuat keributan karena mereka sedang berdiri di depan ruang kantor.
"Bukan salah ku, kau yang tidak menyadari kehadiran ku," bantah Lisya tersenyum menyebalkan di mata Clara.
Benar juga. Kenapa aku selalu tidak sadar dengan kehadirannya?
Eps. 3
Clara yang sering terkejut memang bukan salah Lisya. Wanita yang terlihat pucat itu memang tidak pernah mengagetkannya.
Ah baiklah. Muka saja cantik, sifatnya benar-benar menyebalkan!
"Setidaknya buatlah suara atau panggil aku terlebih dahulu!" kesal Clara kemudian berjalan di lorong kelas.
"Haha maaf ya. Aku sudah mencoba."
Lorong ini masih sepi, namun saat bel jam istirahat berbunyi, lorong yang tenang mulai penuh dengan murid yang lain.
"Hei, kenapa kau selalu mengikuti ku? Apa kau tidak punya teman?"
"Hm … entahlah."
"Bukankah kau selalu berkumpul dengan anak-anak populer itu?" tanya Clara penasaran. Mereka berjalan beriringan menyusuri koridor.
"Apa kau mengenal mereka? Atau … mungkin kau mengenalku?" Tidak menjawab, Lisya malah kembali bertanya.
"Tidak," jawab Clara.
"Sebenarnya aku senang, akhirnya ada orang yang mau bicara dengan ku," ungkap Lisya tersenyum kecil.
Clara menoleh, menatap Lisya dengan sedikit penasaran.
Gadis di sebelah Clara masih terdiam beberapa saat. Dari sudut matanya, Lisya tampak melirik orang-orang yang tengah lewat dan menatap mereka dengan tatapan aneh.
"Apa kau melihat itu? Saat kau bicara dengan ku, mereka akan menatapmu seperti itu," jelas Lisya.
Clara melirik sekilas murid yang baru saja lewat. Memang benar, sejak Lisya sering bersamanya, beberapa murid mulai menatap Clara dengan tatapan aneh.
Aku pikir dengan kecantikan seperti ini dan selalu bersama laki-laki populer, dia termasuk anak yang populer juga.
Lalu kenapa mereka memandang ku dan Lisya seperti itu? Apa mereka membencinya? Atau …
"Apa kau masih mau bicara dengan ku?" tanya Lisya santai.
"Ya. Kau boleh menjadi teman ku," jawab Clara biasa. Ia membiarkan saja Lisya tertinggal di belakang dan tidak tahu bahwa gadis cantik di belakangnya sedang menunjukkan seringai kecilnya.
Sejak saat itu, Lisya sering mendatangi Clara dan bicara padanya saat kelas sedang sepi. "Kenapa kau selalu datang saat kelas sedang sepi?" tanya Clara tanpa menatap Lisya. Tangannya sedang sibuk menyalin tugas yang belum selesai.
"Aku tidak mau mereka melihatmu dengan tatapan aneh."
"Aku tidak masalah dengan itu."
"Tapi aku tidak mau mereka melihatmu seperti itu," sergah Lisya.
Clara malas berdebat dan membiarkan saja Lisya bicara apapun yang ingin dia ceritakan.
Tidak lama, seseorang duduk di depan Clara, membuat Clara menghentikan aktivitasnya dan menengadah.
"Hei, kau sudah datang?"
"Hmm," deham Dita kemudian memberikan kantong plastik hitam berisi pesanan Clara.
"Terima kasih."
"Sama-sama."
"Eh? Kemana dia?" gumam Clara. Pandangannya sedang sibuk mencari wanita cantik yang sedari tadi curhat padanya.
"Siapa?" tanya Alice penasaran.
"Lisya, apa kalian tidak melihatnya keluar?"
"Lisya siapa?" tanya Alice lagi sedikit mengerutkan kening, terlihat berpikir.
"Lisya, dia--"
"Lisya ya? Hmm… sepertinya aku pernah dengar nama itu," gumam Dita. Sekilas Dita bertemu pandang dengan Alice, namun Alice hanya mengedikkan bahu tidak peduli.
Mengingat bagaimana tatapan murid lain saat ia sedang bicara dengan Lisya, mungkin karena itu sekarang dia sudah menghilang.
Tidak masalah. Nanti akan ku beritahu dia kalau teman ku tidak seperti murid yang lain.
"Memangnya tadi dia disini?" tanya Dita lagi.
"Iya. Tapi dia selalu terburu-buru pergi bahkan tidak pamit."
Alice dan Dita hanya mengangguk singkat.
.
.
.
Tok tok
Clara mendongak dengan malas untuk melihat siapa yang mengetuk bangkunya, mengganggu waktu tidurnya. Ia sedang menenggelamkan wajahnya di antara kedua tangannya yang terlipat, mencoba untuk tidur.
"Tidak ke kantin?" tanya Lisya dengan senyum ramahnya. Setidaknya Lisya sudah membuat suara sekarang.
Clara menggeleng kecil. "Aku benar-benar mengantuk. Kalau kau mau ke kantin pergi saja."
"Aku sudah ke kantin, makanya aku menemui mu."
"Oh… hei, ngomong-ngomong, apa kau mau berkenalan dengan teman ku? Mereka baik, tidak seperti yang lain. Aku yakin mereka mau menerimamu," usul Clara.
"Benarkah? Apa kau yakin?"
"Tentu."
Lisya menyandarkan punggungnya ke kursi. Menatap beberapa teman kelas Clara yang asik main game, ghibah, ataupun menyumpalkan headset di telinga mereka. "Aku bahkan tidak yakin… apa kau akan tetap berteman dengan ku jika tahu siapa aku sebenarnya?"
DEG
Tubuh Clara sempat menegang. Selama ini tatapan murid-murid yang berlalu lalang selalu mengundang pertanyaan untuk Clara.
Mereka yang menganggap Lisya tidak ada, tidak peduli pada Lisya, menatap Clara dengan aneh dan selalu menjauhi Clara.
Apakah Lisya telah melakukan hal yang parah? Apa dia telah membuat skandal? Atau Lisya merupakan anak gangster atau mafia dan semacamnya?
"Memangnya kau siapa?" tanya Clara menatap Lisya penasaran.
Dita dan Alice sudah kembali, begitu juga dengan teman sekelas lain yang sudah mulai memasuki dan memenuhi kelas mereka.
"Sudah kembali?" tanya Clara saat Dita dan Alice mulai berjalan mendekat.
Sontak Clara menoleh pada Lisya khawatir wanita ini akan pergi tanpa pamit lagi.
Clara menghela lega. Ternyata gadis itu masih duduk manis di sebelahnya.
"Kenapa wajahmu begitu?" tanya Alice datar, kemudian duduk di bangkunya. Di depan Clara.
Clara tersenyum bersemangat dan mulai bersuara untuk mengenalkan Lisya pada mereka. "Aku ingin--"
"Clara," potong Lisya.
Clara diam mengurungkan niatnya kemudian menoleh menatap Lisya yang tiba-tiba berdiri dan berkata, "Diamlah dan pikirkan baik-baik," Lisya menjeda kalimatnya. Lisya menatapnya dengan tatapan yang tak pernah Clara lihat selama ini.
Gadis cantik itu tersenyum dingin, bergerak perlahan menembus meja dan berdiri tepat di hadapan Clara. "Apa kau masih mau memperkenalkan ku pada teman-temanmu?"
Clara terpaku dengan mata membulat sempurna, mulutnya setengah terbuka menatap Lisya dengan pandangan tak percaya.
Kini Clara mengerti alasan setiap murid yang lewat hanya menatap aneh pada Clara, bukan pada Lisya. Kenapa ia tidak sadar jika Lisya sebenarnya adalah hantu?
Clara yakin, mereka semua pasti menganggapnya aneh karena telah berbicara seorang diri.
Wajah Clara memucat, nafasnya seolah tercekat. Clara menelan ludah susah payah tiba-tiba merasa sangat haus dan tiba-tiba gelap setelahnya.
Clara masih bisa mendengar suara Dita dan Alice samar-samar meneriakkan namanya, tidak lama Clara sudah tidak mendengar apa-apa lagi.
.
.
Dita menghela pelan, “Padahal dia baik-baik saja pagi tadi.”
“Tidak perlu khawatir, kalian tinggalkan Clara di sini, biarkan dia istirahat,” ujar Bu Ely, pengurus UKS.
“Kalau begitu, kami pamit dulu Bu,” pamit Alice sopan.
“Permisi,” sambung Dita.
Dita dan Alice berlalu meninggalkan Clara dan Ibu Ely di ruang UKS. Ibu Ely memalingkan wajahnya melihat Clara yang masih tertidur pulas di atas ranjang, ia berdiri dari kursinya lalu berjalan menutup gorden di sebelah Clara sebelum beranjak pergi keluar UKS.
“Aku akan pergi ke kantor sebentar, dia juga belum sadar,” gumam Ibu Ely kemudian berjalan keluar dan menutup perlahan pintu ruang UKS.
Lisya menatap datar pada pintu yang baru saja tertutup. Kemudian mengalihkan pandangannya pada ranjang yang tertutup tirai.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!