NovelToon NovelToon

Terjerat Cinta Berandal Kampus

Eps 01

Pagi yang sangat cerah. Matahari bersinar sempurna hingga langit berwarna biru tiada setitikpun awan disana. Gadis berparas cantik nan sederhana tengah merapihkan riasannya didepan cermin kebanggaannya. Walaupun sebenarnya ia terlahir dari keluarga yang cukup berada, namun sama sekali ia tak pernah berpenampilan seperti layaknya mereka yang terlahir serba ada.

Atasan berwarna pastel berbahan rajut itu menambah kesan calm pada dirinya. Rambutnya ia kepang satu kebelakang, tanpa adanya tambahan asesoris lainnya. Namun meski begitu ia sangat terlihat manis.

"Resty."

Gadis itu menoleh ketika suara papanya memanggil dan sedang berdiri di ambang pintu kamarnya.

"Sudah selesai belum?"

"Sudah, Pa," sahutnya sambil sekilas bercermin lagi.

"Sudah cantik kok."

"Iiiih, Papa." Pipi Resty bersemu merah disaat mendapat pujian dari papanya itu.

Dialah laki-laki pertama dalam hidupnya yang setiap hari memujinya dengan sebutan itu, karena sampai sekarang gadis yang sudah berusia dua puluh tahun itu sama sekali belum pernah merasakan hatinya bergetar karena pujian dari lawan jenis lainnya. Alias Resty masih belum pernah berpacaran sama sekali.

Hari ini rencananya Resty akan berangkat bersama papanya ke kampus. Tentu gadis itu sangat senang ketika semalam papanya menawarinya untuk berangkat bersama. Karena momen seperti ini begitu langka baginya, mengingat papanya yang terlampau sibuk bekerja belakangan ini.

Setelah mamanya Resty meninggal disaat melahirkannya dahulu, sejak saat itulah papa Resty menjadi sosok mama sekaligus ayah bagi Resty. Sama sekali papanya itu tak ada keinginan untuk menikah kembali, dan semenjak itu juga papa Resty menjadi gila kerja. Mungkin ia demikian semata ingin mengalihkan patah hatinya karena ditinggal oleh istri tercintanya.

Namun meski begitu tak membuatnya terlupa dengan kasih sayang yang harus ia curahkan kepada putri semata wayangnya itu. Lelaki yang biasa disapa Tommy itu selalu memprioritaskan semua yang menjadi kebutuhan putrinya, selagi ia mampu dan hal itu dapat membuat Resty bahagia. Meski mendapatkan perhatian yang demikian, tetap tak membuat Resty menjadi gadis yang manja.

Setelah selesai sarapan bersama mereka pun lantas menaiki mobilnya menuju kampus Resty berada. Selama perjalanan, mereka saling mengobrol dengan sangat seru. Dari hal yang terjadi di kampus hingga pada hal sepele lainnya menjadi bahan obrolan santai di antara ayah dan anak itu.

Tak lama kemudian mobil mewah itu berhenti di area kampus yang terbilang bonavit yang berada di Jakarta. Resty segera turun dari mobilnya setelah sebelumnya ia mencium tangan papanya terlebih dahulu dengan begitu takdzim.

Tommy mencium sekilas pucuk kepala anaknya itu, mereka pun saling melempar senyum sebelum akhirnya mobil yang dinaiki Tommy itu melaju pergi dari pandangannya.

Langkah kaki Resty mengayun begitu bersemangat menuju ruang kelasnya. Senyum kecilnya selalu terukir manis di bibirnya yang ranum. Membuat beberapa cowok yang berpapasan dengannya tergoda untuk sekedar merayu kecantikannya.

Tatapan kagum itu bukan hanya dari cowok, melainkan beberapa cewek pula turut mengagumi kepribadiannya yang tak pernah sombong. Ia memang masih terbilang sebagai mahasiswa baru di sana, karena sebelumnya ia pernah kuliah di salah satu universitas ternama di Bandung. Karena papanya harus kembali memimpin perusahaan pusat miliknya itu yang membuatnya harus pindah ke kampus barunya ini.

Di ujung koridor kampus itu Resty melihat segerombolan cowok yang sedang melancarkan aksinya. Yap, mereka adalah anggota geng The Fly, sebuah kelompok geng yang cukup populer di kampusnya itu. Bukan populer karena prestasinya, melainkan geng mereka lebih dikenal karena tingkat keusilannya.

Resty berusaha acuh dengan keberadaan mereka, meski sebenarnya perasaannya sebenarnya was-was takut terkena target keusilannya lagi seperti yang sudah-sudah ia rasakan.

Sebuah pesan singkat tiba-tiba masuk di ponselnya, lalu ia pun segera menyalakan ponselnya itu sambil terus melangkah tanpa melihat situasi di depan saking asyiknya membaca pesan itu.

"Hay Cantik, Lagi sibuk baca apa sih?"

Sebuah tangan tiba-tiba merebut ponsel yang sedang dipegang oleh Resty.

"Entar kita makan bakso di warung mang Ujang lagi yuk." Pria bertubuh sedikit gemol, yang ia ketahui bernama Varo membaca pesan yang beberapa detik lalu Resty terima dari sahabatnya.

Mereka bertiga, Varo, Cello dan Ryan sama-sama tertawa. Seakan sangat puas menatap wajah Resty yang bertekuk karena perbuatannya.

Tangan Resty terulur mencoba meraih ponselnya dari Varo. Namun yang ada mereka malah saling melempar ponselnya itu hingga membuat Resty semakin jengkel karena ulah usil mereka.

"Balikin gak!" Nada bicara Resty mulai meninggi.

"Woiiy, santai cantik. Kita cuma pingin bercanda aja sama kamu." Cello, pria berperawakan sedikit kurus itu berucap sambil tangannya mencuil dagu Resty.

"Iiish!" Resty menangkis tangan itu dengan kasar.

Mereka bertiga sama-sama tertawa puas, melihat wajah Resty yang mengerucut sebal. Mereka pikir perbuatan mereka mungkin menyenangkan. Padahal sama sekali tidak.

Mata Resty seketika berkaca-kaca. Ia tak bisa membayangkan jika ponselnya itu jatuh dan rusak karena ulah mereka. Sebab didalam ponselnya itu tersimpan banyak foto kenangan milik almarhumah mamanya.

"Eh, udah... udah!" Ryan mencoba menghentikan kegiatannya, karena tak sengaja melihat mata Resty yang mulai mengembun.

Varo dan Cello seketika menatap lekat pada Resty, mereka berdua pun juga bisa melihat sorot mata itu.

"Auto mewek dia. Hahahaha...."

Mereka bertiga kembali tertawa puas. Mungkin mereka beranggapan Resty adalah perempuan cengeng dan mudah nangis karena ulahnya, nyatanya tidaklah demikian.

"Nih." Tangan Ryan mengembalikan ponsel itu kepada Resty.

Resty meraihnya cepat, ia langsung disibukkan dengan mengecek ponselnya takut-takut ada sesuatu yang hilang di sana.

"Dari pada mainin HP, mending mainin ini aja, ya nggak?"

Seketika tangan Ryan mengambil buku tebal yang sedari tadi di apit oleh Resty. Dan lagi-lagi terjadilah saling lempar-melempar buku itu.

Sedang beberapa orang yang berlalu lalang di sana tentu tak berani membantu kesialan Resty saat ini. Karena jika ada yang membantunya, tentulah keesokannya mereka yang akan menjadi target sasaran berikutnya.

Tap.

Sebuah tangan menangkap buku itu dengan sigap. Hampir saja buku tebal itu mendarat di kening mulus gadis itu, jika tidak di bantu oleh seseorang yang tiba-tiba berdiri dibelakangnya.

Resty membalikkan tubuhnya, menghadap ke pria yang masih berada dibelakangnya. Jarak tubuh mereka hanya sebatas sejengkal tangan, membuat degup jantung Resty berdenyut diluar batas. Bola matanya seakan sulit berkedip, memuji betapa sempurnanya mahluk ciptaan tuhan yang berdiri tegap didepannya. Senyum tipis pria itu membuai indah seakan mampu membuat Resty terpana pada tatapan pertama bersama pria itu.

"Oh my God, bisakah kau jadikan dia sebagai malaikat penolongku?" Pintanya hanya dalam hati.

**

Hai guys...

Terjerat Cinta Berandal Kampus adalah karya kedua MAY.s.

Author berharap semoga kalian suka yaa...

Like, komentar, serta tag favorit dari kalian sangat Author harapkan☺

Salam sayang dari Author MAY.s buat readers semua😘

Eps 02

"Oh my God, bisakah kau jadikan dia sebagai malaikat penolongku?"

Resty nyaris tak berkedip menatap pria tampan nan macho itu. Tatapan mereka saling beradu dalam waktu yang cukup lama. Semakin dalam tatapan itu, semakin Resty berharap agar pria itu selalu menjadi malaikat penolongnya di saat dirinya sedang diganggu oleh sekumpulan manusia menyebalkan seperti geng The Fly.

Tek tek

Bunyi jari tangan yang sengaja dilentikkan pria itu berpusat dari depan wajah Resty, membuatnya seketika tersadar dari keterpesonaannya terhadap pria yang tak dikenalnya itu.

Pria itu hanya menyeringai tipis, lalu mengulurkan tangannya mengembalikan buku milik Resty tanpa bersuara satu kata pun.

Resty meraihnya dengan senang bercampur gugup. "Terimakasih," ucapnya kemudian.

"Hem," hanya suara dehaman saja yang keluar dari mulut pria itu.

Sejenak Resty menoleh ke belakang, dimana ketiga anggota geng The Fly itu masih berdiam diri di tempatnya yang semula. Melihat tiga cowok rese itu hanya terdiam saja, pastilah pria ini sangat bisa di andalkan keberadaannya.

Pria asing itu kemudian pergi begitu saja setelah memastikan buku itu sudah diterima oleh Resty. Mata Resty masih menatap punggung kekar pria itu hingga nyaris tak berkedip.

Perfect Boy! mungkin kata-kata itu sangat pantas untuk pria penolongnya itu.

Dan ketiga cowok usil tadi rupanya turut pergi mengekor dibelakang pria asing itu. Akhirnya Resty bisa kembali bernafas lega setelah kepergian anggota geng The Fly yang super duper rese dan nyebelin seantero jagat raya. Begitulah umpatan Resty untuk geng mereka.

"Woiy, ngapain bengong disini?"

Suara Ika menyapa. Ia adalah teman dekat yang begitu setia menemaninya selama dua bulan terakhir ini.

"E-eh.. e.. Lagi..." Resty tak dapat meneruskan perkataannya. Dirinya terlalu nerveust takut ketahuan oleh Ika, bahwa ia sedang menatap kagum pada pria asing tadi.

Pandangan Ika turut menjurus ke arah Resty menatap. Setelah itu Ika pun mulai paham kenapa sahabatnya itu menjadi tiba tiba aneh seperti sekarang.

"Digangguin lagi sama gengnya si Alex?" Ika bertanya demikian karena ia juga melihat adanya sang ketua dari geng The Fly itu di ujung koridor sana.

Resty hanya mengangguk diikuti helaan nafas panjangnya.

"Tuh, yang namanya Alex. Dia ketua geng mereka." Tangan Ika menunjuk tepat pada pria berbalut jacket jeans yang sedang terlibat obrolan seru dengan anggota gengnya itu.

"Oh... My.... God!" Seru Resty sambil membungkam mulutnya dengan sebelah tangannya.

Gadis itu tentu sangat kaget mendengar hal itu dari Ika. Bagaimana tidak, pria yang terlanjur di nobatkan sebagai super heronya itu ternyata ketua dari geng The Fly?

Pantas saja tadi Varo, Cello dan Ryan hanya diam saja dan tanpa berani melawan ketika melihat kedatangannya. Ternyata pria itu adalah Alex, sang ketua dari geng The Fly.

Ralat!

Resty harus segera meralat pujiannya yang tadi. Ambyar sudah ekspektasi Resty yang sempat menobatkan dan juga mengharapkan pria itu sebagai pahlawan ataupun malaikat penolongnya. Dan mereka, Varo, Cello, dan juga Ryan tadi terdiam itu bisa jadi karena takut saja pada sang ketua.

Diam-diam Resty merasa dongkol sendiri. Hatinya yang terlanjur terlena oleh ketampanan sekaligus keberanian pria tadi, merasa sayang saja cowok setampan dia menjadi pemimpin dari geng The Fly yang terkesan sering melakukan hal yang unfaedah.

Apa mereka kurang kerjaan lain coba?

Hal itulah yang menjadi pertanyaannya selama ini. Karena semenjak ia menginjakkan kakinya di kampus ini, Hampir tiap Hari ia memergoki anggota geng itu sedang mengerjai sasaran empuknya. Dan baru pertama inilah dirinya mengetahui sosok ketua dari geng tersebut. Yang sebelumnya hanya ia dengar namanya saja dari Ika maupun teman-teman yang lain.

Geng The Fly bukanlah sebuah geng yang arogan atau sadis, melainkan aktifitas geng mereka itu seperti disetting khusus untuk mengusili orang lain saja. Siapa pun bisa menjadi sasaran empuk dari ulah iseng dari mereka.

"Dah, nggak usah dipikirin." Ika menegur Resty yang hanya bengong.

"Mereka tuh sebenarnya segerombolan orang-orang yang kurang kasih sayang aja," jelasnya yang kemudian kening Resty langsung berkerut ketika mendengarnya.

"Tuh, si Varo. Dia begitu karena semua keluarganya gak ada disini. Katanya sih keluarganya itu orang-orang sibuk semua."

"Si Cello. Denger-denger katanya dia terlahir dari keluarga broken home. Makanya wajar kan kalo dia cari perhatiannya disini."

"Sekarang, Ryan. Dia anak yatim, ibunya katanya selalu sibuk mengurus bisnis peninggalan papanya. jadi fix kan, kalo sebenarnya dia begitu karena kurang kasih sayang saja."

Resty hanya bisa manggut-manggut mendengar penjelasan detail dari Ika.

"Kalo Alex gimana?" Entah mengapa Resty tiba tiba ingin tahu juga tentangnya.

"Kalo dia sih aku juga tidak terlalu tahu. Awal awal masuk dulu tuh sebenarnya pendiam dan agak tertutup. Nggak tahu juga kenapa dia bisa jadi pemimpin geng kurang kerjaan kayak mereka. Yang aku tahu, dia itu anak orang kaya. Itu aja!"

"Bisa jadi dia juga kurang perhatian dari kedua orang tuanya, Ka.." Resty mencoba menerka-nerka sendiri.

"Entahlah." Ika mengangkat kedua bahunya, isyarat memang tidak terlalu tahu tentang kehidupan pribadi Alex.

"Sayang ya?" Resty bersuara lirih.

"Sayang kenapa?" Ika memiringkan kepalanya menanti jawaban yang ingin ia ketahui.

"Ya sayang aja. Masak ganteng-ganteng kayak mereka terus-terusan melakukan hal konyol kayak biasanya itu. Paling nggak, kalo mereka jadi cowok yang baik-baik dan berprestasi pastinya kan mereka gak akan kesepian lagi. Cewek-cewek pasti pada berebut antri, ya nggak Ka?" Sorot mata Resty tetap menatap pada Alex, pria yang paling tampan di antara anggota gengnya itu.

"Eits, itu hanya berlaku bagi kacung kacungnya Alex. Kalo si Alex mah dia juga punya cewek di kampus ini. Seksi beud, Res. Model!"

"Oh, iya?" Refleks Resty langsung memandangi tubuhnya sendiri hingga pada ujung kakinya. Bayangannya tentang bagaimana penampilan seorang model cantik tentu akan jauh berbeda dengan penampilan dirinya yang terkesan jauh langit dan bumi. Huft!

"Hey, ngapain kamu?" Ika menanyainya heran.

Dan Resty hanya menanggapinya dengan senyum getirnya, sambil menggaruk pipinya sendiri.

"Jangan-jangan kamu naksir ya sama Alex? Iiiih...." Ika jadi begidik ngeri sendiri dengan perkataannya itu.

Resty langsung menggeleng cepat. Memang tadi ia sempat suka dengan si Alex itu, tapi sekarang sudah di ralat. Ralat!

Tidak mungkin dan tidak akan mau Resty jatuh hati pada pemimpin dari orang-orang yang selalu mengusilinya itu. Meski sebenarnya hatinya tadi sempat tersentuh oleh pesona berandal kampus itu.

"Ikaaaa....."

Mata Resty membulat sempurna ketika menyadari jam yang tertera di layar ponselnya itu menunjukkan pukul Sepuluh. Itu artinya mereka sudah telat satu jam untuk mengikuti kelas pertama mereka. Sedang kelas kedua berlanjut nanti pada jam satu siang.

Mereka pun sama-sama panik, mengingat dosen yang kali ini mengajar terkenal sebagai dosen killer. Yang selalu memberi sangsi yang berat kepada siapapun yang berani bolos pada mata kuliahnya.

"Kita ke warungnya mang Ujang aja yuk? Percuma kan kita masuk kelas. Pak Budi tetap akan ngasih hukuman juga," usul Ika.

Tanpa berpikir panjang lagi Resty langsung menganggukkan kepala, setuju. Ini adalah kali pertama Resty bolos mengikuti kelas semenjak ia kuliah disini. Saking serunya ghibahin anggota geng The Fly itu membuatnya harus siap menerima hukuman yang menunggunya, dari dosen killer yang saat ini berada di kelasnya.

"Untung tadi aku dah nitip absen sama Doni..." Ika berbicara santai, karena dirinya tentu akan selamat dari hukuman itu.

"Nah, trus gimana denganku, Ka?"

Resty hanya bisa merengek sebal membayangkan akan menjalani hukumannya seorang diri.

"Tenang, nanti aku bantu cari ide, biar kamu terbebas dari hukuman pak Budi."

"Awas aja kamu ingkar janji."

**

Yang belum tag favorit silahkan langsung pencet tanda 💙

Jangan lupa Like dan komentar dukungannya yaa...

Author tunggu loh😁

Eps 03

Resty dan Ika memilih mengisi waktunya lewat menikmati semangkuk bakso yang ia pesan di warung Mang Ujang, selagi ia menunggu jam kelas keduanya dimulai. Kedua gadis itu sangat menikmati suasana yang tenang di warung yang terbilang sederhana, karena kebetulan saat ini hanya mereka berdua yang datang berkunjung di warung tersebut.

"Tumben jam segini udah pada kemari?"

Lelaki berusia sekitar empat puluh tahun itu duduk manis di sebuah kursi kosong tak jauh dari mereka duduk.

"Kita telat masuk kelas, Mang." Ika menjelaskannya.

"Gara-gara kamu sih..." Resty masih tak terima dengan Ika yang akan aman terkena hukuman dari dosen Budi.

"Kok gara-gara aku. Ya gara-gara kamu juga lah!" Mereka sama-sama tak mau disalahkan.

"Sudah... sudah..." Mang Ujang hanya bisa terkekeh menyaksikan perdebatan unfaedah antara dua pelanggannya itu.

"Kok tumben sepi, Mang? Biasanya jam segini udah pada rame?" Resty menanyai kondisi warung Mang Ujang yang tak seperti biasanya yang selalu ramai pembeli.

"Ya namanya juga dagang, Neng. Kadang rame, ya kadang sepi. Intinya harus tetap sabar lah."

Mendengar pengakuan Mang Ujang membuat hati Resty sedikit tersentuh. Gadis itu membuka tasnya, ia meraih dompetnya dan mengambil beberapa lembar uang berwarna merah dari dalam dompetnya.

Niat hati ia ingin membagi sedikit rizkinya kepada Mang Ujang, namun ternyata hal itu memicu kedatangan seorang preman yang memang telah mengintai warung milik Mang Ujang itu sedari tadi.

"Sini uangnya!!!"

Preman bertatto itu langsung memaksa meminta uang yang yang masih di pegang Resty, sambil mengarahkan pisau kecilnya kepada dua gadis yang sudah berdiri ketakutan karenanya.

"Jangan, Bang. Ini pake uang saya saja." Mang Ujang menawari uangnya, sambil bergerak pelan menuju kotak kayu tempat biasa ia menyimpan uang hasil dari dagangannya.

"Jangan, Mang!" Resty langsung melarangnya, yang hal itu memicu preman itu semakin murka terhadapnya.

Preman itu semakin mendekatkan pisau kecil itu ke arah Resty, membuat keadaan semakin mencekam. Menyadari mereka sudah sangat ketakutan, preman itu segera merampas uang yang berada di tangan Resty dan juga tas milik Resty turut ia ambil. Tanpa membuang kesempatan lagi akhirnya preman itu kabur setelah berhasil mengambil barang incarannya.

"Toloooooong....."

Ika berteriak sangat kencang disaat preman itu telah kabur dari warung tersebut. Sedangkan Resty sendiri hanya terdiam kebingungan. Ia bukannya takut kehilangan uang atau apapun yang berada didalam tasnya itu, melainkan ia lebih takut jika harus kehilangan ponselnya yang mana ada foto kenangan dirinya saat masih baru lahir tidur disanding mamanya yang sudah tiada. Dan hanya satu foto itulah yang ia miliki, saat terakhir bersama dengan almarhum mamanya.

"Tolooooong...."

Teriakan Ika telah mengundang sebagian penghuni kampus untuk datang menemuinya. Karena memang warung mang Ujang itu masih berada tak jauh di sekitaran kampusnya.

Mereka berkerumun menanyai apa yang sebenarnya terjadi. Ika menjelaskannya dengan sangat gugup, sedangkan Resty sendiri hanya bisa tertegun tanpa ada sepatah kata pun yang terucap dari mulutnya.

Kebanyakan dari mereka hanya datang untuk mengetahui apa yang terjadi, bukan malah turut mengejar preman tersebut yang kemungkinan masih berada disekitaran kampus ini. Hal itu membuat Ika semakin sebal, namun berbeda hal dengan Resty. Gadis itu tersita pandangannya disaat tak sengaja melihat Alex lari seorang diri ke arah preman itu lari.

"Res, Resty!" Ika mengguncang tubuhnya, karena sedari tadi ia melihat sahabatnya itu hanya bengong.

Resty tak menyahut, ia malah mengarahkan pandangannya ke arah Alex lari. Ika turut mengikuti pandangannya, terlihat dari kejauhan sana Alex sedang melawan preman itu seorang diri.

Tak menunggu waktu lama akhirnya Alex dapat mengalahkan preman yang bersajam itu. Dirinya yang memang memiliki bekal keahlian bela diri, tentu sangat mudah mengalahkan preman kampung yang ternyata tak memiliki bakat bertarung.

Alex melangkah pergi setelah preman itu melarikan diri setelah mendapat pukulan telak darinya secara bertubi-tubi. Ia pun segera menuju ke arah warung Mang Ujang, dimana disitu masih ada Resty dan juga Ika yang melihatnya dari kejauhan.

Senyum Resty seketika terukir indah dari sudut bibirnya. Walau sebenarnya tadi ia sempat ilfil setelah mengetahui bahwa Alex itu adalah ketua dari gank The Fly, setelah menyaksikan aksinya tadi rasa kagum itu kembali muncul tanpa disadarinya.

Hingga pada Ika melihat perubahan air muka sahabatnya itu, Resty tetap tak menyadarinya. Sepertinya gadis itu mulai terpesona dengan sosok lelaki yang menjadi ketua dari anak buah yang selalu mengusilinya saat di kampus.

"Res, Resty, Sadar woiiy!!" Ika menyikut lengan Resty.

Sesaat Resty terkesiap, apalagi saat melihat pria itu sudah semakin dekat ke arahnya.

"Ya elaaaah...." Ika menjadi begidik ngeri sendiri, takut-takut sahabatnya itu termakan modus oleh pria seperti Alex.

"Apa sih, Ka?" Resty terlihat biasa-biasa saja, tak seperti Ika yang saat ini memandangnya risih bercampur heran.

"Wah, terimakasih, Mas, sudah membantu melawan preman itu."

Mang Ujang langsung menyapanya dengan ramah disaat Alex sudah sampai dan berdiri di depannya.

"Santai aja, Mang," ujarnya sambil menepuk pelan bahu Mang Ujang.

Resty berjalan mendekat ke arah Alex berada, sedang senyumnya itu lagi-lagi mengembang sempurna tanpa disadarinya.

Pria seperti inilah yang ia idamkan agar menjadi pelindungnya kelak. Sudah handsome, tubuhnya atletis, dan tentunya pemberani. Dan juga satu nilai plus lagi buatnya, yaitu ia terlihat sopan ketika berbicara dengan orang yang lebih tua darinya.

Aaah.... Diam-diam gadis itu mulai terpesona dengan pria yang baru tadi juga menolongnya, saat menjadi korban keusilan Varo, Cello dan juga Ryan.

Tunggu. RALAT!

"Aku gak boleh suka sama nih cowok. Ika bilang tadi dia sudah punya pacar."

Resty menepuk kepalanya sendiri saat menyadari akan keterpesonaannya pada pria yang tak boleh disukainya itu.

Alex menyodorkan tas itu kepada Resty, saat gadis itu telah berdiri berhadapan dengannya.

"Terimakasih ya." Resty mengulurkan tangannya kepada Alex, namun ternyata pria itu tidak membalas uluran tangan darinya.

Merasa tidak disambut olehnya, Resty malah menyibukkan diri mengecek isi dalam tasnya itu. Padahal sebenarnya ia hanya ingin menutupi wajah malunya sendiri dari pria itu, karena mungkin mukanya sudah berubah memerah akibat terlalu malu telah mendapatkan penolakan dari pria dingin seperti Alex.

Akhirnya Alex pun memilih pergi dari sana, dan Resty hanya bisa menatap punggung pria itu yang sudah berangsur menjauh dengan langkah yang begitu cepat.

"Mmm, sombong amat kan dia." Ika turut mengumpat kesal pada sikap Alex terhadap Resty.

"Sudah, gak papa, Ka. Biarin aja." Resty menyahut santai. Padahal sebenarnya ia juga setuju dengan umpatan sahabatnya itu kepada Alex.

"Ika!" Resty berseru kaget.

Gadis itu menunjukkan telapak tangannya yang terdapat bercakan darah segar, yang ia temukan dibagian luar tas miliknya.

"Itu berarti...?" Gadis itu mulai risau. Apakah Alex terluka?

Pantas saja tadi Alex tidak membalas uluran tangannya, mungkin karena ia ingin menyembunyikan sesuatu atau bisa jadi tangannya memang terluka.

Resty semakin merasa bersalah telah membiarkan pria itu pergi begitu saja. Andai ia menyadari itu tadi, mungkin ia bisa sedikit membantu mengobatinya. Atau membantunya membawa pergi berobat ke rumah sakit terdekat.

"Udah, gak usah dipikirin. Alex tuh dah biasa terluka kayak gitu. Lagian tuh cowok harusnya sekali-kali kudu bantuin orang juga. Bukan malah jahilin orang terus kayak biasanya itu. Yuk ah, cabut!"

Terlihat dari nada bicara Ika ia tidak terlalu suka dengan apapun yang berkenaan dengan Alex. Entah mengapa juga, Resty merasa tidak terima saat mendengar ucapan sahabatnya itu.

"Mang Ujang, kita balik kampus ya."

Mereka pun akhirnya pergi dari warung Mang Ujang itu, untuk segera kembali ke kampus mengikuti jam makul kedua.

*

*

Yuk ah yang belum tag favorit segera tekan tanda 💙

Oke readers... Sampai berjumpa di episode berikutnya yaa🤗

Jangan lupa Like dan juga komentarnya. Vote atau kirim bunga pun Author pasti gak nolak kok...

(iiiish, ngarep amat😅)

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!