Zaya harus menelan pil pahit dikucilkan oleh negara tanpa diberikan jaminan apapun oleh pemerintahnya karena keputusan sang ibu untuk pergi dari tirani sang ayah yang memiliki istri dan selir lebih dari 10. Meski demikian Zaya dan Melinda sangat bahagia karena pada akhirnya mereka terlepas dari drama yang setiap hari terjadi di rumah besar tersebut.
Meski sang ayah terkenal dengan adil dan bijak dimata para istri dan selirnya, tetapi sikap tegasnya untuk mengatur tingkah para wanitanya yang memiliki seribu satu cara untuk mendapatkan perhatian darinya seringkali membuat Zaya dan Melinda kena getahnya.
Padahal seingat Zaya sang ibu adalah wanita yang paling sabar dan tidak banyak bertingkah, bahkan acap kali Zaya lah yang harus membela sang ibu dihadapan Damian sang ayah karena seringkali menjadi bulan-bulanan para istri dan selirnya hingga Damian terpaksa harus menghukumnya karena dinilai telah bersikap tidak sopan kepara para ibunya dan dirinya.
Hingga satu hari setelah Zaya menerima hukuman dari sang ayah, Melinda memutuskan untuk pergi dari rumah besar tersebut dan memilih untuk dikucilkan oleh negara tanpa diberikan jaminan sepeserpun dari pemerintah.
Hati Melinda begitu hancur ketika melihat Damian yang tega memukuli anak gadisnya dengan menggunakan rotan hingga tubuhnya memar dan sobek, Zaya bahkan pingsan selama empat hari karena demam yang dideritanya.
“Itu adalah hukuman bagi anak yang tidak menghormati orang tuanya” Dengan berat hati Damian mengucapkan kata-kata tersebut dihadapan Melinda dan semua wanitanya.
Bagaimanapun Zaya hanya membela sang ibu dihadapan dirinya, tetapi Damian harus bersikap adil ketika dirinya sedang mendisiplinkan anak-anak berserta para istri dan selirnya.
Hanya para istri dan selir yang mengandung anak laki-laki yang mendapatkan perlakuan istimewa dari seorang kepala keluarga bahkan negara, karena mereka dinilai sebagai wanita-wanita unggul yang telah melahirkan seorang penerus bahkan langsung dilindungi oleh undang-undang di negaranya.
Keesokan harinya Melinda memberanikan diri untuk menemui suaminya untuk mengutarakan niatnya pergi dari rumah besar tersebut.
“Bagaimana keadaan anak kita?” Damian dengan suara beratnya bertanya kepada Melinda dengan tatapan penuh selidiknya.
“Zaya baru saja siuman” Jawab Melinda, dengan sekuat tenaga menahan tangisnya dihadapan Damian. Karena di samping Damian tengah duduk dua orang istrinya yang terkenal begitu tinggi hati karena telah melahirkan anak-anak laki-laki yang tampan.
“Apa yang kamu inginkan hari ini?” Damian kembali bertanya seakan Melinda sama seperti wanita-wanita penghuni rumah besar itu ketika menemui dirinya. Jika bukan karena uang untuk belanja dan mempercantik diri mereka di salon, mereka akan meminta jatahnya sebagai seorang istri atau selir disana.
“Ijinkan aku pergi dari rumah ini” Ucap Melinda pasrah. Ya…Wanita ini sudah tidak mau tahu dengan cemoohan dan hinaan yang akan dia terima dari siapapun didalam dan diluar rumah ini, asalkan dia bisa hidup bahagia dengan anak gadisnya.
“Apa kau tahu resikonya?” Damian berdiri dari duduknya dan melangkahkan kakinya mendekati Melinda.
“Aku tahu..” Melinda tertunduk karena tidak berani menatap wajah sang suami, sebenarnya dirinya adalah wanita kedua yang masuk kedalam rumah itu. Tetapi karena Melinda melahirkan anak perempuan, maka Damian hanya menjadikannya sebagai selir.
Damian menghela nafasnya berat, pria bersuara berat dengan wajah tampan dan jambang menghiasi rahang tegasnya itu tahu betapa wanita ini adalah satu-satunya wanita yang sangat sabar serta penyayang diantara semua wanitanya di rumah itu.
Andaikan saja Melinda melahirkan seorang anak laki-laki sudah pasti Damian akan menjadikannya sebagai istri daripada seorang selir, tetapi meski demikian Damian telah lama menaruh hati pada wanitanya ini.
“Jika kamu sudah tahu, maka aku tidak bisa lagi menahan mu disini…Pergilah” Ucap Damian dengan berat hati, lalu meninggalkan Melinda disana menuju kamar pribadinya.
Melinda mengangguk dan secepat kilat mengikuti langkah Damian keluar dari ruangan itu untuk menghindari cercaan kedua istrinya yang sudah menahan amarahnya sejak tadi, lalu berjalan ke arah berlawanan ketika sudah keluar dari ambang pintu ruangan pribadi milik suaminya tersebut.
Itulah nasib dari seorang selir, mereka bisa keluar dari rumah suaminya tanpa harus melewati proses pengadilan terlebih dulu. Bahkan mereka bisa membawa serta anaknya pergi jika sang ayah tidak menghendaki kehadirannya di rumah besar mereka.
“Mama, aku berjanji akan selalu melindungi mu” Zaya memeluk sang mama didalam mobil yang akan mengantarkan mereka ke sebuah distrik dimana semua selir yang telah meninggalkan rumah suaminya tinggal.
Damian telah memerintahkan sopir pribadinya untuk mengantarkan Melinda dan Zaya ke sebuah rumah di atas bukit dengan kebun kecil mengelilinginya, tanpa sepengetahuan Melinda dirinya telah membelikan selir kesayangannya tersebut sebuah rumah dan menyuruh sang pemilik rumah sebelumnya untuk menawarkan rumah tersebut dengan harga murah kepada Melinda.
“Kita sudah sampai nyonya” Norah membukakan pintu untuk Melinda, lalu membantu Zaya dengan menggendongnya keluar dari sana dan memasuki rumah tersebut.
“Terimakasih Norah” Ucap Melinda setelah pemuda tersebut meletakkan Zaya di atas ranjang kecilnya.
Bahkan Norah yang hanya seorang sopir bisa memiliki istri dan selir sekaligus jika dia menginginkannya, tetapi pemuda baik hati itu hanya memiliki seorang istri yang beruntung telah melahirkan seorang anak laki-laki ke dunia ini.
“Tidak usah sungkan nyonya dan selamat menempuh kehidupan baru disini, semoga kalian berdua bisa hidup damai dan bahagia disini” Ucap Norah sambil memeluk Melinda, satu-satunya wanita yang baik di rumah majikannya.
Keesokan harinya sesuai dengan dugaan Melinda dan Zaya jika dirinya akan menerima cemoohan dan hinaan dari orang-orang setelah seseorang mengunggah berita tentang kepergian sorang selir dari rumah suaminya di media, dengan judul LAGI SELIR HINA TELAH MENINGGALKAN RUMAH SUAMINYA, APA KATA DUNIA?!
Belum lagi petugas dari distrik dan pemerintahan yang datang silih berganti untuk mendapatkan keterangan dari Melinda perihal kepergiannya dari rumah besar tersebut. Melinda harus menandatangi banyak dokumen yang menyatakan dirinya tidak berhak sedikitpun atas harta sang suami dan beberapa surat perintah larangan untuk mendekat juga surat dari pemerintah yang menyatakan bahwa mereka akan lepas dari pertanggung jawaban pemerintah sepanjang hidupnya.
“Kita bisa berkebun mama, dan memelihara banyak unggas disini” Zaya tersenyum saat memberikan beberapa kantung bibit tanaman yang dia temukan di gudang kepada mamanya.
“Darimana kamu mendapatkan semua itu sayang?” Melinda mengerutkan keningnya saat menerima tiga kantung bibit sayuran dari Zaya.
“Aku menemukannya di gudang mama, disana masih banyak lagi bibit tanaman lainnya” Zaya menjawab sambil menggerakkan kepalanya ke arah gudang yang letaknya tak jauh dari rumahnya tersebut.
“Sepertinya sang pemilik rumah meninggalkannya disana, lagipula untuk apa dia membawanya jika sudah dinikahi kembali kan?” Lanjut Zaya, lalu mengikuti langkah kaki Melinda menuju gudang penyimpanan kecil di ujung lahan kebunnya.
“Sepertinya kita harus membeli beberapa ekor unggas untuk kita pelihara dari pasar” Melinda juga melihat banyak kantung pakan unggas menumpuk disana.
Meski bukan hal yang mudah untuk bercocok tanam apalagi dilingkungan dengan kadar polusi yang cukup tinggi akibat emisi gas buang kendaraan dan pabrik yang sudah merusak lapisan ozon, tetapi tidak mengurungkan niat seorang ibu dan anak gadisnya untuk tetap bercocok tanam.
Zaya membeli beberapa buku tentang berbagai jenis metode bercocok tanam sayuran dan buah, juga beberapa pasang ayam dan bebek serta angsa untuk mendukung kehidupan keluarga kecilnya dengan menggunakan uang tabungannya. Hanya dengan cara ini mereka akan aman dari ancaman kemiskinan dan kelaparan yang sudah menunggu didepan mata, gadis itu yakin jika dirinya dan sang mama bisa melalui kehidupan ini berdua.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan stok bahan makanan di rumah mereka pun sudah mulai menipis sementara tanaman sayur yang mereka tanam berbulan-bulan sebelumnya belum bisa membuahkan hasil. Tadinya Zaya dan Melinda akan menjual sebagian dari hasil bercocok tanamnya kepada para penduduk sekitar untuk dibelikan kembali bibit tanaman yang sama.
Selain karena faktor cuaca yang kurang mendukung, kurangnya pengalaman mereka dalam hal bercocok tanam pun menjadikan alasan kenapa bibit tamanan yang telah mereka tanam kurang baik hasilnya.
“Sepertinya hanya sebagian kecil saja yang bisa kita jual sayang, sisanya untuk stok bahan makanan kita” Ucap Melinda ketika keduanya memasukan hasil pertanian mereka kedalam keranjang.
Mereka harus membersihkan terlebih dulu sayuran yang berhasil mereka panen sebelum menjualnya kepada para tetangga, beruntung beberapa orang tetangga terdekat mereka telah memesan beberapa jenis sayuran sebelumnya. Jadi Zaya hanya tinggal mengantarkannya saja sebagian kepada mereka sebelum dia menjual sisanya kepada tetangga yang lainnya.
“Terimakasih gadis cantik, semoga The One memberkati kalian” Ucap seorang wanita paruh baya sambil menggerakkan jarinya di kening Zaya.
“Sama-sama nyonya Petunia, Semoga The one memberkatimu juga” Balas Zaya sambil menyilang kan tangan kanannya di dadanya.
Samar terdengar seorang gadis tengah berbincang dengan teman-temannya di bangku sebuah taman ketika Zaya berjalan melewati mereka saat menuju kediaman nyonya Milly, dengan rasa penasaran yang tinggi Zaya pun memberanikan diri untuk mendekati mereka.
“Aku dengar Jenny telah mendaftarkan diri di kesatriaan” Seorang gadis dengan bintik diwajahnya dengan antusias memberitahu kedua temannya
“Dia memang cocok, dia pintar dan kuat” Balas gadis berambut pendek dengan poni menyamping kepadanya
“Ahh itu hanya alasan dia untuk menghindari pernikahan” Gadis dengan rambut terikat keatas mencibir perkataan kedua temannya.
“Permisi, aku Zaya…Apa yang kalian maksud dengan kesatriaan? Apa aku boleh tahu?” Zaya mengangguk perlahan sambil menyilang kan tangan kanannya di dada.
“Owh…Kau yang dulu ramai diperbincangkan di media itu kan?” Ucap gadis berbintik.
Zaya tersenyum kecut mendapatkan pertanyaan tersebut, sepertinya berita buruk itu belum juga hilang dari ingatan orang-orang pikir Zaya.
“Ish! Jaga mulut mu itu Isya” Gadis berambut pendek bernama Bella menepuk bahu Isya temannya.
“Maafkan atas kelancangan mulut temanku ini Zaya, apa yang ingin kamu ketahui tentang kesatriaan?” Lanjutnya.
“Apa benar yang kalian bicarakan tadi? Jika bergabung dengan kesatriaan kita tidak lagi harus menikah?” Zaya mengangkat kedua alisnya dan membulatkan matanya.
“Aku dengar seperti itu Zaya, tetanggaku Ann Marrie sekarang ini perwira level 3 dan beruntung dia tidak lagi harus memenuhi kewajibannya untuk dinikahi” Jawab gadis dengan rambut terikat tinggi.
“Jangan bilang kamu tertarik Zaya? Kamu akan menjadi gadis tampan nantinya” Kekeh Isya, mengingat penampilan Ann Marrie yang seperti pria belakangan ini.
“Sepertinya aku tertarik, dimana aku bisa mendaftar? Apa gajinya besar?” Cecar Zaya kepada ketiga teman barunya.
“Wah Zaya, sepertinya kamu tidak main-main yah, memangnya kamu sanggup menjalani latihannya? Aku dengar mereka dikirim ke koloni X di planet Nero untuk itu” Isabel gadis dengan rambut terikat tinggi menjawab dengan nada sarkas nya.
“Aku pasti sanggup dari pada harus terjebak didalam sebuah pernikahan yang konyol itu” Balas Zaya asal.
Kedua gadis itu pun tertawa mendengar perkataan Zaya dan melihat raut wajah Isabel yang tiba-tiba menekuk sempurna.
Isya memberitahu Zaya dimana dia harus mencari informasi lengkap berkenaan dengan persyaratan untuk masuk ke kesatriaan, dia bahkan memberikan nomor ponsel Ann Marrie kepada Zaya untuk memudahkan gadis itu dalam mendapatkan semua informasi yang dia butuhkan.
“ Terimakasih Isya, semoga The One selalu memberkati kalian semua” Ucap Zaya sambil menyilang kan tangan kanannya di dada, lalu pergi dari hadapan ketiganya.
Zaya berniat untuk memberitahu mama tercintanya kabar baik tersebut setelah dia selesai mengantarkan semua pesanan dan menjual sisa sayurannya kepada para tetangganya, dia bahkan akan mengerahkan tenaga dan pikirannya untuk meyakinkan sang mama sekiranya wanita itu tidak mengijinkannya pergi.
Secara kebetulan Zaya melihat seorang wanita berpakaian ksatria saat dirinya akan mengunjungi kediaman nyonya tua Sisilia, timbul rasa bangga saat melihat wanita tersebut dengan seragam lengkap yang dikenakannya hingga semakin membulatkan tekad Zaya untuk dapat bergabung dengan kesatriaan.
“Aku lebih baik berperang melawan para penjahat daripada harus berperang melawan prinsip dan hati nurani ku” Batin Zaya.
Zaya kembali ke rumah kecilnya dengan semangat baru yang membara di hatinya, secepat mungkin dia mencari keberadaan sang mama di dapur. Siang hari seperti ini pasti Melinda sedang berkutat di dapur mengolah makanan kesukaan anak gadis kesayangannya.
“Mama…” Panggil Zaya lalu memeluk wanita itu dari arah belakangnya, seakan hari ini adalah hari terakhir dirinya bersama dengan mama tercintanya.
“Iya sayang…Ada apa ini? Tumben” Ucap Melinda sambil mengelus tangan yang sudah tidak lagi halus dan lentik itu.
Terbersit kesedihan di wajah Melinda saat dirinya merasakan tangan kasar anak gadisnya, andaikan dirinya tidak nekat keluar dari rumah besar tersebut mungkin saat ini tangan lentik dan halus Zaya yang akan melingkar di tubuhnya.
“Mama, jika aku pergi dalam waktu yang cukup lama apakah mama akan mengijinkan aku?” Zaya menyandarkan kepalanya di pundak Melinda.
Perlahan Melinda melepaskan tautan tangan Zaya dan memutar tubuhnya lalu menatap wajah cantik anak gadis kesayangannya tersebut.
“Apa maksudmu sayang? Kenapa kamu harus pergi jauh? Dan kemana kamu akan pergi?” Cecar melinda.
“Hari ini aku bertemu dengan tiga teman baru mama, mama tidak akan percaya dengan obrolan mereka” Zaya menuntun sang mama ke kursi makan dan membiarkan wanita itu duduk disana, setelah melinda menaruh masakannya keatas piring.
“Dan aku bertekad untuk ikut bergabung bersama dengan mereka” Lanjut Zaya, yang semakin menambah kebingungan pada diri Melinda.
“Bergabung? Apa maksudmu sayang? Mama semakin tidak mengerti” Melinda menautkan kedua alisnya lalu sambil menggenggam tangan Zaya dan mengelusnya.
Zaya menghela nafasnya dan mengumpulkan keberaniannya. “Aku ingin bergabung dengan kesatria perang mama”
Melinda menatap wajah Zaya dengan rasa tidak percaya, lalu melepaskan genggaman tangannya.
“Apa?!!!”
“Owh ayolah mama…Mama tidak berharap aku akan menjadi istri atau selir dari seorang pria kan?” Manja Zaya di bahu sang mama, meski tekadnya sudah bulat tetapi gadis cantik tersebut tidak mau membuat Melinda bersedih apalagi marah.
“Pikirkan matang-matang sayang, ini bukan main-main…Sekali kamu masuk, kamu tidak akan bisa lagi mundur” Pinta Melinda sambil merapihkan surai rambut anak gadis kesayangannya.
Melinda sangat memahami watak anak semata wayangnya ini, jiwa pantang menyerahnya diwariskan dari sang ayah Damian bahkan wajahnya pun lebih mirip dengan ayahnya tersebut ketimbang dengan dirinya. Hanya kulit dan bentuk tubuhnya saja yang diwariskan olehnya kepada Zaya, itupun sekarang ini tinggi Zaya sudah hampir melebihi dirinya.
“Mama, aku sudah yakin…Tekad ku sudah bulat, aku lebih memilih untuk memerangi para penjahat itu ketimbang harus berperang melawan prinsip dan hati nurani ku sendiri” Zaya menatap wajah sang mama lekat, gadis itu seperti melihat dirinya saat menatap manik indah milik mama tercintanya.
“Apa mama tidak melihat nasib para wanita di distrik ini? Atau para wanita yang terpaksa melayani suaminya karena tidak memiliki keberanian yang sama denganmu? Aku tidak pernah keberatan dengan adanya pernikahan mama, tetapi jika caranya seperti ini…Jelas aku lebih memilih untuk menjadi seorang kesatria dibandingkan menjadi wanita yang dimiliki oleh pria dengan banyak wanita” Lanjut Zaya, lalu memeluk sang mama karena wanita itu sudah tidak lagi bisa membendung air matanya.
Apa yang dikatakan oleh Zaya memang benar adanya, memang secara materil semua kebutuhan mereka terpenuhi saat masih tinggal bersama Damian di rumah besarnya. Tetapi secara moril sangat bertolak belakang dengan hati nurani keduanya, bahkan air mata Melinda seakan habis saat itu.
Sekarang meski hidup mereka pas-pasan bahkan sering kali kekurangan tetapi setidaknya mereka bahagia menjalaninya, tetapi Melinda merasakan kebahagiaan itu ketika bersama dengan Zaya. Apa yang akan terjadi jika anak gadisnya itu pergi? Pikirnya.
“Ijinkan mama memikirkan hal ini sayang, bagaimanapun hari-hari tanpa dirimu akan terasa sangat berat untuk mama…” Melinda mengelus pipi halus Zaya, lalu beranjak dari kursinya menuju kamarnya.
“Semoga The One memberikan aku petunjuk” Batin Melinda, lalu mengambil posisi duduk untuk bermeditasi.
Bukan hanya Melinda yang berkecamuk dengan batinnya, Zaya pun sama. Berat baginya untuk meninggalkan wanita yang tidak lagi muda ini untuk hidup sendirian di tempat ini, apalagi nanti sang mama harus berjuang seorang diri sebelum dirinya bisa memberikan uang untuknya bertahan hidup.
Tetapi bagaimanapun saat ini bergabung dengan kesatriaan adalah pilihan mutlak untuknya sebelum seorang pria datang untuk melamarnya. Aturan negara menuliskan bahwa ketika seorang gadis telah menginjak usia 20 tahun maka mereka wajib menerima pinangan dari seorang pria, meski sang gadis diperbolehkan untuk memilih pinangan dari pria mana yang akan dia terima tetapi tetap saja mereka akan berakhir sebagai selir jika tidak bisa memberikan keturunan berjenis kelamin laki-laki.
“Hanya gadis yang berhasil tergabung dalam kesatriaan yang diberikan kebebasan untuk tidak menikah atau menjadi selir” Gumam Zaya saat dirinya mengingat kembali perkataan ketiga teman barunya belum lama ini.
Zaya tidak bisa membayangkan jika dirinya memilih untuk menerima pinangan dari seorang pria dan pada akhirnya bernasib sama dengan mamanya, itu sama saja dengan hidup dalam sebuah lingkaran setan.
Entah apa yang ada didalam pikiran wanita-wanita itu, apa mereka tidak lagi bisa merasakan cinta seperti yang dirasakan oleh sang mama untuk ayahnya Damian? Meski pada akhirnya wanita itu memutuskan untuk pergi daripada harus terus merasakan sakit di hatinya.
Bukan hanya sekali saja Zaya memergoki sang mama dalam keadaan menangis tersedu dikamar nya karena cemburu dan merasa di khianati oleh Damian, sebenarnya bisa saja kan pria itu memutuskan untuk memiliki ibunya saja tanpa harus meminang wanita lainnya. Perduli setan dengan aturan konyol yang dibuat oleh negaranya itu pikir Zaya, kenapa mereka tidak mengkloning banyak bayi laki-laki saja jika memang bisa dilakukan?
“Bisa juga kan dengan program bayi tabung” Zaya kembali bergumam.
Semenjak dirinya mengutarakan niatnya kepada mama tercintanya, hubungan Zaya dengan Melinda menjadi renggang. Wanita itu lebih banyak berdiam diri di dalam kamarnya setelah membereskan pekerjaannya di rumah dan di kebun, Zaya bahkan harus menahan keinginannya untuk berbicara kembali dengan mamanya.
“Semoga The One memberikan petunjuk kepada mama” Zaya mengakhiri sesi berdoanya sebelum tidur.
Sebulan kemudian Melinda memanggil Zaya untuk bersantap malam bersama setelah sekian lama mereka melewatinya.
“Zaya… The One telah memberikan petunjuk” Ucap Melinda, lalu meraih jemari tangan Zaya dan menggenggamnya
Melinda menghela nafasnya sejenak, meninggalkan rasa penasaran yang mendalam di batin Zaya. Wanita dengan wajah anggun tersebut menatap lekat manik indah milik Zaya dan tersenyum.
“Aku harus memberimu ijin sayang, karena disana nanti kamu akan bertemu dengan seseorang yang akan mengubah takdirmu” Lanjutnya.
“Benarkan itu mama? Apa aku tidak salah mendengarnya?” Zaya memeluk sang mama dan menangis haru disana.
Sebenarnya Zaya pun sering mendapatkan gambaran didalam mimpinya, potongan-potongan peristiwa yang sama yang selalu muncul di hampir setiap malam seminggu belakangan ini. Hanya saja Zaya belum memahami arti dari mimpinya tersebut dan tetap merahasiakannya dari sang mama.
“Apakah kamu sudah mendapatkan surat panggilan dari organisasi?”
Pertanyaan Melinda ini sontak membuat Zaya terhenyak, darimana mamanya ini tahu jika Zaya diam-diam mengikuti ujian saringan tertulis secara virtual pikirnya.
Uhuk…Uhuk…
Dengan gerakan cepat Melinda meraih gelas air minum dan memberikannya kepada Zaya.
“Seharusnya besok mereka mengumumkannya mama…” Jawab Zaya setelah meneguk air minum yang diberikan oleh Melinda.
“Tapi…Darimana mama tahu?” Zaya menautkan kedua alisnya, seingatnya dirinya mengisi soal-soal ujian tersebut saat sang mama tengah sibuk di kebun.
“Aku ini ibumu sayang, dan The One selalu memberikan petunjuknya kepadaku” Jawab Melinda.
Wanita itu ingat saat dirinya tiba-tiba mempunyai keinginan untuk mendekati kamar sang anak, dan secara tidak sengaja melihat Zaya yang tengah sibuk mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh organisasi kepadanya lewat celah jendela yang tertutupi tirai.
“Terimakasih mama…” Zaya kembali memeluk sang mama setelah mencium kening dan kedua pipi wanita tersebut.
“Berterimakasih lah kepada The One, dan mendekat lah kepadanya sayang” Melinda mengusap punggung Zaya yang kiri terasa lebih berisi, bukan gemuk tetapi berotot lalu tersenyum.
Tidak sia-sia anak gadisnya itu diam-diam berlatih setiap malam di kebunnya, belum lagi saat mereka bercocok tanam di siang hari. Zaya menggunakan semua kesempatan tersebut untuk memperkuat fisiknya! Gadis itu bahkan sangat bersemangat ketika harus mengantarkan sayuran segar pesanan tetangganya, dengan begitu dia semakin melatih beban pada otot-ototnya.
“Terimakasih The One…Dan jagalah mamaku selama aku pergi nanti”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!