NovelToon NovelToon

Ibuku Sayang Ibuku Malang

Chapter 1

Husna, ialah seorang wanita yang saat ini berusia 26 tahun, memiliki kulit putih mulus terawat, rambut sedikit bergelombang, serta memiliki alis dan bulu mata yang tebal, semua hal itu nampaknya sudah cukup untuk jadi daya tarik bagi kaum adam. Ya, ada banyak lelaki yang mengincarnya, selain parasnya yang elok, tak sedikit pula lelaki mendekatinya karena keluarganya yang kaya raya.

Tapi tentu hal itu tidak membuat Husna mudah tergoda pada rayuan para lelaki yang mencoba mendekatinya. Sejauh ini, bahkan tidak ada seorang lelaki pun yang bisa membuat Husna luluh apalagi sampai jatuh cinta.

"Maaf, tapi aku tidak punya perasaan apapun padamu! jadi saranku, jangan buang waktumu hanya untuk mendekatiku, karena itu akan sia-sia." Ucap Husna pada seorang lelaki yang kala itu berani menyatakan cinta padanya dan meminta Husna agar mau menjadi kekasihnya di depan umum.

Dengan wajah yang merah padam akibat rasa malu karena cintanya di tolak, lelaki itu pun langsung undur diri dari keramaian, meninggalkan Husna begitu saja yang kala itu masih saja memasang tampang datarnya.

Ya, begitu lah Husna yang to the point, ia tidak suka memberi harapan palsu pada siapa pun, ia selalu menyampaikan apapun yang ada di hatinya, karena menurutnya itu lebih baik dari pada harus memberi harapan palsu yang ujung-ujungnya akan membuat orang kecewa.

Di hari yang sama, ketika Husna baru saja tiba di rumahnya, ia sedikit dikejutkan dengan suasana rumahnya yang agak ramai.

"Ah ini dia," Suara bariton itu keluar saat mendapati Husna yang ingin melintasi ruang tamu, yang mana diketahui pemilik suara itu tak lain ialah ayah Husna, Hartawan.

"Akhirnya kamu pulang juga sayang." Celetuk bu Nilam, ibu Husna.

Husna seketika terlihat bingung, saat mendapati ada banyak tamu, yang mana di antara tamu-tamu itu, ada dua orang pria muda yang kala itu sedang tersenyum memandanginya.

"Iya ma. Tapi,,, ada apa ma? Kenapa hari ini kita kedatangan banyak tamu?"

"Eeemm duduk lah dulu Husna," Ucap Hartawan, yang biasa sering di panggil pak Awan itu.

Tak ada yang perlu di bantah kala itu, Husna pun langsung duduk begitu saja di sisi ayahnya.

Sembari tersenyum, pak Awan pun memegang pundak anak sulungnya itu.

"Inilah dia Husna Hartawan yang sejak tadi kita bicarakan, putri sulungku." Ucapnya dengan bangga kepada seluruh tamunya.

Saat itu Husna masih terlihat bingung, ia sama sekali tak mengerti dengan maksud tujuan ayahnya berbicara seperti itu pada tamu-tamunya.

"Ayah, memangnya sejak tadi kalian membicarakan apa tentang aku?" Bisik Husna pada ayahnya.

"Husna, ini adalah pak Pram dan juga istrinya, bu Sari." Jelas pak Awan yang mulai memperkenalkan satu persatu tamunya.

"Oh halo paman, halo bibi." Sapa Husna dengan senyumannya yang sangat ramah.

"Mereka ini adalah rekan bisnis ayah." Tambah pak Awan lagi.

Husna pun hanya mengangguk-anggukan kepalanya.

"Halo Husna, ternyata kamu jauh lebih cantik bila di lihat secara langsung ya, jauh lebih cantik dari pada di foto." Ungkap bu Sari sembari memandang takjub ke arah Husna.

"Hehehe kurasa bibi berlebihan dalam memujiku." Husna pun cengengesan.

"Dan Husna, ini adalah Ardito, anaknya pak Pram dan bu Sari, dan ini adiknya Dito, namanya Ardina." Jelas bu Nilam kali ini.

Saat itu Husna hanya kembali mengangguk sembari tersenyum memandangi Ardito dan Ardina secara bergantian.

"Ayo kenalan dengan mereka." Tambah pak Awan lagi.

Mau tak mau Husna pun mengulurkan tangannya pada Ardito lebih dulu.

"Hai, senang bisa mengenalmu." Ucap Husna yang masih tetap bersikap ramah.

"Hai Husna, aku pun sangat senang, akhirnya aku bisa berjumpa denganmu secara langsung." Jawab Ardito sembari membalas jabatan tangan Husna dengan senyumnya yang begitu sumringah.

Ardito nampak begitu menyukai Husna, hal itu bisa terlihat dengan begitu jelas dari caranya menatap Husna, tatapannya yang terlihat sangat dalam dan begitu penuh makna. Tapi tetap saja, bagi Husna, Ardito pun sama sekali tidak membuatnya tertarik. Dengan cepat Husna menarik kembali tangannya, lalu beralih menuju adiknya. Setelah itu, tak sengaja ia melirik ke arah seorang pemuda yang saat itu sedang duduk di samping Ardito.

Jika di lihat-lihat dari penampilannya, lelaki itu sangat jauh berbeda dari tamu yang lain, tampilannya jauh terlihat lebih sederhana, dan terkesan begitu apa adanya, namun entah kenapa, hal itu pula yang membuat Husna cukup merasa penasaran dan bertanya-tanya siapa gerangan lelaki itu.

"Ayah, lalu siapa dia?" Bisik Husna pada ayahnya sembari terus menatap ke arah pemuda itu.

"Oh ya, benar juga hahaha, sejak tadi aku pun belum tau siapa pemuda yang ada di samping Ardito, kalau boleh tau, siapa pemuda ini? Apa dia saudara kalian?" Tanya pak Awan yang juga jadi penasaran,

"Dia Aryo, dia adalah supir pribadiku om, tapi juga sudah ku anggap seperti teman dan keluargaku sendiri, karena kami begitu dekat." Jelas Ardito sembari menepuk pelan pundak Aryo,

Kala itu Aryo pun mulai tersenyum tipis sembari mengangguk singkat, Husna terus memandanginya, saat melihat Aryo tersenyum, tiba-tiba saja hati Husna seolah bergetar, Husna pun tidak mengerti dengan hal itu, hal yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya saat berhadapan dengan banyak lelaki termasuk Ardito.

Aryo pun tak kalah manis, ia memiliki kulit berwarna Sawo matang, begitu terlihat eksotis dan Husna sangat menyukai hal itu. Tak hanya itu, ia juga memiliki alis mata yang tak kalah tebal, serta hidungnya yang cukup tinggi, berhasil menjadi nilai plus bagi Husna.

"Salam kenal mba Husna." Ucap Aryo yang memberanikan diri untuk menjulurkan tangannya lebih dulu ke arah Husna.

Saat itu Husna terlihat masih saja diam dan terus memandangi Aryo dengan raut wajah yang tak biasa.

"Lelaki ini, kenapa aku merasa berbeda saat melihatnya, seperti ada sebuah getaran dari hatiku, dan sekarang, jantungku bahkan mulai berdebar saat bertatapan dengannya." Gumam Husna dalam hati,

Menyadari Husna yang hanya diam tanpa adanya respon, membuat Aryo jadi mulai merasa tak enak hati hingga ia pun perlahan ingin menarik kembali tangannya.

"Oh mungkin mba tidak level untuk bersalaman dengan saya, maafkan kelancangan saya ya mba." Ucap Aryo yang jadi merasa begitu sungkan.

Perkataan itu sontak membuat Husna tersadar, ia pun dengan cepat meraih tangan Aryo.

"Oh tidak, maaf aku tadi melamun." Ucapnya sembari tersenyum kikuk.

Aryo pun akhirnya kembali tersenyum saat menyadari tangannya kini telah bertautan dengan Husna,

"Senang bertemu denganmu, Aryo." Ucap Husna ramah yang di iringi dengan senyumannya yang begitu merekah seperti bunga mawar.

Perbincangan ringan pun mengalir begitu saja layaknya air, tak jarang pula di sela-sela perbincangan itu, Husna dan Aryo saling bertatapan dan saling melempar senyum satu sama lain.

"Astaga, kenapa aku ini? Kenapa aku jadi salah tingkah begini saat ditatap olehnya." Gumam Husna dalam hati sembari terus berusaha menahan senyumannya.

...Bersambung......

Chapter 2

"Husna kamu kenapa? Sejak tadi ibu lihat kamu terus tersenyum." Bisik ibunya.

Husna lagi-lagi jadi tersentak saat mendapat pertanyaan seperti itu.

"Oh tidak bu, tidak apa-apa." Jawab Husna yang langsung menggeleng cepat.

Waktu terus bergulir, hingga akhirnya pak Pram dan bu Ani secara gamblang mulai menyampaikan maksud tujuan kedatangan mereka secara langsung pada Husna.

"Emm baik lah, sebaiknya kita tidak perlu lebih banyak membuang waktu lagi," Ucap bu Sari.

"Membuang waktu? Memangnya kenapa bibi?" Tanya Husna bingung.

"Begini Husna, sebenarnya maksud kedatangan kami kesini adalah untuk melamarmu untuk anak kami, Ardito." Ungkap bu Sari sembari menepuk pelan pundak Ardito, saat itu Ardito pun terlihat kembali tersenyum.

Namun Husna, saat mendengar hal itu sontak membuat matanya seketika jadi membulat sempurna.

"Ha?!! Melamar??!!"

"Hehehe kamu sepertinya sangat terkejut Husna, eem wajar saja jika kamu merasa kaget, karena rencana ini memang begitu mendadak. tapi yang perlu kamu tau Husna, sebelummya kami pun telah memberitahukan niat kami ini pada kedua orang tuamu, dan mereka pun juga telah setuju." Jelas bu Sari lagi sembari tersenyum tenang.

"Ta,,, tapi bi, aku..." Husna pun mulai gelagapan karena ia masih begitu shock.

"Ada apa Husna?" Bisik pak Awan.

"Ayah, aku sama sekali tidak mengenalnya, tapi bagaimana bisa mereka tiba-tiba ingin melamarku!!" Jawab Husna.

Namun nyatanya jawaban Husna itu bisa di dengar dengan jelas oleh semua orang yang ada di ruangan itu.

"Kamu benar Husna, kalian memang belum saling mengenal, tapi Ardito, dia sudah melihat fotomu dan langsung merasa penasaran denganmu. Itulah sebabnya ia ingin datang dan melihatmu secara langsung, dan ternyata dia benar-benar menyukaimu nak." Jelas bu Sari dengan nada ramah.

"Bukankah begitu nak?" Bu Sari kali ini mengalihkan pandangannya ke arah Ardito.

"Ibuku benar Husna." Jawab Ardito sembari kembali tersenyum dengan penuh percaya diri,

Tapi nyatanya, Husna memang tidak suka sama sekali pada Ardito, bahkan tidak ada getaran sedikit pun saat mereka berjabat tangan sebelumnya.

"Maaf sebelumnya paman, bibi, dan juga kamu Ardito, apa aku boleh berkata jujur??"

Sontak bu Sari, pak Pram, dan seluruh yang ada disitu jadi saling berpandangan sejenak.

"Tentu saja nak, bukankah jujur itu hal yang baik." Jawab pak Pram.

"Terima kasih paman, aku sangat berterima kasih atas kedatangan kalian semua yang memiliki niat cukup baik padaku. Tapi jujur saja, aku tidak memiliki perasaan apapun pada Ardito, selain kami memang tidak saling mengenal sebelumnya, aku juga tidak ada merasakan getaran apapun saat pertama kali bertemu dengannya. Jadi ku rasa, lamaran ini tidak bisa di teruskan, jadi ku mohon jangan buang waktu berharga kalian." Ungkap Husna secara terang-terangan tanpa ada rasa segan.

Pernyataan itu pun sontak membuat raut wajah ayah dan ibunya langsung berubah drastis, mata mereka langsung membesar, bahkan wajah mereka juga terlihat merah padam akibat menahan malu pada keluar pak Pram.

"Husna!! Apa-apaan kamu?! Kenapa berkata begitu pada tamu kita?!" Pak Awan pun mulai meninggikan suaranya.

"Maaf ayah, tapi ayah tau bagaimana karakterku, aku tidak bisa memberi harapan palsu, itu benar-benar jujur yang aku rasakan saat ini." Jawab Husna.

Sementara Aryo, saat itu ia hanya terdiam dan mulai menundukkan kepalanya. Di satu sisi entah kenapa ia merasa senang saat Husna mengungkapkan hal itu, ia merasa Husna adalah sosok wanita yang begitu tegas, hingga membuatnya semakin menyukai Husna dalam diam. Namun di sisi lain, ia pun turut bersedih saat melihat majikan sekaligus temannya dipermalukan dan terlihat sedih dan kecewa.

"Ardito, aku sungguh-sungguh minta maaf padamu, tapi aku memang tidak bisa memaksakan perasaanku. Apalagi saat kamu berani untuk langsung melamar untuk menikahiku, kurasa aku tidak bisa bayangkan bagaimana nantinya aku menikah dengan orang yang tidak kusukai bahkan tidak ku kenal sama sekali. Bukankah itu aneh?" Ungkap Husna lagi yang membuat Ardito semakin kecewa.

Tak bisa menahan malu lebih lama lagi, akhirnya keluarga Ardito pun memilih untuk pamit pulang dengan membawa raut wajah mereka yang masam seolah tak senang. Sementara kedua orang tua Husna yang juga merasa malu atas sikap dan tindakan Husna saat itu, langsung memarahi Husna habis-habisan. Mereka bahkan mengancam akan menghukum Husna dengan cara menarik semua fasilitas seperti handpone, mobil, serta memblokir semua kartu kredit dan akan menyita kartu ATM Husna jika Husna tidak bersedia untuk datang meminta maaf pada Ardito.

Tak rela kehilangan semua fasilitas yang ia punya saat itu, dengan berat hati akhirnya Husna pun setuju untuk mendatangi rumah kediaman Ardito.

Ke esokan harinya...

Husna dengan di antar oleh seorang supir, mulai bergerak menuju rumah Ardito, saat itu di tangannya sudah memegang bingkisan yang sengaja diberikan oleh ibunya untuk diberikan pada Ardito dan juga keluarganya.

"Huh, benar-benar sangat mengesalkan." Ketus Husna dalam hati.

Waktu 40 menit pun berlalu, kini mereka pun telah sampai di depan rumah mewah milik keluarga Ardito. Husna turun perlahan, saat itu kebetulan ada Aryo yang terlihat sedang mencuci mobil di depan pekarangan rumah mereka yang cukup luas. Husna mendadak kembali salah tingkah saat melihat Aryo, ia bergegas mengecek kembali seluruh dandanan dan penampilannya agar tidak ada hal-hal yang sekiranya bisa membuatnya malu.

"Eemmm." Husna berdehem.

Membuat Aryo seketika menoleh ke arahnya, dan ya, Aryo pun terlihat begitu terkejut saat menyadari keberadaan Husna yang sudah berdiri di belakangnya, dengan cepat ia langsung membuang selang yang ia pegang ke tanah.

"Mba Husna??!"

"Hehehe iya, ini aku. Tidak di sangka kita akan kembali bertemu disini."

"Hehehe iya, jujur saya sangat kaget melihat mba Husna ada disini. Tapi kalau boleh tau ada keperluan apa mba?"

"Ardito, aku ingin menemuinya, apa dia ada di rumah?"

"Yahh sayang sekali mba, mas Dito sudah pergi, hari ini dia memilih untuk menyetir sendiri."

"Oh benarkah? Lalu kemana dia?"

"Tentu saja ke kantor mba."

"Boleh aku tau dimana kantornya?!" Tanya Husna lagi.

Saat itu, bertepatan pula dengan munculnya seorang wanita paruh baya dari dalam rumah dengan sudah membawakan sebuah rantang. Wanita paruh baya yang mereka panggil dengan sebutan mbok Darmi, asisten rumah tangga yang sudah berpuluh tahun mengabdi pada keluarga Ardito.

"Dito." Panggil wanita paruh baya itu.

"Iya mbok." Jawab Dito cepat.

"Ini, disuruh bu Sari antar ke kantor untuk pak Pram dan mas Dito." Ucap wanita itu sembari menyerahkan rantang yang ia pegang pada Aryo.

Aryo bersigap meraihnya sembari mengangguk patuh.

"Oh siap mbok, segera laksanakan."

Sebelum kembali masuk, mbok Darmi tak sengaja melirik ke arah Husna yang saat itu berdiri terdiam tak begitu jauh darinya.

"Maaf, anda siapanya Aryo? Apakah pacarnya?"

Mendapat pertanyaan seperti itu membuat Husna seketika tersenyum. Sementara Aryo, matanya langsung nampak terbelalak.

"Haaaiss mbok, tentu saja bukan, mana mungkin juga wanita sekelas mba Husna jadi pacarku, ada-ada saja si mbok. Ini mba Husna, wanita yang kemarin ingin di lamar oleh mas Dito." Jelas Aryo yang mendadak jadi kikuk.

...Bersambung......

Chapter 3

"Oh, iya-iyaa, ternyata memang cantik ya, mas Dito tentu tidak salah pilih jika begini." Celetuk mbok Darmi.

Saat itu Husna memilih untuk bungkam dan hanya bisa menunjukkan senyuman ramahnya saja.

"Mba, ini kebetulan saya mau ke kantor, kalau begitu ikuti saja mobil saja." Ucap Aryo kemudian.

Entah kenapa, saat itu Husna merasa itu adalah kesempatan untuk dia bisa lebih dekat dengan Aryo. Ia pun berinisiatif untuk ikut nebeng di mobil yang di kendarai oleh Aryo, sementara supirnya, ia suruh pulang. Sementara Aryo, ya tentu saja ia tidak mungkin menolak, justru sebenarnya ia pun senang.

Setibanya di kantor, ternyata Ardito sedang tidak berada di tempatnya, menurut penjelasan dari resepsionis, Ardito sedang keluar bersama sekretaris pribadinya untuk meeting bersama klien. Sebuah kebetulan, justru dengan tidak adanya Ardito sebenarnya membuat Husna senang, karena ia tidak perlu repot untuk memohon maaf hari itu.

Ia pun menelpon ayahnya, untuk memberitahukan hal itu.

"Ayah, aku sudah ke rumah Ardito dan dia tidak ada di rumah, bahkan aku juga sedang berada di kantornya saat ini, dia juga tidak ada, dia sedang keluar bersama sekretarisnya." Jelas Husna singkat.

"Kamu tidak sedang berbohong pada ayah kan?"

"Astaga, tentu saja tidak, jika tidak percaya aku akan rekam video yang menunjukkan jika aku memang sedang berada di kantor rekan bisnis ayah ini."

"Eemm tidak perlu, jika Ardito tidak ada, setidaknya kamu harus tetap menemui pak Pram, minta maaf padanya!"

"Ta,, tapi ayah..."

"Tidak ada tapi-tapu Husna!" Tegas pak Awan yang sontak membuat Husna kembali berwajah masam.

Mau tak mau, ia pun meminta untuk dipertemukan dengan pak Pram, beberapa menit saja menunggu akhirnya pak Pram pun datang untuk menemuinya secara khusus di ruang tunggu.

"Paman." Ucap Husna yang langsung bangkit dari duduknya.

"Ya Husna, aku cukup terkejut saat mengetahui kedatanganmu ke kantor kami, ada apa?"

Husna pun tanpa banyak basa-basi, langsung menyampaikan permohonan maafnya pada pak Pram dan keluarganya. Tidak melulu karena desakan dari kedua orang tuanya, dari lubuk hatinya pun ia memang ingin kembali meminta maaf karena ia benar-benar tidak bisa membohongi perasaannya.

Dengan menyimpan sedikit rasa kecewa, akhirnya pak Pram pun bersedia memaafkan Husna.

"Oh ya Husna, kamu kesini sendiri?" Tanya pak Pram di sela obrolan mereka.

"Sebenarnya sebelum kesini aku ke rumah paman bersama supir, tapi karena katanya Ardito dan paman sedang berada di kantor, maka dari itu aku ikut bersama Aryo kesini,"

"Ah iya, kebetulan memang Aryo sering ditugaskan mengantar makanan kesini, jadi dimana dia sekarang?"

"Eeemm tadi setelah menitipkan makanan pada resepsionis, katanya dia ingin ke toilet paman." Jawab Husna singkat.

Pak Pram pun mengangguk. Dan pucuk di cinta ulam pun tiba, baru di bicarak beberapa detik yang lalu, Aryo nampak muncul melintasi loby.

"Nah itu dia paman."

Pak Pram pun menoleh ke arah Aryo.

"Aryo!" Panggil pak Pram.

Aryo pun bergegas datang menghampiri majikannya.

"Iya pak,"

"Kamu mau kemana?"

"Saya? Saya mau kembali ke rumah pak, karena makanan bapak sudah saya titipkan di resepsionis seperti biasa."

"Kamu jangan pulang dulu, tolong kamu antar Husna pulang ke rumahnya ya." Pinta pak Pram.

Tidak mungkin menolak, apalagi ini perintah dari majikan, Aryo pun dengan cepat langsung mengangguk patuh.

"Baik pak."

Husna yang sebelumnya terdiam, sontak langsung bersorak gembira di dalam hati, bagaimana tidak, ia memiliki waktu lebih lama bersama Aryo, lelaki yang diam-diam sudah ia sukai.

"Kalau begitu saya tunggu di mobil ya mbak."

"Oh tidak perlu, kebetulan aku juga sudah selesai mengobrol dengan paman, aku sebaiknya segera pulang."

Husna pun pamit dan memilih untuk langsung ikut pergi bersama Aryo. Dan dari situ lah kisah Husna dan Aryo berawal.

"Apa kamu sudah makan siang Aryo?"

"Belum mbak, nanti saja saat sudah tiba di rumah mas Dito." Jawab Aryo sembari tersenyum.

"Tapi, aku mulai merasa lapar, ini sudah masuk jam makan siang, apa kamu bisa mencari restoran di dekat sini dan temani aku makan?"

"Ta,, tapi mba."

"Bisa tidak?" Tanya Husna to the point.

Aryo pun akhirnya langsung mengangguk.

"Bisa mba, bisa."

Itu pertama kalinya Husna dan Aryo makan siang bersama, hanya berdua, dan Husna saat itu benar-benar merasa sangat nyaman berada di dekat Aryo. Ia sama sekali tidak memandang Aryo dari segi materi, karena ia sudah memiliki segalanya. Begitu pula dengan Aryo, lelaki mana yang tidak terpikat dengan keelokan paras dari Husna, Aryo bahkan juga sudah menyimpan rasa kagum dan suka pada Husna saat pertama kali melihatnya.

Husna dan Aryo banyak bercerita tentang banyak hal, anehnya mereka terlihat sangat nyambung, dan yang lebih aneh lagi, Husna bisa tertawa lepas saat bersama Aryo, yang padahal baru ia kenal sehari yang lalu. Hingga tak terasa waktu terus bergulir, jam sudah menunjukkan pukul 14:10 siang, sudah waktunya Aryo harus mengantar Husna pulang dikarenakan ia yang masih dalam jam kerja memang harus tetap standby di rumah bila sewaktu-waktu bu Sari membutuhkannya.

"Boleh aku bertanya?" Tanya Husna di tengah perjalanan mereka.

"Tentu boleh mba, mau bertanya apa?"

"Tadi kamu bilang sama si mbok, aku tidak mungkin jadi kekasihmu, memangnya kenapa?"

"Oh itu hehe, iya rasanya memang tidak mungkin, mengingat kehidupan kita yang sangat berbeda, bagaikan langit dan bumi. Mba Husna layaknya putri kerajaan yang sangat jelita, tidak mungkin juga mau menjadi kekasih dari lelaki yang hanya pesuruh." Jelas Aryo.

" Tapi aku adalah tipe perempuan yang tidak memandang materi, jadi kurasa mungkin saja hal itu terjadi."

Aryo seketika terdiam, dengan wajahnya yang mulai memerah, entah kenapa ucapan Husna itu membuatnya merasa seolah Husna memberinya harapan.

"Oh ya, boleh aku meminta nomor ponselmu?" Tanya Husna lagi.

Tak tunggu lama, Aryo pun langsung setuju untuk memberikan nomor ponselnya pada Husna.

Sejak saat itu, komunikasi di antara mereka tidak pernah terputus. Di malam hari, Husna ternyata sering teleponan dengan Aryo hingga larut malam, seolah tak pernah kehabisan topik pembicaraan, bahkan mereka pun sudah beberapa kali melakukan pertemuan untuk sekedar menghabiskan waktu untuk makan siang dan berbincang singkat, dan tentunya tidak ada siapapun yang tau, terutama Ardito.

Seiring waktu, semakin seringnya pertemuan dan perbincangan yang mereka lalui, membuat perasaan yang mereka rasakan satu sama lain kian membesar dan semakin susah untuk di tutupi. Hingga akhirnya Aryo memberanikan diri untuk menyatakan perasaannya pada Husna, dan tentu saja perasaan itu di sambut dengan suka cita oleh Husna yang juga memiliki perasaan yang sama pada Aryo, hingga akhirnya mereka pun resmi berpacaran secara diam-diam.

...Bersambung......

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!