Karina Nadila, gadis yang baru saja lulus SMK beberapa minggu yang lalu, berniat mengubah nasibnya dengan bekerja ke kota besar.
Usianya baru akan genap 17 tahun dua minggu lagi, dia memang berasal dari daerah pelosok yang jauh dari kota besar. Saat kecil, tanpa menerima pendidikan Paud atau TK, Dila langsung mendaftar ke SD, karena saat itu Dila sudah bisa membaca dan menulis, pihak SD langsung menerima Dila, meski saat itu usianya belum genap 5 tahun.
Gadis berparas cantik, kulit kuning langsat, rambutnya ikal sepanjang bahu. Tubuh semampai, langsing, tinggi badan 160cm.
Dila mengikuti tes seleksi di salah satu BKK yang ada di sebelah SMK tempatnya sekolah. Karena mempunyai tinggi badan yang cukup dan Dila lulus dalam semua seleksi baik seleksi tertulis maupun wawancara, Dila pun akan diberangkatkan ke salah satu kota besar, saat itu tujuannya adalah kota Bekasi.
BKK tempat Dila mengikuti tes menjanjikan Dila akan di salurkan ke salah satu PT besar yang memproduksi barang-barang elektronik, yang terletak di daerah Bekasi.
Selama hidupnya, Dila baru pernah akan pergi dari kota kelahirannya, karena saat mengikuti praktek kerja di SMK, Dila kebetulan ditempatkan di kantor tata usaha / TU, di SMP negeri yang masih berada satu kecamatan dengan rumah Dila.
Ayah Dila, Pak Toto, sebenarnya kurang cocok dengan niat putri sulungnya untuk bekerja merantau ke kota besar, karena bagi Toto, Dila masih terlalu polos untuk tinggal di kota besar dengan pola hidup yang sangat berbeda dengan pola hidup di desanya.
Namun keinginan Dila untuk menjadi sukses dan meningkatkan perekonomian keluarganya sudah bulat, bahkan hanya dengan bermodal nekad Dila meminta pamit untuk berangkat ke Bekasi hari minggu, pekan depan.
Sebagai orang tua yang mengkhawatirkan anak gadisnya, Pak Toto dan Bu Siti pun menjual semua hasil panen sawahnya yang tak seberapa ke salah satu juragan kaya di daerahnya. Dan memberikan uang sebesar satu juta kepada Dila sebagai uang saku, guna biaya hidup Dila selama di Bekasi.
Dila anak yang aktif di kegiatan dan perkumpulan pemuda di desanya, Dila mengikuti karang taruna, juga masuk kepengurusan pemuda pemudi koperasi desa, Dila ikut perkumpulan remaja masjid, dan juga menjadi salah satu pengajar di TPQ yang berada di dekat masjid di desanya.
Karena itulah Dila mempunyai banyak teman di desanya, sebelum berangkat ke Bekasi, Dila menyampaikan rencana keberangkatannya pada teman-temannya usai acara karang taruna yang kebetulan saat itu bertempat di rumah salah satu tetangga Dila.
Beberapa pemuda yang selama ini memendam perasaan terhadap Dila nampak kurang bahagia mendengar kalimat perpisahan yang Dila sampaikan. Pasalnya sudah cukup lama para pemuda itu memendam perasaannya terhadap Dila, mengingat cerita Dila yang dilarang berpacaran oleh bapaknya, selama masih sekolah.
Dan semua teman laki-laki oleh Dila dianggap hanya sebatas teman saja, meski ada beberapa dari pemuda desa yang terang-terangan menunjukan perhatian lebih pada Dila, ada juga yang sering datang ke rumah Dila dengan menggunakan alasan ingin membahas urusan perkumpulan, entah itu koperasi, urusan TPQ, atau urusan lain yang hanya sebagai alasan belaka.
Beberapa dari teman dekat, teman sepermainan Dila sejak kecil merasa sangat berat melepaskan Dila untuk merantau, karena Dila gadis yang sangat suple, dan benar-benar aktif di desa, Dila masih terlalu polos, ada rasa khawatir mengetahui Dila akan bekerja di kota besar.
Namun tidak ada satupun yang berani melarang Dila pergi, mereka semua hanyalah teman-teman Dila. Dan mereka semua tahu, jika Dila adalah tipe gadis yang jika sudah merencanakan sesuatu, pasti akan dilakukannya dengan begitu bersemangat dan sungguh-sungguh.
" Sayang sekali, kita bakalan kehilangan sekertaris karang taruna yang handal seperti kamu. Padahal kita tuh sudah nyaman banget bekerja team sama kamu Dil".
" Kamu tuh nyambung saat diajak bicara dan kerja cepat dan tepat tiap kali di kasih tugas".
Nino si ketua karang taruna yang juga salah satu pemuja rahasia Dila, hanya bisa menyampaikan rasa kehilangan mengatas namakan teman-teman karang taruna. Padahal hatinya yang paling sedih saat Dila berpamitan tadi.
Nino seorang mahasiswa semester 6 yang kuliah di salah satu kampus di kota sebelah, dia sengaja memilih Dila menjadi sekertaris karang taruna saat dirinya terpilih menjadi ketua karang taruna di desanya. Selain memang Dila gadis yang dianggap mampu mengemban tugas sebagai sekertaris karang taruna, Nino juga ingin dirinya lebih dekat dengan Dila dengan memasukkan Dila kedalam kepengurusan pemuda karang taruna.
Dengan menjadikan Dila sekertaris, akan membuat mereka sering bertemu dan menghabiskan waktu bersama, dengan berkedok karang taruna. Nino juga sering datang kerumah Dila sekedar menyampaikan pesan atau mengajak diskusi Dila bersama beberapa pengurus lain, seperti bendahara dan sekbid lainnya.
Dan Nino tahu bahwa Wowo si bendahara karang taruna, yang juga teman sepermainannya, memendam rasa yang sama pada Dila. Dila memang sangat cantik, menarik, supel, nyambung saat diajak ngobrol dan membuat lawan bicara merasa nyaman berlama-lama bersamanya.
Toto sang ayah tidak mempermasalahkan jika Nino, Wowo dan beberapa teman laki-laki Dila datang kerumah, karena setahu Toto, mereka hanya teman, dan sama-sama pengurus karang taruna. Apalagi Wowo juga salah satu pengajar di TPQ tempat Dila mengajar ngaji.
" Iya Dil, ke apa kamu nggak nyari kerjaan di daerah sini saja?, kan sudah ada banyak PT dan pabrik di daerah kita, kenapa kamu memilih untuk merantau?", Wowo yang juga ada bersama mereka ikut mengajukan keberatan.
" Disini UMK masih terlalu kecil, gaji perbulan nggak bakal bisa sisa banyak buat di tabung. Selain itu aku juga pengen cari pengalaman, seperti apa rasanya kerja merantau di kota besar". Dila menyampaikan alasan mengapa dia ingin merantau.
" Kita semua disini pasti bakalan kehilangan kamu Dil, nanti siapa yang ngajar anak-anak tingkat 1 di TPQ, kan kamu yang paling sabar menghadapi anak-anak kecil yang baru belajar baca Al-Qur'an itu", Wowo masih saja merasa tidak ikhlas melepas Dila.
" Karena itulah aku pamitan sama kalian semua. Setidaknya aku pergi nggak tiba-tiba pergi begitu saja. Ada waktu selama seminggu ini buat siap-siap".
" Kita cari guru pengganti buat ngajar di TPQ Wo, dan ini buku notulen Karang taruna, aku serahin sama kamu Nino, kamu serahin buku notulen ini ke sekertaris ke 2, karena pada pertemuan kali ini dia berhalangan hadir. Tadinya mau aku serahin langsung, tapi aku denger-denger, dia lagi liburan ke rumah embahnya dan nginep disana seminggu. Jadi tolong kamu yang serahin sama Rina ya Nin".
Karena waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam, Dila langsung pamit pulang pada semua teman-temannya. Semua teman Dila tahu, Bapaknya Dila menerapkan jam malam untuk Dila hanya sampai jam 9. Jika melebihi jam 9 Dila belum pulang, maka dijamin Dila tidak akan lagi diperbolehkan keluar malam.
Nino yang rumahnya cukup jauh dari rumah Dila merasa belum cukup menghabiskan malam perpisahan dengan Dila yang begitu singkat.
" Gimana kalau kita pengurus mengadakan acara perpisahan buat Dila. Mumpung lagi liburan sekolah, kita agendakan besok pergi bareng ke Curug terdekat gimana?, kalau kalian setuju besok jam 8 pagi kita kumpul di depan balai desa", ajak Nino begitu bersemangat. Nino ingin mengungkapkan pada Dila, tentang perasaannya yang terpendam selama ini. Sebelum Dila pergi jauh, dan mungkin akan lama.
" Aku sih setuju banget, oke, besok kita kumpul jam 8 di depan balai desa, yang ada motor, bawa motor masing-masing ya", Wowo langsung setuju, begitu juga dengan beberapa teman yang lain. Dila tentu saja menyetujui permintaan teman-temannya, anggap saja jalan-jalan dalam rangka perpisahan mereka.
Nino melajukan motornya untuk pulang kerumah dan mempersiapkan diri untuk pernyataan cintanya besok. Dila pulang dengan berjalan kaki bersama Wowo yang rumahnya tak terlalu jauh dari rumah Dila.
" Kamu kan nggak ada motor, besok kamu bonceng aku saja Dil, jadi pagi aku jemput kamu ke rumah, dan sekalian pamit ke bapak kamu". Dila mengangguk setuju dengan saran Wowo.
Sampai di rumah Dila langsung masuk kamar dan merebahkan diri di kasur, dimana sudah ada adiknya yang tertidur pulas disana. Dila memang tidur sekamar dengan Dita, adik perempuan yang baru saja lulus SD, dan mau mendaftar masuk SMP.
Sambil melihat langit-langit atap rumahnya yang terbuat dari bambu, Dila terus berfikir, sebenarnya Dila tadi hendak menolak ajakan Wowo untuk berboncengan motor dengannya, Dila tahu jika Wowo dan Nino memberikan perhatian lebih kepadanya, sebelum Dila pergi, Dila tidak ingin melukai salah satu dari mereka berdua. Dila sendiri lebih merasa nyaman jika mereka semua hanya berteman.
Dila terpikir sesuatu dan mengirim pesan pada salah satu teman perempuan yang juga menjadi pengurus karang taruna.
Asna langsung membalas pesan Dila.
~~~ *Oke Dil, setengah 8 aku jemput kamu, kita beli jajan di pasar yang banyak, biasanya anak-anak cowok makannya banyak, ngabis-ngabisin bekal*~~~
Dila langsung tersenyum membaca pesan balasan dari Asna. Jika Dila membonceng motor Asna setidaknya Dila sudah berusaha menjaga hati semua orang. Karena Dila tahu, Asna sepupunya pernah curhat padanya, jika Asna tertarik dengan Wowo.
Dila menyimpan HP nya di meja kecil sebelah ranjang, dan mulai memejamkan matanya setelah membaca doa sebelum tidur.
\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_
*Curug \= Air terjun*
Minggu pagi, Asna menjemput Dila jam setengah delapan sesuai dengan rencana semalam. Dila sudah berpamitan pagi tadi pada bapaknya jika dia hendak mengikuti acara karang taruna bersama teman- temannya, tentu saja Pak Toto langsung mengijinkan.
Dila keluar rumah memakai sepatu kets, celana jeans hitam dan atasan kaos berwarna biru, tak lupa Dila memakai jaket berwarna biru Dongker, bertuliskan nama karang taruna di punggung belakangnya.
" Pagi As...", Asna sudah menunggu di depan rumah Dila, dengan menggunakan jaket yang sama dengan Dila.
Asna turun dari motor metik melihat Dila keluar rumah di ikuti bapak dan ibu di belakangnya. Asna menyapa dan mencium tangan kedua orang tua Dila, memang begitulah kebiasaan di desa, yang lebih muda menghormati yang tua.
" Titip Dila ya As, bawa motornya pelan-pelan saja, jangan ngebut", pesan Siti saat Asna dan Dila naik keatas motor.
" Siap Bi Siti, kita ke pasar dulu, nyari jajan buat bekal". Asna melajukan motornya dan meninggalkan rumah Dila.
Tak lama kemudian, saat Toto dan Siti hendak masuk lagi kedalam rumah, berhentilah motor bebek di depan rumah sederhana itu.
" Assalamualaikum, Pagi Pak, Bu" ,Wowo menyapa kedua orang tua Dila dengan ramah, tak lupa mencium tangan mereka.
" Loh nak Wowo kok malah kesini, kata Dila kumpulnya di depan balai desa", ucap Siti.
" Wowo mau jemput Dila Bu, sekalian mumpung lewat, biar Dilanya nggak jalan kaki ke balai desa", ucap Wowo beralasan, ada Pak Toto di sana, jadi Wowo harus mencari alasan paling tepat.
" Waduh.... sayang sekali Dila nya tadi ikut sama Asna, si Asna datang pagi-pagi kesini, katanya mau pada beli jajan di pasar buat bekal", terang Siti seraya tersenyum ramah.
" Owh begitu ya Bu, ya sudah Wowo pamit, permisi Pak, Bu, Wowo ke balai desa dulu".
Wajah Wowo yang tadinya sumringah langsung berubah suram.
Toto dan Siti menyadari hal itu, namun tidak ambil pusing, kedua orang tua Dila masuk ke dalam rumah, Toto mengambil peralatan tempurnya, yang tidak lain adalah cangkul dan caping, sedangkan Siti mengambil bekal makan siang dan juga air untuk mereka berdua.
" Dita, bapak dan ibu ke sawah dulu, rumah jangan lupa di sapu dan di pel, mbak kamu tadi sudah cuci baju sekalian jemur, sekarang lagi ke Curug ada acara karang taruna", pesan Siti pada Dita yang tengah sarapan pagi di depan televisi.
" Siap laksanakan Bos", ucap Dita sambil berpose hormat bendera pada bapak dan ibunya.
" Pak, pohon kelapa yang di sawah ada yang berbuah ngga?, kalau ada, pulangnya petikin kelapa muda ya Pak, hari ini cerah, minum kelapa muda yang baru metik pasti seger banget", gumam Dita membayangkan segarnya air kelapa muda.
" Iya, ada, nanti bapak petikin buat kamu sama mbak mu, jangan lupa pesan ibumu, ini lantai disapu sama di pel". Toto dan Siti pergi ke sawah, di tangan jalan bertemu dengan Dila dan Asna yang membawa banyak jajan pasar di motornya.
Asna menghentikan motor di samping Toto dan Siti, Dila menyerahkan satu kantong plastik berisi getuk dan juga onde-onde pada ibunya.
" Buat dibawa ke sawah Bu", setelah kantong plastik diterima Siti, Asna kembali melajukan motornya menuju balai desa.
Siti rencananya mau menyampaikan jika tadi Wowo ke rumah, tapi belum sempat bicara kedua gadis itu sudah kembali melajukan motornya, dan pergi menuju balai desa.
_
_
Dila dan Asna sampai di depan balai desa tepat pukul 8 pagi. Teman-teman yang lain sudah berkumpul di pendopo bale pertemuan.
Wowo dengan wajah kusut langsung berdiri menghampiri Dila dan Asna, " kenapa pergi sama Dila?, semalam kan kamu sudah setuju bonceng motorku".
Asna mendengar ucapan Wowo yang sedikit kesal pada Dila, namun Asna tetap diam dan tidak mau ikut campur urusan hati, siapa yang tidak tahu jika sebenarnya Wowo suka pada Dila, karena sikap perhatian Wowo yang sangat berlebihan pada Dila, belum lagi tiap kali ada laki-laki lain datang ke rumah Dila, entah itu Nino, Fajar, atau laki-laki lain, Wowo pasti akan ikut nimbrung datang bertamu. Meski Asna naksir pada Wowo, tapi Asna masih bisa menahan diri.
Begitu banyak alasan Wowo untuk di bicarakan dengan Dila, baik membahas kegiatan karang taruna, maupun kegiatan di TPQ.
" Asna datang ke rumah pagi-pagi, jadi aku ajak ke pasar dulu beli jajan buat bekal". Dila tahu Wowo kecewa, tapi mungkin itu lebih baik dari pada nantinya akan banyak sekali yang kecewa jika dirinya berboncengan dengan Wowo.
" Dil, nanti kamu bonceng motorku saja, aku sendirian loh", Nino datang menghampiri Dila dan Wowo yang sedang dalam mode tegang.
Asna tetap memilih diam, hanya memperhatikan percakapan ketiga temannya itu.
" Wah, kamu telat No, Dila nanti mau bonceng motorku, semalam dia sudah setuju", justru Wowo yang menjawab pertanyaan Nino pada Dila.
Belum juga berangkat ke Curug, tapi Dila sudah mulai tak nyaman dengan keadaannya. sekarang.
Asna yang masih disana mendengarkan obrolan ketiga temannya awalnya enggan untuk ikut campur, namun melihat ekspresi Dila yang bingung, Asna memutuskan untuk ambil tindakan. Asna memang teman bermain Dila sejak kecil, selain itu Asna juga masih saudara dengan Dila, karena nenek Asna adalah kakaknya nenek Dila.
" Eh maaf ya, bukannya mau ganggu obrolan kalian, tapi tadi Bi Siti dan Paman Toto sudah titip Dila sama aku, jadi Dila nanti bonceng motorku". Asna yang tahu pasti, tidak ada yang akan berani protes jika dia sudah mengatasnamakan bapak dan ibu Dila.
" Beneran begitu Dil?", Wowo masih kurang yakin.
" Iya, tadi memang begitu yang di katakan bapak dan ibu, karena aku nggak ada motor, bapak dan ibu nitipin aku sama Asna".
" Maaf ya Wo, maaf Nino, aku bonceng motornya Asna saja, toh kita berangkat bareng-bareng kan?".
" Sudah jam 8 lebih, dan semua sudah berkumpul, gimana kalau kita berangkat ke curug sekarang?".
Nino akhirnya memberi komando pada yang lain untuk memulai perjalanan menuju curug. Semua ada sekitar 12 motor, ada yang berboncengan, ada juga yang membawa motor sendiri
Perjalanan tidak memakan waktu lama karena letak curug yang tidak terlalu jauh dari desa mereka. Hanya 45 menit perjalanan dengan kecepatan sedang rombongan pengurus karang taruna itu sudah sampai di curug.
Terlihat jelas plang kayu bertuliskan tulisan
" SELAMAT DATANG DI CURUG ASMARA".
Dila dan yang lain berjalan masuk ke dalam lokasi Curug asmara setelah Nino membayar tiket masuk mereka semua, memang sengaja tiket masuk diambil dari uang kas karang taruna.
Wowo langsung berjalan mensejajari langkah Dila, " aku bantu bawain bawaan kamu", Wowo mengambil kantong berisi jajan yang Dila bawa.
Acara perpisahan dadakan itu di mulai dengan sambutan dari Nino si ketua karang taruna, kemudian dilanjut oleh pengurus yang lainnya, baru terakhir Dila yang mengucapkan terimakasih dan permohonan maaf karena tidak bisa terus berjuang bersama-sama dengan yang lain memajukan desa mereka.
Setelah acara formal dan agak serius berakhir, mereka melanjutkan dengan acara santai-santai, mulanya mereka berfoto-foto di depan air terjun yang saat itu mengalir cukup deras. Suasana sejuk dan asri sungguh nyaman untuk merelaksasi kan pikiran dan tubuh yang lelah dengan kesibukan sehari-hari.
Dila lebih dulu menepi saat yang lain masih asyik berfoto ria, Nino langsung memanfaatkan momen itu untuk mendekati Dila.
" Kenapa menepi?, yang lain masih asyik bermain air".
" Kamu sendiri kenapa menepi?, aku nggak tahan main air terlalu lama, airnya dingin banget, mending menepi dan berjemur di bawah terik matahari begini, takut flu, nanti malah rencana berangkat ke Bekasi gagal kalau aku sakit". Dila duduk di atas batu besar sambil meluruskan kakinya yang basah.
" Boleh minta foto berdua sama kamu Dil?, buat kenang-kenangan", Nino langsung pada tujuannya mendekati Dila, dan Dila mengangguk setuju.
Nino langsung mengambil beberapa foto yang hanya berdua saja dengan Dila.
" Kita jalan ke bukit itu yuk Dil?, di bawa gerak biar nggak kedinginan", ajak Nino.
Mereka berdua berjalan-jalan ke atas bukit hanya berdua saja, sedang yang lain masih asyik bermain air dibawah air terjun.
" Aku mau ngomong sesuatu yang penting sama kamu Dil, tapi aku minta habis kamu denger apa yang aku omongin, kita akan tetap berteman baik, tidak merubah apapun di antara kita".
Firasat Dila tepat, Nino memang merencanakan sesuatu dengan mengajak pergi ke Curug asmara.
" Bukannya sejak tadi juga kita lagi ngobrol", ucap Dila sambil menaiki tanjakan yang cukup terjal menuju bukit samping curug.
Nino yang berjalan di depan Dila mengulurkan tangannya menawarkan bantuan pada Dila untuk berpegang, agar Dila tidak jatuh, karena medan yang curam dan agak licin.
Tak terasa sampailah mereka berdua di puncak bukit, di sana terdapat batu besar yang bisa dijadikan tempat untuk duduk.
Dila pun duduk dan meluruskan kembali kakinya yang merasa sedikit pegal setelah memanjat bukit.
" Apa Wowo akan marah jika tahu kita kesini berdua seperti ini?", Nino mulai memancing Dila untuk bicara. Nino tahu semalam Wowo dan Dila jalan berdua pulang dari acara karang taruna.
" Kenapa Wowo harus marah?, bukankah kita semua sedang baik-baik saja ", ucap Dila.
" Semalam kalian jalan berdua, apa Wowo nggak ngomong sesuatu yang penting sama kamu?, dia kan paling protektif banget sama kamu kalau ada cowok lain yang deketin".
Dila menghembuskan nafas panjang mendengar ucapan Nino, Dila tahu jika Nino sedang mencari informasi tentang hubungannya dengan Wowo, apa Wowo sudah menyatakan perasaannya terlebih dahulu atau belum.
" Nggak ngomongin hal penting, semalam cuma jalan biasa saja pulang ke rumah", terang Dila.
" Kamu pasti sadar kan kalau Wowo ada rasa sama kamu, dia perhatian banget sama kamu", Nino kembali menyebut Wowo.
" Jadi kamu mau ngomong penting dan ngajak aku jalan kesini cuma mau bahas si Wowo?, aku tahu kalian berdua berteman sejak kecil dan pasti kalian saling terbuka dan bercerita tentang hal-hal yang privasi, tapi perlu kamu tahu Nino, kalau Wowo nggak ngomong apa-apa semalem", Dila mulai merasa malas ngobrol dengan Nino, karena sejak tadi justru yang dibahas adalah Wowo.
Dila tahu Nino kurang gentle jika dibandingkan dengan Wowo yang lebih ekspresif, dan selama ini Dila juga bingung dengan sikap Nino yang kadang begitu perhatian, tapi kadang juga seperti cuek dan masa bodo jika ada cowok lain yang mendekati Dila.
Seperti saat ini, jika memang Nino mau menyatakan cinta sama Dila, Dila sudah berniat untuk menerimanya, karena dibanding dengan Wowo yang terlalu ekspresif dan dekat dengan banyak gadis, Dila lebih suka cowok yang kalem dan dingin pada gadis lain seperti Nino. Apalagi Dila tahu jika Asna, teman sekaligus sepupunya itu naksir pada Wowo.
Namun sepertinya Nino belum terlalu yakin dengan perasaannya, sehingga sejak tadi bukannya menyatakan perasaannya, justru Nino terus membahas pria lain.
" Dil, apa kamu mau nunggu aku sampai kuliah aku selesai?. Aku tahu, kamu sebenarnya tahu bagaimana perasaanku sama kamu, tapi aku masih kuliah, dan orang tuaku berjuang mati-matian untuk membiayai kuliah aku".
" Aku harus menyelesaikan kuliah aku dulu, menjadi orang sukses dan membuat bangga kedua orangtuaku, setelah aku sukses, aku akan datang dan menemui bapak kamu, meminta restu secara resmi pada beliau".
Sesuai dugaan, Nino tidak mengatakan ' i love you' atau semacamnya, dia laki-laki yang pendiam dan serius, bukan hanya serius kuliah, dia juga serius mengejar cita-cita nya, dia terlalu serius dengan jalan hidupnya.
" Jadi itu yang pengen kamu sampekan sama aku?, tentu saja setelah ini kita masih baik-baik saja, lagian aku juga mau berjuang, sama seperti kamu, niat kita sama, sama-sama ingin membahagiakan kedua orangtua. Kita lihat dan ikuti saja jalan hidup kita, mau kemana dan bagaimana Yang Maha Kuasa membuat sekenario kehidupan kita kedepannya".
Obrolan mereka berdua harus berakhir saat teman-teman yang lain ternyata menyusul mereka ke atas bukit.
Wowo yang memasang ekspresi paling kesal melihat Dila dan Nino duduk dan ngobrol berdua diatas bukit.
" Kalian kok pergi kesini diam-diam sih, nggak pamit ke kita-kita, untung saja Asna tadi lihat kalian jalan kearah bukit".
Asna hanya nyengir kuda saat namanya di sebut oleh Wowo dengan wajah dongkol.
" Tadi Dila kedinginan main air di bawah air terjun, jadi aku ajak kesini, berjemur biar hangat", kilah Nino beralasan.
Dila memang sudah paham betul karakter Nino dan Wowo, Wowo yang lebih terbuka dan ceplas ceplos, sedangkan Nino diam dan menyimpan begitu banyak rahasia.
" Ternyata jalan kesini lumayan capek juga ya, kelihatan dari bawah nggak tinggi-tinggi amat, tapi pas di lewati, huuuh.... lumayan menguras keringat", Fajar adalah sekbid humas di karang taruna, dia yang paling tahu ketegangan antara Wowo dan Nino selama ini.
" Habis dari sini gimana kalau kita makan siang di warung tengah sawah?, disana menunya cukup beragam, rasanya enak dengan harga yang lumayan murah buat kantong kita-kita yang belum berpenghasilan, apalagi tempatnya, bener-bener nyaman buat nongkrong". Fajar berkata seperti sedang mempromosikan bisnis rumah makannya.
" Boleh juga...", semua serempak setuju.
Pukul 11 lebih mereka keluar dari Curug asmara, dan menuju warung tengah sawah yang lokasinya tidak jauh dari Curug asmara.
Saat berjalan keluar dari Curug ada rombongan pemuda yang baru saja datang ke Curug dan ada beberapa yang bersiul saat berpapasan dengan Dila dan Asna yang berjalan paling belakang diantara teman yang lain.
" Cantik.... boleh kenalan nggak?, kita-kita masih singgle loh...., kalo boleh kenalan, kita traktir makan siang di kafe sebelah".
Gumaman salah satu pemuda justru dijawab oleh Wowo dengan sengit.
" Sory ya, situ singgle, sayangnya si cantik udah nggak singgle tuh, udah ada yang punya !". Wowo langsung menarik tangan Dila, sedangkan Dila menarik tangan Asna, Wowo langsung mendapat tatapan tajam dari gerombolan pemuda yang baru masuk itu, termasuk tatapan tajam dari Nino, tapi Nino hanya bisa menatap dan tak berani bertindak seperti Wowo.
" Kalau jalan jangan misah dari rombongan gitu Dil, jadi nggak digodain sama cowok-cowok nggak jelas kayak mereka !", Wowo masih menggenggam tangan Dila, saat Dila berusaha melepaskan genggaman tangan Wowo, karena merasa tak enak pada Nino, juga pada Asna.
Dila hanya mengangguk tanpa menjawab, karena tidak mau memperpanjang perdebatan, Wowo pasti akan menjawab lagi jika Dila menjawab tegurannya.
Sampai di warung makan, semua berjalan lancar dan aman, tidak terlalu banyak drama seperti saat di Curug tadi. Suasana warung yang berbentuk bilik-bilik dengan atap daun kering, dan terpisah dengan bilik lain, membuat mereka merasa nyaman.
Suasana sedikit gaduh dan rame, karena mereka mengadakan permainan putar botol se-usai makan siang.
Bagi yang tertunjuk ujung botol harus menghibur yang lain, entah dengan bernyanyi, berjoget, melawak, atau hal lain yang membuat mereka tertawa.
Yang pertama mendapat giliran adalah Asna, Asna dengan suara merdunya menyanyikan lagu Risalah hati milik dewa 19. Begitu meresapi di reff....
🎶Aku bisa membuat mu jatuh cinta kepadaku meski kau tak cinta.... kepadaku.
Beri sedikit waktu...
biar cinta datang karena telah terbiasa 🎶
Dan tidak ada yang menyadari tujuan Asna menyanyikan lagu itu, tidak lain ditunjukan pada Wowo, cowok yang ditaksirnya.
Setelah Asna selesai bernyanyi dan botol kembali berputar, botol menunjuk pada Fajar. Fajar memilih untuk ber stand up komedi, karena suaranya yang tidak begitu bagus dan selalu fals tiap bernyanyi, tapi Fajar selalu menyimpan begitu banyak cerita lucu, dan itu membuat semua tertawa lepas tiap kali mendengarkan Fajar bercerita.
Dan botol kembali berputar, semua mendapatkan giliran bergantian, dan yang mendapat giliran terakhir adalah Dila. Dila bisa bernyanyi, tapi sedang tidak ingin bernyanyi, Dila akhirnya membacakan salah satu karya Khalil Gibran yang pernah dibacanya di sebuah buku.
~~
...Persahabatan...
Dalam manisnya persahabatan, biarkan ada tawa kegirangan. Berbagi duka dan kesenangan. Karena dalam rintik embun, hati manusia menghirup fajar yang terbangun dan mendapatkan gairah kehidupan .
~~
Meski tidak banyak yang tahu dengan makna dari kalimat itu, tapi semua teman-teman Dila mendengarkan dengan seksama. Karena Dila menyampaikan dengan sangat meresapi dan penuh pendalaman.
Mungkin pergi bareng teman-teman kali ini akan menjadi kenangan manis yang akan terus Dila ingat saat di perantauan nanti, dan sampai kapanpun.
_
_
Dila sampai di rumah jam setengah dua siang, bapak dan ibunya juga baru saja pulang dari sawah. Dita yang paling heboh, karena Dila membawakan oleh-oleh untuk adik semata wayangnya itu. Di tambah sang bapak yang pulang membawa kelapa muda pesanannya tadi.
" Wah, cocok banget siang-siang panas begini, mbak Dila pulang bawain lutis buah, dan bapak dari sawah bawain kelapa muda, rejeki anak sholehah", Dita tersenyum sumringah dan tidak sabar menunggu kelapa muda di buka oleh sang bapak.
Dila lebih dulu sholat duhur dan bergabung bersama adiknya yang sedang berjongkok di dapur menunggu sang bapak membuka kelapa muda untuk dirinya dan juga Dila.
" Ini, sudah bapak buka keduanya, kalian nikmati bersama. Bapak sama ibu sudah duluan di sawah tadi". Toto menyerahkan dua kelapa muda pada kedua putrinya.
" Memang acara apa tadi, kok sampai pergi ke Curug Dil?", tanya Toto sambil duduk di kursi panjang di samping meja makan.
" Acara perpisahan Pak, katanya jalan-jalan terakhir mumpung Dila belum berangkat ke Bekasi", jawab Dila jujur.
Toto terlihat seperti berpikir, " apa kita sekeluarga juga perlu jalan-jalan atau liburan dulu sebelum kamu berangkat ke Bekasi?, kita kan juga sudah lama banget nggak pergi piknik sekeluarga. Seingat bapak, terakhir piknik 3 tahun lalu, saat kamu lulus SMP, dan Dita masih kecil". Toto baru menyadari jika sudah sangat lama dia tidak mengajak anak dan istrinya liburan.
Bukannya Toto tidak kepikiran ke hal itu, tapi semenjak Dila masuk SMK dan membutuhkan biaya sekolah yang lebih besar, hampir setiap penghasilan yang didapatnya habis hanya untuk membiayai kedua putrinya sekolah.
" Tidak usah Pak, refreshing itu tida harus liburan ke tempat wisata. Besok kita pergi ke sawah bareng-bareng saja, kita bisa metik sayuran di sawah bareng, terus makan siang bareng di gubug, itu sudah cukup, iya kan Dit?", Dila berusaha meminta persetujuan adiknya.
Dita yang mulutnya penuh karena sedang menikmati kelapa muda hanya mengangguk setuju. Meski Dita masih kecil, tapi dia juga paham bagaimana keadaan keuangan bapaknya yang hanya pas-pasan. Belum lagi kakaknya yang hendak pergi jauh merantau dan butuh biaya besar untuk awal hidup di perantauan. Dita hanya berharap kakak perempuannya bisa sukses dan berhasil di perantauan nanti.
Keesokan harinya, seperti yang sudah direncanakan kemarin. Dila dan Dita ikut bersama kedua orang tuanya ke sawah. Memetik kacang panjang dan cabai yang ditanam bapaknya di pematang sawah, dan setelah matahari mulai menyengat kulit, mereka menikmati makan siang bersama di gubug kecil yang ada di pinggir sawah mereka.
Toto kembali memetik kelapa muda di pohon yang lain, karena Toto memiliki beberapa pohon kelapa di pinggiran ladang.
Semua terasa begitu nikmat dan membahagiakan saat melakukan sesuatu dengan keluarga, meski hanya makan seadanya di gubug kecil di pinggiran ladang.
Mungkin kebersamaan seperti ini entah kapan lagi akan mereka lakukan, atau mungkin ini terakhir kali mereka bersama-sama seperti ini. Karena setelah keberangkatan Dila minggu depan, pasti semuanya akan berubah seiring berjalannya waktu.
Harapan dari semua pengorbanan yang dilakukan hanyalah sebuah kesuksesan untuk putri sulung mereka. Kesuksesan yang akan membawa kehidupan mereka menjadi lebih baik lagi.
_
_
Seminggu berlalu, tiba saatnya Dila harus berangkat ke kota besar tempat tujuannya merantau, kota Bekasi.
Dila diantar oleh Toto sampai di BLK tempatnya mengikuti penyaluran kerja. Dila meminta agar bapaknya pulang terlebih dahulu, namun Toto kekeh menunggu sampai bus yang akan membawa Dila tiba.
Padahal Dila melihat Nino berdiri di seberang jalan, karena Nino mengirim pesan ke ponselnya. Namun Nino tidak berani mendekat karena ada sang bapak yang masih menunggu Dila hingga dirinya berangkat.
Tak lama kemudian bus menuju Bekasi berhenti di depan BLK, Dila dan beberapa gadis lain masuk ke dalam bus membawa tas besar milik mereka. Toto melepas kepergian putri sulungnya dengan melambaikan tangan saat bus itu mulai melaju dan semakin menjauh.
Dila meminta maaf pada Nino karena tidak berani menemuinya meski hanya sesaat, dan Nino memaklumi hal itu, karena dirinya juga belum berani terang-terangan menemui Dila di depan bapaknya.
Tanpa terasa air mata menetes melihat sosok bapak dan juga Nino yang semakin kecil dan semakin jauh dari pandangan. Sepanjang jalan Dila hanya bisa berdoa semoga keputusannya untuk merantau ke kota besar adalah keputusan yang tepat dan akan membawanya ke pintu kesuksesan kelak.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!