Siang itu, matahari bersinar dengan sangat cerah. Semua orang terlihat sangat bahagia pada siang itu. Tetapi tidak dengan Irene, perdebatan terjadi antara dirinya dan juga kedua orangtuanya yang memaksa ia untuk mau dijodohkan dengan pria pilihan mereka.
"Pa, Ma, Irene itu sudah dewasa. Irene bisa kok cari pasangan sendiri. Lagipula, pernikahan Irene gak akan bahagia kalau misalkan caranya harus dijodohkan seperti ini. Irene itu kalau cari calon suami harus tau seperti apa dia,"
"Irene, Mama sama Papa itu hanya ingin kamu mendapatkan pria yang baik. Lagipula, kamu juga harus mengerti sayang kalau Papa kamu ini sudah tua dan kamu adalah putri tunggal kami kalau misalkan kamu mendapatkan pria yang tidak baik mau jadi apa perusahaan kita nanti, bisa - bisa perusahaan yang sudah dibangun oleh Papa kamu dengan bersusah payah selama 25 tahun akan hancur dalam waktu semalam saja,"
"Benar kata mama kamu, Irene. Papa sama Mama hanya ingin kamu mendapatkan pria yang terbaik, yang bisa membuat kamu tertawa setiap saat. Papa yakin kok pria yang akan dijodohkan dengan kamu ini adalah pria yang tepat untukmu. Dia itu anak dari sahabat baik Papa,"
"Pa, Ma, pokoknya Irene tetap gak mau dijodohkan, titik gak pakai koma. Udah ah Irene mau pergi keluar dulu soalnya udah ada janji sama Ivana dan juga Shindy. Irene pergi dulu ya Pa, Ma. Assalamualaikum,"
"Wa'alaikumssalam," Sahut Lalita dan juga Rayyan secara bersamaan.
"Pa, gimana ini? Irene gak mau dijodohkan dengan pria itu. Padahal, Mama itu udah cocok banget sama dia. Mama udah berharap banget dia bisa jadi calon mantunya Mama,"
"Sudah biarkan saja dulu, Ma. Papa yakin jika sudah tidak ada lagi pria yang menurutnya cocok untuk jadi pendamping dirinya. Maka dia akan dengan sendirinya menerima perjodohan ini,"
"Ya, Mama harap sih Irene bisa secepatnya menerima perjodohan ini karena Mama udah gak sabar mau jadiin anaknya Anwar itu jadi menantu kita,"
***
Di sebuah cafe kota yang mewah, dua wanita muda sedang duduk di atas rooftop cafe sambil mengobrol dan menikmati makanan yang telah mereka pesan. Dua wanita muda itu ialah Shindy dan Ivana. Mereka berdua merupakan sahabat baik Irene sejak masih duduk di bangku perkuliahan.
"Irene kemana sih? Lama banget," - Shindy
"Iya sampai lumutan kita disini cuma karena nungguin dia doang. Es kopi susunya udah mau habis lagi, bisa - bisa kita diusir dari sini nanti karena cuma numpang duduk doang," - Ivana.
"Hu'um," ( Shindy menganggukkan kepalanya )
Irene dengan langkah kaki yang cepat berjalan menghampiri kedua wanita muda itu.
"Sorry ya guys, Gue ada urusan sebentar tadi," ( Irene pun duduk dan ikut bergabung bersama dengan kedua wanita muda itu )
"Lu kemana aja sih, Ren. Lama banget datangnya, udah lumutan kita berdua cuma nungguin loh doang," - Ivana.
"Biasalah dapat bekal ceramah dari kedua orangtuanya gue yang super super bawel itu,"
"Memangnya Lu ngelakuin hal gila apa lagi sih Ren sampai bokap sama nyokap Lu itu ngomelin Lu lagi," - Shindy.
"Gini ya guys, jadi masa Papa sama Mama gue itu mau ngejodohin gue sama laki - laki yang bahkan gak pernah gue kenal,"
"Apa?! Dijodohin?," Teriak Shindy dan Ivana yang terkejut mendengar kabar bahwa Irene akan dijodohkan.
Teriakan Shindy dan Ivana membuat semua pengunjung cafe yang lainnya menatap ke arah mereka bertiga.
"Suuutttssssss, jangan keras - keras teriaknya. Lihat tuh jadinya semua orang ngelihatin kita bertiga tau,"
"Hehehehe, maaf Ren," Ucap Ivana dan Shindy sambil tertawa kecil.
"Eh, ngomong - ngomong kok bisa sih Lu tiba - tiba aja mau dijodohin kayak gitu sama bokap dan nyokap Lu," - Shindy.
"Iya Ren, memangnya Lu jomblo akut banget ya sampai bokap dan nyokap Lu takut banget kayaknya kalau anak perempuan tunggalnya ini gak bakalan dapat jodoh," - Ivana.
"Ih kalian berdua ini, bukannya prihatin dengan situasi gue sekarang. Eh malah bikin gue tambah pusing,"
"Sorry, Sorry, Ren. Oh ya Ren, ngomong - ngomong gimana sama lamaran pekerjaan yang Lu ajukan ke Perusahaan Gradien Company, diterima gak?," - Shindy.
"Tau ah gue lagi pusing nih sekarang, boro - boro mau ngurusin soal lamaran pekerjaan itu, ngurusin hidup gue yang mau dijodohkan aja gue udah kayak mau mati. Saat ini gue itu lagi pusing banget, iya kalau cowok yang dijodohkan sama gue itu gantengnya kayak Kim taehyung kalau enggak gimana dong. Gue gak habis pikir kalau dapat suami yang hitam, terus rambutnya keriting, giginya besar, OMG hello sorry gue gak akan Sudi punya suami kayak gitu. Apa kata mantan - mantan gue nanti,"
"Astaga, Ren. Lu lebay amat sih, dilihat aja dulu laki - laki yang mau dijodohkan samamu itu," - Ivana.
"Benar tuh, Ren. Kalau ganteng langsung angkut tapi ya kalau jelek udah kasih aja alasan apa gitu kek atau Lu buat aja dia ilfil sama Lu," - Shindy.
"Eh bagus juga ide Lu, Shin. Tumben amat Lu pintar biasanya oon - nya kebangetan,"
"Biasa dia baru dapat cowok baru, Ren. Lu kan tau sendiri kalau teman kita yang satu ini itu dari dulu emang suka kayak gitu. Dia kalau udah dapat pacar baru aja otaknya ngalir dengan sangat deras, sederas aliran sungai di dekat rumah gue," - Ivana.
"Eh Ren, Lu tau gak sih?," - Shindy.
"Kagak tau gue soalnya Lu kan belum ada bilang apa - apa sama gue,"
"Oh ya lupa gue, jadi cowok gue kan kerja tuh di Gradien Company terus dia bilang Salman juga kerja disitu," - Shindy.
"Salman?! Bentar kayak gak asing namanya,"
"Iya gue pun kayak pernah dengar namanya. Tapi siapa ya," - Ivana.
"Ih kalian berdua ini gimana sih, Salman Khairan loh - Senior kita waktu zaman dibangku kuliah," - Shindy
"Yang ganteng itu?!,"
"Iya, Ren," - Shindy.
"Astaga kok bisa sih gue baru tau kalau dia kerja disitu kalau begitu gue juga harus bisa kerja di perusahaan itu juga karena dari dulu gue itu udah suka banget sama Salman. Dia itu perfect gak ada kurangnya,"
"Gue setuju sama Lu, Ren. Terus, kalau misalkan Lu sama Salman dan Salman bisa menangin hati orangtua Lu kan itu artinya Lu bakalan gak akan dijodohkan sama laki - laki yang gak Lu kenal itu," - Ivana.
"Bagus, setuju gue sama Lu, Van. Iya pokoknya gue harus bisa masuk ke perusahaan itu terus gue caper - caper dikit buat deketin Salman,"
Irene berjalan keluar dari kamar mandi yang berada di dalam kamarnya. Ia menggosokkan handuk ke rambutnya yang masih basah. Saat di depan pintu kamar mandi, Irene tiba - tiba saja teringat soal lamaran pekerjaan yang ia ajukan ke perusahaan Gradien Company.
"Astaga, aku lupa mengecek website perusahaan. Aku harus melihat apakah aku diterima bekerja di perusahaan Gradien Company atau tidak,"
Irene melangkah kecil ke arah meja kerjanya. Ia duduk disana dan mulai membuka laptop yang sejak tadi sudah ada di atas meja. Lalu, ia pun langsung membuka website perusahaan Gradien Company. Ia ingin melihat apakah nama ada di daftar orang yang diterima bekerja disana. Tetapi, sepertinya nasibnya memang tidak bagus hari ini. Saat Irene ingin membuka website itu tiba - tiba saja sinyal di rumahnya mulai melambat. Website yang ia buka pun hanya menunjukkan tanda panah yang terus berputar menandakan bahwa itu sedang loading atau sedang dalam proses.
"Ah, kenapa lagi sih ini? Apakah WiFi di rumahku mulai bermasalah lagi. Baiklah, aku akan menunggu hingga satu jam. Aku harap sinyalnya bisa normal kembali agar aku bisa segera mengecek apakah aku diterima bekerja di perusahaan atau tidak,"
"Irene, sayang. Ayo turun Nak, makan malam sudah siap loh," Teriak Lalita dari lantai bawah.
"Iya, Ma. Sebentar lagi, Irene turun kok," Teriak Irene kembali dari dalam kamarnya.
"Aku tinggal aja dulu lah. Lagipula, aku juga sudah lapar,"
Irene pun beranjak dari kursi dan berjalan menuju ke pintu kamarnya. Ia membuka pintu kamarnya. Lalu, keluar dari kamarnya dan tidak lupa ia menutup pintu kamarnya kembali.
****
Ruang Makan.
Irene berjalan ke arah meja makan. Disana sudah terdapat Lalita dan Rayyan yang sejak tadi sudah duduk dan menikmati makan malam terlebih dahulu. Irene menarik salah satu kursi kosong yang berhadapan dengan Lalita. Ia duduk di kursi itu dan mulai mengambil beberapa lauk yang sudah disediakan.
Suasana hening sangat terasa di ruangan itu. Tidak ada satupun suara yang terdengar kecuali suara sendok dan garpu yang saling beradu di atas piring. Lalita yang tidak suka dengan suasana makan malam yang hening pun memulai pembicaraan dengan Irene.
"Bagaimana dengan keputusanmu sayang tentang perjodohan yang telah ditetapkan oleh Papa kamu?,"
"Ma, aku kan sudah bilang kalau aku tidak mau dijodohkan dengan pria manapun. Aku sudah punya pilihan hidupku sendiri, Ma. Jadi tolong untuk jangan paksa aku untuk menerima perjodohan ini,"
"Irene, Papa menjodohkan kamu dengan pria pilihan Papa itu karena Papa gak mau kalau sampai kamu salah memilih,"
"Papa dan Mama memang gak mau aku salah memilih laki - laki atau karena Papa dan Mama mau memperluas jaringan bisnis perusahaan kita. Irene tetap tidak akan mau dijodohkan dengan laki - laki itu,"
"Oke, jika kamu tidak mau menurut dengan Papa dan juga Mama. Maka mulai hari ini Papa akan mencabut semua fasilitas yang sudah Papa berikan sama kamu. Baik itu ATM, kartu debit, mobil, termasuk kamu mulai besok carilah pekerjaan dan rumah sendiri karena rumah ini sudah bukan rumah kamu lagi. Kamu tidak mau menurut dengan Papa kan, itu artinya kamu sudah memilih untuk tidak mau lagi menjadi anak dari Papa dan Mama,"
"Pa, jangan seperti itu dengan anak kita. Irene pasti tidak akan bisa hidup tanpa itu semua,"
"Biarkan saja dia, Ma. Biar dia gak terus manja dan menjadi anak yang pembangkang,"
"Oke, mulai besok Irene gak akan pulang lagi ke rumah ini. Irene juga bakalan hidup sendiri tanpa fasilitas dari Papa,"
****
Halte busway
Pukul 08:00.
Irene berdiri di dekat halte busway sambil menunjukkan ekspresi wajahnya yang terlihat sedikit kelelahan dan tertekan.
"Astaga, kenapa aku menyetujui keputusan Papa kemarin. Aduh sakitnya badanku, capek banget rasanya pagi - pagi udah pindahan ke apartemen yang pernah diberikan oleh paman Samuel untukku saat aku ulang tahun yang ke - 22 tahun. Untung ada apartemen itu kalau tidak kan aku bisa tinggal di rumah kontrakan yang kotor dan tidak memiliki AC. Aku gak akan bisa tinggal satu detik pun di rumah kontrakan yang kecil dan panas,"
"Iri deh ngelihat orang - orang yang masih bisa naik mobil untuk pergi ke kantor. Lah gue sekarang harus nunggu bis untuk bisa pergi ke kantor. Untung kemarin aku ke terima di perusahaan Gradien Company jadi masih bisalah aku menghidupi kebutuhan hidupku sehari - hari,"
Beberapa menit pun berlalu, Sebuah Bis pun datang. Bis itu berhenti di depan halte pemberhentian. Irene dan beberapa orang yang sejak tadi sudah menunggu kedatangan Bis itu pun langsung masuk ke dalam Bis tersebut.
Irene masuk ke dalam Bis dan duduk di kursi sebelah kiri barisan kedua. Ia mengambil airpods dari dalam tasnya. Lalu, ia pun mendengarkan lagu - lagu romansa yang menenangkan dirinya.
Irene yang ketiduran di dalam Bis pun terbangun saat supir bis itu membangunkannya.
"Mbak, Mbak, bangun Mbak,"
"Ah iya, Pak. Astaga maaf, maaf saya ketiduran. Apakah kita sudah sampai di dekat perusahaan Gradien Company, Pak,"
"Perusahaan Gradien Company?! Ya ampun Mbak, kenapa gak bilang kalau mau berhenti disana. Bis ini sudah ngelewatin halte pemberhentian di dekat perusahaan Gradien Company,"
"Astaga, Pak. Kenapa gak bangunin saya sih? Ya sudah ini memang salah saya. Ini uangnya ya, Pak. Saya permisi dulu,"
Irene memberikan dua lembar uang pecahan lima ribu rupiah kepada supir bis tersebut.
****
Irene benar - benar panik saat ini. Ia tidak melihat satupun taxi atau tukang ojek yang lewat. Bahkan driver ojek online pun tidak ia temukan di sekitar tempat itu.
"Aduh bagaimana ini, masa sih hari pertama bekerja aku terlambat,"
Setelah menunggu beberapa menit, sebuah mobil taxi pun akan melintas di hadapannya. Irene dengan sigap langsung berlari ke tengah jalan untuk menghentikan taxi tersebut. Seorang pria tampan dan berpakaian rapi yang mengendarai mobil taxi itu pun panik dan sontak menginjak rem agar tidak menabrak Irene.
"Gadis ini gila atau apa sih, seenaknya aja dia berlari ke tengah jalan. Aku hampir saja menabraknya,"
Pria itu pun langsung melepaskan sabuk pengaman yang ia pakai dan keluar dari mobil untuk menegur Irene.
"Kamu sudah gila ya. Kamu itu kalau mau bunuh diri jangan pas saya lewat dong,"
"Pak, Pak, tunggu dulu sebelumnya saya minta maaf. Tapi saya buru - buru sekarang. Bapak driver taxi kan jadi tolong antarkan saya ke Perusahaan Gradien Company ya sekarang juga,"
"Eh, eh, kamu mau kemana?,"
"Mau naik Taxi ini. Bapak driver taxi kan,"
"Sejak kapan saya bilang kalau saya terima kamu sebagai penumpang saya. Saya lagi gak narik penumpang jadi kamu minggir saya,"
"Pak, saya mohon bantu saya. Saya akan bayar bapak 2 kali lipat deh,"
"Enggak, kalau saya bilang enggak ya enggak. Saya lagi gak narik penumpang jadi kamu pergilah dan cari taxi lain,"
Pria itu pun langsung masuk ke dalam taxi kembali tanpa mau menolong Irene. Irene terlihat sangat kesal dengan pria yang ia anggap sebagai supir taxi yang sombong.
"Baru jadi supir taxi aja belagu. Mentang - mentang ganteng seenaknya aja dia memperlakukan aku seperti itu. Awas ya kalau sampai gue ketemu sama Lu lagi, habis Lu sama gue. Pokoknya gue sumpahin Lu gak dapat penumpang hari ini,"
*****
Perusahaan Gradien Company
Pukul 10:00
Pukul 10 pagi, Irene baru saja sampai di perusahaan Gradien Company. Ia terlihat sangat terburu - buru saat berjalan di lorong koridor perusahaan. Irene yang tidak melihat ke kanan dan ke kiri saat berjalan pun tanpa sengaja menabrak seorang pria yang ternyata itu adalah Salman - Pria yang ia idamkan untuk menjadi suaminya.
"Maaf, maaf, saya tidak sengaja,"
"Irene?! Kamu Irene kan junior saya dulu saat di kampus,"
"Kak Salman, Kakak kerja disini juga?,"
"Oke Irene, kita pura - pura gak tau aja dulu kalau dia kerja disini juga. Basa - basi aja dulu," - Batin Irene.
"Iya, saya sebagai manager disini,"
"Wah, hebat banget ya. Memang saya itu gak salah pilih kak Salman buat jadi calon suami idaman saya,"
"Hah, Apa?!,"
"Ah, tidak, tidak, maksud saya, saya itu gak salah pilih perusahaan ini untuk jadi tempat pekerjaan tetap saya. Lagipula kalau ada yang saya gak tau bisa saya minta ajarin sama kak Salman,"
"Oh gitu, kamu yang kepilih jadi sekretaris baru Boss disini Kan,"
"Iya kak, tapi ngomong - ngomong nih saya gak tau ruangan Boss - nya dimana,"
"Oh gitu, yaudah ayo saya antarkan,"
"Hmmm...maaf sudah merepotkan. Tapi sebelumnya makasih ya kak sudah mau mengantarkan saya,"
"Iya gak usah sungkan, ayo mari saya antarkan,"
Irene pun diantarkan oleh Salman ke ruangan Boss pemilik perusahaan tersebut. Irene tersenyum sambil bersorak gembira di dalam hatinya karena akhirnya senior yang ia suka dulu bisa ia dekati sekarang.
"Akhirnya, kapan lagi kan bisa berjalan beriringan dengan senior ganteng,"
****
Sesampainya di ruangan Boss pemilik perusahaan, Irene dan Salman pun berjalan masuk ke dalam ruangan tersebut. Di dalam ruangan itu terlihat seorang pria yang berdiri membelakangi mereka berdua sambil membaca sebuah dokumen.
"Selamat pagi, Pak Afnan,"
"Pagi, ada apa? Apakah ada dokumen yang perlu saya tandatangani,"
"Tidak, Pak. Saya kesini hanya ingin mengantarkan wanita yang akan jadi sekretaris baru bapak,"
Afnan pun membalikkan tubuhnya. Irene dan dirinya pun sama - sama terkejut saat mengetahui mereka sebelumnya pernah berdebat di jalan. Irene menjadi sedikit takut saat mengetahui bahwa pria yang ia kira supir taxi itu ternyata adalah Boss - nya sendiri. Sementara, Afnan senang mengetahui bahwa Irene akan menjadi sekretaris - nya karena ia bisa memberikan sedikit pelajaran pada gadis sombong itu.
"Oh ini sekretaris baru saya," ( Afnan berjalan mendekati Irene )
"Ada mampus nih gue, ada apa sih dengan dunia ini. Begitu sempit banget sampai dia yang harus jadi Boss gue," - Batin Irene.
Afnan berdiri di hadapan Irene dan menatapnya dengan tatapan tajam. Irene mundur beberapa langkah karena merasa takut dengan Afnan.
"Pak Afnan, bapak kenapa dekat sekali dengan saya," Ucap Irene dengan gemetaran.
"Salman, kamu boleh pergi dari ruangan saya karena saya ada urusan penting dengan wanita ini. Saya ingin memeriksa apakah dia pantas untuk jadi sekretaris baru saya menggantikan sekretaris yang lama,"
"Baik, Pak," ( Salman pun pergi meninggalkan Irene dan Afnan hanya berdua saja di ruangan itu )
"Pak, Apakah bapak tidak berdiri terlalu dekat dengan saya?,"
"Kamu wanita yang tadi memaki - maki saya kan,"
"Ah, tidak mungkin bapak salah lihat itu pasti. Saya rasa belum pernah tuh ketemu dengan bapak sebelumnya,"
"Tapi saya rasa saya pernah bertemu denganmu,"
"Tidak, pasti bapak salah lihat itu,"
"Coba kamu tatap mata saya jika sedang berbicara dengan saya agar biar lebih sopan,"
"Oke, saya memang wanita yang bapak temui tadi. Terus kalau wanita itu adalah saya memangnya bapak mau ngelakuin apa sama saya. Mau gak nerima saya jadi sekretaris baru bapak, oke fine gak apa - apa. Saya juga gak terlalu berminat kok bekerja jadi sekretaris baru bapak,"
"Tapi saya ingin kamu jadi sekretaris baru saya. Cepat kamu tandatangani kontrak ini," ( Afnan memberikan selembar kertas dan pulpen pada Irene )
"Baguslah kalau dia menerimaku untuk bekerja disini. Aku kan jadi bisa leluasa buat deketin kak Salman," ( Irene tanpa berfikir panjang pun langsung menandatangani surat kontrak kerja tersebut )
"Nih suratnya udah aku tandatangani," ( Irene memberikan surat kontrak kerja itu pada Afnan kembali )
"Bagus mulai hari ini aku akan membuatmu tidak akan betah untuk bekerja di perusahaan ini. Lagipula suruh siapa jadi wanita itu sombong pakai acara berani memaki - maki aku segala lagi tadi. Pokoknya waktunya untuk balas dendam dengan cara licik," - Batin Afnan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!