Seorang gadis yang gemar menggerakkan tangannya membentuk binatang itu sedang duduk dengan mata yang fokus pada layar monitor komputer. "Biru apa sudah selesai?" Tanya Gani pada Biru yang masih asyik membuat ilustrasi animasinya.
Biru baru berkerja di perusahaan Arbaaz Studio selama dua bulan, statusnya masih karyawan training, ia di tempatkan di bagian key animation yang bertugas sebagai pembuat gambaran berupa ilustrasi animasi. "Belum mas sebentar lagi selesai," jawab Biru yang memang belum menyelesaikan pekerjaannya.
"Baiklah segera selesaikan ya, ini harus segera di periksa dan harus siap besok," ujar Gani memberitahu, ia tersenyum kemudian melangkah meninggalkan kubikel Biru.
Biru mengangguk dan kembali fokus pada layar monitor komputer. Timnya sedang mengerjakan proyek membuat film kartun berjudul 'Putri dan Pangeran katak" sebuah film animasi yang di gadang-gadang akan menyaingi film-film Disney. Pemilik perusahaan tempat Biru bekerja memang memiliki ambisi jika menginginkan sesuatu ia akan menentukan target dan harus tercapai.
***
"Mar apa pembuatan ilustrasi animasi untuk film Putri dan Pangeran katak sudah selesai?" Tanya Raon si pemilik perusahaan duduk di kursi kebesarannya.
"Maaf, Pak. Tadi saya telepon, mereka mengatakan belum selesai," jawab Ammar takut-takut, ia sudah siap jika bosnya itu akan marah. Dan benar saja Raon marah dengan menggebrak meja membuat Ammar mengelojak kaget, walaupun ia sudah bersiap tapi tetap saja ia terkejut dengan suara gebrakan meja yang di timbulkan dari kelakuan bos nya.
"Apa yang sebenarnya Mereka lakukan? Ini sudah dua Minggu dari saya umumkan proyek ini!" Raon murka, ia sudah menargetkan film harus selesai dalam jangka waktu 5 bulan, tetapi ini apa? Ia mendengar ilustrasi pembukaan saja belum selesai.
"Tentu saja mereka bekerja Pak," jawab Ammar yang langsung memukul mulutnya karena malah keceplosan bicara. Seharusnya jika bosnya sedang marah jangan banyak bicara, cukup anggukan kepala saja supaya tidak panjang urusannya. Lalu bagaimana dengan Sekarang Ammar sudah keceplosan.
"Kerja! apa yang mereka kerjakan? Sudah dua Minggu belum selesai juga." Raon murka, sudah kesal di tambah kesal lagi dengan kelakuan Ammar.
"Maaf Pak, mungkin sedikit lagi selesai karena tadi di telepon Mereka bilang besok selesai." Sudah nanggung angkat bicara mending sekalian saja ngomong. Itu pikir Ammar.
"Saya mau sore selesai. Jika tidak saya akan memindahkan pekerjaan mereka pada tim lain, katanya tim paling bagus tapi kenapa malah begini," ujar Raon yang langsung pergi keluar ruangan dengan membantingkan pintu.
Siska sekertaris Raon yang mendengar suara keras pintu yang di banting bergejolak kaget "Astagfirullah." Siska memegang dadanya. Jangan di tanya, Ammar langsung menutup telinga dengan kedua tangannya ketika melihat Raon keluar dengan muka merah, ia sudah sangat hafal dengan kebiasaan Raon yang satu ini.
Ammar cepat-cepat menelepon Farrah, ketua dari tim mawar atau atasan Biru, di perusahaan Arbaaz Studio memang di bagi ke beberapa tim tiap bagiannya, karena banyaknya produksi yang di ciptakan dari Arbaaz Studio. Mulai dari film, game, iklan dan banyak lagi yang menggunakan animasi atau gambar. "Halo dengan Farrah dari tim mawar," ujar Farrah di sebrang sana.
"Iya ini saya Ammar Bu."
"Ah iya ada apa Pak Ammar?" Tanya Farrah setelah mengetahui asisten pemilik perusahaan yang menelponnya.
"Saya mau menyampaikan bahwa Pak Raon ingin melihat ilustrasi animasi dari film Putri dan pangeran katak nanti sore," ujar Ammar dengan suara yang di lembut-lembutkan, sudah lama Ammar menyimpan ketertarikan pada Farrah namun tidak pernah ia utarakan terlalu takut di tolak. Ah dasar pengecut.
"Baik pak terima kasih," ujar Farrah lalu menutup panggilan.
***
Setelah mendapatkan telepon dari Ammar segera Farrah sampaikan kepada bawahannya. "Biru apa sudah selesai?" Tanya Farrah memastikan dulu.
Mendengar namanya di sebut Biru mendongak melihat Farrah yang sudah ada di sampingnya. "Belum, Bu. Sebentar lagi," jawab Biru memperlihatkan layar monitor komputer yang menampilkan ilustrasi yang di kerjakannya. Farrah meneliti dengan jeli takut ada yang tidak halus dari pekerjaan yang di kerjakan oleh Biru, Farrah mengangguk lalu berkata, "sudah bagus, sisanya harus di selesaikan nanti sore karena pak Raon ingin memeriksa nya."
Mendengar penuturan Bu Farrah Biru nampak kaget. Namun, segera mengangguk, Gani yang mendengar ucapan Farrah berdiri dari kursi kerjanya. "Apa Bu harus selesai sekarang?" Ujar Gani yang nampak terkejut. Begitupun dengan Nafisa dan Gia yang merupakan senior Biru, Gia yang menjabat sebagai animation director dan Nafisa in-between animator sebenarnya dalam satu tim memiliki banyak anggota untuk mengisi bagian-bagian lain.
"Iya selesaikanlah jangan sampai ada kesalahan karena Pak Raon yang akan memeriksa langsung," ujar Farrah memberitahu, kemudian berlalu. Ia juga harus bergegas menyelesaikan tugasnya. Begitupun dengan bawahannya mereka bergerak cepat menyelesaikan pekerjaan, sampai jam makan siang harus mereka lewatkan karena tugas yang mendesak. Dasar bos yang tidak mempunyai perasaan.
***
"Alhamdulillah." Biru mengucap syukur setelah menyelesaikan pekerjaannya. "Mbak Gia filenya sudah saya kirimkan." Biru memberitahu Gia supaya segera memeriksanya, khawatir ada yang salah.
"Iya," jawab Gia singkat, ia harus segera memeriksanya takut kena marah bos, ia trauma kerena di marahi Raon habis-habisan karena keteledoran nya dulu hingga mengakibatkan kena SP 1 dan Dian juniornya yang berkerja di bagian yang sekarang di tempati Biru harus di keluarkan karena melakukan kesalahan fatal yang membuat perusahaan rugi besar akibat klien mencabut kontrak dan berpindah ke perusahaan lain.
Setelah selesai di kerjakan Gia beralih pada Gani, berbarengan dengan pekerjaan Nafisa juga di serahkan. Gani memeriksa dan memberikan warna dasar pada gambarnya, setelah itu Gani serahkan pada Farrah sebagai penanggung jawab di tim mawar.
***
"Biru!" seru Farrah memanggil Biru yang terlihat sudah selesai melaksanakan salat dzuhur. Biru sudah selesai dengan pekerjaannya, berbeda dengan seniornya yang masih memiliki pekerjaan. Namun, sesibuk apapun mereka tetap menjalankan kewajibannya.
"Iya Bu," sahur Biru sambil berjalan menghampiri Farrah yang menunggu di kubikelnya.
"Ini tolong serahkan kepada Pak Raon di lantai 10, saya sudah menelepon sekertarisnya Pak Raon untuk mengkonfirmasi," tutur Farrah sambil menyerahkan amplop coklat berisi gambar-gambar yang sudah di cetak Farrah juga flashdisk berisi video yang tadi di buat timnya. Dengan ragu-ragu Biru mengambilnya dan mengangguk, sebelum keluar ia menoleh melihat kepada para seniornya yang juga tengah melihat ke arahnya sambil mengangkat tangan yang terkepal lalu berkata, "fighthing."
Melihat itu Biru tersenyum, kemudian melakukan hal yang sama kepada teman-temannya lalu berbalik menutup pintu. "Bismillahirrahmanirrahim," ucap Biru kemudian melangkahkan kakinya menuju lift dengan perasaan tidak karuan.
🌻
Biru masuk ke dalam lift yang tidak terlalu penuh itu, karena bukan jam sibuk sebagian para karyawan sedang berada di ruangan nya. Ia memencet angka 10, kemudian menunggu sebentar hingga akhirnya sampai di lantai 10. Biru keluar dari lift dan langsung menghampiri Siska sekertaris pak Raon. "Assalamu'alaikum Teh, Pak Raonnya ada?" Biru menyapa Siska terlebih dahulu lalu menanyakan Raon dengan senyum lebarnya. Hatinya mulai tidak tenang, dadanya sangat berdebar karena ini pertama kalinya ia naik ke lantai keramat.
"Waalaikum salam, Biru ya?" Siska menjawab salam Biru sambil menanyakan kebenaran. Biru mengangguk mengiyakan. "Silahkan langsung masuk saja, Pak Raon sudah menunggu," ujar Siska memberitahu, dengan ramah mempersilakan Biru.
Biru mengangguk sambil tersenyum. "Terima kasih Teh," ucap Biru kemudian berjalan ke arah pintu yang terlihat menghitam, aura kegelapan mulai terasa, dengan pelan Biru mengetuk pintu. Terdengar dari dalam Raon mempersilakan. "Masuk!"
Mendengar itu, Biru cepat-cepat masuk karena tidak mau membuat Raon menunggu lama. "Assalamualaikum." Biru mengucapkan salam saat masuk ke ruangan Raon. Raon menoleh merasa aneh karena biasanya tidak ada yang mengucapkan salam terlebih dahulu saat masuk ruangannya.
"Apa kau Biru?" Tanya Raon, ia berdiri dari duduknya. Biru mengangguk mengiyakan, tangannya mulai berkeringat menahan takut juga menahan lapar, ia teringat tadi siang melewatkan makan siang karena terlalu fokus pada pekerjaannya yang harus segera di selesaikan. "Mana saya lihat." Raon menengadahkan tangannya meminta Biru segera menyerahkan amplop coklat ke tangannya.
Biru yang tahu dari teman-temannya bahwa Raon seorang bos yang tidak sabaran pun segera ia serahkan. Setelah Raon menerimanya, ia bersiap pamit dengan membungkukkan badannya. Namun, langsung di cegah dengan suara Raon yang berat. "Mau kemana kamu?"
Biru terperanjat saat mendengar suara berat Raon yang bertanya, tetapi seperti membentak. 'Aduh pak ampun saya lapar pengen makan,' jerit Biru dalam hati.
"Saya belum selesai, main pergi saja!" Raon mengomel dengan mata yang masih fokus pada kertas-kertas di tangannya, yang berisi gambar-gambar. "Duduk!" Raon menyuruh Biru duduk di kursi depan meja kerjanya dan Raon duduk di seberangnya.
"I-iya Pak." Dengan takut-takut Biru duduk. Sementara Raon bersiap memasukan flashdisk pada CPU komputer, setelah tersambung dengan komputer Raon melihat-lihat file lalu bertanya, "apa nama file nya?"
"Putri dan Pangeran katak Pak." Dengan suara lemah Biru menjawab, ia sudah merasa lemas dan tubuhnya mulai berkeringat antara takut dan lapar bercampur menjadi satu.
Mendengar suara Biru yang lemah Raon memalingkan wajah melihat ke arah Biru. Ia nampak terkejut melihat wajah Biru yang pucat. "Apa kamu sakit?" Tanya Raon dengan acuh tak acuh.
Biru tahu itu hanya formalitas. Ia menggelengkan kepalanya. "Tidak pak."
Raon mengangguk. "Ya sudah." Ia kembali fokus pada layar monitor komputer dan membuka file yang bernama Putri dan Pangeran katak. Raon masih memperhatikan layar monitor yang sedang menampilkan video animasi Putri dan Pangeran katak, "apa kamu yang membuat ilustrasi ini?" Tanya Raon tanpa menatap ke arah Biru, perhatiannya masih fokus pada video yang sedang di putar.
"Iya Pak." Mendengar pengakuan Biru, Raon langsung memalingkan wajahnya melihat Biru antara percaya dan tidak percaya. "Kalau begitu kerjakan secepatnya! Saya tidak ingin kejadian seperti tadi terulang lagi."
Biru nampak kaget dengan ucapan Raon yang keras seperti membentak, di kepalkan tangannya agar tidak menangis namun pandangannya mulai memudar, Biru malah pingsan karena kelaparan. Melihat kepala Biru yang tiba-tiba terkulai lemas di atas meja kerjanya Raon kaget. 'Kenapa dengan orang ini?' tanya Raon dalam hati memperhatikan Biru.
Setelah merasa yakin bahwa Biru hanya pingsan, akhirnya Raon menggendong Biru dan menaruhnya di sofa. "Masa cuman di bentak segini aja udah pingsan, badannya kecil tapi kok berat." Raon menggerutu tetapi tetap merawat Biru. Raon buka sepatu Biru lalu meraih gagang telepon dan menghubungi Ammar yang berada di ruangannya menyuruh Ammar untuk membawakan kayu putih keruangannya.
***
"Ini Pak." Ammar menyerahkan kayu putih yang ia bawa kepada Raon. Raon menerimanya kemudian berjalan ke arah sofa di ikuti Ammar. Ammar yang baru menyadari kehadiran gadis yang terbaring di sofa memelototkan matanya. "Bapak, apa yang sudah Bapak lakukan?" Ammar tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya dan memilih langsung bertanya dengan nada sedikit tinggi.
"Berisik! saya tidak melakukan apa-apa kepadanya, tiba-tiba dia langsung pingsan saat saya berbicara," ujar Raon dengan wajah datarnya. 'Pak itu pasti karena Bapak berbicara dengan suara keras,' ujar Ammar dalam hati.
Raon membuka tutup kayu putihnya dan bersiap akan di sodorkan pada hidung Biru. Namun, di cegah Ammar. "Biar saya saja Pak." Ammar menawarkan diri membantu Raon. "Tidak perlu, kau pergi lah kerjakan tugasmu." Raon malah mengusir Ammar sekarang.
Tidak banyak kata atau suara yang keluar dari mulut Ammar, ia memilih menurut dengan apa yang di sampaikan Raon, dari pada kena amukan Raon lebih baik pergi. Itu pikir Ammar. Ammar pun meninggalkan bosnya yang seorang duda beranak dua dengan seorang gadis yang terlihat sangat polos.
Ammar mencoba mengerjakan tugasnya namun tidak fokus dan berakhir dengan tidak mengerjakan apapun, pikirannya tertinggal di ruangan Raon si bos songong. "Tidak biasanya Pak Raon bersikap peduli pada sesama manusia, apalagi ini karyawan yang masih training," gumam Ammar sambil menengadahkan kepalanya ke atas dengan bersandar di sandaran kursi.
***
Sementara di ruangan Raon, setelah beberapa saat menunggu akhirnya Biru sadar juga. Biru membuka mata perlahan dan memperhatikan kesekeliling, betapa terkejutnya ia saat netranya menangkap Raon yang juga sedang menatapnya dengan pandangan yang sulit di artikan. Biru beranjak dari tidurnya dan berdiri, refleks Raon mundur saat Biru berdiri.
"Maaf Pak," ucap Biru sambil menundukan kepalanya dalam-dalam. Raon hanya mengangguk dan mempersilahkan Biru pergi dengan isyarat tubuhnya. Ia tidakmengucapkan sepatah kata pun.
Saat biru berjalan melewati Raon tiba-tiba perutnya berbunyi. Ia semakin menundukan kepalanya karena merasa malu, perutnya tidak dapat di ajak kompromi, ia memilih langsung pergi dengan sedikit berlari dari ruangan Raon tanpa mengucapkan terima kasih. Raon tersenyum melihat tingkah Biru. 'Oh jadi dia pingsan karena lapar,' ujar Raon dalam hati.
🌻
"Biru kok lama, ada masalah apa?" tanya Farrah yang sudah menunggu Biru dari tadi, Gia dan Nafisa langsung berdiri saat Biru masuk, Gani terlihat cemas. Mereka berpikir Biru di marahi karena pekerjaan mereka lelet di tambah Biru yang kembali sangat lama.
"Gak kok Bu, semuanya aman terkendali," jawab Biru sambil tersenyum lebar kemudian masuk ke kubikelnya. "Mbak Gia punya camilan gak? perut ku lapar," ujar Biru sambil mengusap-usap perutnya.
Gia yang sudah biasa membawa camilan ke kantor pun megaku punya. "Ada, Bi. Ini roti putih mau?" Ujar Gia sambil merogoh tasnya, tas Gia bagai kantong Doraemon selalu ada jika teman-teman nya butuh. "Mau Mbak, aku benar-benar lapar ini," ujar Biru yang masih setia memegang perutnya.
Gia pun menghampiri Biru yang ada di kubikel nya lalu menyerahkan roti pada Biru. "Ini lumayan buat pengganjal." Biru menerimanya dengan senang hati. "Terima kasih ya, Mbak. Semoga rezekinya lancar ya Mbak," ujar Biru dengan senyum yang selalu menghiasi wajahnya. Dengan cepat Biru membuka bungkus roti nya, "bismillahirrahmanirrahim." Setelah itu, di makannya roti dengan tergesa. Rasa lapar di perut Biru sedikit berkurang karena roti mulai masuk ke dalam perutnya.
"Lapar apa doyan?" Tanya Nafisa saat melihat Biru makan dengan tergesa. Biru mengangguk dengan mulut penuh roti. Ia tidak menceritakan kejadian saat ia pingsan di ruangan Raon karena lapar. Itu terlalu memalukan.
🌻
Terimakasih sudah mampir di ceritaku... mohon dukungannya dengan tekan like, love, komen, vote dan hadiah.
Waktu pulang telah tiba, Biru memilih Salat ashar terlebih dahulu karena jika langsung pulang lift akan penuh, ia tidak mau terlalu lama berdiri karena menunggu lift kosong, lebih baik ia pakai untuk melaksanakan Salat dulu.
Setelah melaksanakan kewajiban nya sebagai umat muslim Biru menuju lift kemudian memencet tombol lift dan menunggu sambil melihat handphone nya, ternyata banyak pesan masuk.
Biru masuk lift yang sudah terbuka tanpa melihat isi di dalam nya, ia terlalu asyik membalas pesan Bundanya yang menanyakan besok mau pulang atau tidak karena Minggu kemarin Biru tidak pulang karena sibuk dengan pekerjaan sampingannya sebagai pendongeng dengan tangan bayangan.
"Sudah sembuh" tiba-tiba ada seorang lelaki yang berbisik di telinga nya, Biru memegang telinganya kemudian menoleh melihat siapa yang berbisik barusan, dan ternyata itu bosnya yang sedang melihat ke arahnya dengan senyum mengejek.
Biru langsung menundukan kepalanya, ia merasa malu bertemu dengan Raon. Banyak pertanyaan di dalam hati nya seperti 'apa pak Raon yang memindahkan ku ke sofa? Jika ia, berarti pak Raon sudah memegang tubuh ku.
Biru bergidik ngeri memikirkan itu, Raon yang sedang memperhatikan Biru nampak tersinggung melihat Biru yang bergidik ngeri setelah melihat nya. Raon salah paham!
🌻
Biru tinggal di Jakarta ngekost, kebetulan kost-kostan tempat Biru menyewa tidak jauh dari kantor. Dan hal itu memudahkan Biru, ia memilih pulang dan berangkat dengan berjalan kaki saja.
Di perjalanan Biru melihat tukang bakso yang sedang mangkal di pinggir jalan, karena merasa lapar dan merasa tergugah dengan wangi kuah bakso akhirnya ia memilih menghentikan jalannya dan mampir ke tukang basko dulu.
"Mang basko nya 1, jangan pake mie di bening micin dan garamnya sedikit saja, di bungkus ya mang" Biru memilih di bungkus saja karena hari sudah mau magrib.
"Ini neng" mamang bakso menyerahkan bakso pesanan Biru yang sudah di bungkus plastik bening dan di masukan ke kantong kresek hitam.
"Makasih mang" ujar Biru mengambil bakso nya dan memberikan uang 20rb. Uang pas.
Kalau di Bandung masih ada bakso yang harganya 10rb, berbeda dengan di Jakarta yang harga nya serba mahal. Maklum Jakarta kota metropolitan UMR nya saja besar.
Setelah mendapatkan bakso, Biru melanjutkan kembali jalannya agar segera sampai ke kost-an yang paling sekitar 5 menitan lagi sampai.
Biru ngekost di kost-an khusus Putri karena orang tuanya sudah mewanti-wanti untuk ngekost di kost-an khusus Putri jika tidak mau lebih baik jangan kerja di Jakarta. Biru yang tidak mau durhaka karena tidak menurut pada orang tua pun mengiyakan, lagi pula ini pertama kalinya ia tinggal sendirian. Di Jakarta pula, Biru juga takut.
Setelah masuk ke kost-an ia melihat tetangga kost-an nya yang sedang duduk di ruang tamu, Biru hanya tersenyum saja untuk menyapa karena Biru tidak dekat dengan tetangga kost-an nya.
Biru masuk ke kamar nya yang berada di lantai atas, sebenarnya Biru meminta kamar di bawah saja namun karena kamar yang kosong hanya di lantai atas saja jadi mau tidak mau Biru menerimanya, terlalu malas untuk mencari tempat kost-an lain. Lagi pula kost-an yang di tempati Biru sekarang memiliki kamar mandi di dalam dan dapur di dalam, yang terpenting harga nya murah dengan fasilitas segitu.
Biru selalu mengunci pintu kamar nya khawatir ada yang masuk, walaupun ini kost-an khusus Putri tetap saja ia harus waspada. Itu petuah yang di berikan orangtua nya. Biru mah nurut-nurut saja takut dosa kalau gak nurut.
Biru membuka kerudung dan melemparnya asal, ia merasa sangat gerah setelah berjalan kaki dengan cuaca yang panas. Walaupun sore hari tetap saja Jakarta terasa panas, karena Biru terbiasa dengan cuaca di Bandung yang terkenal dengan cuaca dingin.
"Bila bunda tahu kebiasaan ku di sini pasti langsung ngomel-ngomel" ujar Biru berbicara pada diri sendiri.
Biru ingat kejadian beberapa tahun silam, saat itu ia baru pulang sekolah. Masuk ke kamar kemudian langsung melempar tas nya ke kasur, kabetulan bunda lihat.
Bunda langsung ngomel-ngomel "Mun anak gadis teh kudu apik atuh, meni jiga lain parawan wae (kalau jadi anak gadis itu harus rapih, kaya bukan perawan saja)" ujar bunda sambil merapikan tas Biru.
Tiba-tiba ponsel Biru berdering, menyadarkan ia dari lamunannya. Biru segera mengambil ponsel yang masih ada di dalam tas dan melihat siapa yang menelepon, ternyata Bunda "karek ge inget geus nelepon deui (baru juga di ingat sudah menelepon lagi)" ujar Biru sambil menggeser ikon hijau.
"Halo assalamualaikum"
"Waalaikum salam, neng nuju naon?(neng lagi apa?)" Tanya bunda begitu mendengar salam dari putri nya.
"Lagi tiduran bunda, ieu nembe uih damel. Aya naun? (Ini baru pulang kerja. Ada apa?)" Tanya Biru, biasanya Bunda kalau nelepon itu malam ini masih sore udah di telepon, bikin kaget saja.
"Meni nanya aya naon, jiga nu alim di telepon ku Bunda kamu mah (sampai nanya ada apa, kaya yang enggak mau di telepon Bunda saja)" ujar Bunda dengan nada kesal.
"Yeyy bunda mah gitu suka pundungan, di tanya sakitu oge (yeyy bunda tuh suka ngambekkan, di tanya cuman segitu juga)"
"Neng oge, bunda teh hariwang sama kamu ti tadi perasaan bunda teh te enak, bisi aya nanaun matak na bunda telepon teh (neng juga, bunda tuh khawatir sama kamu dari tadi perasaan bunda gak enak, karena takut ada apa-apa makanya bunda nelepon)" ujar Bunda, karena tadi saat bunda di dapur lagi masak tiba-tiba hati nya merasa tidak enak, bunda langsung kepikiran sama Biru karena Biru kerja nya jauh.
Beda dengan kakak-kakak nya Biru yang memilih berkerja di Bandung, Adib kaka pertama Biru kerja di Bandung paling kalau ke Jakarta bila ada tugas saja sedangkan Addar Kaka kedua Biru memilih membuka bengkel tidak jauh dari rumah.
"Aduh bunda ai ikatan batin ibu dan anak mah meni kuat nya (aduh bunda kalau ikatan batin ibu dan anak sangat kuat ya), memang tadi Biru sempat pingsan di kantor karena lapar hihihi" ujar Biru menerangkan kejadian tadi di kantor tapi ia tidak menceritakan kalau ia pingsan di ruangan Bos nya, apalagi sampai tahu kalau Biru di gendong di pindahkan ke sofa bisa-bisa bunda murka.
Biru yang sebagai adik satu-satunya selalu di jaga oleh kakak-kakak nya sehingga ia tidak pernah punya kesempatan untuk dekat dengan laki-laki dengan hubungan khusus, semuanya hanya teman bagi Biru jika pun ada yang menyukai Biru kakak-kakaknya akan maju paling depan menanyakan keseriusannya pada Biru dan beberapa di antara mereka ada yang memang serius tapi selalu di tolak Biru.
🌻
Terimakasih sudah mampir... jangan lupa tinggalkan jejak ya supaya aku semangat nulisnya....
Cerita ini insyallah bakal banyak up karena udah aku tulis sampai tamat, tinggal revisi aja hihi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!