Dunia prakarsa, pemuda berwajah tampan yang kehadirannya selalu menjadi magnet buat para wanita di sekelilingnya. Tak hanya keelokan paras, Dunia juga merupakan seorang pengusaha handal yang menguasai hampir tujuh puluh persen saham di berbagai bidang bisnis di negaranya. Namanya berkibar begitu harum, sesuai dengan nama yang dimiliki, Dunia...
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Dunia memandangi rintik hujan yang membasahi kaca jendela kantornya. Lantai 15 gedung Dunia Corporation merupakan kantor utama tempatnya menghabiskan waktu selama berjam jam tatkala tak ada perjalanan bisnis ke luar negeri.
23.30 wib.
Dunia melirik jam di tangannya. Sudah terlalu malam buat seseorang untuk bekerja, disaat orang lain sudah terlelap di dalam tidurnya, Dunia masih betah untuk berdiam diri di ruangan itu. Hatinya enggan untuk pulang, meski beberapa kali sang ibu menelepon menanyakan keberadaannya.
"Susul mama ke rumah sakit segera, kak Langit drop" pesan pendek di ponselnya langsung membuat pria itu beranjak dari lamunannya. Segera ia menyambar jas dan kunci mobil yang ada di atas meja.
"Kita ke RS sekarang pak Ali" Dunia memberi perintah kepada sang sopir yang tadi menunggunya di depan ruangan.
"Baik tuan" pak Ali sigap menekan tombol lift dan berjalan tergesa mengikuti langkah sang bos besar. Pak Ali yakin kalau sesuatu yang tak beres sedang terjadi, wajah tuannya yang tegang sungguh tak bisa disembunyikan.
Tak lama, keduanya sudah berada didalam mobil yang melaju membelah jalanan kota yang sudah mulai lengang.
Wajah tampan Dunia tampak begitu tegang. Berkali kali pemuda itu mengusap kasar wajahnya, serta melonggarkan dasi yang mengikat lehernya begitu kencang. Dunia kehabisan oksigen dalam waktu cepat karena pikirannya yang kalut.
.
.
.
Tiga puluh menit berlalu, dan sekarang Dunia melangkah sendiri menyusuri koridor rumah sakit menuju ruangan VVIP tempat kakaknya dirawat.
Meski berjalan cepat dan terlihat panik, namun pesonanya tak pudar. Kedua tangannya dimasukkan kedalam kantong celana sembari berjalan menatap lurus ke depan. Saat melewati nurse station di depan kamar perawatan, semua mata gadis gadis muda itu tertuju kepadanya dengan tatapan penuh daya tarik.
"Selamat malam Tuan Dunia" mereka kompak menyapa dengan sangat ramah.
Dunia menyambut sapaan mereka dengan seulas senyuman manis dan anggukan.
"Uuuuu, benar benar Cha Eun Woo versi lokal tampannya" seorang suster spontan mengomentari ketampanan Dunia.
Sementara para suster muda itu sibuk membicarakannya, Dunia mengetuk pintu dan masuk ruangan menemui mama dan kakaknya yang berada didalam.
"Ah syukurlah akhirnya kau mau datang nak, dari tadi kak langit terus mencari mu" Bu Bintang yang merupakan ibu dari kedua pemuda tampan itu berbicara.
.
.
.
Bintang prakarsa, wanita paruh baya yang masih tampak sangat cantik di usianya yang hampir setengah abad. Suaminya pak Prakarsa telah lama meninggal dan mewariskan banyak harta untuk dirinya dan kedua putranya, Langit dan Dunia.
Dilihat dari sudut pandang awam, nyonya Bintang Prakarsa tampak hidup begitu sempurna. Memiliki dua orang putra dengan ketampanan di atas rata rata dan sukses, serta kekayaan materi yang tak akan habis. Ini semua pasti cukup membuat orang berdecak kagum melihatnya.
Namun tak ada satupun kehidupan yang sempurna. Dibalik semua itu, keluarga ini memiliki beban berat yang mereka sembunyikan. Sebuah aib keluarga yang sangat memalukan jika diketahui oleh orang lain.
Langit Prakarsa, anak pertama keluarga Prakarsa ini yang seharusnya dibanggakan dan menjadi sandaran di masa depan, justru dialah biang dari semua masalah. Sumber penderitaan dan kutukan yang terjadi pada keluarga Prakarsa.
Pemuda berumur tiga puluh tahun itu terlalu larut dalam mewahnya kehidupan. Hura Hura dan maksiat mengisi hari harinya. Langit sadar tak ada yang perlu dikhawatirkan, meskipun setiap waktunya habis untuk hal tak berguna, namun harta yang dimilikinya tak akan habis.
Minuman alkohol, wanita penghibur bahkan pesta maksiat selalu dilakoni setiap malam. Hingga akhirnya teguran dari sang Maha Kuasa membuatnya berhenti.
Langit didiagnosa menderita penyakit HIV akibat dari pergaulan bebasnya selama ini.
Awal mula dari semua itu adalah ketika Langit mengalami demam dengan suhu tubuh tak stabil selama berminggu minggu. Semua dokter terbaik di kota itu telah didatangi untuk mendapatkan obat yang cocok, namun hasilnya nihil. Hingga akhirnya diagnosa terakhir setelah pemeriksaan darah secara lengkap di laboratorium menyatakan kalau virus mematikan sedang bersarang di tubuh pria itu.
Tak dapat dibayangkan bagaimana kehidupan keluarga Prakarsa hancur ketika mendapati kabar buruk itu. Apa yang sedang diderita langit benar benar menorehkan kotoran didalam nama baik keluarga. Tak terbayangkan oleh Bu Bintang apabila para kolega bisnisnya mengetahui apa yang terjadi. Bagaimana ia akan menjelaskan kepada setiap orang yang bertanya mengenai kondisi Langit sang putra mahkota.
Berhari hari pasca diagnosa Langit dan sang ibu meratapi nasib mereka, hingga akhirnya Dunia, putra kedua Bu Bintang sekaligus adik Langit pulang ke tanah air.
Langit dan Dunia berbeda jauh dalam segala hal. Baik itu dari segi sifat maupun wajah. Meskipun sama sama memiliki wajah rupawan, wajah Dunia lebih mirip ke sang ibu. Bermata sipit dan berkulit putih, layaknya Oppa Korea. Sementara langit mewarisi ketampanan sang ayah. Wajahnya sangat Indonesia dengan kulit sawo matang. Jarak umur mereka pun terpaut cukup jauh. Enam tahun. Saat itu langit masih berusia dua puluh empat tahun. Pemuda dua puluh empat tahun dengan ratusan cabang perusahaan di berbagai negara dan kekayaan tak terhitung. The real crazy rich.
Kini, setahun sejak diagnosa telah berlalu. Dengan segala daya upaya, Langit bisa bertahan melawan penyakitnya, meskipun dari hari ke hari kondisinya semakin melemah. Sekarang pemuda itu hanya terbaring di ranjang perawatan rumah sakit dengan selang penunjang kehidupan dimana mana. Tubuhnya hanya tinggal kulit pembalut tulang akibat komplikasi di berbagai organ yang yang dialaminya.
Dunia sadar waktu sang kakak tak akan lama lagi. Kalimat tobat telah meluncur dari bibirnya, dia hanya tinggal menunggu waktu. Beberapa kali Langit memberikan amanah kepadanya, untuk menjaga sang ibu. Namun pengakuan yang terakhir kali di dengar Dunia dari kakaknya itu cukup membuatnya shock. Pengakuan dari seorang pria bejat yang telah melecehkan dan merusak masa depan seorang gadis belia.
Dan yang lebih membuat Dunia tak habis pikir adalah permintaan dari Langit untuk memintakan maaf kepada gadis itu. Langit meminta adiknya untuk mencari keberadaan gadis malang itu dan tidak akan tenang di alam akhirat jika tak mendapatkan maaf dari gadis itu. Inilah yang membuat Dunia begitu galau. Dia tak menyangka kakak kandungnya bisa berbuat sekeji itu kepada seorang gadis. Dunia ikut merasa berdosa membayangkan bagaimana saat ini gadis itu menjalani hidupnya yang suram akibat perbuatan terkutuk kakaknya.
"Apa kau sudah menemukannya?" Langit menyapa Dunia yang berdiri di samping ranjang dengan nafas tersengal sengal.
"Jangan pikirkan itu dulu, lu fokus sama kesehatan aja" Dunia mengelak menjawab pertanyaan kakaknya.
"Udah minum obat belum?, lu mau makan apa? biar gue pesan sekalian" Dunia kembali mengajak Langit berbicara hal lain.
"Tolong bantuin gue secepatnya" Langit menggenggam tangan adiknya itu, dengan penuh harap ia meminta.
"Iya, pasti gue lakukan, gak gampang nyari orang yang udah menghilang lebih dari setahun, bahkan nama dan alamatnya pun tak diketahui" Dunia mencoba menjelaskan secara jujur bagaimana kondisinya.
"To..long gue" air mata meleleh di wajah Langit. Penyesalan itu begitu nyata.
Hati Dunia tergetar. Dia tahu saat ini Langit sedang dihukum oleh rasa bersalahnya sendiri.
"Gue janji, akan gue selesaikan secepatnya, sekarang lu fokus untuk sembuh ya" nada suara Dunia melunak. Dia tak tega melihat Langit yang benar benar hancur saat ini.
Sementara itu, Bu Bintang yang melihat dari sudut ruangan hanya bisa terisak menyaksikan drama kedua anaknya itu. Dia sudah mengetahui semuanya. Perbuatan Langit di masa lalu benar benar membuatnya merasa gagal sebagai orang tua. Selama ini ia hanya mendidik anaknya dengan ilmu duniawi tanpa membekalinya dengan ilmu agama. Hingga kini tak henti penyesalan juga menghantuinya.
.
.
.
"Terjadi masalah di anak perusahaan daerah Kalimantan, kita harus segera kesana untuk meninjau situasinya" pesan dari Zayn sang asisten sekaligus sahabat Dunia.
Saat ini Dunia sedang beristirahat di sofa ruang perawatan sembari menjaga kakaknya yang tertidur dalam pengaruh obat. Ibunya telah pulang ke rumah beberapa menit yang lalu. Dunia memintanya untuk beristirahat di rumah, karena khawatir dengan kondisi wanita paruh baya itu yang mulai drop.
"Apa mesti gue yang turun tangan, lu kan wakil direktur jadi berwenang untuk menyelesaikan semuanya, gue masih harus memantau kondisi kak Langit, gak bisa pergi jauh ke luar kota" Dunia menjelaskan kondisinya kepada sang asisten melalui telepon. Sungguh enggan hatinya pergi jauh meninggalkan jakarta untuk saat ini.
"Gak bisa bos, terjadi demo pekerja besar besaran disana. Mereka menuntut harus sang direktur utama yang hadir atau mereka akan menjarah pabrik" Zayn menjelaskan kondisi buruk yang menimpa anak perusahaan mereka di Kalimantan.
"Hufftt, dasar asisten tak ada guna, siapkan tiket, besok ambil penerbangan pagi, gue gak mau nginap, jadi paling lambat malam kita sudah harus kembali ke Jakarta" Dunia memberikan perintah. Aura kepemimpinannya menggelora.
"Asiap bos" Zayn menjawab sembari menarik nafas lega. Dia sangat yakin apabila Dunia sudah turun tangan, semua masalah akan selesai lebih cepat.
.
.
.
06.00 WIB
Dunia beserta Zayn serta dua orang staf admin kantor pusat telah berada di bandara. Sebentar lagi mereka akan melakukan perjalanan menuju ke kota Kalimantan.
Dunia langsung berangkat dari rumah sakit karena malam sebelumnya ia menginap di rumah sakit tersebut untuk menjaga sang kakak. Semua berkas yang diperlukan serta pakaian ganti telah dipersiapkan oleh pak Ali, dia terbiasa terima bersih, semua sudah ada yang mengatur.
Dengan menggunakan kacamata hitam untuk menutupi kantong matanya yang kian hari kian jelas, Dunia duduk di ruang tunggu VIP keberangkatan. Sebuah foto di ponselnya terus diamati. Foto seorang gadis berseragam SMA dengan senyuman manis ada disitu. Wajah yang sangat polos nyaris tanpa riasan membuat kesan alami terpancar.
"Kenapa bisa gadis seperti ini menjadi korban kebiadaban kak Langit" Dunia bergumam sendiri.
"Aku akan menemukanmu", tanpa sadar ia mengusap wajah di ponsel itu.
Tak lama pria itu segera menyimpan ponselnya, karena waktu untuk terbang telah tiba.
.
.
.
Perjalanan menuju pabrik yang sedang bermasalah memakan waktu hampir tiga jam setelah turun dari pesawat.
"Mengapa lokasi ini begitu terisolir?" Dunia mengomel sendiri. Dia memang tak pernah meninjau lokasi yang satu ini. Selama ini dia hanya memantau dari jauh, semua sudah di handle oleh para orang kepercayaannya.
"Ini yang gue alami kalau pergi ke daerah bos, masih mending ini ada sinyal, sebelumnya tempat ini benar benar lebih terisolir" Zayn menjelaskan keadaan yang terjadi.
Dunia mengangguk setuju, didalam hatinya membenarkan semua ucapan Zayn sang asisten.
Tak lama, mereka telah sampai di tempat yang dituju. Tampak jalan menuju gerbang pabrik diblokir dengan kayu serta ban bekas. Sisa pembakaran juga tampak jelas disitu. Berbagai spanduk penuh coretan berisi tuntutan juga menghiasi tempat itu.Sepertinya keadaan tak semudah bayangan Dunia.
"Siapa yang bertanggung jawab disini, cepat temui" Dunia memerintahkan untuk segera bertindak.
.
.
.
Setelah menemui pihak yang mewakili para pekerja dan bernegosiasi, kesepakatan damai pun terjadi. Dunia berhasil membujuk para pekerja untuk kembali mengikuti peraturan yang telah dibuat perusahaan. Pria itu memang tak pernah gagal dalam menyelesaikan pekerjaan yang ditanganinya.
"Bos, kita tak mungkin bisa kembali ke Jakarta malam ini, terjadi longsor di depan dan menutup akses keluar masuk desa. Kita akan menginap disini satu malam" Zayn memberikan kabar yang tak ingin di dengar Dunia.
"Shittt" Dunia mengumpat kesal. Dia mengkhawatirkan kondisi sang kakak juga ibunya. Tapi ia tau tak bisa berbuat apa apa. Kondisi alam menahan mereka untuk pulang ke kota secepatnya.
"Bagaimana kondisi kak Langit Bu? aku belum bisa balik malam ini" Dunia mengobrol menanyakan kondisi sang kakak kepada ibunya.
"Dia cukup stabil hari ini, kamu jangan terlalu khawatir, fokus sama masalah disana ya nak" Bu Bintang memberikan kabar yang cukup membuat Dunia lega. Setidaknya malam ini akan digunakannya untuk menikmati alam yang masih asri di desa ini.
.
.
.
Kepala dusun menjamu Dunia dan timnya dengan hidangan khas daerah setempat. Mereka melayani Dunia secara wajar tak berlebihan namun membuat pria itu nyaman. Kehidupan desa yang hening dan tak segemerlap kota membuat saraf Dunia sedikit rileks. Jauh di lubuk hatinya ia menginginkan tinggal lebih lama di desa ini.
Setelah menikmati jamuan makan malam, Dunia meminta izin untuk berkeliling desa. Seorang bocah anak kepala dusun bernama Wiryo menemani perjalanan Dunia dan Zayn. Sementara tim mereka yang lain memilih beristirahat di rumah yang telah disediakan khusus buat mereka.
"Lufita konveksi, menerima permak dan jahit" Dunia membaca tulisan di depan sebuah rumah berpagar bambu yang mereka lewati.
"Wah disini lengkap ya, bahkan mau jahit baju pun ada" Dunia merespon apa yang dilihatnya.
"Iya tuan, walaupun kami jauh dari keramaian, tapi apa yang kami butuhkan ada semua disini" Wiryo menanggapi ucapan Dunia.
"Itu ada kak Fita, aku mau sapa sebentar ya tuan" Wiryo berlari mengarah ke dalam pekarangan rumah yang tadi dibaca Dunia.
"Assalamualaikum kak Fita, kok masih diluar malam malam?" Wiryo menyapa seorang gadis yang sedang duduk di kursi teras rumahnya itu.
Tampak sedikit aneh dengan penampilan gadis itu, dia menggunakan masker penutup wajah meski duduk sendirian. Sewajarnya masker yang digunakan itu dipakai saat berada di keramaian atau bepergian.
Yang lebih membuat Dunia dan yang lainnya kebingungan adalah, Lufita seolah ketakutan melihat mereka, gadis itu segera berdiri dan berlari masuk ke dalam rumahnya, menutup pintu tanpa berbicara sepatah kata pun.
"Apa seperti ini penyambutan warga disini?" Zayn protes akan sikap wanita yang baru saja ditemuinya.
"Biasanya kak Fita sangat ramah dan baik, ada apa dengannya?" Wiryo ikut kebingungan.
"Ah sudahlah, ayo jalan lagi, mungkin ia tak nyaman kita rame rame datang malam begini" Dunia menanggapi dengan sangat bijak.
Dunia beserta timnya yang didampingi Wiryo kembali melanjutkan perjalanan. Hawa sejuk sangat terasa di daerah itu. Membuat Dunia melupakan sedikit keresahan hatinya.
"Tuan, itu rumah pak kepala dusun yang disediakan untuk anda menginap sudah tampak, saya permisi" Wiryo pamit karena merasa tugasnya sudah selesai.
"Terimakasih Wiryo" dengan sopan Dunia melepas kepergian Wiryo.
Zayn berjalan beriringan dengan Dunia masuk kedalam rumah, bersiap mengistirahatkan tubuh lelah mereka.
.
.
.
Baru saja Dunia hendak memejamkan mata, ingatan akan gadis misterius yang tadi ditemuinya tiba tiba muncul sekelebat.
"Aneh sekali" Dunia kembali bergumam mengingat sikap wanita itu.
Namun tak lama rasa kantuk lebih kuat menyerang. Dunia terlelap ke alam mimpi, di tengah suasana damai dan tenang pedesaan.
.
.
.
Pagi hari menjelang.
Dunia meregangkan tubuhnya pertanda mulai terbangun dari tidur nyenyak. Setelah kesadarannya kembali full seratus persen, ia bangkit dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi yang berada di luar.
"Selamat pagi tuan" seorang wanita berumur paruh baya menyapa Dunia.
"Selamat pagi Bu, apa anda pemilik rumah ini?" Dunia bertanya dengan sopan. Pria itu memang terdidik menghargai setiap orang dengan baik.
"Saya diminta pak kepala desa untuk menyiapkan makanan anda selama berada disini" wanita itu menjelaskan.
"Oh begitu, maaf merepotkan anda Bu" Dunia merasa orang orang di desa ini menjamunya berlebihan, dia merasa sedikit tak enak hati.
"Tidak repot sama sekali tuan, rumah saya dekat dari sini" ibu itu kembali menjelaskan.
"Baiklah Bu, saya mau bersih bersih dulu, rencananya setelah sarapan kami akan kembali ke Jakarta" Dunia memutus percakapan dengan wanita itu karena panggilan alam mulai menyerangnya.
.
.
.
Dunia, Zayn dan beberapa orang tim nya yang akan kembali terbang ke Jakarta menikmati sarapan pagi bersama dengan hidangan menggugah selera yang disediakan oleh wanita yang tadi mengobrol dengan Dunia.
"Sungguh lezat makanan ini" mereka bergantian memuji lezatnya makanan yang dihidangkan.
Saat mereka tengah larut dalam kenikmatan, pak kepala desa datang dan bergabung dengan mereka.
"Bagaimana hidangannya tuan, maaf hanya sedikit pelayanan terbatas dari kami, karena keterbatasan sumber daya yang kami miliki" pak kepala desa menjelaskan kondisi lingkungan yang dipimpinnya.
"Ini sungguh luar biasa pak, kami sangat merasa nyaman dan tersanjung akan sambutan anda" Dunia menjawab ucapan pak kepala desa.
"Puncaknya pagi ini, hidangan yang baru saja kami nikmati sungguh sungguh luar biasa lezatnya. Tak disangka masakan sederhana ini mengalahkan lezatnya makanan hotel bintang lima" dengan jujur Dunia terus memuji apa yang baru saja dimakannya.
"Wah terimakasih tuan, suatu kehormatan buat kami anda merasa puas dengan apa yang kami sajikan, dan semua makanan ini memang dibuat oleh ahli masak paling hebat di desa ini. Beliau memang sudah terkenal dan selalu kami andalkan jika ada tamu yang datang" pak kepala desa menjelaskan.
"Oh begitu, sampaikan salam kami kepada beliau" Dunia menitipkan pesan yang tulus.
"Baik tuan, kebetulan rumah nya tak jauh dari sini, sehari harinya beliau dan anak gadisnya membuka usaha konveksi di dekat sini" pak kepala desa kembali menjelaskan.
"Maksudnya Lufita konveksi itu?" Dunia kembali teringat gadis aneh yang tadi malam ditemuinya.
"Iya benar, beliau adalah pemilik usaha itu" pak kepala desa menjawab.
"Ayo bergegas, kita harus segera sampai di bandara sebelum siang" Zayn menyela percakapan pak kepala desa dengan Dunia.
Sementara itu Dunia seolah merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya namun tak tau apa sebenarnya yang dialami.
Mobil yang disediakan untuk mengangkut semua barang bawaan tim kembali ke Jakarta telah terparkir di halaman depan rumah. Hanya tinggal menunggu sang tuan besar untuk menaikinya.
"Saya ingin berjumpa sebentar dengan bu Lufita, bisakah anda menemani saya?" entah mengapa hati Dunia merasa ingin bertemu dengan wanita yang tadi ditemuinya.
"Silahkan tuan, saya siap menemani" pak kepala desa menyambut baik keinginan Dunia. Mereka berjalan beriringan menuju rumah konveksi Lufita. Zayn dan timnya yang telah menunggu sedari tadi hanya bisa mengelus dada menahan sabar atas kelakuan seenaknya sang bos besar.
"Kalo sampai ketinggalan pesawat jangan ngomelin gue" terdengar sayup sayup Zayn mengumpat kelakuan Dunia. Namun pemuda itu tak peduli dan melanjutkan langkahnya menuju rumah tujuannya.
"Selamat pagi Bu Rima, maaf kami mengganggu, ini tuan Dunia mau menemui anda sebentar" pak kepala desa menyapa pemilik rumah dengan sopan.
Bu Rima yang didatangi oleh orang penting pemilik kawasan yang ditempatinya itu terkejut bukan main. Ada apa gerangan mereka datang ke rumahnya.
"Ma...maaf tuan apa saya membuat kesalahan?" Bu Rima gugup menghadapi tamunya itu.
"Tidak Bu, jangan khawatir, saya hanya terkesan dengan masakan ibu yang baru saja saya makan, dan bermaksud berterimakasih secara langsung kepada ibu" Dunia menjelaskan agar wanita itu tak lagi ketakutan.
"Ah syukurlah" Bu Rima menarik nafas lega.
"Silahkan masuk tuan, maaf rumah kami sempit" Bu Rima mempersilahkan dunia dan pak kades masuk ke ruang tamu.
Dunia kembali merasa suasana nyaman saat memasuki ruang tamu bu Rima. Meskipun kecil dan sangat sederhana, namun semuanya tertata begitu rapi dan sangat bersih. Membuat siapapun betah berlama lama disana.
Namun ketenangan jiwa itu tak lama. Begitu Dunia mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, matanya tertuju ke sebuah pigura yang berisi foto seorang gadis. Foto yang sama persis dengan yang selama ini ada di ponselnya. Foto yang dikirim oleh Langit kakaknya. Foto wanita korban kebejatan Langit dan teman temannya.
Tubuh Dunia seketika bereaksi tak wajar. Keringat dingin bercucuran, dan wajahnya pucat pasi. Dunia tak siap dengan apa yang dilihatnya. Dia berpikir tak akan pernah menemukan orang yang selama ini dicari. Tapi hari ini, sebuah petunjuk muncul.
Dunia diam terpaku, mencoba menetralisir emosinya. Perubahan sikapnya ini ditangkap oleh pak kades.
"Tuan, apa ada masalah?" pak kades bertanya dengan khawatir kepada Dunia.
Dunia tersadar dari rasa terkejut nya. Ia tak boleh seperti ini. Ia harus menyusun rencana yang matang untuk mengatur lebih lanjut apa yang harus dilakukannya.
"Maaf pak, saya tiba tiba teringat suatu masalah di kota, maaf saya jadi agak tegang" Dunia menjawab dengan bohong.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!