Sorot matanya penuh dengan ketegangan.
Tangannya terus bergerak memainkan sebuah pulpen diatas meja. Detak jantungnya berdetak lebih cepat. Bahkan sesekali terlihat membenarkan kacamatanya. Ia adalah Shabila Anastasya. Dan biasa dipanggil Lala. Ia adalah salah satu mahasiswi, sekaligus salah satu kandidat presiden BEM tahun ini. Wajahnya terlihat sangat serius. Dia mendengarkan dengan seksama hasil point pemilihan presiden BEM tahun ini. Tak hanya Lala, Kandidat lainnya juga merasakan hal yang sama. Tanpa terkecuali seorang mahasiswa yang menjadi pesaing beratnya. Mahasiswa itu bernama Bangkit. Mereka terlihat sama-sama tegang menunggu hasilnya. Dengan penuh kesabaran, Akhirnya hasilnya keluar.
" Dan yang mendapatkan point terbanyak sebagai presiden BEM tahun ini adalah Bangkit Sanjaya." Ucap Ketua Prodi jurusan Manajemen sebagai pembaca hasil seleksi.
Tepuk tangan langsung menggema diruangan BEM. Lala terlihat sangat kecewa. Dan Bangkit jelas terlihat begitu bangga. Mahasiswa yang Lala benci. Karena Dia adalah saingan Lala yang paling berat baginya.
" Sedangkan untuk posisi wakil presiden BEM yaitu Shabila Anastasya." Lagi-lagi suara tepuk tangan menggema kembali.
Lala sungguh terkejut mendengarnya. Lala berharap sebagai presiden BEM. Tetapi Ia tidak berharap jadi wakil presiden BEM. Apalagi sebagai wakilnya seorang Bangkit Sanjaya. Lala sangat membencinya. Dia cowok yang paling Lala benci dikampus ini. Gayanya yang sok segalanya. Membuat Dia infeel melihatnya. Apalagi saat gaya sok gantengnya muncul. Oh my God, sungguh Lala ingin muntah melihatnya.
Namun apa daya, Ternyata takdir berkehendak Bangkit yang menjadi Ketua BEM. Lala harus menerimanya dengan ikhlas. Walaupun itu sangat sulit. Lala menghela nafas panjang. Tanda kalau Dia sedang berusaha bersabar atas hasil kali ini. Sedangkan Bangkit terlihat sangat antusias dan semangat.
" Selamat ya! Selamat!" Ucapan itu terdengar bergantian ditelinga Lala.
Bangkit menoleh ke arah Lala dengan senyum penuh kemenangan. Lala hanya menanggapi dengan senyuman sinisnya. Jelas Lala masih sedikit kecewa. Sani yang melihatnya terlihat sedih. Bagaimanapun juga, Sani salah satu teman terdekat Lala.
" La! Ayo sudah. Kita ke kelas! " Ajak Sani.
Lala menuruti ajakan Sani. Dia melangkahkan kaki dengan tatapan penuh kekecewaan. Sesekali Lala menendang batu kerikil yang menghalangi jalannya.
" Kenapa Dia." Keluh Lala ditengah perjalanan.
" Kenapa juga Aku yang jadi wakilnya." tambah Lala terkesan masih tidak terima.
" Sudah lah La. Syukurin aja. Banyak cewek yang menginginkan dekat dengan Bangkit loh." Sani menghiburnya.
" Kau menghibur atau mengolokku?" Tanya Lala.
" Dua-duanya." Jawab Sani langsung nyengir kuda.
...***...
Pagi-pagi Lala sudah menekuk wajahnya.
Lala melangkahkan kaki menuju kelas. Dia habis mengurungkan niatnya untuk ke kantor Ketua Prodi. Semua itu karena Bangkit. Bangkit terlihat sedang berada diruangan Ketua Prodi.
"Aku sungguh membencinya.
Dia pikir kepintaran, ketampanan dan kekayaannya bisa dibangga-banggakan seperti itu. Dasar cowok belagu." Gerutu Lala seraya menyelusuri koridor kampus.
" La!!!" Suara itu memanggilnya.
Bangkit terlihat jalan terburu-buru menghampiri Lala
" Apa Kau tahu ideku kemarin? Aku merencanakan acara musik di kampus. Sekaligus mengumpulkan dana untuk anak-anak yatim. Ternyata mendapat respon positif dari Ketua Prodi Manajemen." Jelas Bangkit panjang lebar.
'Lihatlah betapa senangnya Dia memamerkan keberhasilannya itu.' Pikir Lala.
" Tidak tau. Bukankah Kau baru mengatakannya? " Lala menggelengkan Kepala dan mengingatkannya.
" Oya, Aku lupa La. Aku begitu senang ideku selalu berhasil. " Ucap Bangkit seraya tersenyum kepada semua teman-teman yang mereka lewati. Tentunya kebanyakan teman wanita yang menjadi sasaran Bangkit, untuk mencari perhatiannya.
" Bisakah Kau mengubah sikapmu itu. Gayamu itu membuatku infeel dan semakin membencimu." Ucap Lala jujur dan blak-blakan.
Bangkit tertawa.
" Beruntung kalau Kau membenciku. Aku juga membenci cewek kuat, suka usil dan kurus sepertimu." Ucap Bangkit sambil tersenyum meledek.
'Bisa-bisanya Aku mempunyai saingan seperti ini.' Pikir Lala
Seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Iya, Bangkit menyainginya dalam segala hal dikampusnya ini. Tidak hanya diorganisasi tetapi juga di prestasi. Dan Lala berharap cukup di Kampus ini Dia bersaing dengannya. Jangan sampai kehidupan selanjutnya. Lala bertemu sangat berharap.
...***...
Seminggu kemudian. Disebuah ruangan BEM.
Semua anggota BEM terlihat sudah masuk ke ruangan. Mereka mau mendiskusikan proposal rencana kegiatan BEM.
Bangkit, Heri, Yohanes, Yuri, Sila, Fani, Sani dan Lala sudah terlihat batang hidungnya diruangan ini.Mereka tinggal menunggu Eko dan Dimas. Mereka belum terlihat batang hidungnya sama sekali.
Satu per satu anggota sibuk masing-masing. Mereka terlihat ada yang celingak celinguk. Ada yang tetap santai. Ada pula yang sedang ngantuk.
Sedangkan Lala iseng menggambar cowok yang diam-diam Dia sukai. Lala tersenyum sendiri melihat hasilnya. Gambarnya jujur terlihat sangat buruk. Namun Lala terkejut. Bangkit tiba-tiba mengambil bukunya. Lala pun langsung berlari mengejarnya.
" Yaa! Kembalikan bukuku!" teriak Lala di ruang BEM.
Bukannya berhenti, Bangkit malah berlari memutari deretan bangku, yang tertata rapi diruang BEM. Dia spontan berhenti dan langsung tertawa saat melihat gambar Lala. Lala langsung merebutnya.
" Gambar apa itu La? Kau menggambar seorang cowok? kenapa seperti monster?" Tanya Bangkit tertawa.
" Mana ada kayak monster." Ucap Lala seraya kembali duduk didekat Yuri dan Sani.
Sila, Fani dan Heri yang sedang sibuk dengan hpnya masing-masing merasa terganggu. Mereka mengalihkan pandangan ke arah Lala dan bangkit.
" Yaa! Kalian berdua. Bisakah jangan berisik diruang BEM. Kalian Ketua dan wakil, tapi kayak Tom and Jerry kalau sudah berdua." Ucap Sila kesal mendengar kebisingan Mereka.
" Iya ribut terus." Tambah Fani.
" Iya itu, buat Aku lapar saja." Heri ikutan menegur.
" Jangan salahkan Aku. Bangkit yang mengusiliku." Lala tidak terima dengan teguran Sila.
" Kit, Tidak bisakah Kau cari perhatian dengan mahasiswi-mahasiswi diluar sana?" Tambah Sila menyarankan.
" Nggak ah, Aku lagi bosan." Ucap Bangkit terlihat duduk kembali dengan tenang.
Tidak lama kemudian Eko dan Dimas baru terlihat batang hidungnya.
" Yaaa! Dari mana saja kalian? Kami menunggu kalian sejak tadi untuk memulai rapat." Ucap Bangkit seraya menggerakkan tangan menunjuk ke Eko dan Dimas.
" Maaf Boss. Kami sedikit lupa." Ucap Eko cengengesan.
Dan Dimas kelihatan hanya tersenyum manis dan bersikap cool. Lala diam-diam memperhatikannya. Dan merasa senang melihat cowok yang tidak banyak tingkah sepertinya. Lala senyum-senyum sendiri.
Bangkit mengerutkan dahinya. Dia melihat Lala bersikap aneh.
" Bangkit! Cepetan rapatnya dimulai. Aku masih ada mata kuliah sebentar lagi." Komplain Yuri membuat Bangkit langsung mengalihkan kefokusannya.
" Ok. Ok." Ucap Bangkit seraya membuka laptopnya dan menyambungkan ke proyektor.
Bangkit menampilkan dokumen proposalnya di layar proyektor. Itu sebagai dasar presentasi rencana kegiatan BEM. Ini dilaksanakan dalam rangka pengumpulan dana, untuk anak-anak yatim piatu.
Semua anggota terlihat memperhatikan dengan seksama. Bangkit menerangkan tahapan demi tahapan disetiap slidenya.
To be Continued
Lala membantu Bangkit mengoperasikan laptopnya. Sedangkan Bangkit yang menerangkan secara detail proposal tersebut.
" Ok. Apa sekarang kalian sudah jelas? " Tanya Bangkit kepada semua anggota BEM.
" Jelaaaaaas. " Ucap mereka serentak.
" Kalo ada yang belum jelas silakan dipertanyakan." Bangkit masih memberikan kesempatan.
Semua terdiam dan hanya saling memandang. Sehingga ruangan terkesan hening.
" Ok. Sepertinya semuanya sudah benar-benar jelas. Kalau begitu kita bagi tugas untuk menyebar undangan buat sponsor acara kita. Eko dengan Sila. Heri dengan Sani. Yohanes dengan Fani. Dan Dimas dengan Yuri. " Bangkit menjelaskan patner tugas menyebarkan undangan kepada para sponsor.
" Terus Aku ma siapa? " Tanya Lala spontan disamping Bangkit.
Bangkit jelas mendengarnya.
" Kenapa?" Bangkit penasaran.
" Kenapa Kau tidak menyebut namaku?" Lala komplain.
" Apa Aku juga perlu menyebut namaku?" Bangkit menatap Lala heran.
'Oh my God. Berarti Aku menyebar undangannya dengan Bangkit? Menyebalkan.' Gerutu Lala dalam hatinya.
" Aiiish. Tidak bisakah Aku bertukar patner dengan yang lain?" Lala mencoba bernegosiasi.
" Tidak bisa." Ucap Bangkit ketus.
" Tidak bisakah kalian bertengkarnya nanti lagi. Aku buru-buru masih ada mata kuliah ini." Lagi-lagi Yuri komplain.
" Iya Aku juga masih ada mata kuliah ini." Yohanes ikutan komplain.
" Apalagi Aku ada tugas yang harus cepat kulaksanakan yaitu makaaaaan. Lapaaaaar." Ucap Eko mencairkan suasana.
Membuat semua anggota spontan tertawa.
" Ok. Kalian orang-orang sok sibuk. Aku hanya tinggal membagikan undangan ini saja ke kalian. Lalu kalian boleh melanjutkan aktivitas kalian lagi. Mau kuliah atau mau jungkir balik terserah kalian!" Jelas Bangkit mendengus kesal. Dia kesal menghadapi para anggotanya yang mempunyai alasan aneh-aneh.
" Sepertinya presiden kita sedang marah. Jadi diamlah. Aku tak mau mendapat amukannya yang seperti simba. " Eko lagi-lagi membuat para anggota tertawa.
Lala pun tertawa. Namun Dia tetap membantu Bangkit mengambil undangan yang sudah dicetak.
Bangkit membagikan kepada mereka. Lalu mereka keluar satu per satu.
" Sanj. Tunggu Aku!" Teriak Lala sambil merapikan semua berkas. Berkas yang buat presentasi tadi. Sedangkan Bangkit sibuk merapikan alat yang telah digunakan untuk presentasi.
" Ok." Sani terlihat duduk kembali seraya menunggu Lala yang masih sibuk.
Di organisasi ini hanya Sani, Bangkit dan Eko yang satu kelas dengan Lala. Dan kebetulan jadwal mata kuliah mereka hari ini sudah selesai.
" Apa Kau mau langsung pulang?" Tanya Bangkit.
" Jelas lah Kit. Kenapa emang?" Tanya Lala ketus merasa itu bukan urusan Bangkit.
" Tanya aja. Oya siapa yang Kau gambar seperti monster tadi La?" Bangkit masih mengingatnya dan tertawa.
" Mau tahu aja." Jawab Lala kesal.
" Aiiish. Benar-benar. Dasar kurus!" Olok Bangkit seraya menjitak kepala Lala dengan bolpoint.
" Yaa! Awas Kau Kit! " ucap Lala tidak terima.
Lala membalas menendang kakinya. Lalu Ia langsung berlari kearah Sani. Sani kebetulan sedang duduk dibangku dekat pintu keluar.
" Ayo San! Buruan!" Ajak Lala seraya menarik tangan Sani dan keluar dari ruangan.
" Awas Kau La!!!" Teriak Bangkit seraya mau mengejar Lala. Tapi mengurungkannya. Karena jelas Dia masih sibuk mengunci ruangan BEM, sebagai tanggung jawabnya.
" Syukur Aku selamat." Ucap Lala tersenyum penuh kemenangan.
" Aiiish. Kalian ini tidak bisakah bersikap dewasa? Jangan seperti Tom and Jerry melulu." Gerutu Sani sambil berjalan disamping Lala.
" Yaa!! Kalau Bangkit tidak menggangguku. Aku juga tidak akan membalas mengganggunya San. Jadi jangan menasehati Aku tapi nasehati Bangkit." Jelas Lala tidak menerima nasehat Sani.
" Aiiish, Percuma. Kalian sama saja." Ucap Sani.
...***...
Hembusan angin pagi membuat Lala merapatkan sedikit jaketnya. Dia celingak celinguk begitu sampai kelas.
' Sepertinya belum ada yang datang.' Batin Lala.
Lala berjalan menuju bangku bagian belakang. Dia sedang tidak terlalu mood hari ini. Lala pun melangkahkan kakinya. Ia langsung duduk begitu sampai disebuah bangku.
Lalu Lala mengambil bukunya dan alat tulis ditas. Dia membuka bukunya seraya mencoret-coret tidak jelas. Lala tidak sengaja melihat kembali gambar kemarin. Memang terlihat sangat buruk. Bahkan masuk kriteria jelek.
'Pantas saja Lala bilang seperti monster. Tapi tidak mengapa. Bagusnya aku menaruh namanya digambarku.' Pikir Lala iseng.
" Wow pagi sekali Kau datang La." Suara Bangkit mengejutkan Lala.
Lala hanya tersenyum masam padanya. Bangkit langsung penasaran dan menghampiri Lala. Lala terlihat sudah sibuk di pagi hari. Namun Dia langsung tertawa. Ia melihat Lala masih sibuk dengan gambarnya yang kemarin.
" Jadi Kau masih menikmati gambar monstermu itu?" Bangkit meledek Lala.
" Setidaknya ini hasil karyaku sendiri." Ucap Lala ketus. Tanpa diduga Bangkit mengambil kembali bukunya. Bahkan Dia berlari keluar kelas. Lala terlihat panik dan langsung mengejarnya.
Di Koridor kampus mereka berkejaran. Sangat mirip seperti Tom and jerry.
" Bangkit! Kumohon kembalikan bukuku !" Teriak Lala.
" Tidak akan! Sebelum Aku tahu siapa yang Kau gambar itu La." Ucapnya sambil menghindarkan bukunya. Lala terlihat sangat berusaha mengambilnya.
Bangkit jelas lebih tinggi dari Lala. Lala terlihat berusaha keras, namun tidak bisa merebutnya. Sampai Dia melompat-lompat mencoba meraihnya. Tetap tidak bisa. Bahkan sekarang Bangkit berusaha membuka bukunya. Sambil tangannya terus menghindarkan buku tersebut dari raihan Lala. Lala semakin panik. Dia mengingat telah menulis nama cowok tersebut. Akhirnya Lala mempunyai ide. Dia menginjak kaki kanannya Bangkit. Hal tersebut membuat Bangkit lansung menjatuhkan bukunya, karena Ia kesakitan.
" Yaa! Sakit tahu La!" Protes Bangkit langsung memegang kakinya.
Tapi Lala terkejut dengan posisi buku itu terjatuh. Buku tersebut terjatuh dalam keadaan terbuka tepat digambarnya. Dan dengan jelas sebuah tulisan nama seorang cowok yang Lala maksud.
Bangkit lagi-lagi tertawa. Lebih parahnya Lala melihat Cowok yang dimaksud berjalan kearah mereka. Sepertinya Dimas baru datang.
' Mati Aku. Semoga saja Bangkit tidak menyebut namanya.' Batin Lala seraya langsung mengambil buku tersebut.
" Jadi cowok yang Kau sukai. Dan Kau gambar seperti monster itu Dimas?" Tanya Bangkit masih tertawa. Bangkit tidak menyadari Dimas ternyata dibelakangnya. Ia berdiri terpaku mendengarnya.
Sedangkan Lala yang melihatnya tidak bisa berkutik lagi. Ia langsung membalikkan tubuhnya. Lala langsung berlari ke kelasnya. Ia sangat malu. Itu yang Lala rasakan.
" Lala! Kenapa Kau lari ngacir seperti itu. Seperti dikejar setan saja." Teriak Bangkit seraya tertawa. Suara Bangkit masih terdengar jelas ditelinga Lala.
Akhirnya Lala sampai kelas. Nafasnya tersenggal-senggal. Ia merasa lelah.
" Aiiish! Semua gara-gara Bangkit. Aku jadi menanggung malu seperti ini." Gerutu Lala seraya duduk.
" Pakai acara lari maraton pula." Lala mengeluh.
Tidak selang lama, Lala melihat Sani sudah datang. Sani terlrlihat masuk ke kelas.
" La pagi benar Kau datang. Mimpi apa semalam?" Tanya Sani seraya melangkahkan kaki kearah Lala.
" Mimpi buruk." Ucap Lala seenaknya.
To be Continued
Sani sangat penasaran dengan ucapan Lala.
" Mimpi buruk apa?" Tanya Sani dengan wajah polosnya.
" Mimpi ketemu setan. Tuh setannya."Ucap Lala memandang ke arah pintu kelas. Sekaligus menunjukkan kepada Sani.
Sani mengikuti arah pandangan mata jari telunjuk Lala. Bangkit sedang berjalan memasuki ruangan kelas. Gaya so cool-nya membuat Lala langsung memutar bola matanya.
" Bangkit?" Tanya Sani bingung.
Lala langsung mengganggukkan kepalanya.
Bangkit masih terlihat senyum-senyum sendiri. Dan langsung mengarahkan pandangannya ke arah Lala. Kini senyumannya berubah menjadi tertawa. Lala semakin kesal.
Bangkit terlihat berjalan menghampiri Lala.
Sani semakin bingung melihatnya. Mereka benar-benar seperti Tom and Jerry. Sedangkan Lala hanya mendengus kesal melihat Bangkit. Lala teringat kejadian tadi. Kejadian yang membuat Lala sangat malu.
" Kenapa Bangkit begitu bahagia?" Tanya Sani membuat Lala tambah kesal.
" Nggak tau Aku. Mungkin Dia kehabisan obatnya." Ucap Lala seenaknya.
" Siapa yang kehabisan obatnya?" Bangkit tidak terima dengan ucapan Lala.
"Kau lah. Siapa lagi." Ucap Lala masih kesal.
Bangkit langsung tertawa ala devil.
" Tak apa, Aku kehabisan obatku, yang penting Aku bahagia." Olok Bangkit seraya masih tertawa.
" Iya Tertawa aja terus diatas penderitaanku." Lala benar-benar kesal.
" Oya sepertinya cintamu akan bertepuk sebelah tangan. Jadi jangan buang-buang waktumu untuk mengejarnya." Tambah Bangkit lalu melenggang pergi dengan gaya angkuhnya. Bangkit menghampiri Eko. Lala terpaku dan bingung dengan ucapannya. Sani lebih bingung sendiri.
" Apa maksud Bangkit? Apa Kau menyukai seseorang ?" Sani penasaran.
Lala menganggukkan kepala.
"Tapi Aku tidak tahu perasaannya. Mungkin Dia tidak menyukaiku. Atau sudah mempunyai kekasih. " Lala terlihat pesimis.
" Siapa? Kenapa Bangkit bisa tahu?" Sani semakin penasaran.
Akhirnya Lala menceritakan kronologi kejadian tadi. Kejadian yang membuat Lala malu setengah mati. Sani terlihat antusias dengan cerita Lala. Bahkan Dia tertawa terbahak-bahak mendengarkan ceritanya.
" Aiish Kau sama saja dengan Bangkit, Menertawakanku." Ucap Lala kesal.
" Maaf La. Tapi ceritamu benar-benar lucu. Aku sungguh merasa berdosa kalau harus membohongi diri sendiri. " Ucap Sani masih tertawa.
Lagi-lagi Lala hanya mendengus kesal.
" Jadi kau menyukai Dimas?" Tanya Sani. Lala mengakuinya malu-malu dan mengganggukkan kepala.
" Aku akan meminta Yuri untuk membantumu. Dia kan satu kelas dengan Dimas." Jelas Sani dengan penuh semangat.
" Tapi Bangkit bilang cintaku bertepuk sebelah tangan." Keluh Lala terlihat pesimis kembali.
" Apa Kau percaya sama ucapan cowok yang sejak semester 1 jelas-jelas menjadi rival-mu itu ?" Sanj mengingatkan Lala.
" Tidak." Lala spontan menggelengkan kepala.
"Kalau begitu semangat !!! Aku yakin Dimas juga diam-diam menyukaimu." Ucap Sanj seraya mengepalkan tangan kanannya. Dia memberikan rasa semangat untuk Lala.
" Benarkah?" Lala tidak percaya.
" Menurutku sih, Habis kadang diam-diam Dia suka melirikmu diruang BEM." Jelas Sani.
Dosen terlihat sudah masuk di ruangan kelas. Sehingga membuat Sani dan Lala menghentikan perbincangannya.
...***...
Lala dan Sani langsung keluar kelas begitu sudah tiba waktunya break. Mereka menuju kelas Yuri. Tentunya untuk mengetahui tentang Dimas.
Beruntung Lala tidak melihat Dimas diarea kelas itu. Membayangkan bagaimana wajahnya kalau bertemu Dimas saat ini. Malu setengah mati, pasti itu yang akan Lala rasakan.
" Yuri. " Sapa Sani.
Yuri menoleh ke arah Sani. Dia kelihatan terkejut.
" Kenapa kalian kesini?" Tanya Yuri terkejut melihat Lala dan Sani muncul dikelasnya.
" Kami ada perlu sebentar denganmu." Jelas Sani.
Sani mengajak Yuri menjauh dari kelas. Mereka menghentikan langkah begitu sampai di taman sekolah.
" Aku mau tanya. Apa Dimas sudah mepunyai kekasih?" Spontan pertanyaan Lala membuat Yuri terkejut.
" Setahuku belum. Kenapa memang ?" Yuri menatap Lala penasaran.
" Lala menyukainya. Dan Dia sudah terlanjur malu karena ketahuan. Tadi pagi Dia lari terbirit-birit menahan malu. Dan sekarang Dia bingung harus menyatakan duluan, atau berpura-pura seperti biasanya. Lalu tersandung-sandung jika didepannya." Jelas Sani spontan membuat Yuri tertawa.
" Apa Kau yakin ingin memulai duluan? Bukankah banyak yang menyukaimu La? Kenapa Kau malah kelihatan mengejar seorang cowok? Apa itu tidak menjatuhkan pamormu sebagai wakil presiden BEM?" Yuri menggoda Lala. Lebih tepatnya meledeknya.
" Aiiish. Kalau saja bukan karena Bangkit. Aku tidak akan terang-terangan seperti ini. Jujur ini sangat membuatku malu setengah mati." Lala mengeluh lagi.
" Apa hubungannya sama Bangkit?" Yuri penasaran.
Lagi-lagi Lala menceritakan kronologi kejadian tadi pagi. Dan jelas Yuri langsung tertawa lepas mendengarkan ceritanya. Sani juga masih tertawa terpinggkal-pingkal mendengarkannya.
" Aiiish. Kalian sama saja." Gerutu Lala seraya menghela nafas karena kesal.
" Maaf La. Ini terdengar lucu, tapi menjadi rumit karena kekonyolanmu dengan Bangkit." Ucap Yuri masih tertawa.
" Terus Aku harus bagaimana sekarang? Apa solusinya? Apalagi kita satu organisasi. Bisa-bisa Aku benar-benar tersandung-sandung didekat Dimas karena salting. Belum lagi Bangkit pasti akan meledekku terus. Aku mau pindah kampus saja." Ucap Lala spontan tanpa pemikiran panjang.
" Whatt? Cuma gara-gara itu Kau mau pindah kampus dan mengulang tiga semester? Kalau Aku NO !!! " Yuri mengeluarkan pendapatnya.
Lala terdiam. Benar juga kata Yuri.
" Terus solusinya seperti apa ini?" Lala frustasi.
" Ya sudah Kau menyatakan duluan saja pada Dimas. Bukankah tadi pagi sudah terlanjur ketahuan? " Saran Yuri.
" Iya sih. Tapi Aku malu, masa Aku bilang duluan." Ucap Lala penuh kesadaran.
" Zaman sekarang sudah tidak ada masalah lagi soal itu. Nanti Aku akan bilang dengan Dimas. Kalau Kau ingin menemuinya dan mengatakan sesuatu padanya. Jadi Kau nanti jangan langsung pulang. Tapi ke kelasku dulu, begitu semua mata kuliahmu sudah selesai. Ok!" Yuri menjelaskan idenya.
" Ok dah." Lala menerima idenya Yuri. Walau serasa sangat mendadak buatnya. Antara siap dan belum siap, menerima konsekuensi jawaban dari Dimas nanti.
Yura, Sani dan Yuri langsung kembali ke kelas masing-masing.
Bersyukur sampai kelas, tidak bertemu dengan Dimas sama sekali.
Jujur Lala belum siap bertatap muka dengan Dimas
Waktu break selama 15 Menit telah berlalu. Mereka masuk keruang kelas kembali. Terlihat Bangkit penasaran dengan Lala dan Sani. Mereka masuk tepat saat Dosen memasuki ruang kelas.
Terlihat dari sudut mata Lala. Pandangan Bangkit mengikuti langkahnya sampai Dia terduduk. Benar-benar membuat Lala ingin menonjoknya. Seandainya Dia lebih kuat dari Bangkit. Sayang, sepertinya kekuatannya tidak sebanding dengan Bangkit. Apalagi kalau Lala menonjoknya. Bisa-bisa Bangkit melemparnya duluan. Lala mengeleng-gelengkan kepalanya sendiri. Lala memandang ke arah Bangkit. Tapi Dia sudah fokus menyimak mata kuliah saat ini.
Lala merasa makin membencinya. Ingin rasanya Lala menonjok hidungnya. Namun itu sangat tidak mungkin. Hanya bayangan semu untuk menenangkan diri saja.
To be continue
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!