NovelToon NovelToon

Batari (Turn Beautiful)

Ngurusin Omongan Orang? Males! Ngurusin Badan Aja Susah.

Hai hai siapa pun kalian yang baca tulisan ini, tolong di pencet ya jempol nya, kalau tidak lanjut tidak masalah yang penting berapa bab yang kalian baca jangan lupa tinggalkan like 😉

Heppy reading 😘

Pov Batari

"Namanya sih bagus Batari, eh pas di lihat nggak ada bagus bagus nya." Nyinyir Bu Dewi. Matanya melirik ke arahku.

"Iya, bisa ya? Padahal Mak nya cantik loh." Lanjut, nyinyir Bu Resty. Tangan nya menyapukan kangkung ke arah Bu Dewi.

"Adik adiknya juga cantik kaya Mak nya, lah dia ngikut siapa..." Masih berlanjut ternyata, omongan Bu Lulu. Tangan nya sibuk memilih cabai.

"Udah udah... Kita sama sama punya anak perempuan, nggak boleh ah ngomong kaya gitu." Nah ini yang lumayan menyadari, ini kata Bu Rt.

Aku mendengarkan ibu ibu bergosip ria, ya tentu saja mereka meng-gosipi aku. Aku yang sedang duduk di teras dengan earphone yang tidak aku sambungkan ke hape, jadi aku bisa mendengar nyinyiran ibu ibu yang baik hati itu.

Ibu ibu tetangga yang sedang belanja di tukang sayur keliling, yang berhenti di depan rumahku.

Aku pura pura tak mendengar, walaupun jujur saja dalam hati aku gedek banget. Tapi ya sudahlah biarkan saja.

Ibuku keluar dari dalam, yang pastinya mau belanja juga di tukang sayur keliling, dimana para tetangga sedang nyinyir.

"Kamu mau dimasakin apa Tar?" Tanya ibuku.

"Terserah ibu saja, kan aku pemakan segala hehe..."

"Ya sudah ibu belanja dulu, tolong nanti kalo teko nya sudah bunyi matiin ya Tar, ibu lagi masak air." Kata ibu sambil berlalu menuju kang sayur. Aku hanya mengangguk.

Mending aku masuk dari pada duduk di teras dengan kuping dan hati panas, ya kan.

Aku lalu menuju dapur, ternyata disana sudah ada adikku Wulan yang sedang mengupas bawang. "Lah udah ada kamu, ngapain ibu nyuruh aku masuk?" Adikku yang satu ini memang kesayangan paling suka membantu ibu.

"Ibu tahu, pasti Mbak Tari lagi dengerin obrolan tidak berfaedah ibu ibu, jadi ibuku tersayang pasti nyuruh Mbak masuk."

"Eh nggak papa loh Wul ngurangin dosa," jawabku.

"Mbaaakkk jangan panggil aku Wul, Lan gitu loh Mbak..."

"Apa bedanya? Wul sama Lan sama aja."

Adikku mengerucut kan bibirnya, lucu banget.

Oh ya adikku ada dua, satu Wulan kelas sembilan, dan satu lagi Lintang kelas enam sekarang. Kalo minggu kaya gini biasanya adik yang paling kecil masih tidur, nanti bangun kalo udah aku gangguin.

Aku baru berusia dua puluh tahun, aku tidak melanjutkan ke kuliah di karenakan tidak kuat di biaya nya. Jadi aku memutuskan bekerja membantu ekonomi keluarga, karena aku hanya tinggal bersama ibu dan dua adikku saja.

Ayahku sudah meninggal tiga tahun lalu, sehari setelah kelulusanku.

Aku sudah kerja di Toko baju, dan kalau mingu libur. Seperti sekarang.

Aku duduk di meja makan memakan roti manis yang ibu beli kemarin. Ini kebiasaan buruk ku, aku hobi sekali makan, sampai timbangan ku selalu ke kanan. Wulan melihat ku sambil geleng geleng kepala, tangan nya memang memegang pisau sama bawang tapi matanya tak lepas dari memandang ku.

"Apa!" Tanya ku galak.

"Gimana nggak langsing Mbak, makan nya aja nggak karuan." Katanya, karena memang kini aku sudah menghabiskan dua bungkus roti manis isi cokelat.

Padahal kalau adik dan ibuku mereka hanya akan makan separuh.

Aku bodoh amat, aku minum dan aku pergi dari sana menuju kamar si Lintang. Kamar Lintang dan Wulan jadi satu dengan dua ranjang di setiap pojok. Aku masuk dan benar saja Lintang sedang damai dalam mimpinya.

"Banguuuun Lintaaaang udah siaaaang...." Aku berteriak di telinganya. Aku lalu ikut tiduran di samping nya. Lintang hanya menggeliat tak terganggu sama sekali. Dasar anak ini setiap minggu pasti gini, kalau habis salat Subuh pasti tidur lagi sampai siang.

***

"Bangun Tari... Di depan sudah ada Lastri itu, katanya kamu sudah ada janji." Samar samar aku mendengar suara, lalu ku buka perlahan mataku yang terasa masih berat.

"Ya ampun Tari malah ketiduran ya bu.." aku duduk, lalu mengucek mataku. Aku lalu bangun mengikuti ibu yang keluar dari kamar adiku.

Aku jalan menuju ruang tamu,

"Maaf Las Aku ketiduran, padahal tadi niatku mau bangunin si Lintang, ini malah Lintang nya entah kemana." Aku duduk di depan Lastri, muka Lastri kalau di lihat lihat udah nggak enak.

"Kebiasaan kamu tuh. Sebel! Kan udah janji mau nemenin aku ke Toko Buku. Udah buruan ayo jalan. Mandi sana!"

"Ya deh, maaf. Tunggu bentar ya, kilat kok mandinya." Aku berlalu dari sana dengan buru buru.

Aku berpapasan dengan ibu yang sedang membawa nampan berisi teh dan biskuit, tidak lupa ku comot biskuit nya.

"Tarrriiiii ih, kebiasaan." Kata ibu ku yang masih bisa kudengar.

Lastri itu sahabat ku satu satunya, selain sahabat terbaik ku, dia juga teman kerjaku. Dia satu satu nya orang yang mau temenan sama aku, yang gendut ini.

Lastri juga teman yang selalu ada buat aku, walaupun dia punya pacar tapi kalau pergi dia selalu mengajak aku, alasannya entahlah.

Aku selesai dengan mandi dan ganti pakaian ku, aku lalu keruang tamu dimana Lastri menungguku. Ternyata ada ibu dan Lintang disana.

"Pules banget ya Mbak tidurnya..." Kata Lintang yang sedang bergelayutan manja di lengan ibu.

"Lagi minta apa tuh anak bu?" Tanyaku, tak menghiraukan Lintang.

"Mau minjam hape mu katanya,"

"Ya mbak, boleh yaa teman temanku pada mabar Mbak..."

"Males! Masih kecil mabar mabar, nanti mabar sama Mbak, makan bareng."

"Ayo lah Las kita pergi." Aku menarik lengan mungil Lastri.

"Bu pamit dulu yaa, Lintang Mbak pergi dulu ya.." pamit Lastri dan aku, tak lupa kami berdua cium tangan ibu. Ibu hanya mengangguk, sedangkan Lintang melengos.

"Assalamu'alaikum..." Aku dan Lastri bebarengan mengucap salam.

"Wa'alaikumsallam..." Jawaban ibu yang masih bisa kudengar.

Aku dan Lastri jalan kaki dari rumah ku menuju gang depan. Kita melewati gerombolan ibu ibu yang sedang arisan di rumah bu RT, biasa arisan mingguan.

"Jalan nya sama cewek itu saja, tidak pernah ada cowok yang ngapelin."

"Kan nggak ada yang mau sama dia bu,"

Aku masih santai berjalan biasa saja, tak memperdulikan omongan orang orang itu.

Sampai menjauh dan tak terdengar lagi.

"Kamu nggak denger omongan mereka Tar?"

"Kenapa nggak kamu jawab saja sih Tar, aku yang gedek ini."

"Ngurusin omongan orang? Males! Ngurusin badan aja susah."

"Dibiarkan saja Las, nanti juga capek sendiri. Yang penting aku happy Las."

"Ya ya, tapi aku yang kesel."

"Udah lah nggak udah diurusin, mana nih Las kok nggak ada angkot yah..."

Bertemu Dengan nya

Pov author

"Udah lah nggak usah di urusin, mana nih Las kok nggak ada angkot yah.."

Ya mereka berdua memang akan pergi menggunakan angkot, setelah jalan dari rumah, Batari biasa menunggu angkot dari depan gang yang menuju rumahnya.

Memang bukan jalan kecil, karena mobil pun bisa masuk, tapi tak mungkin kan angkot nyari penumpang ke dalam gang.

"Iya nih tumben ya Tar, lama. Biasa kaya barisan semut, banyak banget."

Tak begitu lama angkot pun datang, Batari dan Lastri lanjut memberhentikan nya dan masuk ke dalam angkot.

Angkot yang keadaan tidak lengang membuat Batari susah duduk, duduk di tempat yang sempit membuat nya susah. Ia duduk di kursi pinggir di dekat pintu, karena susah dan mau jatuh akhirnya ia memutuskan untuk duduk di bawah, dengan kaki di undakan pintu.

"Susah ya Tar..."

"Sini kamu disini biar aku yang duduk di bangku kecil, biasa nya ada di kolong." Tangan Lastri mencari bangku kecil yang biasa di taruh di kolong tempat duduk.

"Nggak papa lah Las aku disini saja. Santai aja."

"Ini Mbak bangku nya," Mas Mas yang di samping Lastri memberikan bangku kecil, yang baru ia ambil. Ternyata ada di bawah tempat duduk nya.

"Makasih, harusnya kamu yang duduk disana. Kamu kan laki." Sewot Lastri.

Lalu ia menaruh bangku itu di tengah tengah dan menduduki nya, Batari lalu bangun dan duduk di tempat yang tadi Lastri duduki.

"Makasih Cantik..." Batari menoel pipi Lastri.

Lastri memang terbaik buat Batari, mungkin Lastri memang di ciptakan untuk membantu Batari di setiap saat. Entah apa jadinya nanti kalau Lastri sudah menikah dengan pacar nya, Batari pasti akan merasakan kesepian yang mendalam. Tidak mungkin kan sudah mempunyai suami tapi masih terus terusan ada untuk Batari, ya mungkin bisa tapi tidak seperti sekarang pastinya.

Lastri turun duluan, di susul Batari begitu angkot yang mereka tumpangi berhenti di tempat tujuan nya. Lastri tak lupa untuk membayar nya, karena setiap Lastri mengajak Batari, pasti dari kendaraan sampai makan Lastri yang akan bayar. Begitu juga sebaliknya.

Berjalan di deretan toko, menuju toko buku yang ada di pojokan.

"Mau cari buku apa sih Las, setiap minggu kaya yang ke toko buku terus."

Begitu masuk ke dalam toko, bau bau buku baru memenuhi ruangan itu.

Batari mengikuti langkah Lastri sambil melihat lihat buku buku yang berjajar rapi di rak.

"Aku tuh mau cari kado buat Adiknya Aryo, adiknya kan masih sekolah mending tak kasih buku, ya kan?" Batari hanya menurut, mengangguk setuju.

Ya ya terserah Lastri lah, bodoh amat mau kasih hadiah apa juga, pikir Batari.

Batari tetap membuntuti Lastri kemana Lastri berjalan. Samapi Lastri menemukan apa buku nya dan membayarnya.

Kini saatnya Lastri mengajak Batari makan, keluar dari toko buku kini mereka berdua jalan menuju kang bakso di pinggir jalan.

Makanan kesukaan Batari, mereka langsung duduk begitu ada kursi kosong.

"Mang, bakso beranak tanpa menikah nya satu ya..." Kata Batari begitu ia duduk.

"Mang bakso biasa nya satu ya, minum nya es teh manis dua." Kata Lastri dan duduk di samping Batari.

"Asiaap Neng..." Kata si Abang bakso

"Harus banget apa, pake segala ngomong bakso beranak tanpa menikah." Lastri ikut makan kacang bawang yang tersedia di meja. Ngikutin jejak Batari yang udah habis dua bungkus kecil.

"Emang bener kan, emang kamu pernah liat tu bakso nikah?"

"Ya enggak sih, ya kan nggak gitu juga. Bisa kan pesen aja bakso beranak gitu."

"Lagian yaaa, kenapa coba namanya gitu? Kenapa nggak kasih nama bakso besar dengan isi bakso juga."

"Kepanjangaaaann Batariiiiii... Makanya beranak kan simpel, semua orang udah tau kalau beranak berarti di dalam ada isinya."

Kang bakso menaruh dua mangkuk bakso dan dua es teh manis di meja Lastri, Lastri memberikan pesanan milik Batari padanya.

Batari dan Lastri pastinya tak lupa mengucapkan makasih.

"Gitu yaa... Eh Las aku nambah kupat yah..."

Mata nya kedip kedip kaya boneka barbie rusak.

"Hmm... Kebiasaan pantes seksi banget." Gumam Lastri, yang masih terdengar oleh Batari.

"Aku denger Las, kalo nggak ikhlas aku bayar sendiri, kupat nya aja tapi."

"Bukan nggak ikhlas, bukan sayang duit juga, tapi sayang sama badan kamu itu loh."

Batari tak lagi memperdulikan ocehan Lastri, dia asik makan tanpa memperdulikan sekitar.

Tak menyadari ada pemuda yang sedang memperhatikan nya dengan seksama, duduk di bangku di depan Batari. Lastri menyenggol lengan Batari tapi yang disenggol bahkan tak sadar sama sekali, asyik menikmati baksonya.

"Kebiasaan ya Las," kata pemuda di depan mereka itu.

"Iya, sengaja kesini?" Tanya balik Lastri.

"Iya, dari sini kan deket sama rumah gue Las."

"Oh ya? Kok aku nggak tahu yaah..."

"Las___" Batari mengangkat wajahnya, dan seketika berhenti tak jadi berbicara saat melihat ada seseorang didepan nya. Buru buru ia me lap mulut nya dengan tisu yang di sediakan tukang bakso itu.

"Riki... Apa kabar?" Tangan Batari langsung terulur untuk salaman sama Riki.

"Baik, Lo makin baik kayak nya." Riki membalas uluran salam dari Batari. Mata Riki melihat dari atas sampai bawah Batari, menilai kalau ternyata Batari semakin gendut.

"Ya, allhamdulillah." Jawab nya. Tak memperdulikan tatapan Riki yang seperti jijik. Yang ia rasakan hanya debaran jantung yang menggila.

Batari yang tadinya ia ingin memesan lagi, tapi tidak jadi karena ada Riki di depan nya. Tiba tiba rasa nya ia langsung kenyang, ya lah kenyang sudah makan satu mangkuk. Rasa yang dulu pernah ada masih tersimpan rapi sampai sekarang. Bahkan nama Riki masih ada di dalam hati dan tak tergeser sedikitpun, karena bagaimana akan tergeser Batari bahkan tak pernah pacaran, atau sekedar dekat dengan cowok.

Setelah basa basi yang basi banget, mereka berpisah Batari dan Lastri pulang dengan angkot lagi, sedangkan Riki pulang dengan motor nya.

Di jalan tak henti hentinya Batari memuji Riki, cinta pertamanya itu.

Dan hanya akan di jawab dengan hm oleh Lastri. Bahkan Batari tak menghiraukan Lastri yang tidak merespon nya, Lastri hanya akan merespon dengan kata kata yang membuat Batari tak mendengarkan. Seperti kata kata, "udah nggak usah di bangga banggakan Tar, orang dia aja liat kamu, kaya liat hantu."

Batari bahkan bodoh amat Samapi Lastri sampai duluan dirumah nya.

Tapi itu semua tak membuat Batari berhenti tersenyum, sampai ia jalan sendiri melewati orang orang tanpa menyapa nya. Yang ada di matanya hanya wajah Riki yang semakin tampan.

#bersambuung 😌

Batari Kena Virus

Jatuh cinta, sebegitu indahnya bagi Tari. Sampai dirumah pun ia masih senyum senyum tidak jelas, rona bahagia terpancar di wajahnya yang berjerawat. Begitu masuk ia lngsung duduk di dekat Lintang yang sedang asyik nonton Tivi.

Melihat kakak nya yang terasa aneh Lintang bergidik ngeri.

"Mbak? Mbak kesambet yaa?"

Yang di tanya hanya menggeleng lemah, matanya memang ke Tivi, tapi senyum nya entah senyum ke apa. Pasal nya Tivi nya sedang menayangkan orang orang yang sedang lomba masak, apa yang harus di senyumin.

"Buuuuuuu Mbak Tari kesambet..." Teriak lintang, dan itu berhasil membuat Ibu yang semula di kamar keluar dengan terburu-buru.

"Kenapa Lin... Siapa yang kesambet?"

Tangan Lintang menunjuk Batari, Batari yang di tunjuk hanya bisa bingung, menaikan bahu.

Ibu membuang nafas kasar, lalu duduk di antara dua anaknya itu. Tangan ibu menepuk paha kedua anaknya itu, lalu menoleh ke arah Lintang.

"Mbak mu bukan kesambet Lin, tapi kena Virus."

"Waduh. Virus apa bu? Jangan jangan Virus yang lagi viral itu ya?"

"Ibu jangan dekat-dekat sini. Sama aku aja."

"Hahaha Virus nya nggak bahaya Dek, Tapi bisa membuat orang jadi gila. Kaya Mbak Tari itu." Wulan datang dari dapur dengan membawa piring berisi kentang goreng.

"Sini Wul, bawa sini. Aku mauuu..." Tangan Batari melambai lambai meminta makanan yang di bawa Wulan.

Wulan menaruh piring di meja dan ia duduk di bawah dengan piring dihadapan nya. Mata nya melirik kakak nya dengan tajam. "Aku pikir kalo kena virus bakal lupa sama makanan, ternyata sama aja."

Ibu dan Lintang menyomot kentang goreng yang di bawa Wulan. Batari ikut menyambar tak memperdulikan tatapan tajam Wulan.

"Kamu gimana sih Wul, kena virus kan juga perlu makan."

"Ya kan bu?"

"Iya. Di iya in saja Lan nanti ngambek malah kamu yang repot nggak di beliin kuota."

"Nah bener itu kata ibu."

"Mbak, Mbak ke toko buku nggak beliin aku buku?" Tanya Lintang.

"Buku apa? Emang nya kamu nitipin duit sama Mbak?" Tangan nya mengambil piring di hadapan Wulan.

"Mbak jangan di ambil semuaaa, ini aku yang goreng." Teriak Wulan tak terima dong, ia yang masak Mbak nya yang menghabiskan.

"Ya Allah Wul tinggal goreng lagi aja."

"Udah dong kalian jangan rebutan, sini Tari piring nya Ibu gorengin lagi."

Lintang yang kesal ke dua kakak nya rebutan berdiri dan mengambil piring di tangan Batari, membawa nya ke dapur.

"Lihat itu baru anak Ibu, kalian tuh paling besar berdua malah rebutan kentang goreng nggak jelas."

"Bukan aku Bu, Wulan tuh yang pelit."

"Aku lagi, Mbak tuh!"

"Udah. Udah... Kepala ibu pusing kalau Minggu gini ribut mulu."

"Tadi kamu kenapa Tar? Ketemu siapa sih tadi?"

"Sampai kaya orang hilang kesadaran..."

"Ada ibu kayak gitu, masa anak nya di bilang hilang kesadaran. Pingsan dong."

"Yang jelas, tadi aku ketemu seseorang yaaaaaang___" Batari menjeda kalimat nya, matanya melirik sana melirik sini, kearah ibu dan Wulan. "Kepooooooo. Hahahahaha...."

Alhasil ibu menepuk paha Batari dengan kencang. "Sakit bu. Aduh Ibu ihh..."

"Lagian ngerjain."

"Mbak, seseorang dari masa SMA yahh yang inisial nya R terus orang yang ada di buku diary Mbak, ya kan?"

"Kok kamu tahu sih... Kamu nyolong bacaa yaa..."

"Mbak, buku diary Mbak emang siapa yang nggak tahu, semua tahu Mbak!" Kesal wulan.

"Hehehehe... Eh ini mana Lintang ku sayang kentang goreng nya..." Batari berdiri lalu menuju ke dapur dimana Lintang berada. Meninggalkan ibu dan Wulan yang sedang geleng geleng kepala, melihat Batari yang masih saja pengin makan.

Dan ternyata disana dia, di pojokan dapur sambil makan kentang goreng di cocol saos.

"Lintaaaaaaaang ampuuuun deeeh... Kamu yaaaaa."

******

Selesai makan malam kini Batari sudah di kamar nya bermain ponsel. Ada notif pesan dari Lastri, lalu ia membuka pesan itu.

[Besok aku nggak berangkat sama kamu ya Tar, maaf.🙏]

[Pacarku minta nganterin aku ke toko, gk papa kan?]

"Ya ampun ni bocah, segitu sayang nya kamu sama aku sampai gak enakan gini." Gumam Batari. Lalu ia mengetik balasan.

[Sayangku Lastri yang cantik jelita, its oke ora popo.]

[Silakan, itu hakmu 😘]

Pesan yang ia kirim belum di baca oleh Lastri, tapi ada notif lagi pesan masuk dari nomor tanpa nama. Batari langsung membuka nya.

[Tari met malam. Lagi apa nih?]

[Ni gw Riki.]

Batari mengucek matanya, benarkah ini pesan dari Riki? Serius, hah ya ampun ini berasa mimpi bagi Batari. Harus jawab apa ini, di baca ulang lagi sama Batari isi pesan itu. Tahu dari mana Riki momor nya, ah nggak penting yang penting sekarang adalah ia chating an sama Riki.

[Mlem juga, lagi tiduran aj.]

[Koq km tau nomerku?]

[Iy tau dari grup kelas, kan ada]

Seketika Batari tepuk jidat. Oh ia kenapa tidak terpikir, mungkin karena selama ini ia tak pernah muncul di grup kelas. Selain memang tak terkenal, ia juga tak berani muncul, karena suka jadi bahan ghibah bagi teman nya.

[Oh iya, km lg ngpain?] Isi pesan Tari lagi.

[Lagi nongkrong sama Andre, sama Rio.]

[Masih inget kan?]

[Oh ya ya masih ingat kok.]

[Btw kuliah dimana sekarang?]

[Aku gak kuliah, kerja di toko baju My Fashion, bareng sama Lastri.]

[Oh ya ya gw tau.]

Batari hanya membaca nya, tak membalas lagi. Ia sudah kehabisan topik, seperti ini lah Batari kalo sama orang lain, suka bingung kalo ngobrol.

Sampai akhirnya ia tak membalas dan tertidur pulas. Dengan pesan dari Riki yang tak ia balas.

***

Suasana hatinya masih membaik sampai ia semangat sekali pagi pagi, sebelum berangkat ke toko ia membantu ibu dulu dirumah.

Keluarga itu memang selalu bantu membantu, sadar akan tidak adanya lelaki, dan tidak ada nya kepala keluarga yang sesungguhnya, mereka ber empat selalu gotong royong masalah pekerjaan rumah.

Selesai Salat bareng bareng mereka akan membagi tugas pagi. Seperti sekarang Lintang nyapu, Wulan mengepel lantai, Batari mencuci, dan ibu sedang membuat sarapan.

Sampai di jam enam mereka sudah selesai semua tinggal beberes untuk sarapan dan pergi.

Batari berjalan bersama dua adik nya ke luar, dua adik nya sudah di tunggu oleh teman nya masing masing. Wulan di tunggu Angel teman nya yang selalu memberi tumpangan ke sekolah. Lintang yang sekolah nya tak terlalu jauh dari rumah jalan kaki dengan teman teman se komplek itu.

Ibu melihat anak anak nya pergi dari depan pintu, bibirnya tersenyum.

Sementara Batari sedang menunggu angkutan umum di tempat biasa, tiba tiba seseorang berhenti di depan nya. Matanya melotot tak percaya melihat seseorang berhenti di depan nya dengan tersenyum.

#bersambung 😊

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!