BAB 1
“mbul! Bengek yah ? belum juga satu putaran lari udah bengek mbul” ejekan ini disambut tawa riuh teman sekelasnya.
Hari ini adalah ujian praktek olah raga di sekolah. Hari yang sangat dibenci oleh Mahira Shanum karena setiap pelajaran olah raga, dia selalu menjadi bahan tertawaan teman sekelasnya.
“Nama gue Shanum! Bukan Gimbul!”sambil ngos-ngosan Shanum bermaksud membentak teman temannya.
Shanum lalu bergumam lirih.“Gue harus buktikan ke mereka kalau gue bisa lulus praktek olah raga! Tinggal rolling aja apa susahnya! Cuma berguling kan!”
Shanum sudah bersiap diatas matras mengambil ancang-ancang untuk berlari ke papan tumpuan dan rolling 1 putaran. Dengan tekad bulat ia berlari menguatkan kaki dan tangannya. Saat tangannya berada diatas papan tumpuan dan menopang badannya, tiba-tiba…
BRAAAKKKK…
Papan tumpuan sebanyak tiga susun itu patah. Tak hanya itu. Matras sebagai pelindung badan Shanum pun robek tak kuat menahan tekanan berat tubuh Shanum.
Kejadian ini membuat semua yang ada dilapangan tertawa riuh. Shanum seolah mempermalukan dirinya sendiri di depan banyak orang.
Pak Saad selaku guru olah raga langsung menghampiri Shanum. “Kamu sudah merusak property sekolah! Kamu harus bertanggung jawab! Saya akan memanggil orang tuamu ke sekolah besok! Dan kamu tidak boleh ikut Ujian praktek olah raga lagi!”
Bukannya kasian, Teman-teman Shanum malah menertawakan nasib Shanum. “makanya mbul.. mbul! Badan Gimbul kok dipelihara? Nyusahin orang aja! Hahaha..”
Shanum merasa tidak terima mendengar ejekan itu. Ia hendak menonjok anak yang sudah menghinanya. Saat mengangkat tangannya tiba-tiba, Kreeekkk.. lengan bajunya sobek dan membuat anak-anak yang ada dilapangan semakin terpingkal-pingkal menertawakannya.
Shanum mulai tak kuat menahan air matanya untuk menetes. Ia memegang bajunya yang sobek dan berlari kehalaman belakang sekolah. Saat sampai dikoridor, BRUUKKK… ia menabrak dua orang siswa yang berjalan berlawanan arah dengannya. Dengan sigap Shanum membantu kedua siswa yang terpelanting tubuh Shanum tadi untuk berdiri.
Karena kesal, salah satu siswa tadi reflek menyalahkan Shanum. “Haduh Mbul! Lari itu lihat depan! Udah badan segede Gajah! Main nabrak orang aja!”
“Maaf” Shanum memang merasa dirinya bersalah. Ia menarik tangan satu persatu siswa tersebut untuk berdiri. Saat menggapai tangan siswa kedua, shanum sempat termangu melihat wajah tampan siswa tersebut.
“Aldo, kamu gak papa ? Apa kamu terluka?” Shanum memang menyimpan rasa pada Aldo, seorang siswa tampan yang menjadi bintang sekolah.
“Gak papa kok, Aku kan kuat. Masak jatuh gitu aja sampe luka.” Aldo memperhatikan wajah Shanum dan baju Shanum yang robek. “Kamu habis nangis yah? Kok mata kamu sembab?" Aldo lalu melepas jaket yang ia kenakan dan memberikan pada Shanum. “kamu pakai ini saja buat nutupin lenganmu.”
Merasa mendapat perhatian dari cowok famous di sekolahnya, membuat Shanum merasa berbunga-bunga dan melupakan semua kesedihannya.
Sementara Aldo yang tengah berada di kantin Bersama teman-temannya mulai membicarakan Shanum. “Do, Lu kok mau-maunya sih ngasih jaket lu buat si Gimbul? Apa gak sayang tuh jaket?” Ujar teman Aldo yang tadi bersamanya.
“Enggak Lah! Gua ikhlas kok ngasih buat dia. Lagian itu jaket juga dikasih Lena anak si tukang kebun. Ogah banget gua makenya! Aldo bercerita sambil tersenyum sinis. “Lagian juga mana cukup si Gembul pake jaket itu. Badannnya aja udah segede Kuda nil, Bisa robek juga Jaket itu dipake dia” Hahahaa… Aldo dan teman-temannya tertawa setelah mengejek Shanum habis-habisan.
Sementara itu Shanum yang masih merasa berbunga-bunga atas perhatian Aldo berjalan ke arah parkiran motor sambil senyam senyum. Hingga tanpa sadar Badannya menyenggol motor disebelahnya sehingga membuat motor itu roboh menimpa motor sebelahnya sampai lebih dari 5 motor yang roboh akibat ulah Shanum.
Si pemilik motor yang melihat kejadian itu langsung melapor ke tukang parkir sekolah. “itu pak yang ngerobohin motor saya! Heh Gimbul! Jalan pake mata! Jangan ngelamun aja! Udah badan segede container, pake nyeruduk motor!”
Karena kejadian tadi membuat Shanum lemas dan sedih. Sesampainya di rumah, ia langsung merebahkan dirinya di Kasur kamarnya. Ia menangis membayangkan lagi hari-hari yang telah ia jalani penuh hinaan dari orang-orang karena tubuh gemuknya.
Tok.. tok.. tok..
Pintu kamarnya diketuk oleh ibu tirinya yang bernama Erika. Erika kemudian masuk menghampiri Shanum di tempat tidur. “Kamu habis nangis? Kenapa sayang?” Erika membelai rambut anak tirinya itu. Shanum kemudian menceritakan kejadian yang ia alami di sekolah sambil terisak-isak. “Kenapa Tuhan menciptakanku dengan badan gemuk begini ma?”
“sssst.. sayang, jangan bicara begitu. Tidak usah memperdulikan teman-temanmu. Yang penting ada mama yang selalu menyayangimu. Mereka itu sebenarnya gemas dengan tubuhmu. Anak mama ini kan tubuhnya montok. Beberapa pria itu justru menyukai gadis bertubuh montok loh.”
Erika masih merayu Shanum untuk kembali bersemangat. “lebih baik kita makan sekarang. Kamu belum makan siang kan? Bibi sudah meyiapkan makanan kesukaanmu loh. Mama tadi juga membelikan cake coklat keju kesukaanmu. Yuk makan yuk.”
Erika mengajak Shanum ke meja makan. Ia mengambil nasi dua centong penuh dan dia letakkan di piring Shanum. Ia lalu mengisi piring Shanum dengan lauk pauk hingga piring itu penuh. “Habiskan ya sayang biar semangat kamu kembali lagi.” Tak lupa Erika meletakkan cake disamping piring Shanum. “ini hadiah untuk putri mama yang kembali ceria."
Tak perlu waktu lama, Shanum sudah menghabiskan semua hidangannya. ia membuka mulut dan tanpa ragu bersendawa di depan mama tirinya itu.
"Ma, Shanum pergi dulu ya. Shanum mau ke rumah kakek bahtiar." Shanum lalu mencium pipi ibu tirinya dan mengucapkan terimakasih kemudian berlalu pergi keluar rumah.
Sesampainya di halaman rumah kakeknya, Shanum berlari menghampiri kakek tersayangnya itu lalu memeluknya.
"kakek, gimana kabar kakek hari ini? Maaf ya kek, beberapa hari ini aku sibuk ujian. Aku tidak sempat main ke tempat kakek."
Tuan bahtiar lalu mengusap lembut kepala cucu tersayangnya itu. "bagaimana kabar kamu hari ini?"
"hari ini aku cukup sedih kek, tapi beruntung mama Erika bisa menenangkanku. aku dibelikan cake yang enak banget."
"kau harus berhati-hati dengannya! Kakek curiga dia tidak tulus menyayangimu." kakek bahtiar memperingatkan cucu kesayangannya karena tidak ingin Erika memanfaatkan cucunya itu.
"Kakek jangan buruk sangka sama mama. Mama itu baik kok. Buruk sangka itu dosa loh kek. Suudzon namanya."
"Kau itu sama saja dengan ibumu. Terlalu baik pada wanita ular itu! Hatimu terlalu mulia untuk menilai buruk seseorang nak."
Kakek bahtiar lalu mengajak Shanum untuk memeriksa hasil kebun.
Sementara dirumah Erika, Siska, putri kandung Erika baru datang dari sekolah. "eh..eh..eh.. jam segini baru nyampe rumah? Dari mana saja kamu? Shanum saja sudah pulang dari tadi."
"Mama mulai deh! banding bandingin aku sama shanum. Mama tuh kelihatan lebih sayang ke shanum dari pada anak kandungnya sendiri!" Siska menatap sebal pada mamanya.
"Semua yang mama lakukan juga buat kebahagianmu nak. kelak kamu akan mengerti semuanya." Erika hendak pergi meninggalkan Siska namun tertahan oleh pertanyaan yang keluar dari mulut putrinya itu.
"Shanum mana ma? kantanya sudah pulang?"
"Dia pergi ke rumah kakek bahtiar. Apa kau mau menyusulnya?"
Siska tidak menjawab pertanyaan mamanya. ia malah asik bermonolog. "Yes!! Shanum pasti pulang bawa uang banyak. besok bisa aku minta kesekolah." Siska bermaksud merebut uang pemberian kakek Bahtiar milik Shanum.
"kakek memang tidak pernah menyayangiku! Dia hanya menyayangi Shanum! Tidak akan kubiarkan Shanum menikmati uang kakek sendirian!"
BAB 2
Hari ini adalah hari santai di sekolah karena para siswa sudah selesai melaksanakan Ujian Nasional. Shanum melangkah keluar kelas hendak menuju kantin untuk membeli jajan.
Namun saat dikoridor depan kelas Aldo, ia melihat Aldo yang duduk lemas di depan kelas. Dengan penuh percaya diri, Shanum menghampirinya dan menawarkan bantuan.
"Aldo kamu kenapa? Kamu sakit?" Dengan segenap perhatian Shanum berikan kepada Aldo.
"Aku bukan sakit. Aku hanya lapar dan terlalu lemas untuk berjalan ke kantin. Apa kau mau menolongku untuk membelikan makanan di kantin?" Aldo masih dengan wajah lemasnya berbicara pada Shanum
"iyah.. Aku akan membelikan makanan untukmu. kamu tunggu disini saja yah." Shanum hendak pergi namun tertahan oleh perkataan Aldo.
"Bisa kah kau membelikan makanan untuk kedua temanku juga?" Masih dengan tatapan lemasnya Aldo berbicara pada Shanum.
Shanum hanya menganggukkan kepalanya. Ia bergegas menuju kantin untuk membeli 4 porsi makanan.
Setelah ia dapatkan makanan itu, Shanum menghampiri kelas Aldo lagi untuk menyerahkan makanan itu.
"kok empat? kan aku bilangnya 3, untukku dan kedua temanku." Aldo mengambil 3 bungkus nasi dan ia letakkan di atas meja bangkunya.
"Satunya itu untukku. Sebenarnya aku mau.." belum sempat selesai perkataan Shanum langsung dipotong oleh Aldo.
"Oh.. Kau bisa membawanya ke kelasmu. Bukankah kau lebih nyaman makan di bangkumu sendiri?"
Shanum tidak ingin melanjutkan perdebatan. Ia sadar kalau Aldo tidak nyaman makan sambil ditemani seorang gadis. Shanum berlalu pergi menuju kelasnya sendiri.
"Do, Lu tega bener. Anak orang lu suruh beli makan trus lu usir gitu aja!" ujar salah satu teman Aldo.
Aldo menjawab sambil terkekeh. "Biarin! salah sendiri dia mau gua suruh-suruh. Lagian kalau dia makan di depan gua, bisa ilang selera makan gua gara-gara lihat badannya!"
"Hati-hati sama omongan lu Do! Bisa jadi suatu saat Shanum malah jadi jodoh lu!" satu lagi teman Aldo mengingatkannya.
"Cih! Gak sudi gua! lelaki yang sehat dan waras pasti gak nafsu lihat bentuk badannya. sekrang gua tanya sama elu berdua, emang kalian mau punya jodoh kayak Shanum?" Kedua teman Aldo yang ditanya pun hanya menggeleng kepalanya. "Ogah kan kalian? Apalagi gua!"
Sementara itu Shanum yang sudah selesai makan di kelas masih memikirkan omongan Aldo.
"Aldo itu anaknya baik kok, mungkin tadi memang dia tidak nyaman jika makan didepan cewek." Shanum bergumam dalam hatinya.
Hari ini adalah pengumuman kelulusan para siswa siswi kelas 3. Shanum merupakan anak berprestasi disekolah. Ia selalu menjadi siswi dengan nilai tertinggi disekolah. Sampai pengumuman Ujian Nasional ini pun, nilainya paling tinggi di sekolah.
Dengan senang hati Shanum langsung pulang kerumah untuk menemui mamanya. Namun ia bingung karena dirumah sepi tidak ada orang. Ia keluar dan bertanya pada tetangga sebelah rumahnya.
Shanum diberitahu bahwa kedua orang tuanya tadi buru-buru pergi kerumah kakek Bahtiar. Muncul firasat buruk untuk kakeknya. Shanum lalu mengendarai motornya menuju rumah kakeknya.
Badan Shanum serasa terlepas dengan jiwanya saat melihat bendera kuning dipasang dipagar rumah kakeknya. Ia berlari masuk untuk menemui kakeknya.
Ia melihat tubuh kakeknya yang tertutup jarik dengan hidung yang disumbat kapas putih.
"KAKEEEEEEEKKKK" Shanum mendekat ke jasad kakeknya. mengguncang tubuh kakeknya berharap kakeknya akan terbangun.
Shanum semakin terisak tatkala ia sadar tubuh kakeknya sudah terasa dingin. "Kakeeeek! aku sayang kakek! kakek jangan tinggalin aku kek! aku gak mau hidup sendiri kek!"
Semakin serak suara Shanum akibat tangisan pilunya. "Kek, siapa yang akan mendengar keluh kesahku lagi kek? Siapa yang akan membelaku lagi saat aku dihina orang. Aku mohon kek, bangun kek. Peluk aku kek. Aku sayang kakek. aku gak mau kakek pergiiiiiii... Kakek banguuuun!!!"
Semua orang yang menyaksikan pun ikut terisak melihat kesedihan Shanum. Namun mereka harus meneruskan prosesi perawatan jenazah. Jasad kakek bahtiar lalu dimandikan, dikafani dan disholadkan.
Saat jenazah hendak dikebumikan, Shanum kembali menangisi kepergian kakeknya. Sampai semua prosesi selesai. Shanum dan kedua orang tuanya pun kembali kerumah mereka.
Shanum masih sangat terpukul dengan kepergian kakek Bahtiar yang tiba-tiba. Ia mengurung diri dikamar seharian.
Erika datang membawa makanan untuk Shanum. "Sayang, makanlah dulu. Mama tidak ingin kamu sakit nak. Bibi juga masak makanan kesukaanmu." Erika meletakkan nampan berisi makanan dan susu tinggi lemak dan gula itu dinakas samping tempat tidur Shanum.
"Sayang, mama tau kau sangat menyayangi kakek bahkan melebihi rasa sayangmu pada ayahmu sendiri. Tapi apa kamu tidak memikirkan mama? Mama juga menyayangimu nak. Mama tidak ingin kamu sakit. Makan ya nak ya?"
Erika lalu menyuapkan makanan kemulut Shanum. Shanum mulai tenang dengan kehadiran mama tirinya itu. Ia bersyukur karena masih ada orang yang menyayanginya. meskipun tak pernah sekalipun mama membelanya ketika dihina orang.
Erika lalu menyodorkan kertas dan pulpen kepada Shanum. "Nak, ini surat dari notaris. Peralihan harta kakek Bahtiar kepadamu. sesuai wasiatnya, kakek bahtiar akan mewariskan semua hartanya kepadamu. Kamu tanda tangani disini ya nak."
Tanpa membaca surat itu, Shanum langsung menandatangani berkas-berkas dihadapannya. Ia terlalu percaya pada ibu tirinya dan tidak berburuk sangka sedikitpun pada Erika.
Seminggu setelah kepergian Kakek bahtiar, Shanum sudah mulai tenang. Ia mulai bisa menerima takdirnya. Dan hari ini adalah jalan takdir lain untuknya.
Hari ini adalah hari pertunangannya dengan cucu tuan Luqman, seorang Tuan tanah paling kaya di daerah itu. keluarga besar Tuan bahtiar dan Tuan Luqman sudah berkumpul dirumah Shanum.
Shanum dan siska sudah didandani cantik dengan menggunakan kebaya tradisional.
Semua keluarga telah berkumpul diruang utama. Shanum dan siska keluar kamar dan betapa terkejutnya mereka setelah tau cucu Tuan Luqman yang dijodohkan ternyata adalah Aldo, cowok tertampan disekolah mereka.
Aldo pun terkejut melihat Shanum dan siska yang sudah didandani cantik duduk dihadapannya. Aldo merasa was was, ia takut jika yang dijodohkan dengannya adalah Shanum. Ia rela jika dijodohkan dengan siska. Karena siska yang berwajah cantik sudah menjadi incaran Aldo saat disekolah.
Perwalikan keluarga Bahtiar pun mengumumkan pertunangan ini. Bahwa sesuai surat wasiat Tuan Luqman yang akan menjodohkan cucu laki-lakinya dengan cucu perempua tuan bahtiar.
"Dihari yang berbahagia ini, dengan senang hati kami menyambut kedatangan keluarga luqman untuk pertunangan saudara Aldo dengan Mahira Shanum."
Mendengar nama Shanum yang disebut, Aldo sontak berdiri dan tidak terima dengan perjodohan ini.
"Tidak! saya menolak perjodohan ini! Saya tidak sudi dijodohkan dengan gadis gimbul ini. Saya masih waras!Tidak akan ada manusia waras yang mau menikahi gadis seperti dia!" Aldo yang hendak pergi ditahan oleh kedua orang tuanya.
"Nak jangan gegabah. Kalau kamu membatalkan perjodohan ini, semua harta kakekmu akan diserahkan pada desa dan kita tidak akan mendapat sepeserpun! Apa kamu mau kita jatuh miskin?" Papa Aldo mencoba merayu putranya.
"Tapi pa, aku tidak mau menikah dengan gadis gimbul itu!"
Suasana di ruang utama pun menjadi riuh. Setiap orang berbisik mengomentari kejadian ini. Dan ini membuat Erika merasa malu dihadapan keluarga besarnya. Ia begitu marah pada Shanum karena Shanum lah penyebab semua ini.
"Nak Aldo, kita harus menjalankan wasiat kakek. Kalau nak Aldo tidak mau menikahi Shanum, bagaimana kalau dengan putri cantikku bernama Siska? Siska kan juga cucu kakek bahtiar. Dan disurat kuasa tidak tertulis nama cucu yang harus menerima perjodohan ini kan?" Pernyataan Erika ini seolah sebuah solusi bagi keluarga tuan Luqman.
Aldo pun menerima perjodohan dirinya dengan siska. Erika tersenyum bahagia karena putri kandungnya kini menjadi menantu orang terkaya didaerah itu.
Sementara Shanum yang tidak percaya atas sikap mama yang ia sayangi itupun memilih pergi meninggalkan ruangan dan masuk ke kamarnya. Ia terisak merasa sakit hati atas sikap mamanya yang sama sekali tidak membelanya tapi justru menyerahkan perjodohannya pada siska.
Sampai acara pertunangan itu selesai dan semua tamu telah kembali kerumah masing-masing. Erika masuk kekamar Shanum untuk menemui anak tirinya itu.
"Mama? kenapa mama lakukan itu padaku? Mama menukar pertunanganku?"
Dengan sangat marah Erika menjawab pertanyaan Shanum dengan berteriak. "Kau yang membuat kami malu! Karena tibih gendutmu itu yang telah mempermalukan nama keluargaku di depan para tamu! Harusnya kamu berterimakasih karena Siska bersedia menggantikanmu!"
"Tapi bukankah mama yang selalu memberitahuku bahwa gendut itu bukan hal jelek? justru mama selalu menyuruhku makan, makan dan makan!" Shanum mencoba membela dirinya.
"Iyah! itu karena aku sengaja ingin menyingkirkanmu! supaya kamu tidak bisa mendapat perjodohan yang sudah lama direncanakan oleh kakemu!" Erika dengan menggebu-nggebu menceritakan masa lalu nya yang pahit.
Air mata Shanum mengalir deras ke pipinya. Ia sangat terluka mendengar semua dendam dan rencana licik mama tiri yang sangat disayanginya. Sampai tak satu katapun keluar dari mulutnya karena luka dihatinya kini sangat dalam.
"Sekarang aku sudah tidak membutuhkanmu! Aku sudah berhasil mengusai semua harta Bahtiar yang kau berikan kepadaku Saat kau menandatangani berkas-berkas itu!"
Erika kemudian memanggil 3 orang suruhannya dan menyeret tubuh Shanum untuk keluar dari rumah. Erika membayar ketiga orang tersebut untuk membuang Shanum ke Hutan yang jauh dari daerah mereka yang terletak dilereng pegunungan.
Bab 3
Ketiga orang itu menyekap Shanum di kursi belakang. Teriakannya seolah tenggelam karena mulutnya dibungkam dengan lakban. Tangan dan kaki juga diikat tali ke tubuhnya. membuatnya sulit untuk memberontak.
Meski begitu Shanum tetap tak menyerah. Ia guncang-guncangkan tubuhnya hingga membuat sopir kewalahan sehingga mobil itupun oleng dan hampir menabrak pohon di tepi jalan.
Si supir pun menjadi murka. Ia memberhentikan mobilnya hendak menyeret Shanum keluar. Namun karena tubuh Shanum berat, Ia hanya bisa menyeret lalu mendorong tubuh Shanum hingga terguling seperti bola.
Si supir melepas tali di kaki Shanum untuk menyiksa kakinya dengan golok yang ia pegang.
Melihat ada kesempatan, Shanum berdiri lalu mendorong orang itu dengan tubuh besarnya sampai orang itu tersungkur kebelakang. Saat kedua penjahat menolong temannya, Shanum langsung berlari masuk ke hutan menjauh dari ketiga orang jahat tadi.
Shanum terus berlari dengan sangat ketakutan. Ia tak perduli kondisi hutan yang sudah sangat gelap. sampai ia tak tahu ada turunan terjal didepannya.
"AAAAAKKHHHH.... KAKEEEEKK!!!"
Tubuh Shanum terguling sampai ke dasar lembah. Tubuhnya terhenti setelah terbentur pohon cemara didepannya. Kerasnya benturan membuat Shanum pingsan.
Begitu lama Shanum pingsan tanpa ada yang menolongnya. Saat Matahari baru terbit, ada tiga Anjing hutan yang mulai mendekatinya. Seperti mencium adanya bangkai untuk santapan mereka. Saat salah satu anjing itu mulai menjilati kaki Shanum yang berdarah. Tiba-tiba sebongkah kayu terlempar mengenai kepala anjing itu. Ketiga anjing itu menggonggong keras untuk melawan. Namun lemparan kayu bertubi-tubi kearah ketiga anjing mampu mengusir mereka untuk menjauh.
Petani yang melempar kayu tadi lalu mendekati tubuh Shanum. Ia ingin memastikan Shanum masih hidup atau tidak. Mengetahui nadinya masih berdenyut, petani tadi lalu mencoba membangunkan Shanum.
Shanum mulai tersadar meskipun kepalanya masih terasa berat. Ia lalu ditolong petani itu untuk turun kedesanya. begitu sampai ditepi jalan raya, Shanum melihat mobil orang suruhan Erika melintas didepannya.
Shanum panik. Ia ketakutan dan mencoba bersembunyi dengan masuk kedalam bak sebuah truk disampingnya. Shanum duduk sambil melipat kakinya merasa semua badannya bergetar karena ketakutan.
Petani yang menolong Shanum tadi memanggil-manggil mencari keberadaan Shanum. Namun truk yang dimenjadi tempat persembunyian Shanum tiba-tiba bergerak maju dan mulai berjalan.
Shanum tak dapat berpikir apapun sekarang. Baginya yang terpenting adalah lolos dari para penjahat yang berniat membunuhnya.
Cukup lama truk itu berjalan hingga matahari terasa sangat terik. Truk itu lalu berhenti dipasar yang terletak ditengah kota. Sopir truk yang hendak menurunkan muatan itu lalu membangunkan
Shanum tak dapat berpikir apapun sekarang. Baginya yang terpenting adalah lolos dari para penjahat yang berniat membunuhnya.
Cukup lama truk itu berjalan hingga matahari terasa sangat terik. Truk itu lalu berhenti dipasar yang terletak ditengah kota. Sopir truk yang hendak menurunkan muatan itu lalu membangunkan Shanum.
“Teteh, Bangun teh. Nuhun, saya mau nurunkan barang dulu teh.” Shanum mengerjap matanya yang terkena silau pancaran Matahari siang ini. Ia mulai merasa lapar karena belum makan dari kemarin sore.
“Akang punya makanan ? Saya lapar kang.” Supir truk tadi hanya menggelengkan kepala dan menyuruh Shanum untuk turun dari Truknya. Shanum pun turun dan berjalan menyusuri pasar. Ia berhenti di warung penjual makanan.
Melihat makanan yang terjejer rapi membuat perutnya semakin meronta menuntut untuk diisi. “Bu, saya lapar. Tapi saya tidak punya uang untuk bayar.” Dengan wajah memelas Shanum meminta belas kasihan pemilik warung.
Beruntungnya pemilik warung bersedia memberikannya makan gratis kali ini. Sambil menikmati makanan dipiringnya, Shanum mencoba mencari pekerjaan pada pemilik warung. “Bu, boleh tidak saya kerja disini. Cuci piring atau bersih-bersih atau masak juga saya mau kok bu.”
Ibu pemilik warung itu memperhatikan tubuh Shanum. “Maaf ya neng, ibu masih belum butuh orang buat bantu-bantu. Lagian ibu juga gak sanggup gaji orang neng. Kalau eneng emang niat kerja, eneng coba ke toko sembako besar itu dipinggir jalan itu. Eneng ngelamar kerja disitu aja. Kalau buat buruh kasar biasanya gak perlu ijazah neng.”
Shanum ingin mencoba melamar kesana. Setelah makanan dipiringnya habis, Ia hendak mencuci piring yang dipakainya. Saat menggosok piring dengan sabun tiba-tiba, PYAAAAARRR… Piring itu terjatuh dan pecah berserakan. Shanum meminta maaf karena perbuatannya. “maaf bu, piring pas kena sabun ternyata licin, jadi jatoh.”
Sontak pemilik warung menjadi kesal dan mulai ngomel. “Haduh gimana sih neng? Dari jaman Batu juga yang Namanya piring kena sabun ya pasti licin neng. Haduuuhhh, sudah sudah, eneng pergi saja, biar ibu yang bereskan sendiri."
Dengan tidak enak hati, Shanum meninggalkan warung itu untuk menuju Toko Sembako. Shanum yang bermaksud melamar kerja itu menemui Engko si pemilik Toko. Si pemilik toko melihat Shanum dari atas sampai bawah. “Lu olang kuat angkat tumpukan kalung itu? Oe butuh kuli panggul buat angkutin beras sama tepung di kalung itu buat dikilim.”
Shanum bersedia melakukan apapun asal bisa dapat uang untuk beli makan hari itu. Ia ikut para kuli yang semuanya laki-laki, untuk mengangkut tumpukan karung beras dan tepung. Namun lagi-lagi, Karena tubuh besarnya itu, ia tidak sengaja mendorong tumpukan beras dibelakangnya sampai karung-karung itu jatuh berserakan dilantai.
“Duh biyung.. piye toh mbak? Kok berasnya malah semburat? Bisa kerja opo ora?” Kata salah satu kuli panggul yang mengetahui hal itu. Kuli panggul itu lalu melapor ke pemilik toko. Begitu mengetahu karung-karung itu berantakan, pemilik toko pun memecat Shanum. “Haiiyaa, Lu olang baru kelja sehali udah buat masalah. Bisa lugi oe kalo begini.” Beruntung Pemilik toko tersebut tidak menuntut Shanum untuk bertanggung jawab. Ia meminta pekerja lainnya membereskan karung-karung yang berserakan.
Berulang kali Shanum mencoba melamar pekerjaan. Mulai dari penjaga toko, tukang cuci motor, sampai tukang sapu jalanan. Namun tak ada satu pekerjaan pun yang berhasil ia tuntaskan. Bukan hanya karena tubuh gemuknya. Tapi karena Shanum tidak becus bekerja. Hal ini karena ia yang selama ini dilarang Erika untuk melakukan semua pekerjaan rumah. Erika melakukan itu supaya Badan Shanum semakin gemuk dan ia menjadi orang tidak berguna.
Hari mulai gelap. Shanum merebahkan tubuhnya di emperan toko yang sudah tutup. Air matanya mulai menetes. Meresapi nasibnya kini yang amat menyedihkan. Shanum mulai putus asa. Ingin rasanya ia menyusul kakek dan ibunya ke surga.
Masih dengan air mata yang terus berlinang, Shanum melihat seorang pemulung yang kehilangan kaki berjalan ke arahnya. Pemulung itu lalu memberinya sebungkus makanan. Shanum bangkit dari tidurnya. Tak lupa ia mengucapkan terimakasih pada orang baik yang telah memberinya makan malam itu. Ia lalu bertanya pada orang itu. “ Maaf bu, bagaimana ibu bisa bekerja tanpa kedua kaki ibu ?”
"ya kayak yang eneng lihat. pake kursi roda itu neng. kite sebagai manusia, selama masih dikasih napas, gak boleh nyerah neng. Meski susah, namanya hidup neng, kudu dijalani. Yang penting kite usaha neng. Berdoa sama Tuhan neng, pasti dateng pertolongan Tuhan buat kite. Trus jangan berhenti berbuat baik sama orang neng. Gak usah berharap orang itu bakal baek ke kite! Jangan kuatir, Alloh yang akan datengin orang baik buat nolong kite."
"nih eneng lihat!Kursi roda ini dapet dikasih orang neng. Padahal aye gak minta. Pas ada aja orang baik nyamperin ngasih kursi roda. Makenye, idup kagak boleh nyerah neng! Berdoa terus sama berbuat baik."
Kalimat-kalimat itu seolah berputar-putar dipikiran Shanum. Seolah mendapat pencerahan, Shanum kini bertekad untuk berjuang lagi.
"Ya Alloh, aku ingin memiliki tubuh normal seperti yang lain. Aku ingin membuktikan kalau aku ini orang yang berguna. Aku ingin hidup lebih baik. Ya Alloh..."
Hari berganti pagi. Sinar matahari kali ini seolah menjadi kumpulan semangat bagi Shanum untuk memulai hari. Ia berjalan menyusuri pasar sambil berharap mendapat keajaiban untuk dirinya.
Ia melewati toko sembako tempatnya pernah bekerja. Melihat keatas tumpukan karung yang dikatrol masuk ke truk. Katrol itu bergoyang karena tumpukan karung tidak seimbang. Tiga karung seberat 250kilo itu jatuh. Shanum berlari dan mendorong seorang ibu sampai terjungkal.
Shanum berhasil menyelamatkan nyawa ibu tersebut. Namun naas, kaki Shanum tertindih tumpukan karung. Shanum yang menangis kesakitan kemudian ditolong oleh orang-orang yang berkerumun disekitarnya.
Ibu yang ditolong Shanum itu lalu memanggil supirnya untuk membantu membawa Shanum ke mobilnya. Shanum lalu dibawa ke rumah sakit untuk diobati.
Sepanjang perjalanan, ibu itu menanyakan asal usul Shanum. Dan dengan jujur shanum menceritakan semua kisahnya. Ibu itu menangis mendengar Shanum bercerita.
"nak, namaku Nyonya Aditama. Aku hanya punya seorang putra. Jika kamu berkenan, maukah kamu menjadi putri angkatku? Tinggallah bersamaku. aku akan merawatmu dirumahku."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!