Memiliki kehidupan yang bergelimang harta siapa yang tidak mau, semua orang juga pasti menginginkannya. Tapi kenyataannya hidup terkadang hanya indah jika di lihat dari luarnya saja, tapi belum tentu bagi yang menjalaninya.
Seorang gadis cantik yang berjuang untuk kebahagiaanya di tengah kehancuran rumah tangga orang tuannya. Dengan sikap ceria yang selalu terlihat padanya guna untuk menutupi kesedihan yang ia rasakan.
Setelah perceraian orang tuanya, sang papa hanya sibuk untuk mengurusi bisnisnya yang semakin berkembang.
Hingga ia masuk sekolah SMA, di sanalah gadis itu menemukan indahnya dunia yang belum pernah ia rasakan.
Meili.
Gadis berperawakan tubuh mungil dengan tingkah cerianya juga kekonyolannya yang terkadang menimbulkan kehebohan.
*
*
Gadis cantik dengan tubuh mungil itu sudah rapi dengan memakai seragam SMP nya dulu, rambut yang terkuncir dua dengan pita warna warni siap untuk berangkat di hari pertama sekolah sebagai pelajar SMA. Ia adalah Meili.
Setelah menyelesaikan sarapan ia mengedarkan pandangannya, di ruang makan yang selalu sepi seperti biasanya. Hanya ada ia seorang diri.
"Mang!" teriaknya memanggil supir yang selalu mengantarkannya sekolah.
Terlihat dari sudut ruangan Mang Didin berlari menghampiri di mana majikannya berada. Pria berumur 40tahunan yang sudah lama mengabdi pada keluarga Meili. "Iya Non!"
"Mang boleh ambilin tas aku nggak di kamar?" Meili meminta tolong.
Mang Didin menganggukkan kepalanya. "Baik Non."
Setelah melihat supirnya itu naik ke lantai dua di mana kamarnya berada, Meili mengambil tas yang ia sembunyikan di bawah meja makan. Ternyata itu hanya akal-akalannya saja.
Ia secepat kilat menuju mobil yang pastinya beberapa saat lalu sudah di panasi oleh supirnya.
Saat akan sampai pada mobilnya, ia kembali mengarahkan pandangannya karena gawat jika ada yang memergokinya. Hari ini ia berencana akan berangkat sendiri ke sekolah.
Bukannya apa-apa, sang papa memang melarangnya untuk membawa mobil sendiri karena ia yang masih belum cukup umur untuk memiliki SIM. Belum lagi seringnya panggilan dari polisi karena Meili yang menjadi langganan kena tilang di jalan.
Padahal untuk skill mengemudi tidak usah di ragukan, apalagi jika dalam keadaan kepepet karena kesiangan. Meili bisa mengemudikan mobil mengalahkan kecepatan awan ajaib milik Goku.
"Aman." Ia terkikik merasa rencananya berjalan mulus, sekarang ia tinggal memikirkan bagaimana cara melewati satpam yang berjaga di gerbang rumahnya.
Ia mulai menghidupkan mesin mobilnya, dan perlahan mengemudikan nya.
"Loh Non, nggak di antar Mamang?" tanya scurity ketika mobil bewarna merah menyala itu hampir sampai gerbang.
"Di antar, cuma katanya lagi mules. Tapi udah lama nggak balik-balik, tolong pak panggilin." pinta gadis itu dengan seribu akalnya.
"Oh ya sudah kalau begitu, biar saya panggilkan." Benar saja, scurity itu langsung pergi dari sana.
Namun baru beberapa langkah beranjak, rupanya majikannya itu sudah melajukan mobilnya pergi.
"Non!" teriak scurity sambil berubah haluan mengejar mobil majikannya, namun apalah daya mobil itu sudah melaju pergi. "Ya ampun kalau begini bisa di marahi pak bos." gerutunya.
"Loh Non Meili mana?" Mang Didin baru keluar setelah mencari tas yang sebenarnya memang tidak ada di kamar.
"Mang Didin kenapa mulesnya kelamaan? Tuh si Non udah pergi bawa mobil sendiri," beri tahu scurity.
"Waduh, gawat ini."
"Ya emang gawat Mang, apa lagi kalau Tuan tau."
"Mudah-mudahan saja Tuan pulangnya masih besok." harap supir yang berhasil di kerjai oleh Meili.
Sedangkan sang pelaku, dia sedang bahagia mengendarai mobilnya yang sudah lama tidak ia kendarai. "Pasti hari ini akan jadi hari yang menyenangkan," katanya. Membayangkan seharian bisa bebas tanpa ada yang mengawasinya.
Tapi nasib buruk sudah menghampiri Meili di pagi hari, karena terlalu bersemangat ia tidak memperhatikan lampu rambu lalu lintas yang bewarna kuning. Kecepatan mobilnya sama sekali tidak berkurang hingga sampai akhir nya ia terkejut melihat mobil di depannya berhenti karena lampu lalu lintas yang sudah berpindah warnah merah, menandakan semua pengendara harus berhenti.
Brak.
"Astaga!" pekik Meili ketika mobilnya menabrak mobil lain. "Mati aku," seketika rasa panik dan takut melanda dirinya. Bukan takut jika di suruh ganti rugi, tapi takut jika orang yang punya mobil sulit untuk di ajak berdamai dan ujung-ujungnya papanya akan terlibat, apalagi kelihatannya itu mobil orang kaya.
Ia masih berdiam diri di dalam mobil, hingga seseorang keluar dari mobil yang ia tabrak.
Tok
Tok
Tok
Kaca mobilnya di ketuk dari luar, dan ternyata itu adalah pemilik mobil.
Di dalam mobil Meili tidak langsung membukakan pintu mobilnya, melainkan mengagumi ketampanan orang itu yang ternyata laki-laki muda dengan seragam sekolah SMA. "OMG oppa!"
Hingga kemudian lamunannya harus buyar karena kaca mobilnya di ketuk kembali, ia akhirnya segera keluar dari mobil. Rasa takutnya tadi seketika hilang di gantikan senyum di bibirnya.
Laki-laki itu menautkan kedua alisnya melihat sikap aneh gadis yang tadi sudah menabrak mobilnya. "Lo nabrak mobil gue!"
Meili dengan cepat menganggukkan kepalanya sebagai pengakuannya, dan senyumnya masih saja terlihat di bibirnya. Pikirannya rasanya berceceran ketika bertemu laki-laki tampan, siapa yang tidak suka dengan itu. Meskipun ia tidak pernah memikirkan untuk mempunyai kekasih, tapi ia selalu saja terpesona jika di hadapkan secara langsung.
"Gantengnya maksimal."
"Mulus kayak porselen."
"Oh oppa."
Laki-laki itu menghembuskan nafasnya kasar, ia kemudian melihat bagian mobilnya yang tertabrak tadi. Dan ternyata tidak begitu parah, hanya terlihat sedikit penyok, ia lalu menatap ke arah Meili yang masih saja tersenyum padanya. "Lain kali hati-hati." Ia memutuskan untuk tidak memperpanjang masalah, pasti akan memakan waktu lama jika berhadapan gadis seperti Meili.
Setelah mengucapkan itu ia lalu kembali ke mobilnya, dan kemudian melaju pergi.
Tin.
Tin.
Tin.
Meili tersadar dari lamunannya ketika mobil lain membunyikan klakson, karena lampu rambu sudah bewarna hijau. "Lo kapan perginya?" Melihat mobil yang ia tabrak ternyata sudah menghilang, ia lalu bergegas masuk kedalam mobilnya dan melaju pergi ke arah sekolah barunya.
Namun kemudian ia teringat seragam sekolah yang di kenakan pemilik mobil yang tadi ditabraknya. "Bakalan seru nih kalau emang bener," katanya semakin semangat untuk memulai hari barunya sebagai pelajar SMA.
...----------------...
...Tuh Meili ketemu siapa? 🤔...
...Hayo tebak 😁...
...Ceritanya aku buat mundur sedikit ya, biar yang baru ngikutin nggak bingung sama alurnya. Biar lebih enak, mampir dulu ya di "KAWIN GANTUNG DENGAN KETOS"...
...Jangan lupa dukungannya gengs 🥰...
Mobil yang di kendarai Meili sampai di sekolah tepat saat satpam akan menutup gerbang sekolah. "Hari pertama udah mau telat. " Satpam itu menggelengkan kepala setelah mobil Meili masuk ke dalam area sekolah, dan benar saja Meili memang menjadi murid yang terakhir datang pagi itu.
Setelah berhasil memakirkan mobilnya, Meili segera berlari untuk masuk ke dalam barisan murid baru. Terlihat mereka yang juga mengenakan seragam SMP dan tatanan rambut sepertinya.
Mereka sebelum masuk seperti sekarang ini memang sudah di beritahu harus berpakaian dan tatanan rambut seperti apa saat pendaftaran, dan itu harus di lakukan selama masa MOS.
"Ha!" Meili menghembuskan nafasnya kasar, sedikit berlari membuatnya sudah cukup lelah. Bagaimana kalau dia suatu saat jika di kejar oleh guguk. "Capek banget." keluhnya.
Murid baru yang baris di sebelahnya sekilas menoleh ke arahnya, namun kemudian ia memperhatikan lagi seorang yang sedang memberikan sambutan.
Setelah di rasa cukup tenang, Meili juga memperhatikan seorang siswa yang sedang memberikan sambutan dan memberitahu apa saja kegiatan mereka nanti.
Namun ia memicingkan mata, ketika ia merasa mengenali siswa itu. "Bukannya itu Kak Nathan?"
Ia mengenali siswa itu sebagai anak dari sahabat papahnya, dulu memang ia pernah berkunjung ke rumahnya dan itu sudah lama. Kini ia bertemu kembali dengan Nathan yang menyandang sebagai ketua OSIS yang baru.
Murid baru yang tadi sempat menoleh ke arah Meili, kembali menatap ke arah Meili ketika ia mendengar menyebut nama Nathan. Padahal Meili baru saja datang, sedangkan Nathan sudah memperkenalkan dirinya sebelum Meili tiba.
Meili yang sadar dirinya di tatap juga ikut menoleh. "Kenalan?" katanya dengan mengulurkan tangannya, tidak lupa senyum yang selalu menghiasi bibirnya. "Meili."
Murid baru itu juga ikut tersenyum. "Tasya." katanya juga ikut tersenyum, namun sebelum ia menjabat tangan Meili mereka sudah mendapatkan interupsi dari sang ketua OSIS.
"Hei ... kamu!" teriak Nathan yang ia tujukan pada Meili. "Jika mau mengobrol, silahkan keluar barisan."
Meili hanya bisa mecebik mendengar itu. "Tetap aja galak," gerutunya.
Mengingat dari dulu anak dari sahabat papanya itu selalu datar, bahkan terkadang galak menurutnya. Di mana ketika ia sedang berkunjung ke rumah Nathan, dan ia hanya bisa melihat Nathan serius membaca buku.
Di samping Nathan terlihat juga beberapa murid yang berdiri, sepertinya mereka juga anggota OSIS tapi entah menjabat sebagai apa.
Hingga di detik berikutnya, matanya membulat ketika melihat siswa yang baru saja menghampiri Nathan dengan menyerahkan beberapa lembar kertas. "Tuhkan sudah ku duga," gumamnya. Ternyata pemilik mobil yang ia tabrak tadi pagi sepertinya menjadi kakak kelasnya.
Tapi mata bulatnya itu seketika berbinar, setelah baru menyadari ternyata ada beberapa siswa yang cukup tampan menurutnya. "Ya ampun, good looking." Tak percayanya.
*
*
Para murid baru di beri waktu untuk beristirahat setelah melaksanakan beberapa kegiatan.
Meili, gadis itu sepertinya tidak membutuhkan waktu lama untuk akrab dengan teman barunya yang bernama Tasya.
Gadis dengan rambut sebahu itu memiliki kepribadian yang terbalik dengan Meili. Jika Meili gadis periang dengan tingkah laku yang terkadang konyol, berbeda dengan Tasya.
Gadis berwajah cantik itu, nampak begitu lemah lembut.
"Tasya ayo kita ke kantin cari makan," ajak Meili yang di setujui oleh Tasya.
Di kantin rupanya hanya di isi oleh para murid baru, karena jam istirahat mereka yang memang lebih awal dari kakak kelas mereka.
Beberapa saat kemudian, di meja kedua gadis cantik itu sudah tersedia satu piring siomay dan satu piring batagor. Tidak lupa dengan dua gelas es jeruk.
"Masih tinggal satu kegiatan lagi nih!" Meili melihat selembar kertas yang memang di bagikan pada semua peserta didik baru. Dan di sana tertulis nama-nama seseorang yang ia sendiri tidak tau siapa itu, yang ia tahu hanya satu nama yaitu Nathan sebagai ketua OSIS.
Tugas berikutnya adalah ia harus meminta tanda tangan semua orang yang namanya tercantum di di kertas.
"Bakalan susah nih," keluh Meili, namun dengan menyuapkan siomay ke dalam mulutnya.
Tasya tersenyum melihat tingkah laku Meili yang menurutnya begitu lucu. "Nggak apa-apa, nanti kita cari berdua. Kita tinggal lihat nametag nya aja," kata Tasya.
Mata Meili berbinar, ia baru menyadari jika setiap murid seharusnya memang ada nametag di seragamnya. Padahal sebelumnya ia berpikir akan menanyakan satu persatu nama itu pada setiap murid.
"Kenapa aku baru sadar yah!" ujarnya dengan tertawa.
Dua piring makanan telah habis berpindah ke perut kedua gadis cantik itu, dan mereka memutuskan untuk memulai mencari siapa saja yang namanya tertera di kertas.
Senyum keduanya terbit ketika berhasil mendapatkan tanda tangan beberapa orang, rupanya nama-nama yang tertera itu adalah nama anggota OSIS.
"Yey... tinggal enan orang lagi." Meili merasa lega. Karena untuk mendapatkan tanda tangan itu ia harus berkeliling sekolah, ternyata mereka sengaja berpencar. Bahkan ada yang dengan sengaja duduk bersantai di halaman belakang sekolah yang jarang di kunjungi oleh murid lainnya. "Ini sepertinya tinggal dua cewek, empat cowok deh."
"Sepertinya." Tasya yang juga melihat enam nama berikutnya. "Ayo kita cari lagi," ajaknya.
"Let's go," Meili bersemangat. Karena di balik semangatnya ada maksud terselubung, apalagi kalau bukan akan bertemu siswa yang sepertinya tampan jika di lihat dari namanya.
Karena sedari tadi anggota OSIS yang notabene nya cowok, rata-rata tampan semua di mata Meili.
Saat mereka berjalan melewati lorong sekolah untuk mencari nama yang bersangkutan, samar-samar mereka mendengar suara siswi yang sedang mengobrol. "Sya, denger nggak? Sepertinya mereka anggota OSIS deh!" tebak Meili.
Sebelumnya mereka belum melewati lorong itu, dan bisa di pastikan siswi yang sedang mengobrol itu adalah salah satu anggota OSIS. Pasalnya peraturan di sekolah itu cukup ketat, semua murid di larang keluyuran selama jam pelajaran. Terkecuali yang memang sedang berkepentingan, kalau tidak mereka harus langsung menghadap guru BK jika ketahuan.
Dan sekarang yang bisa melakukan itu hanya anggota OSIS, karena mereka di tugaskan untuk mengatur acara MOS.
"Iya, ayo coba kita lihat." Tasya mendekati arah sumber suara. Terlihat dua gadis yang sedang bersenda gurau. "Permisi kak," kata Tasya.
Kedua gadis itu seketika menoleh ke arah Tasya dan Meili.
Meili memperhatikan name tag kedua gadis itu, dan benar saja mereka adalah Lisa dan Tia. "Bener Sya, itu mereka berdua." Bisik nya.
"Permisi kak, kami mau minta tanda tangan kakak." Pinta Tasya sopan, tidak lupa senyum cantik ia berikan.
"Oh," sahut Lisa dan Tia. "Kemari!"
"Tasya, aku merinding deh." Saat Meili melihat kedua kakak kelasnya itu tersenyum penuh arti kepadanya dan Tasya.
"Pasti ada udang di balik bakwan nih!" batin Meili.
...----------------...
...Kalian mungkin pernah mengalami apa yang Meili alami nggak 🤭....
...Jangan lupa buat dukungannya ya gengs 🥰...
"Tuh kakak kelas kurang kerjaan banget deh." Meili terus menggerutu sembari melihat kertas yang berada di tangannya. Di kertas itu sudah terisi tanda tangan Lisa dan Tia, tapi ternyata tidak semudah anggota OSIS lainnya yang mau memberi tanda tanda tangannya.
Karena beberapa saat lalu ia dan Tasya harus bernyanyi dan bergoyang menirukan bebek jika tidak Lisa dan Tia tidak mau memberikan tanda tangannya.
Kalau saja Meili mau, ia bisa menggunakan statusnya untuk mempermudah mengerjakan tugas itu. Tapi sayangnya ia bukan gadis yang seperti itu.
"Udah nggak apa-apa, bagaimana lagi kita kan murid baru." Tasya mencoba untuk tetap bersabar, meskipun dirinya sendiri tadi sebenarnya enggan melakukannya. "Ini tinggal empat lagi, setelah itu kita bisa pulang." Melihat tersisa empat nama di kertas.
"Iya, tapi harus cari kemana? Perasaan kita tadi udah muter satu sekolah." kata Meili. "Apa mungkin mereka ngumpet ya? Sengaja gitu biar kita nggak cepet pulangnya?"
"Masak sih?" sahut Tasya.
"Bisa jadi."
Kemudian mereka berdua berhenti, dan mengamati sekeliling sekolah. Tapi ternyata di sana hanya ada beberapa murid baru yang berlalu lalang dan beberapa anggota OSIS yang sudah mereka dapatkan tanda tangannya.
"Gimana kalau kita naik ke lantai atas?" Meili memberi usul. Karena sekolah itu memang berdiri dua tingkat.
"Ayo kalau gitu," Tasya yang menyetujui.
Langsung saja mereka berputar putar untuk mencari ke empat anggota OSIS itu, namun masih saja tidak ketemu. Pasalnya di lantai dua semua ruangan aktif di gunakan untuk pembelajaran dan tidak ada murid yang berlalu lalang.
"Nggak ada juga," keluh Meili. Ia sudah merasakan lelah karena berputar putar mencari tapi masih saja tidak ketemu.
Dan Tasya juga merasakan hal yang sama, hingga kemudian matanya melihat arah tangga ke atas.
"Meili, coba lihat itu." Tunjuk nya pada tangga yang barjarak beberapa meter dari mereka berdiri.
Meili mengarahkan pandangannya pada apa yang di tunjuk Tasya, di sana ada tangga yang mengarah ke atas. "Bukannya cuma dua lantai? Terus di atas emangnya ada apa lagi!" herannya.
Meskipun ia putri pemilik yayasan, namun ia tidak pernah ikut jika papanya ke sekolah.
"Ayo kita ke atas, siapa tahu mereka ada di sana." Tasya segera menggandeng tangan Meili untuk berjalan menuju tangga.
Ketika sampai di atas, ternyata tempat itu seperti atap sekolah pada umumnya. Suasana di sana begitu sejuk meskipun sinar matahari sedang terik-teriknya.
Meili menghembuskan nafasnya kasar ketika tidak melihat siapa-siapa di sana, tapi sesaat kemudian matanya melebar ketika ia menoleh ke sudut atap.
Di sana terlihat beberapa siswa yang sedang bersantai, ternyata di sudut atap ada tempat kecil yang lengkap ada beberapa kursi juga meja kecil.
Rasa lelah tadi langsung hilang, tergantikan pemandangan oleh para siswa itu yang rata-rata memiliki good looking. "Tasya, ada oppa!" bisik Meili.
Tasya yang masih belum paham hanya menatap Meili heran, namun pandangannya kemudian juga menangkap keberadaan beberapa siswa yang di maksud Meili.
"Kelihatannya itu mereka yang kita cari," kata Meili. Melihat ia mengenali Nathan dan satu siswa yang mobilnya ia tabrak tadi pagi. "Ayo kita ke sana." semangatnya.
"Selamat pagi menjelang siang kak," sapa Meili dengan senyum termanis nya yang sontak membuat para siswa itu mengalihkan perhatiannya.
Sedangkan Tasya ia hanya bisa berdiam diri, membiarkan Meili yang beraksi. Ia tidak seperti Meili yang mudah berinteraksi dengan orang-orang baru.
"Raka, Ariel dan Reza," gumam Meili membaca nametag siswa yang berada di seragam mereka kemudian ia cocokkan dengan yang tertera di kertas dan cocok. "Boleh minta tanda tangannya?" pintanya dengan senyum yang tak pernah luntur. Ia menyodorkan kertas dan bolpoinnya kepada Nathan terlebih dahulu, di ikuti oleh Tasya.
Dari ke empat siswa itu hanya Ariel dan Reza yang tersenyum penuh arti, sedangkan Nathan dan Raka hanya datar saja menanggapi itu.
"Boleh," sahut Ariel.
"Tapi ada syaratnya!" Reza menimpali.
"Kalian harus--" Belum sempat menyebutkan syaratnya mata Ariel mendelik karena kedua sahabatnya Nathan dan Raka begitu saja memberikan tanda tangan, padahal mereka ingin mengerjai kedua gadis cantik itu lebih dahulu.
"Lo kok gitu aja ngasih tanda tangan," Reza yang juga tidak suka dengan Nathan dan Raka secara cuma-cuma memberi tanda tangan.
Nathan dan Raka menoleh pada Ariel dan Reza yang sekarang sedang menatapnya.
Nathan hanya menggelengkan kepalanya tidak menanggapi ucapan Reza.
Sedangkan Raka juga hanya diam tidak memperdulikan.
Meili, gadis itu sedari tadi matanya tidak berkedip memperhatikan ke empat siswa yang begitu menyegarkan matanya. "Sya, kalau di lihat-lihat mereka seperti BBF ya?" bisiknya.
"BBF?" Tasya tidak paham.
Meili berdecak melihat sahabat barunya yang ternyata tidak se frekuensi. "Boys before flowers, drama Korea Sya." jelasnya.
Ternyata Tasya juga masih tidak mengerti karena ia bukan penggemar drama Korea.
"He kalian!" Ariel menginterupsi, melihat anak baru itu justru berbisik bisik.
Meili dan Tasya seketika menoleh ke arah Ariel.
"Kalian mau tanda tangan kami kan?" Reza menoleh ke arah Ariel. Di otaknya sudah bersarang sesuatu yang akan ia gunakan untuk sedikit mengerjai kedua gadis cantik di hadapannya.
Kedua gadis cantik itu kompak menganggukkan kepalanya.
"Kalau gitu, kalian rayu kami." sahut Ariel yang membuat mata kedua gadis itu membola.
Rayu? Yang benar saja.
"Sya, kamu bisa?" Meili bertanya.
Tasya langsung menggelengkan kepalanya. "Aku nggak bisa Meili."
Meili kemudian terdiam memikirkan cara agar ia bisa merayu. Seumur hidupnya ia saja tidak pernah di rayu laki-laki, apalagi merayu.
Nathan menggelengkan kepalanya melihat kelakuan sahabatnya yang tidak pernah berubah, selalu usil.
Sudut bibir Meili melengkung ke atas membentuk senyuman ketika ia menemukan ide yang menurutnya akan berhasil. "Kak, gimana kalau aku baca puisi cinta aja ya?" tawarnya.
Reza dan Ariel saling pandang, tapi mereka kemudian menganggukkan kepalanya. Yang terpenting mereka mendapat hiburan. "Baiklah."
Meili berdehem sebelum memulai aksinya, ia memastikan ingat apa yang akan ia ucapkan.
"Demi cintaku padamu," katanya dengan menatap ke arah Reza dan Ariel bergantian. "Kemanapun kau kan kubawa."
"Walaupun harus ku telan, lautan bara!"
"Demi cintaku padamu! Ke gurun ku ikut denganmu, biarpun harus berkorban jiwa dan raga."
Sampai di sini Meili tersenyum dalam hati, rencananya berhasil. Puisi yang nyatanya lirik lagu yang ia bacakan belum ada yang menyadarinya.
Tapi sedari tadi yang hanya fokus mendengarkannya hanya Reza dan Ariel, sedangkan Nathan dan Raka tidak melihatnya sama sekali.
Bahkan Raka dengan santainya tetap terfokus pada ponsel di tangannya dan meminum es jeruk yang memang sudah tersedia.
Meili akhirnya menarik nafasnya dalam-dalam, ia memutuskan untuk bernyanyi saja di bagian refrennya. Dan ia sudah dengan pasti mengingat bait selanjutnya.
"Bu ... lan madu di atas lemari," nyanyi Meili.
Uhuk.
Uhuk.
Uhuk.
Raka seketika tersedak minuman yang ia tenggak setelah mendengar nyanyian Meili.
Begitupun Reza dan Ariel, yang langsung melotot ke arah Meili kemudian tertawa terbahak-bahak. Sedangkan Nathan, ia hanya bisa menggelengkan kepalanya. Ternyata anak dari sahabat papanya itu kelakuannya masih sama.
Meili tidak melanjutkan nyanyiannya, karena melihat ekspresi mereka. "Tasya ada yang salah?" tanyanya tidak mengerti, yang hanya di balas Tasya dengan senyum kaku.
...----------------...
...Ya ampun Meili, udah yakin seyakinnya malah jadi amburadul 🤭. ...
...Nah jangan lupa dukungannya ya 🥰...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!