Apakah salah menjadi orang miskin? Apakah salah memiliki wajah yang tak secantik dewi di kahyangan? Semua hal itu seolah menutup satu kelebihan yang dimiliki oleh Adara Ayunda, yang kerap disapa oleh Dara. Menjadi siswa berprestasi, nyatanya tidak membuat Dara di pandang oleh banyak orang. Bekas luka bakar beberapa tahun silam, membuat Dara mendapat julukan si buruk rupa. Apalagi bekas luka itu menutup separuh wajah kiri Dara.
Masuk di sekolah favorit dan elit bukanlah pilihan Dara, melainkan karena beasiswa. Mengetahui Dara adalah siswa berprestasi, pihak sekolah selalu merekomendasikan Dara disekolah yang terbaik. Semua itu di lakukan supaya pendidikan Dara terjamin.
Namun saat terberat bagi Dara adalah, ketika ia masih duduk di bangku kelas 2 SMA, Ayahnya yang seorang kuli bangunan, di fitnah hingga masuk bui. Saat itu Ayah Dara menjadi kuli di sebuah proyek pembangunan apartemen. Hasil pekerjaan Ayah Dara memang sangat bagus dan itu membuat Ayah Dara, Pak Lukman, dekat dan di sukai oleh mandor. Namun ada saja orang yang iri dengan Pak Lukman. Sampai akhirnya Pak Lukman difitnah mengambil bahan baku bangunan dan menimbun di rumahnya. Disanalah Dara semakin terpuruk, bukan hanya di pandang rendah karena miskin dan buruk rupa tapi di pandang rendah karena Dara di cap sebagai anak pencuri.
Bullyan itu tidak pernah berhenti mengunci hidup Dara, bahkan hingga Dara masuk universitas.
Suatu hari saat di kantin, Dara tidak sengaja menumpahkan bakso di pakaian Jessica, dewinya kampus.
''Ma-maaf Jessica. Aku tidak sengaja." Kata Dara sambil membersihkan baju Jessica.
''Maaf-maaf, elo sengaja kan?'' bentak Jessica.
''Aku tidak sengaja. Itu dia menjegalku.'' Kata Dara sambil menunjuk salah satu mahasiswi yang duduk tak jauh darinya.
''Hei, jangan fitnah ya? Elo aja yang jalan nggak pakai mata,'' sahut gadis itu. Lagi-lagi Dara mendapat fitnah yang begitu menyakitkan. Namun ia hanya bisa diam.
''Tuh denger sendiri, elo jangan cari alasan deh. Elo iri kan sama gue? Elo iri sama kecantikan gue kan? Makanya elo sengaja numpahin kuah panas kebadan gue, supaya badan gue melepuh kayak wajah elo, si buruk rupa. Oh ya, gue lupa! Elo anaknya pencuri itu ya? Sudah pasti bibit kriminal ada dalam darah elo.'' Jessica menoyor kepala Dara dengan kerasnya sampai Dara tersungkur di lantai.
Dara mengepalkan tangannya, berusaha menahan rasa sedih, sakit dan malu. ''Ayahku bukan seorang kriminal.'' Kata Dara terbata.
''Dengar ya semua! Kalian hati-hati ya, anak napi seperti dia pasti bibit nyurinya nular juga. Gue heran ya, kenapa ya kampus se-elit ini bisa menerima manusia seperti ini. Sudah jelek, miskin, kriminal lagi! Pokoknya ganti baju gue ini. Elo tahu harga baju ini berapa? Ini harganya puluhan juta." Jessica menoyor lagi kepala Dara. Padahal Dara sudah tersungkur di lantai.
''Tapi aku tidak punya uang sebanyak itu, Jes.''
''Kenapa elo nggak nyoba nyuri aja? Supaya dapat uang banyak. Bokap elo kan pencuri jadi elo belajar aja mencuri buat ganti baju gue.'' Jessica lalu mengambil mangkok bakso miliknya, yang belum sempat ia makan. Jessica kemudian memasukkan satu botol sambal kedalam bakso itu. Lalu Jessica mengguyurkan semangkok bakso itu ke kepala Dara. Mata Dara terasa perih dan sakit karena sambal itu.
''Perih, Jes!" rintih Dara yang tidak bisa membuka matanya.
''Kita impas!" kata Jessica seraya berlalu meninggalkan kantin. Tidak ada satupun yang berani menolong Dara. Dara kemudian berusaha berdiri dan segera menuju toilet. Dara melepas tangisnya, sambil membasuh mukanya yang terasa panas dan pedih.
Jessica sudah memiliki semuanya tapi ia masih saja menyimpan rasa iri pada Dara. Jessica tidak terima jika ada yang lebih unggul darinya. Bukan hanya Dara saja yang ia bully tapi siapapun yang terlihat lebih menonjol darinya. Jessica benci pada Dara karena beberapa waktu lalu, Dara memenangkan lomba mading, sementara Jessica justru kalah telak dari Jessica.
Sudah empat tahun, Ayah Dara mendekam di balik jeruji. Minggu depan adalah hari pembebasan Ayah Dara. Tentu saja Dara sangat sedih karena keadilan belum juga di tegakkan. Bukti itu terlalu kuat mengarah pada Pak Lukman. Selama empat tahun pula, Dara menjalani kehidupan seorang diri di sebuah rumah sederhana. Karena Ibu kandung Dara sudah meninggal saat usia Dara masih 7 tahun.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Dara menerima les privat setelah selesai kuliah. Meskipun tidak seberapa namun hasil dari les privat, bisa Dara gunakan untuk menyambung hidup dan bisa untuk mengirim makanan untuk Ayahnya.
Setelah membersihkan diri di toilet, Dara lalu menuju kelasnya. Semua memandang rendah Dara. Apalagi disana 90% adalah mayoritas anak orang kaya. Sedangkan Dara, hanya mengandalkan otak untuk bisa bertahan disana.
''Dara, kenapa bajumu?'' tanya Pak Burhan, dosen pembimbing di kelas Dara.
''Tidak apa-apa, Pak. Tadi jatuh.''
''Jatuh dicomberan kali, Pak!" seloroh salah satu mahasiswa yang disambut tawa oleh semuanya. Dara hanya bisa diam sambil memeluk tubuhnya yang terasa dingin karena pakaiannya basah dan bau sambal.
''Sudah-sudah, jangan berisik! Kita mulai pelajaran. Dara, kamu silahkan duduk.''
''Terima kasih, Pak.''
Bullyan dan hinaan bahkan diperlakukan memalukan, masih bisa Dara tahan. Tapi jika menyinggung Ayahnya, hati Dara terasa sakit sekali. Ingin membalasnya, namun Dara tidak mempunyai kekuatan untuk membalas mereka. Dara hanya bisa pasrah meratapi nasibnya sembari terus berjuang untuk menyelesaikan pendidikannya.
Setelah jam pelajaran selesai, Dara segera menuju tempat parkir. Dara harus buru-buru pulang karena dua jam lagi ia harus pergi untuk les privat. Namun naas, ban motor butut milik Dara bocor. Sebuah motor honda 800 yang sudah di modif oleh Ayah Dara dulu itu, menjadi tunggangan sehari-hari Dara. Tidak pernah ada rasa malu dalam benak Dara. Disaat semuanya menggunakan mobil dan motor yang bagus, Dara tetap percaya diri dengan tunggangan jadulnya itu. Apalagi itu adalah pemberian dari Ayahnya.
''Ya ampun, apes lagi.'' Kesal Dara. Dari kejauhan Jessica dan kedua temannya mentertawakan Dara.
''Emang enak, rasain elo Dara. Sok-sokan mau ngalahin gue sih!"
''Iya lho, gue gedek banget lihat dia!" sahut Nita, teman Jessica.
''Apalagi gue? Gayanya sok cupu tapi anaknya penipu!" timpal Monik.
''Besok kita kerjain dia lagi, masih belum puas gue.'' Kata Jessica seraya berlalu.
Akhirnya Dara terpaksa menuntun motornya sampai satu kilometer, hingga akhirnya ia menemukan tukang tambal ban. Dara tidak tahu lagi bagaimana bentuk muka dan pakaiannya yang bau ini. Sadar diri, Dara memilih menjauh dari orang-orang yang sedang mengantre.
Setelah satu jam menunggu, akhirnya motor Dara sudah di tambal. Ia segera bergegas untuk pulang dan mandi, bersiap untuk pergi ke rumah seorang anak bernama Nicko. Sudah dua bulan Dara mengajar Nicko. Tidak banyak memang yang menggunakan jasa les privat Dara. Terlebih melihat penampilan Dara yang kumal, culun dan buruk rupa, para orang tua tidak yakin menggunakan jasa Dara. Bukan hanya itu, anak-anak juga merasa takut dengan Dara.
Bahkan saat mengajar anak remaja pun, Dara justru di bully dan di kerjai oleh mereka. Mereka yang badung tentu saja malas belajar dan ingin Dara menyerah dengan sendirinya. Begitu banyak cobaan dan ujian yang Dara lewati. Dara berharap suatu saat ia bisa menemukan kebahagiaannya.
''Kenapa mereka selalu melihat dengan fisik? Tidak bisakah mereka melihat sisi lain dariku, yaitu hatiku. Aku ingin sekali mempunyai teman dan bisa meluangkan waktu bersama mereka. Tapi kenapa mereka selalu mengkotak-kotakan diri mereka, antara si kaya dan si miskin. Juga si cantik dan si buruk rupa. Bukankah dimata Tuhan kita semua sama?'' gumam Dara dalam hati, saat ia bercermin di kamarnya.
Bersambung...
Setelah selesai mandi, Dara bergegas kerumah seorang anak yang bernama Nicko itu.
“Hai Kak Dara.” Sapa Nicko dengan ramah.
“Hai Nicko, bagaimana hasil ulangan kamu tadi?”
“Taraaaa…. Aku mendapat nilai sempurna.” Ucap Nicko sambil menunjukkan kertas hasil ujiannya.
“Yeay, selamat Nicko! Kakak senang sekali. Tuh kan, kamu sebenarnya bisa tapi kamu mungkin yang kurang rajin.”
“Terima kasih ya Dara, sejak Nicko les privat denganmu, semua nilai Nicko bagus.” Sahut Nona Milka seraya membawa nampan bersama minuman dan camilan untuk Dara.
“Sama-sama Nona Milka. Tapi ini semua juga berkat Nicko yang semangat belajarnya.”
“Dara, jangan panggil aku Nona. Panggil saja Kakak, supaya kita lebih akrab.”
“Tapi kan Nona…..”
“Tapi kenapa? Sudahlah jangan sungkan. Hanya kamu yang cocok dengan Nicko. Dan cuma kamu yang bisa menjinakkan Nicko yang super bandel ini. Semua guru privatnya menyerah begitu saja.”
“Pada dasarnya tidak ada anak nakal, Kak Milka. Hanya saja mereka tidak tahu bagaimana cara mengekspresikan perasaannya atau bisa saja dia sedang mencari perhatian.”
“Apa yang kamu katakan benar juga, Dara. Baiklah kalau begitu silahkan lanjutkan ya, aku kebelakang dulu.”
“Iya Kak, terima kasih untuk camilan dan minumannya.”
“Sama-sama Dara.”
“Nicko, Kakak boleh tanya sesuatu?”
“Tanyakan saja, Kak,”
“Kamu tidak takut melihat wajah, Kakak?”
“Tidak! Aku sama sekali tidak takut. Kakak sebenarnya sangat cantik tapi wajah Kakak terluka kan? Itu seperti luka bakar.”
“Iya, ini bekas luka bakar beberapa tahun lalu. Baru kamu lho yang bilang Kakak cantik. Lebih tepatnya kamu dan Ayah Kakak. Baiklah kalau begitu kita mulai belajarnya ya.”
“Iya Kak.”
Hanya keluarga Nona Milka yang percaya dengan jasa privat Dara. Nona Milka bisa memperlakukan Dara layaknya manusia. Mereka bisa melihat sisi lain dari Dara, begitu juga dengan Nicko yang begitu menyayangi Dara. Dara sangat senang mendengar jawaban dari Nicko, disaat semua anak takut kepadanya tetapi Nicko bisa mengatakan cantik padanya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Akhirnya hari yang dinanti oleh Dara tiba. Hari kebebasan Ayahnya. Saat melihat Ayahnya keluar dari pintu besi dan tembok yang tinggi itu, Dara berlari memeluk Ayahnya. Air mata pun lolos dari pelupuk mata Dara dan Pak Lukman saat keduanya saling berpelukan.
“Ayah, Dara sangat merindukan Ayah.”
“Ayah juga merindukan kamu, Nak. Dara lega sekali setidaknya Ayah mendapat remisi dua tahun dari waktu enam tahun. Tapi tetap saja Ayah tidak bersalah.”
“Sudah nak, jangan dipikirkan lagi. Ayah sudah ikhlas menjalani waktu Ayah disana. Nanti kebenaran juga akan terungkap. Siapa yang menabur, dia yang akan menuai.”
“Ayah terlalu baik.” Ucap Dara sesenggukan.
“Ayah lapar, kamu sudah masak untuk menyambut Ayah?”
“Dara sudah masak yang enak untuk Ayah. Ayo Ayah, Dara bonceng dengan unicorn Dara.” Kata Dara sambil menunjuk motor jadulnya.
“Kamu ini ada-ada saja.”
Begitulah Dara yang selalu berusaha ceria dan tersenyum dihadapan Ayahnya. Dara menyembunyikan semua luka batin akibat semua perundungan dan hinaan yang selama ini Dara alami. Dara tidak ingin menambah luka batin Ayahnya.
Sesampainya dirumah, Dara segera mengajak Ayahnya menuju ruang makan. Masakan kesukaan Ayahnya, sambal terasi, ikan asin dan sayur bayam sudah tersaji di meja.
“Ayo makan, Dara. Ayah sudah tidak sabar ingin makan.”
“Baiklah Ayah.” Dara lalu menuangkan nasi beserta lauk dan sayur kedalam piring Ayahnya. Keduanya makan dengan sangat lahap.
“Dara, bagaimana kuliahmu, Nak? Apa teman-temanmu menjauhimu karena Ayah seorang napi?”
“Tidak Ayah! Mereka semua baik pada Dara. Apalagi itu hanya fitnah belaka.” Jawab Dara dengan senyumnya. Padahal dibalik senyum Dara, ia menyimpan luka yang sangat dalam. Semua itu Dara lakukan supaya Ayahnya tidak mengkhawatirkannya.
“Syukurlah kalau mereka semua baik denganmu. Maafkan Ayah yang sudah empat tahun tidak bertanggung jawab pada kamu, Nak. Ayah terkurung dibalik jeruji besi dan meninggalkan kamu. Selama empat tahun terakhir, kamu baik-baik saja kan?”
“Ayah jangan khawatir. Dara baik-baik saja, Ayah. Buktinya Dara ini sehat saja sampai detik ini.”
“Kalau begitu besok Ayah mulai bekerja ya.”
“Bekerja apa Ayah? Sudah, biarkan saja Dara yang bekerja. Ayah istirahat dirumah saja ya.”
“Ayah akan tetap bekerja sebagai kuli, Dara.”
“Dara tidak akan mengijinkan Ayah bekerja. Dara tidak mau hal dulu terulang lagi. Bagaimana mungkin tumpukan semen, besi, beberapa kaleng cat, tiba-tiba ada dihalaman belakang rumah kita? Mustahil sekali Ayah.”
“Namanya kerja proyek, apalagi itu proyek elit, Dara. Setiap pulang kerja, semua bahan material dicek dengan sedetail mungkin. Mereka sangat disiplin sekali, supaya jelas perhari berapa banyak material yang digunakan.”
“Tapi kenapa Ayah yang di tuduh? Pasti ada orang yang iri dengan Ayah. Apalagi sebelumnya Ayah cerita kalau mandor proyek itu sangat menyukai kinerja Ayah dan Ayah dekat dengan dia kan? Bahkan mandor itu ingin mengajak Ayah untuk menangani proyek lain. Eh tapi keesokan harinya, rumah kita digrebek.”
“Mungkin saja ada yang begitu, Nak.”
“Tapi Ayah, masa Ayah tidak merasa ada teman Ayah yang mencurigakan?”
“Sama sekali tidak. Ayah tidak mudah berpikiran buruk dengan orang lain.”
“Ayah, kenapa Ayah jadi orang baik banget sih. Hati Ayah terbuat dari apa?”
“Sudah ya, kita jangan bicarakan itu lagi. Lebih baik kita nikmati saja makanan ini.” Kata Pak Lukman yang masih bisa menyunggingkan senyumnya.
“Ayah, terkadang kebaikan kita tidak terlihat oleh orang yang membenci kita. Apalagi yang beruang lah yang paling berkuasa. Kita tidak punya daya apapun untuk melawan mereka yang jahat. Kita hanya bisa mengandalkan doa dan Tuhan saja. Berharap suatu saat nanti kebenaran itu akan tertangkap. Dan berharap suatu saat Dara bisa membahagiakan dan membanggakan Ayah.” Ucap Dara dalam hati.
Keesokan harinya, Dara pergi ke kampus seperti biasa. Kali ini ia begitu semangat karena Ayahnya akhirnya bebas. Setidaknya ada yang menunggunya saat ia pulang dari kampus.
“Ayah, Dara berangkat dulu ya.” Pamit Dara sambil memeluk Ayahnya.
“Kamu hati-hati ya, nak. Kamu tidak memakai masker untuk menutupi lukamu?”
“Sudah lama sekali Dara melepaskan masker itu, Ayah. Dara ingin berdamai dengan keadaan. Nanti kalau Dara sudah bekerja dan miliki banyak uang, Dara akan menghapus luka bakar ini. Dan wajah Dara bisa kembali seperti dulu.”
“Bagi Ayah, kamu itu sangat cantik, Nak. Tuhan sepertinya sengaja menyembunyikan kecantikan kamu dengan luka bakar itu. Tuhan ingin melindungi kamu dari kejaran buaya darat. Bayangkan saja jika tidak ada luka bakar itu pasti kamu akan menjadi primadona dan semua pria akan mengejarmu.” Kata Pak Lukman dengan tawa kecilnya.
“Sudahlah, Ayah jangan menghiburku. Aku sudah terbiasa dengan wajah seperti ini, Ayah. Ayah tidak perlu menghibur Dara. Dara bahagia kok, Yah.”
“Kamu memang anak yang baik. Ayah berharap suatu saat kamu akan menemukan kebahagiaan. Maafkan Ayah yang tidak bisa membahagiakan kamu.”
“Kenapa Ayah minta maaf? Dara sudah sangat bahagia. Apalagi sekarang Ayah sudah di rumah. Baiklah Dara berangkat dulu. Kalau kita terlalu banyak mengobrol, Dara bisa telat.”
“Iya nak, kamu hati-hati ya.”
“Iya Ayah. Ayah baik-baik ya dirumah.”
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
“Sean, kamu harus keluar kandang! Kamu mau jadi bujang lapuk apa? Papa menyekolahkan kamu di sekolah elit, supaya kamu menjadi penerus Papa tapi kamu malah seperti itu.” Sepertinya amarah Tuan Gunawan, sama sekali tidak bisa membuat Sean keluar dari pesembunyiannya.
“Hari ini, kamu harus pergi ke kampus yayasan milik kita. Kamu akan berdiri disana menggantikan Papa. Kamu ini pewaris Papa tapi sikap kamu seperti seorang pengecut. Masa iya selalu Reza yang menajdi juru bicara kamu." Mendengar kemarahan Papanya, Sean hanya bisa menunduk. Bahkan toyoran berkali-kali di kepala Sean tidak membuat Sean bergeming.
“Pah, cukup! Sean ini sudah dewasa. Papa tidak seharusnya memperlakukan Sean seperti itu. Selama ini Sean sudah melakukan apa yang Papa inginkan.” Nyonya Sonia berusaha menenangkan amarah suaminya yang meledak-ledak.
“Tapi bukan ini yang Papa inginkan, Mah. Dia menjadi seperti pengecut seperti ini. Dan Papa tekankan juga, kalau Papa akan mencarikan jodoh untuk kamu. Sudah saatnya kamu hidup berumah tangga.”
“Sean tidak mau, Pah!” jawab Sean dengan gugup.
“Mau tidak mau harus mau! Kamu sendiri tidak pernah berhasil mendapatkan seorang wanita kan? Mereka semua menjauh karena manganggap kamu aneh. Kalau kamu memang punya calon sendiri, bawa kehadapan Papa. Kalau tidak, Papa yang akan mencarikan jodoh untuk kamu.” Tuan Gunawan kemudian berlalu meninggalkan rumah Sean bersama istrinya.
Sean menghela nafas lega setelah Papanya pergi. Dan kemudian, masuklah Reza dengan membawa setelan jas lengkap dan masker hitam. Ya, itulah cara Sean menghadapi dunia luar. Setidaknya membantu Sean untuk mengurangi rasa takut, khawatir, gugup dan sedikit membuatnya merasa percaya diri.
“Bos, sampai kapan mau sembunyi? Bos ini sangat tampan, jadi tunjukkan pesonamu, Bos.” Kata Reza, sekretaris dan orang kepercayaan Sean.
“Berikan pakaiannya, tunggu aku diluar.” Kata Sean dengan sikap dinginnya itu.
“Baik, bos.” Jawab Reza.
"Bawa wanita itu kehadapanku, Reza. Aku akan bernegosiasi dengannya." Ucap Sean, saat Reza hendak keluar dari kamarnya.
Reza terkejut. Langkahnya terhenti. "Bos serius?"
"Iya lah. Wanita seperti itu mudah untuk dimanfaatkan. Yang penting kan aku menikah dan dia mendapat keuntungan."
Reza menghela. "Seleramu memang aneh, Bos."
"Sudah, keluar sana dan siapkan mobil."
"Baiklah Bos." Ucap Reza seraya berlalu meninggalkan kamar tuannya.
"Mata bos katarak apa ya? Apa tidak ada wanita cantik? Masa iya mengincar itik buruk rupa?" gumam Reza dalam hati.
Bersambung.... Maaf ya aku revisi ulang 🙏
Sesampainya di kampus, Dara merasa bingung karena suasana kampus sangat ramai tidak seperti hari biasanya. Bahkan ada karpet merah yang di gelar di depan pintu masuk gedung. Dara lalu memberanikan diri untuk bertanya pada salah satu mahasiswa yang tampak berhamburan itu.
“Eh maaf, ada apa ya?”
“Hari ini putra pemilik kampus akan datang. Jadi semuanya sedang sibuk.”
“Oh begitu, terima kasih.” Kata Dara. Dan mahasiswa itupun berlalu.
Sementara itu Jessica di dalam kelasnya sedang sibuk berdandan. Jessica penasaran sekali dengan putra pemilik kampus ini.
“Dia pasti sangat tampan bukan? Aku harus mempersiapkan diri secantik mungkin. Yang aku dengar, dia masih single lho. Bukankah ini kesempatan bagiku untuk menggaetnya?”
“Jessica, tapi dia disini kan hanya untuk memberikan pengarahan tentang program baru di kampus serta penambahan fasilitas dan sarana prasarana di kampus. Dia kesini kan untuk menggantikan posisi Ayahnya.” Sambung Nita.
“Ya apapun itu, gue harus dandan semaksimal mungkin. Masa iya dia tidak mau melirikku sama sekali.” Kata Jessica dengan rasa percaya diri yang begitu tinggi.
“Dan berita yang gue dengar, dia akan mengajak beberapa mahasiswa berprestasi untuk tatap muka dan berdiskusi dengannya. Membahas program baru untuk menyambut tahun ajaran baru. Secara kita sebentar lagi mau lulus.” Timpal Monik.
“Yah kalau untuk urusan prestasi kayaknya gue mundur deh tapi kalau urusan siapa yang tercantik, sudah pasti gue yang kepilih.”
Dan seketika mood Jessica berubah saat melihat Dara melintasi kelasnya.
“Hei, anak maling!” Jessica memanggil Dara dengan nama itu. Dara tetap berjalan dan mengabaikan panggilan Jessica.
“Wah, dia sudah berani melawanku rupanya,” kesal Jessica. Jessica kemudian beranjak dari duduknya hendak mengganggu Dara namun ternyata Dara sedang berbicara dengan Pak Burhan.
“Dara, sebaiknya kamu bersiap ya?”
“Bersiap untuk apa ya, Pak?”
“Jadi pemilik kampus ini akan datang kemari untuk menyampaikan program baru untuk kampus ini. Namun kali ini ada yang berbeda karena beliau meminta bertemu dengan mahasiswa yang berprestasi di kampus ini. Beliau ingin mengajak berdialog secara langsung dengan para mahasiswa. Ini kesempatan bagus untuk kamu, Dara. Apalagi ini kesempatan yang datang empat tahun sekali. Tidak semua orang punya kesempatan berbincang langsung dengan beliau. Kamu mau kan?”
“Saya bersedia, Pak. Terima kasih ya Pak, telah memberikan kesempatan ini pada saya.”
“Iya sama-sama Dara. Nanti setelah acara pertama selesai, kamu langsung menuju ruang pertemuan ya.”
“Baik, Pak. Sekali lagi terima kasih untuk kesempatannya.”
“Iya, sama-sama Dara.” Pak Burhan kemudian berlalu meninggalkan Dara. Dara sangat bahagia mendapat kesempatan emas ini. Setidaknya disana nanti, dia bisa mengutarakan pendapatnya tentang perundungan. Bukan hanya utnuk dirinya tapi juga untuk orang lain.
Jessica yang mendengar obrolan itu merasa sangat geram pada Dara. Jessica dengan bibir manyunnya kembali kedalam kelas. Monik dan Nita menatap aneh Jessica yang wajahnya berubah kusut itu.
“Ada apa Jes? Kok lecek gitu?” tanya Nita.
“Gue kesel banget.”
“Kesel kenapa sih? Bukannya udah puas ngerjain si Dara itu.” Sambung Monik.
“Puas apanya? Yang ada gue kesel karena si anak maling itu dapat kesempatan dialog tatap muka sama anak pemilik kampus ini.”
“WHAT?” seru Monik dan Nita bersamaan.
“Tapi gue nggak heran karena si Dara emang pinter,” sahut Nita.
“Elo kok belain dia sih? Seharusnya yang pantas itu Jessica.” Bela Monik.
“Ya bukannya gitu, Mon. Secara dia kan emang gitu kenyatannya. Tapi emangnya elo dengar darimana sih, Jes?” tanta Nita.
“Gue barusan denger Pak Burhan ngobrol sama dia. Gue heran deh, kenapa anak maling masih juga dikasih tempat. Apa dia nggak malu-maluin apa dengan mukanya itu? Bikin rusuh kampus saja.” Kesal Jessica.
“Mungkin belum banyak yang tahu masa lalu dia kali, Jes. Kayaknya yang tahu juga kita-kita ini. Apalagi kita satu SMA sama dia. Tapi ya sudahlah, elo masih punya banyak kesempatan. Bokap elo kan juga orang punya kuasa, elo kan bisa bantu bokap elo buat nyari tahu siapa putra dari pemilik kampus ini.” Sambung Nita.
“Iya juga ya, Nit. Ah ide elo bikin gue sedikit lega.”
“Ya iyalah Jessica. Untuk apa elo minder sama si buruk rupa itu. Elo itu sempurna. Masa hanya diskusi begitu saja elo udah ciut. Elo bisa lebih dari sekedar diskusi Jes. Siapa tahu dia bisa jadi pacar elo, iya kan? Jai tenang saja lah. Masa iya sama Dara elo ketar-ketir.” Lanjut Nita.
“Iya juga ya, bego amat gue.”
“Ya udah mending touch up lagi supaya makin kece. Jessica si primadona kampus.” Sambung Monik.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Acara sambutan pun di aula di mulai. Belum juga naik podium, Sean sudah merasakan tubuhnya gemetar. Keringat dingin sudah mengucur di keningnya. Dengan ragu-ragu Sean berjalan menaiki podium. Sean kemudian mengeluarkan sebuah secarik kertas dari saku jasnya. Mencoba berbicara didepan umum tanpa teks, tidak pernah membuat Sean berhasil. Padahal isi teks itu dirinya sendiri yang membuatnya.
Berkali-kali Sean menghela nafas berusaha tenang. Setidaknya masker hitam itu sedikit mengurangi rasa takutnya ketika berhadapan di depan banyak orang. Sorot kamera wartawan mengarah pada Sean. Mereka sangat penasaran dengan wajah Sean. Karena selama ini wajahnya selalu tertutup oleh masker. Karena selama ini Reza lah yang menjadi juru bicara untuk Sean.
Sean mulai berbicara dengan terbata. Para petinggi kampus saling melempar pandangan, merasa heran dengan suara gugup Sean yang terdengar begitu jelas di dalam mikrofon. Mereka heran, bagaimana mungkin seorang pewaris bisa gugup berbicara di hadapan publik. Meskipun isi pidato Sean itu sangatlah bagus.
Berdiri sepuluh menit dipodium, seperti berdiri berabad-abad bagi Sean. Selepas memberikan sambutan dan pidatonya, Sean bergegas menuju toilet. Didalam toilet, Sean melepas maskernya. Nafasnya terengah dan wajahnya tampak pucat. Ia kemudian membassuhkan air ke wajahnya.
“Bos! Bos baik-baik saja?” tanya Reza saat dirinya sampai di toilet. Reza melihat wajah pucat pasi tuannya.
“Iya, aku tidak apa-apa. Tapi ini sangat menyiksaku.”
“Bos tadi jauh lebih baik dari sebelumnya.”
“Lalu apa di aula itu timbul kegaduhan?”
“Tenang Bos, aku sudah mengurus mereka.”
“Sebaiknya batalkan acara tatap muka dengan mahasiswa pilihan itu. Sebagai gantinya, suruh mereka untuk menuliskan aspirasi mereka dalam bentuk surat. Nanti aku akan membalas surat mereka dengan mengirimkan video. Aku ingin segra pulang.”
“Ba-baik bos.” Reza mengerti kondisi Sean saat ini yang begitu tertekan.
“Oh ya satu lagi, bawa gadis itu hari ini juga di hadapanku.”
“Apa tidak ada pilihan lain bos?”
“Sepertinya hanya dia yang mau. Kamu tahu kan semua wanita ilfill denganku. Dia pasti sangat mudah untuk dimanfaatkan. Apalgi dengan imbalan yang akan kita berikan.”
“Lalu, apa yang harus aku lakukan bos?”
“Culik dia!”
“Apa? Menculiknya?” Mata Reza membulat. Ia tidak menyangka kalau bosnya itu ternyata bisa sekejam itu.
“Iya. Culik dia! Tapi jangan sampai menyakitinya. Tidak ada waktu lagi.”
“Ba-baiklah bos. Siap laksanakan!”
-
Sementara itu Dara harus menelan rasa kecewa karena acara tatap muka dibatalkan karena putra pemilik kampus tidak enak badan. Namun Dara sedikit lega karena diberi kesempatan untuk menuliskan surat.
Jam kuliah selesai, Dara bergegas untuk pulang. Namun ia mendapati motornya tidak ada tempat parkir.
“Dimana motorku?” gumam Dara. Dara menelusuri di setiap sudut tempat parkir namun tidak menemukannya. Tiba-tiba ponsel Dara bergetar, satu pesan masuk dari nomor tak di kenal.
Pergi ke halaman belakang dekat gudang! Isi pesan itu. Dara sekuat tenaga berlari menuju halaman belakang dekat gudang. Dara tidak percaya ada segerombolan orang yang menyiram motornya dengan minyak tanah.
“Hentikan!” teriakan Dara membuat merka menoleh kearah Dara. Namun keempat pria itu hanya tersenyum mengejek kearah Dara. Dan tiba-tiba saja ada gerombolan lagi yang datang. Mereka mengepung Dara lalu melemparkan tepung, telur dan air ke tubuh Dara. Bahkan motor Dara itu sudah di lalap api. Dara hanya bisa menangis dan menunduk, menerima perbuatan jahat mereka. Dara tidak bisa melawan mereka.
“Dasar anak maling! Seharusnya kamu pergi dari kampus ini.” Begitulah teriakan mereka yang menghakimi Dara dengan kejamnya. Sampai akhirnya ada suara seseorang yang membuyarkan kerumunan itu. Seorang pria yang memakai pakaian serba hitam. Dara hanya bisa melihat sorot mata pria itu karena wajah pria itu tertutup oleh masker. Dan mendadak Dara pun hilang kesadaran.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Tiga jam sudah Dara tidak sadarkan diri. Namun perlahan, ia mulai tersadar. Kepalanya terasa berat sekali. Dara kemudian bangun dan menyadari ia tidak berada di tempat yang seharusnya. Dara berada disebuah kamar mewah.
“Dimana ini?” gumam Dara. Dara melihat tubuhnya yang masih kotor dan sangat bau.
Pintu kamar terbuka. Munculah dua sosok pria dihadapan Dara. Pria pertama lengkap dengan pakaian hitam. Wajahnya juga terturup masker hitam, sementara kepalanya tertutup oleh kapucong jaket. Sorot mata itu menatap tajam kearah Dara.
“Sorot mata itu?” gumam Dara dalam hati. Sedangkan pria yang satunya memiliki penampilan yang lumayan dengan setelan jas.
“Si-siapa kalian?” tanya Dara teragap.
“Ap-apa kalian komplotan dari mereka yang membakar motorku?” tanya Dara lagi. Namun kedua pria itu hanya diam tak bergeming.
“Se-sebenarnya apa yang kalian inginkan dariku? Kenapa kalian suka sekali merundungku? Apakah aku tidak pantas berada di kampus itu? Apa hanya anak orang kaya yang berhak kuliah disana?” Dara menumpahkan semua kekesalannya. Air matanya mengalir begitu saja. Tubuh Dara bergetar.
“Tenang Nona! Kami tidak akan menyakitimu.” Ucap pria berjas itu.
“Duduklah disofa. Kita bicara.” Perintah pria berjas itu. Sebenarnya dua pria itu adalah Sean dan Reza. Dara dengan gemetar beranjak dari tempat tidur lalu menuju ke sofa. Sean kemudian duduk di sofa berhadapan dengan Dara. Sementara Reza berdiri disamping Sean.
“Ak-aku tidak mau basa-basi lagi.” Kata Sean dengan tergagap. Dara mengernyitkan alisnya, melihat sosok pria seram dihadapannya namun bicaranya tergagap.
“Sebenarnya siapa kalian? Apa yang kalian inginkan dariku? Aku ini miskin dan jelek. Jadi tidak ada keuntungan yang bisa kalian ambil dariku.” Ucap Dara dengan suara bergetar.
Sean menghela. “Jadilah istriku! Aku akan membayarmu berapapun kamu mau.” Ucapnya dengan sekali tarikan nafas. Setelah itu Sean menjadi terengah-engah. Mata Dara membulat mendengar ucapan Sean. Seorang pria yang sama sekali tidak ia kenal tiba-tiba memintanya untuk menjadikannya istri.
“APA? ISTRI?” Ucap Dara dengan rasa tidak percaya. Kini giliran Reza untuk mengambil alih obrolan selanjutnya.
“Nona Adara Ayunda. Kami tahu semua tentang hidup anda. Puncak perundungan itu terjadi saat Ayah anda dituduh mencuri. Anda mempunyai luka bakar diseparuh wajah anda dan itu yang menyebabkan anda dipandang sebelah mata. Status sosial anda pun tak luput dari perundungan. Apalagi sejak masuk sekolah dasar sampai univeristas, anda selalu mendapatkan beasiswa karena anda memang pintar dan cerdas. Wow! Itu adalah prestasi yang sangat membanggakan. Namun sayang sekali tidak ada yang melihat itu. Jadi inti dari ucapan Tuan saya tadi adalah, menikahlah dengannya. Maka hidup anda akan terjamin. Anda akan mendapatkan uang berapapun yang anda mau, fasilitas rumah dan kendaraan, biaya hidup yang terjamin serta kami akan membawa anda ke Korea untuk melakukan operasi bekas luka bakar anda. Kami juga akan melindungi anda. Jadi tidak akan ada lagi yang berani merundung anda. Dan satu hal yang terpenting, kami akan membantu membersihkan nama Ayah anda, sekaligus kami akan mencari pelaku yang sebenarnya. Sudah saatnya anda mengubah takdir hidup anda dengan menjadi istri bayaran Tuan Sean.” Jelas Reza panjang lebar. Reza kemudian mengeluarkan sebuah dokumen yang berisi apa saja yang akan Dara dapat dari perjanjian itu. Dara hanya terdiam dan mencoba mencerna apa yang dikatakan oleh Reza.
“Pikirkan baik-baik Nona. Pernikahan itu tidak selamanya dan ada masanya. Anda juga tidak akan dirugikan secara fisik. Jika perjanjian itu berakhir, apa yang sudah kami berikan akan menjadi milik anda seutuhnya. Jangan mencoba kabur karena kami bisa menemukan anda dimanapun anda berada. Kami akan menunggu kabar anda besok, ini kartu nama saya. Sebaiknya anda mandi dan bersih-bersih dulu karena aromanya sudah sangat menyengat. Kami juga sudah menyiapkan baju untuk anda. Motor anda pun sudah kami selamatkan namun masih berada didalam bengkel.” Sambung Reza. Dara benar-benar terkejut dengan apa yang dialaminya saat ini. Kehidupannya seperti mendadak berputar 180 derajat. Tidak pernah terbesit dalam benaknya dengan ini semua.
“Kalau begitu kami permisi. Ada anak buah Tuan Sean di bawah yang akan mengantar anda pulang.” Lanjut Reza. Sean dan Reza kemudian beranjak dari sofa dan pergi meninggalkan apartemennya.
“Haruskah aku menerima tawaran ini? Ini saatnya untuk mengubah nasib hidupku. Demi Ayah! Aku tidak masalah jika luka bakar ku tidak hilang asalkan nama Ayah bersih. Mungkin ini lah saatnya aku mengubah takdirku.” Gumam Dara sambil membaca isi dokumen itu.
Bersambung.... Maaf ya ceritanya aku rombak 😁🙏
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!