Belvania, nama yang cantik yang di berikan kedua orangtuanya dengan arti nama Gadis Cantik.
Ya, memang Belvania adalah gadis yang sangat cantik untuk ukuran gadis desa. Di desanya Belvania adalah salah satu kembang desa, banyak kumbang-kumbang desa mencoba mendekati Belvania, tapi sayang tidak ada satu pun dari kumbang-kumbang desa itu yang berhasil mendapatkan hati seorang Belvania, karena Belvania masih lulus SMP, fokusnya hanya lah untuk sekolah.
Hari ini adalah hari Sabtu, dimana semua orang sedang bersiap-siap menghabiskan waktu weekend mereka bersama orang terkasih mereka, seperti keluarga dan kekasih. Apalagi hari ini semua murid SMP di desa Belvania sedang merayakan kelulusan mereka.
Tapi tidak dengan Belvania. Bagi Belvania hari ini adalah hari terburuk dan terpedih dalam hidupnya. Karena hari ini Belvania mendapat kabar kalau orangtuanya meninggal dalam kecelakaan tragis. Padahal malam sebelum kecelakaan tragis terjadi orangtua Belvania berjanji akan membawa Belvania jalan-jalan ke kota besar, ke tempat Om Tora, adik dari Ayah Belvania saat hari kelulusan Belvania.
***
Satu hari setelah pemakaman sang Ayah, Belvania pun dibawa Om Tora ke kota besar karena Om Tora tidak tega membiarkan Belva tinggal sendirian tanpa orangtua, lagipula siapa yang akan menafkahinya nanti.
"Cellia, kenalkan ini Belva, anaknya almarhum Om Tino." Om Tora memperkenalkan Belva pada Cellia.
Cellia dan Belva belum pernah sama sekali bertemu, karena Cellia dan Tante Monika tidak pernah menginjakkan kaki mereka di desa tempat tinggal Belva. Begitu pun Belva, ini pertama kalinya Belva menginjakkan kakinya dirumah Om Tora.
"Belva." Ucap Belva sambil menjulurkan tangannya.
"Cellia." Jawab Cellia ketus dan hanya sekedar menempelkan tangannya di tangan Belva, setelah itu mengelap telapak tangannya ke celananya.
Om Tora yang melihat itu hanya menghela nafasnya sambil menggeleng-gelengkan kepala melihat putri tunggalnya itu seperti jijik dengan Belva.
"Nah Belva, yang ini Tante Monika, istri Om." Sekarang giliran Tante Monika yang Om Tora perkenalkan pada Belva.
Sama dengan Cellia, Tante Monika juga tidak menyukai Belva, tapi Tante Monika mencoba untuk tidak menunjukkan rasa tidak sukanya pada Belva di depan suaminya.
Tante Monika menyambut uluran tangan Belva sambil tersenyum palsu.
***
Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Setelah makan malam, Belva, Om Tora, Tante Monika dan Cellia berkumpul di ruang keluarga.
Sebenarnya Cellia dan Tante Monika malas berkumpul karena ada Belva, tapi karena Om Tora ingin menyampaikan sesuatu yang sangat penting, terpaksa Cellia dan Tante Monika menuruti perintah Om Tora.
"Jadi begini. Karena orangtua Belva sudah tidak ada, maka mulai sekarang saya yang akan menghidupi Belva." Ucap Om Tora membuka percakapan.
"Hemh..sudah ku duga. Tapi gak pa-pa lah kalau cuma kasih makan atau kasih uang bulanan sekaligus uang sekolah sejuta sebulan." Dumel Tante Monika dalam hati.
"Mi, kamu gak keberatan kan?" Tanya Om Tora pada istrinya.
"Iya Pi, gak pa-pa." Jawab Tante Monika lembut sekali.
"Jadi besok aku akan mendaftarkan Belva di sekolah yang sama dengan Cellia."
DUAAAAR. Dan kata-kata Om Tora kali ini berhasil membuat Cellia dan Tante Monika terkejut terjengkang-jengkang.
"Apa??? Sekolah yang sama dengan Cellia? Oh no!!!!! Uang sekolah saja sebulan satu juta!!!" Jerit Tante Monika dalam hati. Ia hanya bisa menjerit dalam hati karena kalau ia menentang, ia takut suaminya akan memarahinya.
Meski Tante Monika orang yang sombong, tinggi hati dan tidak suka menolong, tapi Tante Monika sangat takut pada suaminya karena tau tabiat sang suami kalau sudah mengamuk.
Sama halnya dengan sang Mami, Cellia juga terkejut mendengar niatan papinya yang akan menyekolahkan Belva satu sekolah dengannya.
"Mau taro dimana muka gue, satu sekolah sama anak kampung ini!!! Udah penampilannya udik, mukanya belang-belang, dekil, baunya juga bau kampung!!! Bisa jatuh nih pamor gue." Dumel Cellia dalam hati. Meski mereka baru akan memasuki bangku SMA, tapi Cellia sudah sangat terkenal di SMA Internasional itu karena pacar Cellia, Antonio telah lebih dulu bersekolah di sekolah itu dan teman-teman Antonio juga sudah banyak yang mengenal Cellia, apalagi Antonio masuk sepuluh besar Laki-laki Most Wanted di SMA Internasional itu.
"Tapi Pi..."
"Gak ada tapi-tapian!! Pokoknya kalian harus satu sekolah dan kalian harus berangkat bareng kesekolah. Titik!!" Tegas Om Tora pada anak semata wayangnya.
"Ish!!!" Cellia yang kesal pun berdiri dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan tempat itu.
"Celli... Celli.." panggil Tante Monika.
Tapi Cellia tak menghiraukan panggilan sang Mami.
"Biar Mami bujuk Celli dulu." Ucap Tante Monika. Tante Monika pun pergi meninggalkan ruang keluarga itu dan menyusul Cellia.
"Maafin Cellia yah Bel, Cellia memang begitu. Tapi Om yakin lama kelamaan Cellia akan menerima kehadiran kamu di rumah ini." Ucap Om Tora.
"Iya Om, Belva ngerti. Tapi Om, ngomong-ngomong sekolah nya Celli itu negri atau swasta Om? Soalnya Belva mau masuk SMA negri aja, biar gampang masuk Universitas Negri juga."
Om Tora tersenyum mendengar kata-kata Belva yang polos.
"Bel, sekolahnya Cellia sekolah swasta, tapi swasta internasional. Kalau kamu sekolah disana, jangankan Universitas Negri di kota ini, Universitas terbaik di luar negri pun kamu bisa gampang masuk." Jawab Om Tora.
"Oh..gitu yah Om." Balas Belva masih dengan kepolosannya.
***
Hari yang di nantikan pun tiba, hari dimana Belva dan Cellia masuk di SMA Internasional. Karena hari ini adalah hari pertama, jadi Om Tora lah yang langsung mengantar Belva dan Cellia ke sekolah.
Om Tora hanya mengantar sampai depan pintu gerbang saja.
Setelah berdada-dada ria dengan anak dan keponakannya, Om Tora pun pergi dari depan pintu gerbang sekolah.
"Loe diem disini!! Kalau gue udah jauh, baru loe jalan!! Paham loe!!!" Ucap Cellia ketus.
"Tapi Cell, aku kan gak tau dimana kelas aku." Ucap Belva.
"Loe punya mulut kan? Ya pake lah mulut loe buat nanya!!!" Bentak Cellia.
Setelah mengatakan itu Cellia pun pergi meninggalkan Belva.
Airmata Belva sudah menggenang karena mendapat bentakan dari Cellia, karena seumur-umur dirinya tidak pernah di bentak.
"Sabar Bel.. sabar." Lirih Belva untuk menguatkan dirinya sendiri.
Setelah Cellia sudah jauh Belva pun mulai berjalan menuju gedung sekolah.
Karena Belva tidak tau dimana kelasnya berada, Belva pun bertanya pada tiga siswi yang sedang berkumpul.
"Permisi kak, mau tanya. Kelas 10.A dimana yah?" Tanya Belva.
Bukannya menjawab, tiga siswi yang berkumpul itu malah memandang Belva dari ujung kaki hingga ujung rambut dengan tatapan jijik dan sinis.
Seperti sedang di hampiri pengemis, tiga siswi itu pun pergi meninggalkan Belva tanpa memberi jawaban untuk Belva.
Belva menghela nafasnya kasar. Ia sadar apa yang membuat ketiga siswi itu pergi meninggalkannya.
"Sabar Bel... sabar." Lagi dan lagi, ia berusaha menguatkan dirinya sendiri.
Belva pun kembali berjalan sambil menundukkan kepalanya tapi sesekali matanya clingak-clinguk untuk melihat tanda yang ada di atas pintu kelas.
Karena penampilan Belva yang udik dan kulit Belva yang tidak glowing serta jalan yang menunduk, membuat Belva menjadi bahan tertawaan para siswa-siswi yang Belva lewati.
BUGH. Karena Belva jalan menunduk, Belva pun menabrak Aura, gadis yang di nobatkan sebagai Gadis Tercantik, Terpopuler di sekolah itu.
"Shiiit!!! Loe punya mata gak sih!!! Gak lihat apa ada gue disini!!!" Bentak Aura.
"Ma-ma-maaf kak." Jawab Belva tergagap-gagap.
"Maaf-maaf!!! Loe gak kenal gue, hah!!! Kalau mau minta maaf sama gue, BERLUTUT!!!" Teriak Aura.
"Hah.." Belva yang terkejut di suruh berlutut pun mendongakkan wajahnya.
"Anjriiiiit!!!! Jelek banget loe!!! Loe manusia apa dakocan?!" Hina Aura saat melihat kulit wajah Belva yang tidak merata dan kusam.
Semua siswa-siswi yang sedang menonton Belva dan Aura tertawa terbahak-bahak mendengar Aura mengatai Belva dakocan.
Belva kembali menundukkan wajahnya.
"Udah deh sana deh loe, deket-deket sama loe nanti gue kena virus buruk rupa lagi. Hush.. hush.. hush.." Usir Aura.
Belva pun pergi meninggalkan Aura. Air mata yang sejak tadi ia tahan pun akhirnya mengucur membasahi pipinya. Hatinya sakit sekali dengan penghinaan Aura dan tawa siswa-siswi yang menonton mereka.
"Ternyata sekolah di kota tidak seenak yang Belva pikir. Belva mau pulang Pak, Buk. Bapak sama Ibu hidup lagi dong. Belva gak mau disini. Hidup di kota menyeramkan." Rintih Belva dalam hati.
Bersambung...
Teeet. Bunyi bel jam istirahat.
Semua siswa di kelas Belva pun keluar dari dalam kelas, termasuk Belva. Sebenarnya Belva tidak ingin keluar kelas tapi karena ia merasa tenggorokannya kering dan perutnya keroncongan, mau tak mau Belva pun ikut keluar dari kelas dan berjalan menuju kantin.
Saat hendak menuju kantin, Belva melihat Cellia yang sedang berjalan bergandengan tangan dengan seorang pria, siapa lagi kalau bukan Antonio.
Belva pun memanggil Cellia.
"Cell.. Cellia." teriak Belva.
Bukan Cellia yang menengok melainkan Antonio dan ketiga teman Antonio yang ada di belakang Antonio dan Cellia. Padahal Cellia sengaja tidak menengok karena ia sudah tau itu suara Belva. Tapi apa boleh buat karena kekasihnya menengok, mau tak mau Cellia pun ikut menengok.
"Itu kan anak kelas satu yang kena marah Aura tadi pagi. Loe kenal dia Cell?" Tanya salah satu teman Antonio.
"Kok dia bisa manggil kamu beb?" Tanya Antonio.
"Mana aku tau beb. Udah yuk, aku laper." Cellia pun cepat-cepat menarik tangan Antonio sebelum Belva mendekati mereka.
***
Kini Belva sudah berada di kantin. Makanan yang ada di kantin sekolah itu sangat jauh berbeda dengan makanan yang ada di kantin sekolah kampung. Malahan ada sekolah yang tidak memiliki kantin dan hanya mengandalkan para penjual cilok, cilor, batagor, cuanki, dll yang berhenti di depan sekolah mereka saat jam istirahat tiba.
Nama-nama makanan di kantin itu ala-ala barat dan membuat mata Belva juling karena Belva tidak tau makanan seperti apa yang tertulis di papan menu karena tidak menyertakan gambarnya.
Karena pusing dengan nama-nama menu yang terpampang, Belva pun berniat untuk keluar dari kantin, tapi baru saja ia memutar tubuhnya, ia melihat sosok Cellia yang sedang suap-suapan mesra dengan Antonio.
"Itu Celli. Tanya Celli aja deh, ada jual batagor gak disini." Gumam Belva.
Belva pun berjalan mendekati meja dimana Cellia dan Antonio duduk.
BRUUUK. Tiba-tiba saja Belva terjatuh. Ada orang yang sengaja mencekal kaki Belva.
Seketika Belva pun menjadi bahan tertawaan penghuni kantin termasuk Cellia. Tak ada satupun orang yang membantu Belva.
"Udah jelek, udik, buta lagi!!" Teriak salah satu siswa.
"Kok bisa sih alien kayak loe masuk sekolahan elite kayak gini?" Teriak siswa yang lainnya.
"Alaaaah paling juga anak supir atau pembantu yang di sekolahin sama majikannya karena majikannya baik hati." Jawab siswa yang lain.
Hinaan bertubi-tubi terus datang pada Belva. Belva yang sudah tidak sanggup lagi pun berdiri dan lari dari tempat itu menuju tempat yang sepi untuk menumpahkan air matanya
***
Tiga tahun berlalu, masa SMA pun berhasil Belva lewati meski harus dengan hinaan di setiap harinya. Bukan hanya hinaan, tapi Belva juga di perlakukan seperti budak, dan di perlakukan seperti budak juga Belva terima begitu sampai di rumah oleh Tante Monika dan Cellia jika Om Tora sedang tidak ada dirumah, bahkan Tante Monika dan Cellia memanggil Belva dengan panggilan upik abu.
Secara manusiawi Belva sudah tidak kuat dan ingin kembali ke kampung halamannya. Tapi saat dirinya teringat akan almarhum kedua orangtuanya, Belva pun kembali bersemangat.
Dan semua penderitaannya di sekolah dan di rumah Om Tora terbayar dengan Belva yang di terima Universitas terbaik di negri itu. Meski udik tapi kalau soal otak, otak Belva tidak udik. Terbukti dengan hanya tiga orang dari sekolah Belva yang di terima masuk Universitas bergengsi di negri itu.
Meski Belva masuk dalam ketiga orang itu, bukan berarti orang-orang yang membully Belva menjadi kagum dengan kecerdasan Belva, mereka terlihat biasa saja dan enggan memberi selamat pada Belva.
Namun hal itu tidak sama seperti yang di rasakan Cellia. Cellia merasa iri dengan Belva. Cellia yang tidak mau kalah pun merengek pada papanya untuk menyogok Universitas itu agar Cellia juga bisa masuk ke sekolah itu, tapi sayang, hasilnya nihil. Sebesar apapun uang yang di pakai untuk menyogok dan setinggi apapun jabatan koneksi orang dalam yang di punya, Universitas itu sama sekali tidak bisa menerima siswa-siswi yang tidak lulus seleksi. Jadi, mau tidak mau Cellia harus melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi yang lainnya.
Hari ini adalah hari pertama Belva masuk kampus. Seperti biasa, hari pertama adalah hari dimana Pengenalan Kampus atau biasa di kenal dengan Ospek.
Di kampus tempat Belva menimba ilmu tidak ada istilah rambut di kuncir sesuai umur atau memakai karung goni sebagai tas, dan hal-hal sejenis itu. Melainkan mahasiswa baru hanya disuruh menggunakan pita sesuai dengan jurusan yang mereka ambil serta mengumpulkan minimal sepuluh tanda tangan senior yang menjadi panitia ospek.
Belva pikir setelah menjadi mahasiswi, dirinya tidak akan lagi mendapat bullyan seperti saat dirinya SMA, karena menurut Belva orang-orang yang ada di kampus itu adalah orang-orang yang cerdas dan tidak memandang penampilan seseorang. Tapi ternyata Belva salah, di hari pertama pengenalan kampus Belva sudah langsung menjadi bulan-bulanan bahan lelucon para senior.
Walaupun mereka tidak membully dengan kasar seperti yang dirinya terima saat SMA tapi dengan menjadikan dirinya bahan lelucon, tapi bagi Belva itu sama saja dengan membully.
Tapi Belva bersyukur, karena ada satu orang yang selalu membela dirinya disaat dirinya di jadikan bahan lelucon para senior. Hal yang tidak pernah Belva dapatkan saat dirinya duduk di bangku SMA.
Orang itu adalah Bams. Bams adalah mahasiswa semester lima dan juga salah satu panitia ospek. Bams membela Belva dari para panitia ospek lainnya bukan karena Bams menyukai Belva melainkan karena Bams memang tidak suka melihat sebuah penindasan.
Sayangnya pembelaan yang Bams berikan untuk Belva di salah artikan oleh Belva. Mungkin efek Belva yang telat puber dan sering mendapat penghinaan makanya begitu ada yang membela, dirinya langsung baper.
Tapi apalah daya Belva, ia hanya bisa mencintai Bams dalam hati saja. Karena ia sadar dengan wajah Bams yang tampan dan tubuh yang atletis, pasti banyak wanita yang mengejar-ngejar Bams.
***
Enam bulan kemudian.
Waktu berjalan dengan cepat, tak terasa satu semester sudah Belva jalani menjadi seorang mahasiswi di kampus yang sangat diincar banyak orang.
Pagi ini Belva di kejutkan dengan sebuah pesan. Pesan dari seseorang yang ia cintai. Siapa lagi kalau bukan Bams. Entah dari mana Bams mendapatkan nomor Belva, apalagi isi pesan Bams mengatakan kalau Bams menunggu kedatangan Belva di kampus.
Seperti menang togel empat angka, begitulah yang Belva rasakan saat ini.
Tanpa membalas pesan dari Bams, Belva langsung pergi mandi dan bersiap ke kampus. Padahal hari ini jadwal jadwal kuliah Belva dimulai pukul satu siang.
Tak sampai satu jam, Belva pun sampai di kampus. Sesampainya di dalam kampus, Belva langsung mengirim pesan pada Bams untuk sekedar memberitahu Bams kalau dirinya sudah berada di kampus.
Dan siapa sangka, baru tiga detik Belva mengirim pesan itu, tiba-tiba nada dering panggilan masuk diponselnya berbunyi dan itu adalah panggilan dari Bams.
Cepat-cepat Belva menggeser tombol hijau yang ada di layar ponselnya.
"Iya, halo kak." Sapa Belva.
"Posisi kamu dimana sekarang?" Tanya Bams dengan suara beratnya. Jangankan Belva, perangkat keras di ponsel Belva saja langsung melunak seketika begitu mendengar suara Bams yang berat tapi seksi.
"A-ku masih di pintu masuk satu kak."
"Oh. Tunggu aja di pos satpam, aku jemput kamu disitu." Kata Bams.
Setelah itu Bams pun mengakhiri panggilan teleponnya.
Mendengar Bams akan menjemputnya di pos satpam, hati Belva seketika berubah menjadi taman bunga, banyak kupu-kupu menggelitik hatinya.
Padahal Bams ingin menjemput Belva karena jarak dari pintu satu ke ruang BEM cukup jauh. Apalagi Belva hanya mengandalkan goyang lututnya, pasti akan menyita waktu dan tenaga yang cukup banyak.
Setelah lima menit Belva menunggu, akhirnya Bams pun datang ke pos satpam itu dengan menggunakan motor balapnya.
"Ayo naik." Kata Bams.
Belva pun menganggukkan kepalanya malu-malu, lalu naik ke atas motor.
Setelah Belva naik ke atas motor, barulah Bams melajukan motornya menuju ruang BEM. Dan sayangnya Belva tidak tau kalau Bams akan membawanya ke ruang BEM. Belva pikir Bams akan membawanya ke taman atau ke kantin.
Kini mereka sudah sampai di depan ruang BEM.
"Ini kan..." lirih Belva pelan tapi masih bisa di dengar Bams karena sekarang Bams berdiri tepat di samping Belva.
"Iya, ini ruang BEM." Bams melanjutkan kata-kata Belva yang menggantung.
"Ayo masuk, udah di tunggu yang lain." Bams pun menarik tangan Belva untuk masuk ke dalam ruangan.
Dalam keadaan yang masih terkejut saat Bams mengatakan sudah di tunggu yang lain, Belva pun masuk ke dalam ruangan lalu duduk disalah satu kursi yang kosong. Sedangkan Bams bergabung dengan senior yang lain.
Ternyata Bams mengajukan Belva menjadi salah satu anggota BEM. Betapa kagetnya Belva saat mengetahui itu.
Walau sebenarnya Belva merasa kurang percaya diri menjadi anggota BEM, tapi Belva senang karena dengan begitu Belva akan memiliki teman dan yang paling utama bisa lebih sering melihat Bams.
Bersambung...
Hari-hari pun berlalu. Bams dan Belva pun semakin dekat, yah walaupun kedekatan mereka hanya saat pertemuan organisasi saja. Karena Bams termasuk laki-laki yang introvert. Tapi bagi Belva itu sudah sangat cukup.
Tapi tidak dengan hari ini, entah keberanian dari mana sehingga membuat Belva ingin menyatakan perasaannya pada Bams.
Dengan jam tangan yang harganya satu jutaan, yang Belva beli satu hari sebelum hari spesial ini, yang uangnya hasil dari bongkar celengan ayam yang Belva isi sejak SMA, Belva pun berjalan mencari keberadaan Bams.
Kini Belva sudah menemukan keberadaan Bams, Belva pun menarik nafas panjang dan membuangnya perlahan sebelum mendekati Bams yang sedang mengobrol bersama empat orang temannya.
"Kak, bisa minta waktunya." Tanya Belva saat sudah sampai di depan Bams.
Bams menoleh kanan-kirinya.
"Kamu ngomong sama siapa? Sama aku atau sama temen-temen aku?" Bams malah balik bertanya.
"Sama kak Bams. Aku bisa minta waktunya?" Tanya Belva sekali lagi.
"Lain kali ngomong tuh yang jelas." Jawab Bams.
"Mau ngomong apa?" Tanya Bams.
"Bisa kita ngomongnya di tempat lain?"
Bams diam sejenak lalu tak lama ia menyetujui permintaan Belva.
Dan mereka pun berjalan menuju tempat yang sepi.
"Sekarang bilang, kamu mau ngomong apa?"
"Mmm...maaf kak kalau aku lancang. Aku mau kasih sesuatu untuk kakak." Belva pun mengeluarkan kotak jam tangan dan memberikannya pada Bams.
"Apa ini?" Tanya Bams sambil mengambil kotak itu dari tangan Belva.
"Buka aja kak."
Bams pun membuka kotak itu.
"Ini kan jam mahal. Kamu uang dari mana bisa beli jam ini?" Tanya Bams saat melihat jam mahal itu, ia merasa tak enak hati.
"Aku beli pake uang tabungan aku kak."
Bams menghela nafasnya, ingin menolak pemberian Belva karena tidak tega Belva membeli jam itu dari uang tabungannya tapi takut Belva sakit hati. Tapi kalau di terima, Bams merasa sangat bersalah.
"Tapi untuk apa kamu relain uang tabungan kamu untuk beli barang mahal kayak gini? Emang kamu gak sayang sama uang kamu?"
"Itu karena aku... aku... mmmm aku..." Belva gugup ingin mengungkapkan perasaannya pada Bams.
"Karena kamu kenapa, hah? Ngomong tuh yang jelas, yang lantang." Tanya Bams tegas. Bams paling tidak suka mendengar orang yang bicara tergagap-gagap seperti yang dilakukan Belva saat ini.
"Itu karena aku suka sama kakak." Dengan satu tarikan nafas Belva pun berhasil mengungkapkan perasaannya pada Bams.
Bams ternganga mendengar pengakuan Belva.
"Apa kamu sadar dengan yang baru kamu ucapkan?"
"Sadar kak, sangat sadar."
Bams memijat pangkal hidungnya, ia tak tau harus memberi jawaban apa pada Belva. Menolak, takut Belva sakit hati tapi menerima juga tidak mungkin. Karena di mata Bams, Belva bukan lah wanita impiannya, karena wanita impian Bams adalah sekelas Song Hye Kyo atau Angelina Jolie, yang cantik, pintar, elegan dan memiliki rasa sosial yang tinggi.
Tapi ia juga tidak mau membuat Belva makin berharap pada dirinya, mau tak mau ia harus menolak perasaan Belva untuknya dengan kata-kata yang super halus, seperti mobil Alphard agar Belva tidak sakit hati.
"Bel, aku minta maaf yah. Tapi aku ngerasa nyaman kalau kita lebih baik berteman ketimbang harus mempunyai hubungan spesial." Jawab Bams dengan sangat hati-hati.
"Ini, aku gak bisa nerima hadiah dari kamu ini." Kata Bams lagi sambil memberikan kotak jam tangan yang tadi Belva berikan padanya.
Tapi kotak jam tangan yang Bams sodorkan tak langsung Belva terima, Belva yang sejak tadi menunduk saat mendengar penolakan dari Bams pun mendongakkan wajahnya.
"Apa karena aku gak cantik? Apa karena penampilan ku yang kampungan makanya kakak gak nolak aku? Kalau memang kakak gak suka sama aku, kenapa kakak baik sama aku? Kakak tau gak kebaikan kakak itu udah bikin aku jatuh cinta sama kakak, karena semenjak aku tinggal di kota besar ini, kakak lah orang pertama yang menolong aku dari orang-orang yang membully aku." Kata Belva dengan suara yang bergetar.
"Terus kamu mau aku jahat sama kamu seperti orang-orang itu, gitu? Aku bukan orang yang kayak gitu Bel, aku memang orang yang paling tidak suka dengan pembullyan, makanya aku bela kamu. Kamu nya aja yang salah mengartikan kebaikan aku. Terus sekarang kamu mau nyalahin aku?!" Tak ada lagi bahasa lembut dari Bams. Nampaknya Bams sudah tersulut emosi karena Belva menyalah artikan kebaikannya.
"Kak Bams jahat!!!!" Teriak Belva. Belva yang sakit hati karena merasa dipermainkan oleh Bams langsung pergi dari tempat itu sambil menangis.
"Bel... Belva.. tunggu Bel!!!" Teriak Bams, ia berusaha mengejar Belva. Tapi karena Belva berlari ke tempat yang lebih ramai, Bams pun berhenti mengejar Belva.
"Dia yang baper, dia yang marah." Lirih Bams sambil menghela nafasnya kasar.
Bams pun melanjutkan langkah kakinya menuju kelasnya.
Tanpa Bams dan Belva sadari, sejak tadi ada orang yang sedang merekam gambar pembicaraan mereka. Mulai dari Belva menyatakan cintanya untuk Bams sampai Belva pergi meninggalkan Bams sambil menangis.
Orang itu adalah Jessica. Salah satu fangirl nya Bams. Melihat Bams dan Belva berjalan menuju tempat yang agak sepi, Jessica yang penasaran pun diam-diam mengekori mereka, dan saat Belva memberikan kotak jam tangan pada Bams, Jessica langsung mengeluarkan ponselnya, karena ia yakin kalau Belva memberikan kotak jam tangan itu karena Belva ingin menyatakan perasaannya pada Bams.
***
Setelah jam mata kuliahnya selesai, Belva pun pulang kerumah.
Kini Belva sudah berada di rumah sang Om. Karena hari masih siang, Om Tora belum ada dirumah dan hanya ada Cellia, dan kebetulan pacar baru Cellia, Barry juga ada di rumah. Belva tau ada Barry di rumah, karena melihat mobil Barry terparkir di halaman rumah.
Mata Belva berkeliling untuk melihat keberadaan Barry dan Cellia, tapi Belva tidak menemukan Cellia dan Barry di ruang tamu maupun di ruang keluarga. Belva pikir pasti Cellia dan Barry ada di halaman belakang.
Belva pun menaikki anak tangga menuju kamarnya yang ada di lantai atas. Ada dua kamar di lantai atas, kamar Cellia dan kamar Belva.
Namun saat hendak berjalan menuju kamarnya, Belva mendengar suara-suara aneh dari kamar Cellia. Belva yang penasaran pun mendekati kamar Cellia dan menempelkan telinganya ke pintu untuk memperjelas suara aneh apa itu.
Samar-samar Belva mendengar suara Cellia yang merintih auw.. ah.. uh. Dan terdengar juga suara plak plak plak, seperti suara orang yang sedang menampar. Yang ada di pikiran Belva, Barry sedang memukuli Cellia. Belva pun langsung membuka pintu kamar Cellia dengan kasar.
"Ce..." mata Belva melotot, mulutnya pun menganga melihat penampakan yang ada di depannya. Cellia dan Barry sedang main gerobak sodor.
"Breng•sek!!! Keluar loe upik abu!!!!" Teriak Cellia kesal karena Belva masuk disaat mereka sedang ada di puncak-puncaknya.
Belva pun tersadar dari keterkejutannya dan cepat-cepat keluar dari dalam kamar Cellia dan tak lupa menutup pintu kamar Cellia lagi.
"Kok bisa ada dia sih? Loe bilang si jelek kalau pulang diatas jam tiga. Ini masih jam dua dia udah nongol." Omel Barry. Gara-gara Belva yang muncul tiba-tiba, pentungan Barry melemas dan berubah kembali menjadi pempek lenjer.
"Ya mana gue tau Bar. Udah yuk, lanjutin lagi, nanggung banget Bar." Jawab Cellia, pempek kapal selamnya masih ingin merasakan bejek'kan pentungan satpam Barry.
"Gila loe yah, mood gue udah anjlok tau gak!! Lagian loe gak takut kalau si jelek itu ngadu sama bokap-nyokap loe?!" Tanya Barry.
"Tenang aja, dia gak bakal ngadu. Kalau sempet dia buka mulut, gue robek langsung tuh mulutnya!" Jawab Cellia.
"Ayo lah Bar, terusin yuk." Rengek Cellia sambil tangannya bermain di pempek lenjer Barry.
"Ah..minggir loe!!! Gue udah gak selera!! Gue balik!!!" Balas Barry sambil menghempaskan tangan Cellia dari pempek lenjernya, lalu turun dari atas ranjang dan memakai celananya kembali.
"Jangan balik dulu dong Bar, kita terusin yah. Gue belum puas. Ayo dong Bar, please." Mohon Cellia.
"Kalau loe belum puas, loe pake aja vibrator!!!" Jawab Barry. Setelah memakai celananya, Barry pun keluar dari dalam kamar Cellia.
"Bar...tunggu Bar. Kok loe gitu sama gue!!!! Bar... Barry!!!" Teriak Cellia sambil mengejar Barry. Tapi yang diteriaki sama sekali tidak menghiraukan teriakan Cellia.
Dan karena Cellia keluar dalam keadaan polos, Cellia hanya mengejar Barry sampai di depan pintu kamarnya saja.
"Shiiit!!!" Umpat Cellia kesal sambil menendang pintu.
"Ini semua gara-gara loe upik abu!!!" Geram Cellia.
Cellia yang kesal pun langsung memakai pakaiannya lagi setelah itu keluar dari dalam kamarnya menuju kamar Belva untuk memberi pelajaran pada Belva.
BRAAK. Cellia membuka pintu kamar Belva dengan sangat kasar.
Dengan mata menyalang, kepala bertanduk, rahang mengeras dan tangan mengepal, Cellia mendekati Belva yang sedang berdiri di depan lemari.
BAGH.. BUGH.. BAGH.. BUGH..
Cellia menarik rambut Belva, menjambak, menampar dan menendang Belva dengan sangat brutal.
"Aaargh...ampun Cel.. aakh.. ampun Cel!! Tolong hentikan Cel, aaakh.. aku mohon hentikan." Jerit Belva yang tak tahan dengan kebrutalan Cellia.
"Apa loe bilang? Ampun?!! Loe tau gak gara-gara loe, Barry jadi pulang!!!!! Emang dasar loe yah upik abu perusak kenikmatan orang!!!!" Teriak Cellia. Kemudian Cellia pun meneruskan kebrutalannya pada Belva.
"Denger yah upik abu, awas kalau loe sampe ngadu sama Mami-Papi gue!!!" Ancam Cellia.
BUGH. Sekali lagi Cellia menendang Belva.
Setelah puas melampiaskan kemarahannya pada Belva, Cellia pun keluar dari dalam kamar Belva.
Begitu mendengar pintu kamar nya tertutup dengan kasar, Belva pun mencoba berdiri dari posisinya yang tersungkur di lantai. Ia berjalan tertatih menuju cermin yang ada di lemarinya, ia melihat penampakan tubuhnya. Pipinya sudah merah lebam bekas tamparan Cellia, kancing kemejanya juga sudah terlepas karena Cellia membuka paksa kemejanya tadi. Buah plum kembar nya pun nyeri karena Cellia merem•asnya dengan sangat kuat, sekujur tubuhnya juga terasa nyeri karena tendangan Cellia yang brutal.
Belva menangis meratapi bentuk dirinya dalam cermin.
"Kamu keterlaluan Cellia, aku benci kamu!!! Aku akan selalu ingat akan hari ini Cellia, aku pastikan suatu hari nanti aku akan membalas perbuatan keji mu ini!!!"
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!