Niya tampak memijat pelan dahinya sendiri, berharap mengurangi rasa pusing yang tengah dialaminya. Entah pusing karena ia tengah dalam perjalanan, atau pusing karena perasaannya dibuat tidak menentu dalam beberapa hari ini.
Tepat satu hari setelah usianya menginjak 17 tahun, Niya mendapati rahasia terbesar hidupnya, bahwa Ia adalah seorang Diajeng, atau putri bangsawan dari daerah Jawi.
Siapa sangka, Ibunya yang tampak hidup santai sebagai seorang kurator galeri seni di Jakarta, ternyata menikahi seorang putra keluarga bangsawan dari keturunan keluarga Hirawan, atau lebih tepatnya Almarhum Ayah Niya adalah salah satu pewaris dari Hirawan Corp, grup perusahaan keluarga yang bergerak dibidang kosmetik dan media televisi.
Bak cerita drama Korea, kisah cinta Ayah dan Ibu Niya awalnya mendapat banyak pertentangan, karena seorang putra bangsawan yang hanya menikahi gadis dari kalangan rakyat biasa. Maka pernikahan keduanya ditutupi dari media pemberitaan. Terlebih setelah Ayah Niya meninggal dalam kecelakaan pesawat, Ibu Niya memilih keluar dari Rumah mewah keluarga Hirawan dan hidup mandiri di Jakarta.
Namun, setelah merahasiakan bertahun-tahun, kemarin secara tiba-tiba Ibu Niya menceritakan silsilah keluarga Hirawan kepada Niya. Kemudian, secara mendadak merencanakan kepulangan keduanya ke Jawi.
“Niya, kamu jangan main handphone terus dong…” ucap Ibu membuyarkan konsentrasi Niya yang tengah terpaku membaca artikel dilayar telepon genggamnya, entah sudah berapa kali ia mencari dan membaca semua artikel tentang keluarga Hirawan, keluarga yang secara ajaib tiba-tiba menjadi bagian dari dirinya.
“Kamu tunggu sini ya.. sambil lihat-lihat sekitar, nanti katanya ada sopir yang mau jemput kita. Ibu pergi ke toilet dulu ya..” pesan Ibu panjang lebar yang hanya dijawab dengan anggukan kepala Niya.
Niya akhirnya menuruti ibunya, menutup jendela browser diponselnya dan mulai melihat sekeliling mencari-cari sosok orang yang akan menjemput keduanya. Niya baru pertama kali ini mengunjungi Jawi, daerah kecil yang hanya memakan waktu perjalan 30 menit dengan pesawat dari Jakarta ini ternyata memiliki sebuah bandara juga. Meskipun kecil, bandaranya cukup cantik dikemas dengan nuansa khas Jawi lengkap dengan ukiran dan batiknya. Terpesona dengan suasananya, Niya kembali membuka layar ponselnya dan mulai merekam berbagai foto dari berbagai sudut bandara ini.
Selama ini Niya hanya mengetahui Jawi dari buku pelajaran, video youtube dan cerita-cerita dari Indira, sahabatnya yang meskipun bukan berasal dari daerah Jawi tapi dia cukup mengetahui seluk-beluk daerahnya terutama kerajaannya. Indira mengikuti segala pemberitaan terbaru kerajaan Jawi, karena ia adalah fans berat dari Pangeran Aditama, putera Mahkota kerajaan Jawi yang dikenal memiliki paras rupawan bak selebriti.
Niya tersenyum geli, membayangkan ekspresi hebohnya Indira jika kelak ia menceritakan bahwa dirinya adalah seorang Diajeng dari keluarga Hirawan dan juga sepupu dari calon istri Pangeran Aditama. Kepulangan Niya kali ini memang bertujuan menghadiri prosesi pernikahan antara keluarga Hirawan dan keluarga Kerajaan Jawi.
Karena alasan pernikahan ini pula, akhirnya Ibu Niya menceritakan status Diajeng kepada Niya. Pernikahan ini akan mengundang banyak media untuk meliputnya, dimana keluarga Hirawan juga akan banyak disorot. Untuk menghindari pemberitaan yang tidak diinginkan, keluarga Hirawan sudah lebih dulu menghubungi Ibunya, dan meminta kehadirannya bersama Niya dalam setiap prosesinya kelak.
Terdengar agak egois memang, karena kehadiran Niya dan Ibunya baru diingat ketika keluarga Hirawan akan bersinggungan dengan Kerajaan Jawi, Namun, yah.. beginilah mungkin realita keluarga Ningrat, dimana menjaga nama baik dan menghindari berita sumbang adalah kewajiban bagi setiap anggota keluarganya.
Niya yang awalnya bingung setengah mati, namun kini Ia sedikit memahami keputusan Ibunya yang memilih hidup mandiri di Jakarta, meskipun kehidupan mereka tidak semewah keluarga Hirawan tapi setidaknya keduanya bebas melakukan hal-hal yang mereka sukai layaknya masyarakat biasa tanpa memikirkan pandangan media.
“Jika kamu mau menikah denganku, maka aku akan segera memutuskan pertunanganku!”
Tiba-tiba suara maskulin terdengar dari arah belakang tempat duduk Niya. Meskipun setengah berbisik, karena jarak yang cukup dekat, Niya dapat mendengarnya dengan jelas.
“Cih… maksudnya apa laki-laki ini.. maksudnya dia melamar pacarnya padahal dia sudah punya tunangan?! dasar buaya darat!” gerutu Niya dalam hati. Ia pikir hanya akan mendengar dialog seperti ini hanya pada adegan sinetron perselingkuhan saja, tapi nyatanya ia mendengar dalam kehidupan nyata, di Kota Jawi pula, kota yang dikenal dengan penduduknya yang santun dan ramah.
Didorong rasa penasaran. Niya tampak menolehkan sedikit kepalanya kebelakang, mencari orang yang tengah bicara ini. Tampak sepasang anak muda tengah duduk tepat dibangku belakangnya. Keduanya mengenakan topi, masker dan baju serba hitam. Membuat Niya berpikir apakah keduanya tengah bercosplay menjadi ninja atau selebriti yang tengah menutupi identitasnya.
Meskipun keduanya tengah memakai topi dan masker, namun Niya yakin keduanya memiliki paras yang rupawan. Postur tubuh wanitanya tampak ramping dan mungil, sementara prianya tampak berpostur fit dan tinggi. Keduanya tampak seperti pasangan model yang foto-fotonya terpajang di Pinterest.
“Sudah berapa kali aku bilang aku tidak mau menikah denganmu!” ucap sang wanita tegas. Niya bersorak dalam hati dan memuji kerennya sikap wanita ini.
“Kenapa? bukannya kita sudah berpacaran lama? bukankah lebih mudah jika aku menikah dengan orang yang sudah aku kenal lama?” ucap sang pria tidak mau kalah. Tanpa sadar Niya kembali memasang kedua telinganya baik-baik, percakapan pasangan ini semakin menarik untuknya.
“Aku tidak tertarik masuk kedalam keluarga kerajaan” sahut sang wanita dengan nada yang masih sama tegasnya, kali ini berhasil membuat sang pria terdiam.
“Aku lebih memilih berdiri diatas kakiku sendiri, menjadi artis yang tidak akan pernah sepadan dengan status pangeranmu. Tapi aku bebas dari sangkar kerajaanmu.” lanjut sang wanita itu lagi seraya beranjak berdiri. Karena gerakan yang medadak hodie sweater yang tengah dikenakannya tampak turun membuat rambut panjang hitam kecoklatannya terurai keluar.
“Aku pamit pergi. Aku akan mengejar mimpiku dan kau akan menikah sesuai dengan peraturan keluargamu!” ucap sang wanita seraya mengulurkan tangannya, menawarkan jabat tangan.
“Jika Kamu memilih pergi sekarang, berarti kamu akan melepasku untuk sekarang dan selamanya?” Tanya sang Pria dan mengabaikan uluran tangan lembut di hadapannya.
“Iya.. aku melepasmu Pangeran Aditama” Jawab sang gadis yakin, perlahan ia menurunkan maskernya sampai kedagu menunjukan ekspresi tersenyumnya. Niya terkesiap, bukan saja karena paras wanita itu yang terlihat cantik sesuai dugaannya, tetapi juga karena ia mengenal wajah itu, Malika Savita seorang selebritis terkenal.
Niya hanya menganga terkejut, mencerna adegan didepan matanya… sang wanita adalah Malika, selebritis terkenal sedangkan sang pria adalah… Pangeran Aditama? Putra Mahkota Kerajaan Jawi yang akan menikah dengan sepupunya?
“Apa-apaan ini?” gumam Niya tanpa sadar berbicara pada dirinya sendiri. Tiba-tiba Niya merasa ada sepasang mata yang tengah menatapnya, dan ternyata bukan hanya sepasang melainkan dua pasang, Sang Pria dan Wanita dihadapannya ini tengah menatapnya dengan terkejut. Malika tampak buru-buru menaikan masker dan hoodie sweaternya.
Niya dengan cepat menutup mulutnya, mati kutu karena ketahuan menguping sejak tadi. Untung ada ide melintas di otaknya saat ini, yang mudah-mudahan bisa menyelamatkan situasinya saat ini. Niya dengan tangan sedikit bergetar, bergegas menempelkan ponselnya ke telinganya dan berpura-pura tengah menjawab panggilan telepon “Iya.. iya Bu…. aku kesana… tungguin aku yaa” Kemudian Niya dengan secepat kilat bergegas bangun mendorong kopernya menuju toilet tempat ibunya berada. Niya melihat sekilas, Sang pria alias Pangeran Aditama juga bergegas bangun hendak mengejarnya, beruntung segera ditahan oleh Malika.
“Situasi macam apa ini… kenapa hari pertamaku di Jawi jadi begini siih!” rutuk Niya kesal dalam hati. Jantungnya masih berdegup tidak karuan karena usai berlari sekuat tenaga.
...****************...
Niya tampak tengah duduk dengan kaku, dengan sedikit ragu-ragu ia kembali mengamati orang-orang disekelilingnya, yang secara tiba-tiba menjadi keluarganya. Tepat duduk di ujung meja nampak pria diawal usia 50 tahunan yang gurat wajahnya sangat mirip dengan Ayah Niya, tanpa perlu bersusah payah untuk menebak, Niya yakin dia adalah Dimas Aji Hirawan, Putra sulung keluarga Hirawan dan juga adalah Kakak Kandung Ayahnya. Tepat disampingnya ada sesosok wanita yang tampak sebaya dengan Ibunya, sekali melihat penampilannya yang begitu elegan, Niya juga langsung tahu bahwa ia adalah Diajeng Asih, istri dari Dimas Aji.
Mereka saat ini tengah dimeja makan, namun tidak ada satupun yang mengeluarkan suara untuk berbicara. Satu-satunya suara yang terdengar hanyalah sesekali dentingan sendok dan piring yang tengah disiapkan oleh pelayan dimeja makan. Padahal tadi ia disambut begitu ramahnya oleh Dimas Aji dan Diajeng Asih yang mulai saat ini harus ia panggil sebagai Pakde Aji dan Bude Asih. Namun saat dimeja makan, keduanya kembali menjadi diam dan tenang. Niya benar-benar seperti tengah masuk didalam adegan sinetron yang tengah menampilkan kemewahan keluarga kaya, dimana rumahnya begitu bersinar dengan barang-barang mahal dan jumlah pelayan yang begitu banyak. Keluarga Hirawan ternyata adalah versi nyata dari adegan itu.
Kemudian tampak terdengar ketukan langkah kaki mendekati meja makan, dan seperti mendapat sebuah komando semua orang mendadak berdiri, bahkan Ibu Niya juga ikut berdiri. Niya akhirnya dengan canggung juga ikut berdiri seraya menatap sosok yang tengah datang menghampiri mereka ini.
Tampak sesosok wanita lanjut usia dengan postur tubuh kecil yang tengah digandeng sesosok wanita muda berparas Ayu. Mereka adalah Diajeng Sariti, Ibu dari Dimas Aji yang meskipun memasuki usia sepuh tapi postur tubuhnya masih sangat bugar. Sementara disampingnya adalah Diajeng Wening, Putri sulung dari keluarga Hirawan, Kakak sepupu Niya yang akan menjadi tokoh utama dari setiap pemberitaan di beberapa minggu kedepan karena pernikahannya dengan Pangeran Jawi.
Ibu Niya nampak menyenggol pinggang Niya dengan ujung siku tangannya, memberinya kode untuk menghampiri Diajeng Sariti atau dengan kata lain adalah Neneknya yang sudah lama tidak ia temui. Niya dengan kaku memberi salam yang langsung dibalas dengan pelukan kuat dari Diajeng Sariti.
“Oalah.. nduk… sudah besar dan cantik cucuku ini.. lihat Aji… wajahnya semakin mirip dengan Arya ya?” berkali-kali diajeng Sariti tampak mengusap lembut kedua pundak Niya seraya menatapnya lekat-lekat, kedua matanya tampak sedikit berkaca-kaca.
Dimas Aji yang tampak tanggap dengan ekspresi Ibunya, akhirnya ikut mendekat. “Jelas mirip Arya toh Bu.. Niya kan anaknya.. jangan lupa Niya juga mirip sama Danisa, Ibunya.”
Ibu Niya yang mendengar ucapan Dimas Aji, akhirnya dengan canggung ikut mendekat dan memberi salam kepada Diajeng Sariti, tampak ada hubungan yang kaku diantara keduanya.
“Eyang ayo kita makan dulu.. kangen-kangenannya bisa kita lanjutin lagi ya.. Kasihan Niya sama Bulik Nisa sudah jauh-jauh datang kemari belum kita suguhkan apa-apa loh” Suara lembut Diajeng Wening berusaha mencairkan suasana diantara mereka.
“Eyang seneng sekali.. akhirnya kita bisa kumpul-kumpul lagi.. kedua cucu cantik Eyang juga bisa ketemu lagi…” Diajeng Sariti kembali tersenyum senang saat menatap semua anggota keluarganya sudah duduk kembali dimeja makan.
Niya tampak tersenyum canggung, ia tampak sedikit merasa terbebani dipuji sama cantiknya dengan Diajeng Wening, sepupunya yang memiliki postur tubuh bak model dan bahkan pernah menjadi finalis Putri Indonesia ini disamakan dengan dirinya yang memiliki postur tubuh kecil seperti ini, bahkan ia masih sering dikira anak SMP meskipun sebentar lagi sudah mau lulus SMA.
Diajeng Wening memang nampak sempurna, lahir dari keluarga ningrat, berparas cantik dan berpendidikan bagus, ia adalah seorang Dokter Gigi dan juga seorang influencer kesehatan terkenal. Pantas saja keluarga Kerajaan Jawi begitu berminat meminang dirinya sebagai bakal mantu mereka. Namun sayang, Pangeran Aditama sepertinya tidak sebaik citranya di media, jika mengingat kejadian di Bandara tadi sore, rasanya Niya masih menaruh kesal, bisa-bisanya Kakak sepupunya yang super duper berkualitas ini masih diduakan dengan seorang selebriti pendatang baru, Malika Savita. Pangeran Aditama memang playboy cap buaya!
“Jadi cucu Eyang yang disebut cuma yang cantik-cantik aja nih?” tiba-tiba sebuah suara berat datang dari arah belakang, sesosok pria tegap tinggi datang memeluk Diajeng Sariti dari arah belakang.
“Dimas Hari, kamu itu pulang olahraga kok langsung peluk-peluk Eyang begitu sih?” tegur Diajeng Asih seraya memukul pelan punggung putranya itu.
“Tidak apa-apa toh Eyang? Hari kan nggak bau ya? Hari masih wangi toh Eyang?” ujar Hari seraya semakin mengeratkan pelukannya kepada Diajeng Sariti. Diajeng sariti hanya tertawa mendapati tingkah cucunya itu.
Niya tampak mengamati lekat-lekat sosok pria yang masih mengenakan kaos jersey dihadapannya ini, Dimas Hari yang tidak lain adalah adik dari Diajeng Wening.
Seperti sadar akan tatapan Niya, Dimas Hari tampak menatapnya balik. “Oh.. jadi ini cucu Eyang yang sudah lama hilang akhirnya kembali?” ucapnya seraya tersenyum jahil.
“Dimas Hari jaga ucapanmu.” tegur Dimas Aji.
Bukannya takut, Dimas Hari justru tampak mendekati Niya dan mengajaknya bersalaman. “Halo Dek Niya.. Aku Hari Kakak Sepupumu yang paling ganteng. Niya sekarang sekolah kelas berapa?”
Niya dengan buru-buru meletakan sendoknya dan membalas jabat tangan dari Dimas Hari. “Aku Kelas Tiga, Halo juga.. Mas..”
“Tiga SMP?” tanya Dimas Hari lagi.
Niya tampak tersenyum kecut. “Tiga SMA” sahutnya.
“Masa sih? berarti kita seumuran dong.. tapi gimana pun juga kamu harus tetep manggil Aku Mas loh.. iya kan Eyang?” tanya Dimas Hari yang dijawab dengan anggukan dari Diajeng Sariti.
Tanpa mendengar dari Hari, sebenarnya sedikit banyak Niya juga sudah tau jika dalam kebiasaan panggilan sapaan dalam keluarga Jawi, urutan kekeluargaan memang lebih diutamakan dibandingkan usia. Seperti misalnya kasus Hari dengan Niya, meskipun keduanya sebaya namun Niya tetap diharuskan memanggil dengan sapaan hormat Mas, karena Ayah hari adalah kakak dari Ayah Niya.
“Dan.. Halo juga Bulek Danisa selamat datang di Jawi dan selamat datang di Keluarga Hirawan… kalo butuh curhat dan bantuan bisa loh datang ke Hari.” sapa Dimas Hari kepada Ibu Niya yang disambut dengan senyum cerah dari Ibunya.
Meskipun sedikit kaget dengan sikap Dimas Hari yang begitu blak-blakan, namun setidaknya Niya cukup senang, setidaknya tidak semua anggota Keluarga Hirawan begitu kaku dan dingin.
...***...
“Ssst! Niya sini.. ikut Aku..”
Niya nampak menoleh kaget, ketika mendapati Dimas Hari tiba-tiba tengah berbisik kepadanya, dan seperti terhipnotis Niya mengangguk dan mengikuti langkah Kakak sepupunya itu.
“Mau kemana kalian?” tanya Diajeng Asih saat mendapati keduanya beranjak pergi dari ruangan tengah.
“Mau ngajak Niya lihat taman belakang Bu.. lihat tanaman hasil rangkaian Ibu yang luar biasa cantik itu loh…” sahut Dimas Hari sekenanya seraya terus menggandng Niya pergi.
“Oh iya bener.. Bude punya banyak tanaman bagus dibelakang, ada yang namanya..” ucapan Diajeng Asih terpotong. “Iya.. Iya.. nanti Hari yang kasih tau nama-nama tanamannya Bu!” ucap Dimas Haris seraya melambaikan tangan kepada Ibunya tanpa menoleh lagi.
Sesampainya ditaman, Dimas Hari segera mengajak Niya duduk di kursi kayu panjang dengan ukiran etnik, bangku yang sebenarnya terlihat mewah untuk ditaruh ditaman belakang sebuah rumah.
“Ini Elo mau yang mana? Eh.. tapi yang coklat buat Gue deh!” ujar Dimas mengeluarkan beberapa bungkus es krim dari kantong celananya.
Niya tampak sedikit kaget mendengar cara bicara Dimas yang terdengar sedikit berbeda.
“Kenapa kaget gitu Lo? bukannya begini gaya ngomong anak muda Jakarta?” sahut Dimas Hari.
“Ya jelas Niya kaget… Kamu ngomong gaya Jakarta tapi pake medok Jawi sih!” sahut Diajeng Wening yang tiba-tiba datang dari arah belakang keduanya.
Dimas Hari dengan cepat meraih es krim yang tadi dia keluarkan dan dengan segera akan ia kembali masukan kedalam kantong celananya. “Mbak Wening nih.. bikin kaget aja!” gerutu Dimas Hari kesal.
Diajeng Wening tampak tertawa kecil. “Mbak udah lihat Es Krim nya udah nggak usah diumpetin, mbak janji nggak akan bilang Ibu sama Eyang asal Mbak dibagi satu!” ucap Wening seraya merogoh kantong celana adiknya itu.
“Mbak Wening bukannya lagi diet?” gerutu Hari seraya menyerahkan satu bungkus Es Krimnya.
Wening mengangkat kedua bahunya. “Diet bisa dimulai besok lagi.”
Niya hanya termangu menatap interaksi kedua kakak beradik itu, yang terlihat jauh lebih santai dibanding saat didalam rumah.
“Niya jangan bengong aja.. dimakan Es Krim nya dong sebelum mencair dan.. ketahuan sama orang rumah. Apa mau di bukain?” Tanya Wening yang sadar akan sikap diamnya Niya.
Niya menggeleng cepat dan segera meraih Es Krimnya yang tertera tulisan rasa Blueberry meskipun sebenarnya ia tidak terlau menyukai rasa itu, tapi rasanya segan untuk mencoba menukarnya. Untuk kali ini ia akan mencoba memakannya saja.
“Mungkin Niya heran kali Mbak.. lihat kita udah segede ini mau makan Es Krim aja mesti ngumpet-ngumpet ke taman belakang rumah.” Ucap Hari seraya membuka bungkus Es Krim keduanya.
Wening tersenyum kecil. “Beginilah Niya.. terlalu banyak peraturan dirumah ini… dari nggak boleh makan Es Krim sembarangan, jam makan diatur sampai penampilan juga diatur. Beruntung deh Kamu hidup jauh dari sini…” sadar takut salah bicara, Wening segera meralatnya. “Eh.. maksudnya bukan begitu..”
“Nggak apa-apa Mbak… mungkin ini juga yang dimaksud Ibuku” Sahut Niya cepat.
Wening dan Hari saling menatap bingung.
“Awalnya Aku bingung kenapa Ibu memilih hidup mandiri di Jakarta padahal keluarga Hirawan di Jawi begitu berkecukupan, namun sepertinya Ibu juga nggak tahan hidup dengan banyak peraturan kayak Mbak Wening dan Mas Hari kali ya.” sahut Niya ringan, entah kenapa ia menjadi begitu berani berbicara kepada kedua sepupunya yang bahkan ia baru kenal dihari ini, mungkin inilah saudara sejauh apapun akan tetap terasa dekat.
Hari tertawa seraya mengacak rambut Niya. “Gila ini bocah, sekali lihat dia udah tau kesulitan hidup di Keluarga kita ya Mbak!”
Berbeda dengan Hari yang tertawa, Wening justru menampilkan ekspresi wajah yang serius. “Kalo Kamu gimana Niya?”
Niya tampak menatap Wening bingung. “Maksudnya Mbak?”
“Iya maksudnya kalo Kamu gimana perasaannya? Senang tiba-tiba menjadi Keluarga Hirawan?” Jelas Wening.
“Eumm.. senang nggak senang sih.. senang juga akhirnya aku punya saudara lain setelah 17 tahun hidup sebagai anak tunggal dan hanya punya Ibu sebagai anggota keluarga dan sedikit nggak senang dan nggak siap tiba-tiba jadi bagian keluarga ningrat…” sahut Niya seraya mengedarkan pandangan ke sekeliling Taman, seolah ia harus memastikan berkali-kali jika tempat ini adalah nyata.
“Terus.. kalo Kamu nggak keberatan kalo harus menjalani hidup dengan banyak peraturan? Jadi bagian keluarga Hirawan dan Kerajaan Jawi?” tanya Wening lagi.
Niya nampak memutar kedua bola matanya, ekspresi khasnya saat tengah berpikir. Ia memang mau tidak mau menjadi bagian Keluarga Hirawan karena itu adalah takdirnya, tapi menjadi bagian keluarga kerajaan, apa maksudnya? aaah.. mungkin maksudnya dengan Wening menikah kelak, keluarga Hirawan akan menjadi bagian Keluarga Kerajaan, berarti itu juga Niya akan menjadi bagian dari keluarga Kerajaan, begitu?!
“Niya? Gimana? Kamu keberatan atau tidak kalo harus menjalani hidup dengan banyak peraturan? Jadi bagian keluarga Hirawan dan Kerajaan Jawi?” tanya Wening sekali lagi, ada nada gemas dalam bicaranya.
“Tergantung… tergantung keadaan kayaknya Mbak.. Kalo memang Aku nggak ada pilihan lain.. Mau nggak mau aku harus jadi bagiannya dan menjalani peraturannya juga.” Jawab Niya akhirnya.
Wening nampak ikut mengangguk-anggukan kepalanya menyetujui ucapan Niya, dan kemudian nampak senyum tipis mengembang dibibirnya.
...***...
Entah sudah berapa kali Niya menata rambutnya atau lebih tepatnya mengacak poni rambutnya didepan kaca. Rambutnya yang panjangnya hanya sebahu sebenarnya sudah ditata oleh tim profesional begitupun dengan riasan wajahnya. Ia juga sudah mengenakan dress batik dengan model modern. Namun yang Niya inginkan saat ini adalah tiba-tiba poni rambutnya tumbuh memanjang secara ajaib dan bisa menutupi seluruh wajahnya.
Hari ini keluarga Hirawan akan mengadakan jamuan makan dengan mengundang keluarga Kerajaan Jawi sebagai salah satu langkah rangkaian sebelum prosesi lamaran dan pernikahan. Dan itu artinya juga untuk pertama kalinya Niya akan bertemu dengan anggota Keluarga kerajaan Jawi, sekaligus bertemu dengan Pangeran Aditama, calon suami dari kakak sepupunya Wening atau dengan kata lain ia akan bertemu dengan Pria yang ia lihat ditolak lamarannya oleh pacar selebritinya di bandara Minggu lalu.
“Nggak mungkin kan Pangeran Aditama masih inget aku?” gumam Niya cemas seraya menatap dirinya dicermin.
“Hei ngaca mulu! Yuk turun.. udah dipanggilin Eyang Uti tuh.. katanya sebentar lagi iringan keluarga Jawi bakal datang” Seru Hari tiba-tiba menyeruak masuk ke kamar Niya.
Niya dengan lemas beranjak berdiri dan mengikuti langkah Kakak sepupunya yang tampil rapi dengan kemeja batiknya yang warna dan motifnya sama dengan dress yang ia kenakan.
“Niya, Kamu kenapa? Lemes banget kayak Ayam Sayur?” bisik Hari bingung melihat keadaan adik sepupunya yang tampak berbeda itu.
“Bener deh mendingan Aku jadi Ayam Sayur aja.. Rela deh Aku dibikin sayur sekarang juga.” sahut Niya lemas yang membuat Hari semakin bingung. Percakapan keduanya terhenti ketika rombongan mobil keluarga Kerajaan mulai memasku gerbang rumah keluarga Hirawan, dari kejauhan nampak juga kumpulan para wartawan berkumpul untuk meliput berita.
Niya memandangi Eyang, Pakde, Bude, dan Ibunya nampak menyalami keluarga anggota Keluarga Kerajaan. Niya yang sebelumnya sudah mencari banyak informasi dari internet dan cerita sahabatnya Indira, ia mulai mengenali sosok-sosok didepannya ini. Dimulai dari Sri Baginda Raja Adiyaksa, Sri Baginda Ratu Minangsih dan Ibu Suri Sedah. Selesai menyalami tetua di Keluarga Hirawan, Hari dengan cepat menarik tangan Niya agar mendekat, memberinya kode saat inilah giliran mereka memberi salam kepada para Keluarga Kerajaan ini.
“Ooh.. ini toh Calon cucu menantuku? Ayu dan imut sekali ya…” Seru Ibu Suri Sedah seraya menggengam erat tangan Niya saat menerima salam darinya.
Niya mendadak kaku saat mendengarnya. Ternyata Ibu Suri salah mengenalinya sebagai Wening. Kemudian dengan buru-buru Sri Baginda Ratu Minangsih menghampiri keduanya. “Maaf Ibu Suri, Calonnya Pangeran Aditama itu Diajeng Wening, sepertinya sedang ada didalam bukan yang ini..” Baginda Ratu mencoba menjelaskan.
“Nggih.. Ibu Suri, kalau ini Diajeng Daniya adik sepupunya dari Diajeng Wening.” Diajeng Asih mencoba menambahkan.
“Oalah.. salah toh?! Ngapunten yo.. maklum orangtua Saya jadi salah mengenali.. padahal biasanya Saya ini orangnya jarang salah loh.” Ucap Ibu Suri seraya menunduk kecil mengakui kesalahannya.
“Diajeng siapa tadi namanya?” tanya Ibu Suri lagi seraya menatap Niya untuk memastikan namanya.
“Daniya.. Ibu Suri juga bisa memanggil Saya Niya.” ucap Niya dengan cepat.
“Ya.. ya.. Diajeng Niya.. Saya akan mengingatnya mulai sekarang.” Ucap Ibu Suri seraya tersenyum dan menepuk-nepuk pelan punggung tangan Niya sebelum beranjak masuk kedalam.
Niya hanya tersenyum canggung membalas sikap Ibu Suri. Sepeninggal Ibu Suri, ia dengan cepat berjalan mendekati Hari, seolah ia bersembunyi dibelakang postur tubuh Kakak Sepupunya itu, karena ia dapat melihat sosok Pangeran Aditama yang tampak berjalan mengekori Ibu Suri. Beruntung Ibu Suri lama mengenggam tangannya sehingga ia melewatkan memberi salam kepada Pangeran Aditama.
Namun tanpa Niya sadari, sepasang mata Pangeran Aditama tampak sesekali menatap lekat kearahnya, terutama karena ucapan Ibu Suri yang salah mengenalinya sebagai Wening.
...***...
“Mas… acaranya berapa lama lagi sih?” tanya Niya seraya mengekori Hari yang tengah mengambil sepiring puding mangga dari meja prasmanan.
“Sebentar lagi kayaknya.” sahut Hari tanpa menoleh kearah Niya, karena perhatiannya sekarang beralih kearah deretan cupcake dihadapannya. Kakak sepupunya yang satu ini memang penyuka makanan manis.
“Sebentar lagi itu berapa lama lagi Mas? Satu Jam? Dua Jam?” Tanya Niya lagi seraya tetap mengekori Hari.
“Mungkin kurang dari itu kali.” Hari tampak mengela nafas panjang saat sadar Niya tengah mengikuti langkahnya sejak tadi. “Niya kamu itu kenapa sih? Udah kayak anak kucing yang belum dikasih makan tau? Ngikutin Aku mulu sih dari tadi?”
Niya tampak mengerucutkan bibirnya dan memasang wajah melas. “Aku bingung Mas, mesti dimana dan gimana…” keluh Niya.
Melihat wajah murung Niya, Hari tampak mengerti. Pertemuan keluarga dengan pembahasan pernikahan memang tidak akan menjadi topik yang menarik untuk mereka. Bagaimanapun juga keduanya masih terlalu muda untuk mengerti itu.
“Ya udah Kamu tunggu disini baik-baik. Aku pergi dulu sebentar.” sahut Hari kemudian seraya menyerahkan piringnya yang sudah dipenuhi berbagai macam dessert.
“Mau kemana Mas? Aku ikut..” rajuk Niya yang kemudian terpotong dengan cepat.
“Aku mau ke kamar mandi masa kamu ikut!” gerutu Hari yang kemudian melangkah cepat, meninggalkan Niya.
Sepeninggalnya Hari, Niya tampak mengedarkan pandangannya kepenjuru ruangan tengah rumah ini yang seketika disulap selayaknya aula pertemuan pesta, dimana tersedia sajian makanan disanan-sini. Niya diam-diam mencari sosok Pangeran Aditama yang tidak tampak dimanapun. Sebenarnya ia tidak terlalu peduli tentang dimana keberadaannya, asal Pangeran Aditama tidak mengenalinya saja sudah cukup baginya.
“Kayaknya dia emang nggak ngenalin Gue deh.” ucap Niya pelan seraya menghela nafas lega.
“Siapa nggak ngenalin siapa nih?” tiba-tiba sesosok pria tampak berbicara dari arah belakang Niya yang membuatnya kaget setengah mati dan hampir saja melempar piring dessert milik Hari yang tengah dipegangnya.
“Ya Ampun!” seru Niya seraya menarik nafas panjang meredakan keterkejutannya. Niya segera berbalik, menatap sosok yang tengah mengajaknya berbicara ini.
“Pa.. Pangeran Aditama” ucap Niya Kaget. Sosok nomor satu yang paling tidak ingin ia temui dihari ini!
Niya mencoba mengatur ekspresi wajahnya, dan berusaha tersenyum. “Makan.. Mari makan cemilan Pangeran.. silahkan di cicipi..” ucap Niya seramah mungkin seraya menawarkan isi Piring Hari yang tengah ia pegang. Duh maaf ya Mas Hari.. nanti aku gantiin deh.….
“Aku tanya sekali lagi… siapa yang nggak kenalin siapa?” ucap Pangeran Aditama dengan tegas, nampaknya usaha Niya mengalihkan topik pembicaraan tidak berhasil sama sekali.
Niya memasang wajah polosnya. “Maksudnya apa ya Pangeran?” tanya Niya seraya tetap tersenyum.
Pangeran Aditama tampak maju selangkah demi selangkah. “Siapa nggak ngenalin siapa… Kamu yang nggak ngenalin Saya atau Saya yang nggak ngenalin Kamu?” entah kenapa tiba-tiba nada suara Pangeran Aditama terdengar menyeramkan ditelinga Niya.
Niya masih tampak terdiam mencoba mengatur ritme jantungnya yang mulai naik-turun.
“Yang pasti Saya masih ngenalin Kamu. Cewek yang tukang campur urusan orang di Bandara Jawi. Itu Kamu kan?” Tanya Pangeran Aditama To The Point.
Niya tampak tertawa canggung. “Saya nggak ngerti maksud ucapan Pangeran.”
“Terserah Kamu mau berpura-pura bodoh sampai kapan. Tapi awas kalo sampai Kamu bocorin ke Media tentang kejadian di Bandara, Saya bakal cari Kamu sampai keujung manapun!” ucap Pangeran Aditama dengan suara pelan, namun tetap terdengar sangat mengancam.
Hati Niya nampak mencelos mendengar ancaman Pangeran Aditama, diam-diam ia bersyukur belum menceritakan apapun tentang kejadian di bandara minggu lalu kepada siapapun.
“Loh.. udah ngobrol-ngobrol aja.. udah kenal akrab nih sekarang?” Tiba-tiba Suara lembut Wening menyapa keduanya.
Niya tampak tersenyum senang melihat kedatangan Wening, bahkan saking senangnya ia tampak sadar segera berjalan mendekati Kakak Sepupunya itu.
Pangeran Aditama tampak tersenyum tipis. “Nggak juga.. tapi kayak Aku pernah ketemu dimana gitu sama sepupumu ini loh!”
“Nggak ih.. Pangeran Aditama bisa aja… ha.. ha.. ha..” sahut Niya dengan cepat. “Aku kan baru ya Mbak datang di Jawi, belum kemana-mana juga masa udah bisa ketemu Pangeran Aditama sih ya?” ycap Niya panjang lebar seolah meminta dukungan ucapan dari Wening.
“Masa sih Kang Mas? Iya Loh.. Niya itu baru semingguan tinggal di Jawi.” ucap Niya seraya menatap Niya bingung.
Kemudian nampak seorang Ajudan Kerajaan mendekat kearah mereka. “Nyuwun Sewu, Raden Kanjeng Pangeran Aditama dan Diajeng Wening dipanggil kembali sama para orang tua.”
Niya tampak bersorak dalam hati. Akhirnya ia bisa lepas dari situasi ini.
“Oalah.. iya Pak..” Sahut Wening dengan cepat. “Dek, kami tinggal dulu ya..” Tak lupa Wening berpamitan kepada Niya sebelum kemudian menggamit lengan Pangeran Aditama.
“Iya nggak apa-apa Mbak.. Pangeran..” sahut Niya dengan senang seraya melambaikan tangannya kearah keduanya.
Sebelum melangkah pergi, nampak pangeran Aditama berbalik sesaat untuk menatap kearah Niya dan berbicara tanpa mengeluarkan suara. Namun, Niya tampak menangkapnya dengan baik gerakan mulut Pangeran Aditama yang berbicara “INGAT-UCAPAN-SAYA!”.
...***...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!