Brukk!
Seorang ofice girl cantik menabrak seorang pria tampan, sehingga dirinya terjatuh dan berkas yang di bawanya pun berserakan di lantai.
"Kamu tidak papa?" tanya Pria yang di tabrak oleh ofice girl bernama tag Adira malikashafiya sembari mengulurkan tangannya.
Adira malikashafiya adalah seorang gadis cantik yang berasal dari panti asuhan, sejak bayi dia sudah berada di panti, dia tidak tau orang tuanya siapa dan berasal darimana? Yang dia tau dia hanyalah seorang anak yang terlantar. Kini dia bekerja sebagai ofice girl untuk membantu ibu panti membiayai adik-adiknya.
"Saya tidak papa." Adira langsung berdiri tanpa menerima uluran tangan itu
"Lagian, kamu itu aneh!"ucap Pria itu dengan tertawa kecil.
"Aneh kenapa ya, Pak?"tanya Adira sambil menatap orang itu heran.
"Aneh saja, kamu yang nabrak, kok kamu yang jatuh. Harusnya yang jatuh itu kan saya, karna saya yang kamu tabrak," jawab Pria itu.
"Maaf Pak, tadi saya buru-buru,"ucap Adira sembari memunguti berkas yang berserakan di lantai.
Pria itu juga ikut berjongkok untuk membantu Dira membereskan berkas-berkas yang berserakan tersebut. "Tidak usah pak, biar saya saja." Cegah Dira yang merasa tidak enak hati. Nama panggilannya adalah Dira.
"Tidak pa-pa, biar cepet selesai."Pria itu tersenyum dengan begitu manis.
Setelah selesai membereskan berkas, merekapun kembali berdiri. "Perkenalkan, Nama saya Revan Erlangga." pria itu mengulurkan tangannya.
"Jadi, bapak ini adalah Pak Revan, pemilik perusahaan ini?" kaget Dira.
"Iya," jawab Revan singkat.
"Maafkan saya pak, tadi saya benar-benar tidak sengaja. Jangan pecat saya pak, saya mohon."Dira menatap Revan dengan wajah memelas.
"Saya tidak akan memecat kamu, tapi dengan satu syarat," ucap Revan tersenyum penuh arti .
"Syarat apa ya, pak?"tanya Dira cemas.
"Sekarang kamu harus ikut makan siang dengan saya," pinta Revan.
"Tapi, pak..."
"Tidak ada tapi-tapian. Dan oh ya, Nama kamu siapa?"Revan menatap Dira dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Nama saya Adira Malikashafiya, pak," jawab Dira.
"Nama yang cantik, secantik orangnya."puji Revan.
Blus, pipi Dira memerah, ini adalah kali pertama dirinya di bilang cantik oleh lawan jenis.
"Bisa, berangkat sekarang?"tanya Revan.
"Hah, berangkat kemana?" Dira mendadak bleng..
"Makan siang lah, kemana lagi? Atau kalau kamu mau, kita ke KUA saja."goda Revan.
"Eh, em. Tapi saya masih bekerja pak, tidak mungkin saya bisa keluar untuk makan siang," jelas Dira gugup.
"Tentu saja bisa, saya kan bosnya," ujar Revan.
"Baiklah, pak. Tapi tunggu sebentar, saya mau mengantar berkas ini dulu," ucap Dira yang di balas Revan dengan anggukan kepala.
Setelah Dira kembali, mereka pun langsung saja pergi makan siang, Revan membawa Dira ke restoran yang paling mewah. Sampai Dira tidak mengetahui apa saja makanan yang terhidang di hadapannya.
Setelah kejadian tabrakan yang berujung perkenalan hingga makan siang itu. Mereka berdua menjadi semakin dekat, Bahkan Revan secara terang-terangan mendekati Dira di hadapan para karyawan nya. Alhasil banyak sekali karyawan wanita yang merasa iri dan juga membenci Dira. Sering kali Dira mendapat buliyan dan juga hinaan karena kedekatannya dengan Revan. Padahal dia sudah berusaha untuk menghindar, tetapi tetap saja Revan selalu mencarinya.
"Kenapa kamu selalu menghindari saya?"tanya Revan menatap tajam Dira.
"Saya hanya merasa tidak pantas saja berdiri disamping bapak, saya ini hanya seorang og pak. Sedangkan bapak adalah pemilik perusahaan ini." jawab Dira.
"Saya tidak peduli siapapun kamu, yang saya tau, saya mencintai kamu. Dan ingin memilikimu."ucap Revan.
"Apa? Bapak mencintai saya? saya tidak salah dengar."kaget Dira.
"Tidak, saya memang mencintai kamu. Saya tau ini terlalu cepat, bahkan kita baru kenal beberapa bulan saja. Tapi entah kenapa? perasaan ini semakin hari semakin dalam."jelas Revan.
"Tapi saya hanya sorang og, pak. Saya tidak pantas dicintai oleh bapak. Lebih baik, bapak cari wanita lain saja," tutur Dira yang merasa tidak pantas bersanding dengan Revan.
"Saya tidak peduli, mau kamu og atau apapun itu. Yang jelas saya mencintai kamu, saya mohon terima cinta saya. saya janji, saya akan berusaha untuk membahagiakan kamu."Revan menggenggam tangan Dira.
"Adira Malikashafiya. Maukah kamu menjadi istriku? dan juga Menjadi ibu dari anak-anaku?"Revan berjongkok di hadapan Dira, sambil mengeluarkan sebuah kotak cincin lalu dia membukanya.
"Apa kamu akan menerima aku apa adanya?"tanya Dira.
"Pasti."Jawab Revan yakin.
"Meskipun, aku adalah anak yang tidak jelas asal-usulnya?"
"Ya, aku akan menerima apapun itu! So, gimana jawaban kamu?"Revan menatap lekat manik mata indah Dira.
"Aku mau!"jawab Dira.
"Benarkah?"Revan memastikan.
"Ya, benar."Dira tersenyum manis.
"Aku bahagia sekali."Revan memasangkan cincin berlian di jari manis Dira dan mengecup punggung tangan Dira, lalu dia segera berhambur memeluk Dira.
"Terimakasih, aku janji. Aku akan berusaha untuk membuat kamu bahagia,"Revan semakin memeluk erat Dira.
"Terimakasih juga, karna kamu sudah menerima aku apa adanya."Dira membalas pelukan Revan.
Setelah lamarannya diterima oleh Dira, Revan memutuskan untuk segera menikahi Dira. Dia pun memberitahukan perihal niatnya pada sang ibu, tapi sayang ibunya tidak merestui niat Revan untuk menikahi Dira, setelah Revan menceritakan asal-usul Dira. Tapi Revan tidak menyerah begitu saja, dia tetap memperjuangkan Dira, bahkan Revan sampai mengancam tidak akan mengelola perusahaan. Dan dia juga akan keluar dari keluarga Revanga, jika sang ibu tetap tidak mendukung keputusannya. Alhasil Tamara, ibu dari Revan pun menyetujui keputusan Revan, meski dengan berat hati, Tamara tidak rela, jika anak bungsunya mempunyai istri yang tidak jelas asal-usulnya. Dengan segala halang rintangan yang terjadi, akhirnya Revan bisa menikahi Dira, meskipun dia tau sang ibu tidak menyukai istrinya, tapi Revan berjanji, dia akan membuat Tamara menyukai Dira.
"Mas, apa kita akan tinggal disini?"tanya Dira saat dia baru saja menginjakan kakinya di rumah yang begitu besar itu.
"Iya, apa kamu tidak suka tinggal di sini?"Revan menatap sang istri penuh selidik.
"Tidak, Mas. Aku suka kok tinggal di sini."Jawab Dira tersenyum kaku.
"Maafin ibu aku ya, jika nanti dia mengatakan suatu hal yang membuat kamu tersinggung."ucap Revan.
"Iya, Mas. Lagian sekarang kan! Ibu kamu adalah ibu aku juga."Dira tersenyum tulus.
"Ya sudah, kita kekamar yuk!"Dira mengangguk sembari tersenyum tipis.
Ini adalah malam pertama mereka, tadi siang mereka telah melangsungkan pernikahan, di gedung milik keluarga Revanga. Pernikahan mereka cukup sederhana, tidak terlalu glamor dan juga mewah. Rekan bisnis Revan pun hanya beberapa saja yang di undang.
Tadinya mereka ingin menginap di sebuah hotel, tapi tidak jadi, karna Tamara melarangnya dia bilang akan buang-buang waktu dan juga pemborosan jika menginap dihotel. Alhasil mereka pun langsung saja pulang kerumah besar milik keluarga Revanga.
Dari awal Dira mengenal sang ibu mertua, sangat terlihat jelas sekali jika Tamara tidak menyukainya. Hanya tatapan sinislah yang menyambut kedatangannya setiap kali mereka bertemu. Bahkan sampai Dira resmi menikah dengan Revan pun, Tamara sama sekali tidak menunjukan wajah bahagianya. Dia masih saja menatap Dira dengan tatapan kebencian. Tapi Dira membalasnya dengan senyuman yang begitu tulus, dia sangat berharap semoga suatu saat ibu mertuanya akan luluh dan akan menerima dia apa adanya.
Hallo readers, jangan lupa tinggalkan jejak kalian ya😊
Like👍 Comen dan juga Vote ya!!!
Author mohon dukungannya dari kalian semua🙏🙏
Sembilan tahun sudah usia pernikahan Dira dan juga Revan, Dira yang sekarang bukan lagi Dira yang dulu, kini Dira bukan lagi seorang gadis remaja yang sangat periang, dia telah menjelma menjadi seorang wanita dewasa. Usianya kini sudah menginjak 26 tahun, Karna dulu dia menikah saat usianya baru 17 tahun.
Saat ini Dira telah di karuniai dua orang anak, satu laki-laki dan satunya lagi perempuan. Dira sangat bersukur karna telah menjadi seorang ibu di usianya yang masih muda, dia juga bersyukur karna tuhan telah memberinya dua malaikat yang begitu berharga dalam hidupnya. Meskipun kehadiran mereka tidak diinginkan oleh sang ibu mertua, bahkan kini kedua anaknya ikut serta menjadi sasaran kebencian mertuanya.
Tambah lagi sekarang ada Renata, kakak perempuan dari Revan yang tinggal bersama mereka, karna dia telah diceraikan oleh suaminya. Kehadiran Renata membuat Dira semakin tertekan berada dirumah itu, karna Renata juga tidak menyukainya bahkan Renata begitu membenci Dira.
Seperti inilah keseharian seorang Adira. Bangun pagi-pagi sekali, langsung beres-beres, lalu dia membuat sarapan, lanjut lagi mencuci baju seluruh penghuni rumah besar itu. Tidak hanya sampai disitu, saat menjelang siang pun dia masih saja berkutat dengan pekerjaan rumah yang lainnya.
"Lelah sekali rasanya,"lirih Dira sambil mengambil jemuran yang sudah kering.
"Banyak sekali, Kapan kelarnya kalau nyetrika sebanyak ini."lirihnya lagi sambil melangkahkan kakinya menuju keruangan tempat menyetrika pakaian.
Sesampainya disana, Dira segera menyetrika baju yang di bawanya tadi. Dengan gesit dan juga telaten Dira menyetrika tumpukan baju itu satu persatu.
"Woy, udik. Setrikakan baju ku, jangan lama-lama. Karna aku ingin memakainya sekarang."ucap Renata melempar bajunya tepat di wajah Dira.
"Iya, Mbak."Dira mengambil baju yang berada di wajahnya.
Renata pun berlalu pergi darisana, setelah Renata pergi Dira segera menyetrika baju yang Renata lemparkan tadi dengan pelan dan juga hati-hati.
Setelah selesai menyetrika baju Renata, Dira langsung menggantung baju itu. Lalu dia kembali menyelesaikan pekerjaannya yang tadi sempat tertunda.
Beberapa saat kemudian.
"UDIIIKKK."teriak Renata begitu menggelegar di ruangan itu.
"Iya, Mbak. Kenapa?"Dira langsung menghentikan kegiatannya, lalu dia menatap ke arah Renata.
"Kenapa kamu tidak mengantarkan bajuku, hah? kamu sengaja ya? Supaya aku telat pergi, iya?"Renata menatap tajam Dira.
"Bukan begitu Mbak, aku pikir Mbak yang mau mengambilnya kesini."ujar Dira.
"Kamu, pikir! aku tidak punya pekerjaan lain, hah? Sampai aku harus bulak-balik kesini."bentak Renata.
"Maaf, Mbak."Dira menunduk.
"Maaf, kamu bilang? gak semudah itu!"Renata berjalan mendekati Dira dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Dengarkan aku baik-baik, perempuan udik! aku tidak akan membiarkan kamu hidup tenang berada dirumah ini, aku akan membuat kamu semakin menderita."ucap Renata kemudian dia meraih setrikaan panas yang berada dihadapannya, dan..
"Aw, panas Mbak."ringis Dira kepanasan, saat setrikaan itu mengenai punggung tangannya.
"Panas, ya? Kalau begini bagaimana?"Renata tersenyum puas, sambil menekan kuat setrikaan yang masih menyala itu.
"Ampun, Mbak. Ini panas sekali, stop Mbak, aku mohon. Ampun Mbak!"lirih Dira memohon.
"Ini belum seberapa, aku akan melakukan hal yang lebih kejam daripada ini. Selama kamu masih berada dirumah ini, camkan itu!"Renata menghempaskan setrikaan itu dengan kasar, lalu dia segera beranjak pergi darisana.
"Aw, panas sekali, mana perih lagi."lirih Dira, sambil mencabut colokan setrikaan itu, lalu dia segera pergi dari sana menuju ke dapur.
Setelah sampai di dapur, Dira segera membuka keran air, lalu dia menaruh tangannya di kucuran air itu.
"Diraa."teriak Tamara begitu menggelegar hingga membuat telinga Dira berdengung.
"Iya, bu."Dira segera mematikan keran, lalu dia terburu-buru menghampiri Tamara.
"Kenapa, bu?"tanya Dira saat dirinya sudah berada dihadapan Tamara yang sedang berada diruang keluarga.
"Pijat kaki, saya!"perintah Tamara yang sudah menyelonjorkan kakinya.
"Tapi bu, tangan aku lagi sakit. Boleh tidak mijatnya nanti saja?"pinta Dira karna punggung tangannya terasa begitu panas dan juga perih.
"Saya nyuruhnya sekarang! bukan nanti. Lagian kamu itu lemah sekali, luka segitu saja sakit! Dasar cengeng."cibir Tamara.
"Tapi ini perih sekali bu."bela Dira.
"Saya tidak peduli, cepet pijet kaki saya!"Tamara menatap nyalang Dira.
"Baik, bu."dengan terpaksa Dira mengiyakan.
Dira pun duduk disamping kaki Tamara, dia mulai memijat kaki itu perlahan, sakit dan juga ngilu rasanya saat tanganya di gerakan, Sesekali dia juga meringis.
"Lebih keras, kamu itu mijet kok kayak siput."ledek Tamara.
Dira menuruti apa yang Tamara katakan.
"Ahh, kamu mau bunuh saya, hah?"teriak Tamara.
"Kan tadi ibu, yang minta lebih keras lagi."ujar Dira.
"Saya minta lebih keras, bukan di teken begitu. Dasar tidak becus, menantu tidak berguna! Kamu itu bisanya apa sih? Apa keahlian kamu itu cuma nyusahin orang saja, hah?"Tamara menatap tajam Dira.
"Maaf, bu."ucap Dira.
"Cepat pijat lagi. Sesekali jadi orang itu harus berguna, bukan cuma menyusahkan orang saja bisanya!"ucap Tamara sinis, Dira pun kembali melanjutkan pijatannya kembali.
Satu jam telah berlalu tapi Dira masih saja memijat kaki Tamara, tangannya sudah terasa pegal, Tapi Tamara belum mengijinkannya untuk berhenti, pegal, panas, perih. Semua menjadi satu, sesekali dia meniup punggung tangannya, guna mengurangi rasa panas dan juga perih yang mendera.
"Bu, sudah dulu ya. Aku mau masak untuk makan siang, sebentar lagi pasti Mas Revan pulang!!"ucap Dira.
"Yasudah cepat sana! Tapi sebelum masak kamu bikinin saya salad buah sama jus jeruk."Tamara mengibaskan kakinya, lalu dia duduk di sopa dan langsung menyalakan TV.
"Baik, bu."Dira segera melangkah kan kakinya menuju kedapur.
Sesampainya disana, Dira langsung membuka kulkas lalu dia mengeluarkan beberapa jenis buah-buahan dan segera mencucinya, setelah itu dia lanjut memotong-motong buah-buahan itu untuk di jadikan salad.
Setelah selesai membuat salad, Dira langsung membuat jus jeruk. Setelah semuanya siap Dira langsung mengantarkannya keruang keluarga.
"Ini, bu. Salad dan jus jeruknya!"Dira meletakannya dihadapan Tamara.
"Eits, tunggu dulu. Buatkan aku kentang goreng sama jus jambu, yang enak. Awas kalau tidak enak."ucap Renata saat Dira hendak melangkahkan kakinya menuju kedapur. Sepertinya Renata baru saja tiba dari luar, jika dlihat dari penampilannya.
Dira mengangguk samar sambil melangkahkan kakinya, saat dirinya sudah berada didapur dia segera mempersiapkan bahan-bahan untuk membuat kentang goreng, cukup lama Dira berkutat di dapur, hingga akhirnya kentang goreng pesanan Renata pun jadi. Tinggal satu lagi, yaitu membuat jus jambu.
Setelah semuanya beres, Dira kembali melangkah menuju ruang keluarga dengan membawa sebuah nampan.
"Silahkan Mbak!"Dira menatanya di hadapan Renata.
"Bikinin saya juga, sepertinya enak. Minumnya jus mangga."lagi-lagi Dira berhenti saat dirinya hendak melangkah.
Dira tidak menjawab, dia langsung saja melangkah kedapur untuk membuatnya. Lelah? Tentu saja! Tapi mau bagaimana lagi, mungkin jalan hidupnya memang harus seperti ini, dia akan mengikuti kemana takdir tuhan akan membawanya.
"Silahkan bu."Dira meletakan piring yang berisi kentang goreng dan juga satu gelas jus mangga di hadapan Tamara.
"Cuihh, cuihh, makanan apa ini? Kenapa rasanya asin sekali? Kamu tau kan? Saya itu punya darah tinggi. Kamu sengaja ya! Supaya saya cepet mati, iya?"Tamara memuntahkan kentang yang sedang dia kunyah.
"Maaf, bu. Tadi aku udah cobain dan rasanya pas, kok!"ucap Dira.
"Jadi, kamu pikir ibu aku berbohong begitu?"Renata berdiri lalu dia menjambak Rambut Dira kuat.
"Bukan gitu, Mbak!"ucap Dira meringis.
"Jadi, maksud kamu apa, hah?"Renata semakin memperkuat jambakannya.
"Ampun Mbak! Sakit."mohon Dira.
"Sakit, ya? Makannya, kamu jangan pernah berani macem-macem sama ibu atau pun sama aku. Kalau tidak! kamu akan tau akibatnya!"ancam Renata.
"Iya, Mbak. Aku mohon lepaskan Mbak, ini sakit."lirih Dira.
"Cih, lemah."Renata melepaskan jambakannya dengan kasar, hingga Dira hampir terhuyung.
Plak!
Plak!
Setelah jambakan Renata terlepas, Tamara langsung menyambutnya dengan tamparan yang begitu keras dikedua pipi Dira.
"Itu adalah pringatan, supaya kamu tau siapa yang berkuasa di rumah ini. Jadi jangan pernah kamu membantah, atau pun berani macam-macam terhadap kami."Tamara mencengkram kuat dagu Dira.
"Baik, bu."ucap Dira dengan menahan air matanya yang hendak jatuh, Tamara pun melepaskan cengkramannya.
"Kalau begitu, aku pamit kedapur dulu bu, Mbak. Aku mau masak untuk makan siang."Dira berusaha untuk tetap tersenyum lalu dia segera melangkah menuju kedapur.
Tapi baru saja hendak melangkah, Dira sudah melihat suaminya berada didepan pintu. Dira pun langsung saja menghampiri suaminya.
Mohon dukungannya readersku😊
Like👍 comen and vote ya🙏🙏
Dukungan kalian sangat berarti bagi author💕💕
"Mas, kamu sudah pulang?"tanya Dira sambil menghampiri Revan.
"Iya, aku ingin makan siang dirumah."Jawab Revan dingin, Dira heran kenapa suaminya menjadi dingin seperti ini.
"Maaf Mas, aku belum sempat masak."ucap Dira merasa bersalah.
"Ya sudah, kalau begitu aku akan makan siang di luar."ujar Revan yang hendak melangkah.
"Tunggu, Mas. Biar aku masakin."cegah Dira.
"Tidak usah, biar aku makan diluar saja."Revan segera pergi meninggalkan Dira yang masih berdiri di ambang pintu.
"Kenapa Mas Revan menjadi dingin seperti ini?"lirih Dira.
"Udikk, sini kamu."panggil Renata.
"Iya Mbak."Dira segera menghampiri Renata.
"Belikan kita makanan, di restoran yang sedang Viral itu."perintah Renata.
"Baik, Mbak sama ibu mau di belikan makanan apa?"tanya Dira.
"Apa saja, yang penting menu yang paling sepesial disana."Jawab Renata.
"Dan uangnya, pakai uang kamu saja."timpal Tamara.
"Baik bu, aku permisi."Dira melangkahkan kakinya keluar dari rumah.
Adira pergi menuju restoran dengan menaiki angkot, meskipun di rumah besar Revanga terdapat banyak mobil, tapi Dira tidak di perbolehkan untuk menggunakannya.
Dira sudah terbiasa berdesak-desakan di dalam angkot seperti ini, meskipun dia selama ini hidup di rumah mewah, tapi dia tetaplah Dira yang dulu. Dira yang penuh dengan kesederhanaan, hanya saja sekarang dia sudah menjadi lebih dewasa.
Sesampainya Dira di restoran itu, dia langsung saja melangkahkan kalinya menuju kedalam.
Deg!
Jantung Dira berdetak begitu kencang, tubuhnya juga melemas seketika, saat dia melihat pemandangan yang begitu menyakitkan tepat di hadapan matanya.
"Mas Revan."lirih Dira saat dia melihat suaminya tengah menyuapi seorang wanita yang sangat cantik.
"Apakah ini alasan mu menjadi dingin kepadaku?"sambung Dira dengan bibir yang bergetar menahan tangis.
Perlahan-lahan Dira melangkahkan kakinya untuk menghampiri Revan yang tidak menyadari akan kehadiran dirinya.
"Mas,"panggil Dira begitu lirih.
"Dira, sedang apa kamu disini?"Revan melirik orang yang memanggilnya dan ternyata itu adalah istrinya.
"Kamu yang sedang apa disini, Mas? kenapa kamu bermesraan dengan wanita itu."ucap Dira sambil menunjuk wanita yang sedang bersama Revan.
"Aku sedang makan siang disini. Dan oh ya, kenalkan, dia adalah Maudy. Kekasihku."ujar Revan santai.
"A-apa, kekasih? jadi, selama ini kamu menghianatiku Mas?"Dira menatap Revan dengan berkaca-kaca.
"Kalau iya, memangnya kenapa? kamu keberatan?"Revan menatap Dira dengan begitu dingin.
"Jahat, kamu Mas. Kamu tega menghianati pernikahan kita. Kenapa kamu melakukan ini, Mas? kenapa?"ucap Dira sambil memegangi dadanya yang terasa begitu sesak.
"Kamu tau, kenapa aku melakukan ini?"
"Kenapa, Mas?"
"Itu, karna kamu. Karna kamu yang tidak bisa merawat diri, kamu sadar tidak, kalau kamu itu sangat jelek, dekil, dan juga kampungan. Aku malu mempunyai istri seperti mu Dira."ujar Revan penuh penekanan.
"Aku juga ingin, merawat diri, Mas. Tapi kamu tau kan? seperti apa aku dirumah. Aku diperlakukan layaknya seorang pembantu oleh ibu mu, bahkan sampai aku tidak punya waktu untuk mengurus diriku sendiri."tutur Dira.
"Kamu jangan menjadikan pekerjaan Rumah sebagai alasan, karna itu adalah tugas seorang istri. Bilang saja jika kamu itu tidak becus."sahut Maudy kekasih Revan.
"DIAM, KAMU."bentak Dira menatap nyalang Maudy.
"KAMU YANG DIAM."balas Revan dengan menatap Dira tajam.
"Benar apa kata Maudy, pekerjaan rumah adalah tugas seorang istri. Jadi, jangan pernah kamu jadikan itu sebagai alasan."hardik Revan.
"Kamu tega Mas, kamu bentak aku? demi wanita itu."ucap Dira tidak percaya.
"Iya, karna aku mencintai Maudy."
"Ini semua tidak benar kan, Mas? kamu tidak mungkin mencintai wanita itu, kamu hanya mencintaiku, kan Mas?"Dira mengenggam tangan Revan.
"Apa? mencintai kamu? Mimpi. Dengarkan aku baik-baik Adira. Aku tidak pernah mencintai wanita seperti kamu, aku ini masih waras, tidak mungkin pria sukses dan tampan sepertiku mencintai wanita jelek dan juga tidak jelas asal-usulnya seperti mu. Punya otak itu di pakai, apa mungkin? seorang pangeran sepertiku mencintai upik abu, seperti dirimu."jelas Revan sambil menghempaskan tangan Dira kasar.
"Lantas, kenapa kamu menikahiku, Mas? jika kamu tidak mencintaiku?"tanya Dira yang sudah berlinang air mata.
"Aku menikahimu karna sebuah alasan. Dan jangan tanyakan apa alasan itu, karna sampai kapan pun, aku tidak akan memberitahumu."Jawab Revan dengan mencengkram dagu Dira begitu kuat.
"Jadi, kata cinta yang kamu ucapkan selama ini? adalah kebohongan semata. Dan pembelaan kamu, hanyalah sandiwara saja."Dira menatap Revan penuh kekecewaan.
"Kamu benar sekali, makannya jadi orang jangan terlalu bodoh. Jadi, gampang kan di kibulin. Revan itu hanya mencintaiku, mana mungkin dia mencintai wanita sepertimu? sadar woy, ini dunia nyata. Bukan sebuah dongeng tentang sang pangeran yang mencintai seorang upik abu."ucap Renata sembari bergelayut manja ditangan Revan.
"Ya, selama ini aku memang bodoh. Aku bodoh karna telah mempercayai bajingan seperti mu Revan."Dira menatap Revan penuh kebencian.
"Baru sadar, kalau kamu itu bodoh, hah. Selama ini kemana saja. Yuk sayang kita pergi darisini, kita cari restoran lain saja."ucap Revan sambil merangkul bahu Maudy, lalu dia melangkah pergi darisana meninggalkan Dira yang masih mematung.
"Sayang? selama ini dia tidak pernah memanggilku sayang. Yah aku memang bodoh, kamu sangat bodoh Dira. Hiks, mengapa semua ini terjadi padaku? mengapa?"tangis Dira pecah, dia tidak peduli dengan orang-orang yang tengah menatapnya.
Dira pun melangkahkan kakinya keluar dari restoran itu, dia berjalan tak tentu arah. Pikirannya saat ini sangatlah kacau, dia tidak percaya suami yang begitu dia sayangi dan dia cintai tega menghianatinya. Dan lebih parahnya lagi, ternyata cinta dan kebaikan Revan selama ini hanyalah sandiwara semata, dia sangat bodoh sekali sehingga bisa mempercayai cinta palsu Revan. Selama ini dia pikir Revan tulus mencintainya, tapi nyatanya, tidak.
"Sebenarnya apa alasan Revan menikahiku?"gumam Dira.
"Aku tidak boleh lemah seperti ini, aku harus bisa bangkit. Aku akan buktikan pada Revan kalau aku juga bisa cantik, bahkan lebih cantik dari wanita itu."ucap Adira sambil menghapus air matanya.
"Lihat saja, Revan. Aku akan membuat mu bertekuk lutut padaku, dan aku juga akan mencari tau apa alasan mu menikahiku."tekad Dira yakin.
Setela dia merasa cukup tenang, dia pun melangkahkan kakinya menuju ke sebuah salon ternama di kota itu.
Dira melangkahkan kakinya masuk kedalam salon itu, dia menemui manajer salon itu untuk berkonsultasi supaya dirinya bisa secepatnya berubah menjadi cantik, dan juga menawan.
"Kulit kamu hanya perlu perawatan saja, supaya kulit kamu menjadi lembut dan juga mulus. Karna kulit kamu kering, kekurangan nutrisi. Kamu tenang saja, dengan beberapa bulan. Kamu bisa mendapatkan hasil yang memuaskan."Jelas manajer salon itu.
"Apa aku bisa cantik, Mbak?"tanya Dira.
"Tentu saja, wajah kamu memang cantik pada dasarnya. Hanya saja kamu tidak pernah merawatnya, jadi wajahmu sangat berminyak, dan itu juga yang memicu jerawat-jerawat tumbuh di wajahmu."Jawab manajer itu.
"Apa, bekas jerawat ini akan hilang Mbak?"tanya Dira lagi.
"Panggil saja, aku Mira. Sepertinya kita seumuran. Dan untuk bekas jerawat kamu, itu pasti akan hilang, jika kamu rajin perawatan."ujar Mira.
"Baiklah, Mira. Kalau boleh tau berapa harga yang harus ku bayar jika perawatan disini?"
"Kamu tenang saja, aku akan kasih diskon khusus untukmu."
"Wah, benarkah? terimakasih Mira."Dira sangat bahagia.
"Iya, dan satu lagi. Kamu juga harus olah raga, supaya tubuh kamu bisa terbentuk dengan sempurna."ujar Mira.
"Harus olah raga juga?"
"Ya, supaya tubuh mu padat dan berisi, juga tidak bergelambir. Aku yakin kamu akan berubah menjadi cantik dan juga sempurna."
"Terimakasih Mira, kau sudah membantuku."
"Sama-sama, Dira. Aku pernah berada di posisimu. Aku senang kau datang kesini, jadi aku bisa membantumu."ujar Mira.
"Kau tau masalahku, Mira?"tanya Dira kaget.
"Tentu saja, bahkan aku menyaksikan pertengkaranmu dari awal sampai akhir. Hingga membuatku tidak selera makan, Karna melihat tingkah suamimu dan juga selingkuhannya itu."jelas Mira.
"Yaampun, maafkan aku Mir, aku tidak sadar kalau tadi aku bertengkar di tempar umum."ujar Dira.
"Tidak papa Dir, justru aku sangat kasihan sekali padamu. Suamimu benar-benar biadab, aku janji, aku akan membantumu berubah menjadi cantik. Supaya dia menyesal karna telah menyia-nyiakan wanita sebaik dirimu."
"Terimakasih."
***Mohon dukunganya kakak-kakak. karna novel ini sedang ikut event🙏
jadi di mohon untuk meninggalkan jejak setelah membaca😊
Like 👍 and Comen juga kritikannya💕 Vote juga ya☺***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!