NovelToon NovelToon

BIG BIG Girl

#1

#1

“Ahhhh!!!!” teriakan seketika membahana di sebuah toilet sebuah sekolah di pinggir Kota Meksiko.

“Lepaskan aku! Tolong lepaskan aku!” dengan derai air mata Bryona berusaha menghindar dari para gadis yang kini sedang membullynya di dalam toilet.

Ia tak tahu apa salahnya, tapi teman-teman sekolahnya selalu melihatnya dengan tatapan jijik dan sinis. Ia memang sedikit berbeda. Ia baru berusia 14 tahun, tapi tubuhnya terkesan seperti wanita dewasa. Ia memiliki payudara yang besar. Seluruh gadis di sekolahnya menatapnya aneh, sedangkan para laki-laki menatapnya dengan tatapan yang baginya sangat menjijikkan.

“Wah, punyamu memang sangat besar!” Leticia meremas aset kembar milik Bryona dengan keras dan kasar, membuat Bryona berteriak. Ia tak bisa melawan karena kedua tangannya dipegang oleh teman-teman Leticia, begitu juga dengan kakinya.

“Lepaskan aku!! Apa kalian tidak bisa melawanku satu persatu? Kalian curang hanya bisa melakukan ini beramai-ramai, memalukan!!” teriak Bryona.

Dengan kedua tangannya, ia mencengkeram dagu Bryona, “Masih berani banyak bicara? Kamu akan tahu kalau aku bisa melakukan hal yang lebih ini. Bahkan aku bisa menghancurkan keluargamu.”

Bryona tertawa sinis, “keluargaku? Kamu mau menghancurkannya? Silakan … lakukan apa maumu, karena aku tidak peduli.”

Plakkkk …

Sebuah tamparan mendarat mulus di pipi Bryona, membuat pipinya seketika memerah, “Kamu berani melawanku? Kamu tahu apa kesalahanmu?”

“Mana aku tahu kesalahanku kalau kamu hanya terus menyiksaku setiap hari, tanpa memberitahu apa kesalahanku … atau jangan-jangan kamu iri padaku?” Kata Bryona.

Plakkk …

Sebuah tamparan kembali mendarat di pipi Bryona. Leticia paling tidak suka dirinya dihina apalagi direndahkan. Ia segera memberi tanda kepada sahabat-sahabatnya untuk memberikan pelajaran pada Bryona. Leticia keluar dari toilet kemudian memberi tanda pada sahabatnya yang ada di luar toilet. Mereka pun segera masuk dan ikut memberikan pelajaran pada Bryona.

Leticia berjalan menjauhi toilet. Namun, ia masih bisa mendengar suara teriakan Bryona. Ia tak tahu apa yang dilakukan oleh sahabat-sahabatnya dan ia tak ingin tahu. Tapi ia yakin mereka semua tak akan membuat segalanya mudah bagi Bryona.

**

Bryona menggunakan jaket, topi, dan masker seperti biasanya. Ia menutup dirinya dari semua orang. Ia tak ingin orang-orang melihat penampilan fisiknya.

“Aku pulang,” ucap Bryona pelan. Ia berharap paman dan bibinya tak mendengar suaranya dan tak menyadari kehadirannya.

“Hei! Sudah pulang kamu?!!” teriak Dorothy kencang agar suaminya bisa mendengar suaranya. Bryona adalah putri dari iparnya, yakni adik perempuan suaminya.

Bryona dikirim oleh sebuah yayasan sosial ke rumah Thomas Alberto. Bryona dan kedua orang tuanya menjadi salah satu korban kecelakaan sebuah kereta api di Negara sebelah. Saat itu mereka tengah menikmati liburan mereka sebelum Bryona memasuki sekolah dasar.

“Ada apa sih Ma?” tanya Thomas pada istrinya.

“Aku ingin bertanya padamu. Sampai kapan kita harus menampung anak ini?”

“Sampai ia lulus SMA. Bukankah saat itu bantuan dari dinas sosial sudah akan dihentikan. Untuk saat ini kita harus tetap menampungnya dis ini karena dinas sosial bisa tiba-tiba datang dan mengecek keberadaannya.”

“Menyebalkan!! Aku muak sekali melihat wajahnya setiap hari. Anak ini hanya bikin susah saja. Kenapa kamu tidak sekalian mati saja bersama kedua orang tuamu?!” Dorothy pun menghentakkan kakinya dan pergi meninggalkan Bryona yang masih diam terpaku di ruang tamu.

Thomas memandang keponakannya, “kamu sebaiknya ingat, paman hanya akan menampungmu hingga kamu kelas 3 SMA, setelah itu kamu harus segera keluar dari sini.”

“Aku tahu dan aku sangat mengerti. Aku berjanji tak akan pernah menyusahkan paman dan bibi lagi,” kata Bryona.

Bryona berjalan melewati Thomas dan masuk ke dalam kamar tidurnya. Ia menatap kamar tidurnya yang bisa ia katakan lebih mirip dengan gudang. Ia harus tidur di sebuah kasur tipis dengan dikelilingi oleh dus-dus yang berisi barang-barang yang tidak terpakai. Sementara itu, sepupunya Luna bisa tinggal di sebuah kamar yang sangat indah.

Bryona selalu masuk ke dalam kamar tidur milik Luna. Kamar itu begitu harum, rapi, dan bersih. Luna memang sangat menyukai kebersihan dan Bryona lah yang diharuskan membersihkan kamar tidurnya setiap hari.

Keluarga pamannya menganggap dirinya hanya sekedar menumpang di rumah tersebut. Mereka juga memperlakukan Bryona seperti pembantu, meskipun ia diizinkan bersekolah karena memang kedua orang tuanya memiliki simpanan yang kini berada di tangan dinas sosial.

Seluruh harta milik kedua orang tuanya baru akan berpindah pada dirinya ketika nanti ia berumur 17 tahun. Namun, semua harta milik keluarganya tinggalah mimpi. Ia telah menandatangani sebuah surat perjanjian bahwa semua harta tersebut akan berpindah ke tangan paman dan bibinya.

**

Bryona pulang sekolah agak sedikit sore hari ini. Hal itu dikarenakan ia harus menyelesaikan piket kelas. Seperti biasanya, teman-teman sekelasnya yang jadwal piketnya sama dengannya akan melimpahkan semua pekerjaan kepadanya dan mereka bisa segera pulang.

“Halo!” sapa seorang laki-laki di pintu kelasnya. Bryona melihat ke arah pintu untuk melihat siapa gerangan yang menyapanya.

Laki-laki itu berjalan mendekati Bryona. Bryona yang mulai merasa curiga pun berjalan mundur sambil memegang sapu di tangannya.

“Apa aku tidak boleh berkenalan?”

“Jangan membuatku tertawa,” kata Bryona, “Sebaiknya kamu mencari teman yang lain karena aku tidak ingin berkenalan dengan siapapun.”

Bryona melihat sorot mata yang tak ia sukai. Tatapan laki-laku itu melecehkan dirinya. Matanya seperti terus terpusat pada bagian dada Bryona.

“Keluar! Atau aku akan berteriak,” ancam Bryona.

“Berteriaklah! Aku tidak takut. Tidak akan ada seorang pun yang akan datang kemari.”

Laki-laki itu terus berjalan maju hingga akhirnya Bryona tak memiliki kesempatan untuk menghindar ataupun lari.

Laki-laku itu dengan paksa merapatkan dirinya pada Bryona, sementara Bryona memeluk sapu di depan tubuhnya.

“Seharusnya kamu memelukku, jangan memeluk sebuah sapu.”

“Lepaskan aku, atau aku akan membuatmu menyesal,” laki-laki itu tertawa mendengar penuturan Bryona.

“Ahhh ….” Tiba-tiba sebuah suara keluar dari mulut laki-laki itu saat kedua tangannya meremas kedua aset kembar milik Bryona.

Sialannn!!! Bryona langsung mengeratkan kedua telapak tangannya pada sapu, kemudian ia sedikit mengarahkan bagian bawah sapu ke arah laki-laki itu.

Bughhh!!

“Ahhhh sialannnn!!!!” Laki-laki itu berteriak ketika bagian gagang sapu mengenai aset masa depannya dengan sangat keras. Saat laki-laki itu meringis, Bryona langsung mencari celah untuk lari. Ia meraih tas sekolahnya dan langsung keluar dari kelas.

Ia tak lagi menengok ke belakang. Ia hanya terus berlari hingga ia merasa telah berlari cukup jauh. Ia pun berhenti dan mulai mengatur nafasnya. Ia duduk di sebuah warung kecil, kemudian memesan segelas es teh manis.

Ia kini mulai memikirkan apa yang harus ia lakukan ke depan. Ia tak mungkin terus-menerus harus dihadapkan dengan hal-hal seperti itu.

🌹🌹🌹

Hi! Hi! Kenalkan namaku Pansy. Aku sedang mengikuti kontes novel yang bertemakan “mengubah takdir”

Mohon dukungannya ya, berupa like, comment, dan juga vote. Jangan lupa masukkan ke favorit.

Oya, Pansy juga punya satu novel lagi yang masih ongoing, judulnya “Love My Enemy’s Daughter”. Bisa mampir di sana juga ya. Terima kasih.

#2

Perjalanan hidup Bryona sejak kematian kedua orang tuanya bisa dikatakan tidak mudah. Ia harus tinggal bersama paman dan bibi yang bersikap tidak baik padanya. Keinginan mereka hanya satu, yakni menguasai semua harta peninggalan kedua orang tua Bryona yang masih berada di bawah kuasa pengacara keluarga dan juga dinas sosial.

Sebentar lagi Bryona akan naik ke kelas 3 SMP, ia menarik nafasnya dalam.

”Hanya setahun … ya hanya setahun lagi dan aku akan pindah dari sekolah ini. Maafkan Bry, Ma, Pa. Bry telah melepaskan semua harta peninggalan Mama dan Papa untuk paman dan bibi,” Bryona memegang pigura kecil yang berisikan foto keluarganya.

Di dalam kamar yang sempit, tidak ini lebih tepat dikatakan sebagai gudang, ia menyimpan semua miliknya. Semua kenangan kedua orang tuanya tersimpan di sana. Hanya sedikit, karena sebagian besar telah dibakar dengan tanpa perasaan oleh paman dan bibinya.

“Bry akan pindah dari sini. Papa dan Mama akan mendukung Bry kan? Kalian pasti menginginkan kebahagiaan untuk aku dan aku sangat tidak bahagia di sini,” gumamnya sambil menghapus air mata yang turun di pipinya.

“Kutuuu!!!!” Sebuah teriakan membahana dari lantai atas kediaman keluarga Alberto, dan Bryona sangat mengenal suara siapa itu.

Dengan langkah berat, Bryona keluar dari kamar tidurnya dan segera menuju ke asal suara yang tak lain adalah suara seorang Luna Alberto.

Tokkk tokkk tokkk …

“Masuk!” Teriak Luna dari dalam kamarnya.

“Apa ada sesuatu yang kamu perlukan?” tanya Bryona.

“Kamu lihat itu?” tunjuk Luna pada bekas cokelat di atas tempat tidurnya. Tanpa banyak berkata, Bryona tahu bahwa Luna memintanya untuk membersihkannya. ia segera turun kembali dan mengambil beberapa peralatan untuk membersihkannya.

Namun,

Brakkk!!!

“Siapa yang memintamu untuk membersihkannya?” teriak Luna.

“Bukankah kamu memintaku membersihkannya setelah memperlihatkannya padaku?” tanya Bryona.

“Ckk!!! Aku tidak mau kamu membersihkannya sekarang. Itu pasti akan tetap lengket dan menjijikkan. Aku tidak mau tidur bersama dengan sprei bekas noda cokelat. Jadi, cepat ganti!!!” Perintah Luna. Lagi-lagi Bryona hanya bisa menghela nafas dan menuruti semua permintaan sepupunya itu.

Usia Bryona hanya berbeda beberapa bulan dari Luna. Mereka pun sama-sama sedang menimba ilmu di kelas 2 SMP, namun berbeda sekolah. Paman dan bibinya tentu saja akan menyekolahkan Luna di tempat yang jauh lebih baik dari dirinya.

Bryona segera membuka sprei milik Luna, kemudian memasangkan yang baru. Ia pun turun ke bawah untuk mencuci sprei dengan noda cokelat tersebut. Ia harus segera membersihkannya atau Luna akan kembali marah karena noda tersebut tidak hilang di atas sprei kesukaannya.

Baru saja Bryona melangkahkan kakinya ke belakang, area tempat cuci, suara teriakan kembali ia dengar.

“Anak nggak tahu diri!!! Cepat kemari!” Bryona yang belum sempat membersihkan sprei itu pun meninggalkan sprei tersebut di atas mesin cuci dan segera berlari menuju arah ruang duduk, tempat bibinya sedang beristirahat sambil menonton televisi.

“Iya, Bi.”

“Lama amattt!!!”

“Maaf Bi, tadi aku baru dari belakang mau cuci sppr …”

“Alasannn!!!” Belum selesai Bryona berbicara, Dorothy sudah berteriak lagi.

“Cepat kamu cari cara bagaimana televisi itu bisa benar. Kamu bisa lihat kan bagaimana tampilan gambarnya,” ujar Dorothy.

Bryona mendekat ke arah televisi. Ia mengutak-atik kabel yang ada di belakang televisi tersebut, namun tetap tidak membuahkan hasil.

“Ti-tidak bisa, Bi,” kata Bryona pelan.

“Dasar bodoh!!! Makanya otak tuh digedein biar pinter, jangan cuma gede dada aja. Apa emang disiapin buat jual diri, hah?!”

Seperti tamparan bagi Bryona, hatinya begitu sakit ketika mendengar perkataan Dorothy. Tanpa banyak bicara, ia segera berlalu pergi dari ruang duduk.

**

Kini Bryona tengah duduk di kelas 3 SMP. Semua teman-teman di kelasnya kembali memandangnya aneh. Ia pun hanya bisa kembali menundukkan kepalanya.

Rumor buruk tentang dirinya membuatnya minder, apalagi jika bukan karena bentuk tubuhnya yang seperti melebihi batas.

Ia duduk di kursi paling belakang dan paling pojok dari ruang kelas, sama seperti saat ia duduk di kelas 2. Matanya hanya bisa ia arahkan ke atas meja.

“Halo!” Sebuah suara memecah lamunan Bryona.

Seorang gadis cantik kini tengah berdiri di samping mejanya, “kenalkan, namaku Freya … Freya Rodriguez. Siapa namamu?”

“A-aku Bryona,” katanya memperkenalkan diri.

Freya langsung duduk di kursi persis di depan tempat duduknya. Gadis itu memutar tubuhnya, menghadap ke arah Bryona.

“Aku baru saja pindah ke sekolah ini, maukah kamu berteman denganku?” Tanyanya sambil menampilkan senyum yang begitu menawan.

Untuk pertama kalinya, hati Bryona begitu bahagia. Setelah lebih dari 2 tahun bersekolah di sana, akhirnya ada seseorang yang menawarkan diri untuk menjadi temannya. Bukankah itu suatu hal yang patut disyukuri.

“M-mau! Tentu saja aku mau!” angguk Bryona dengan cepat dan sebuah senyuman juga terukir di wajahnya.

🌹🌹🌹

#3

Beberapa minggu mengenal Freya, membuat Bryona takjub. Hal itu dikarenakan di balik wajah cantik dan penampilan Freya yang bisa dikatakan menawan, ia adalah seorang ahli komputer. Ia bisa berada di belakang komputer hanya untuk membuat suatu program ataupun melakukan peretasan terhadap website-website yang menurutnya tidak pantas untuk tampil.

“Hei, mengapa wajahmu seperti itu?” tanya Freya saat Bryona tengah memandanginya.

“Aku benar-benar kagum padamu. Kamu cantik, pintar, ah … pokoknya perfect!” puji Bryona.

“Jangan melebih-lebihkan. Semua perempuan itu cantik, tergantung bagaimana mereka menampilkan apa yang ada dalam diri mereka. Seperti dirimu, kamu juga cantik, Bry,” kata Freya.

Bryona menghela nafasnya, pandangannya seketika berubah sendu. Pikirannya kembali terisi dengan ejekan dan bullyan yang selalu ia dapatkan dari teman-temannya. Belum lagi ucapan-ucapan kasar yang menjadi makanannya sehari-hari di rumah.

“Bry, apa yang sesang kamu pikirkan?”

“Frey, apa menurutmu aku pantas bahagia?” pertanyaan Bryona membuat Freya menatap sahabatnya itu dengan pandangan aneh.

“Memangnya siapa yang mengatakan bahwa kamu tidak pantas bahagia? Apa ada sesuatu yang terjadi padamu?” tanya Freya.

“Ahhh … tidak tidak. Aku hanya sedang berpikir bahwa tidak semua orang akan hidup bahagia bukan? Mungkin saja aku adalah salah satunya.”

Freya menepuk punggung tangan Bryona,” Bry … kalau kamu ada masalah, katakan padaku. Bukankah kita ini sahabat? Sejak awal aku masuk ke sekolah ini sebenarnya aku melihat sesuatu yang berbeda, hanya saja aku tidak berani bertanya padamu. Apa kamu mau menceritakannya padaku?”

Bryona menatap ke arah Freya, ia bisa melihat ketulusan di mata Freya yang tidak ia lihat di mata teman-teman yang lain. Ketika setiap hari ia harus puas dengan tatapan jijik dan sinis dari setiap orang yang melihatnya, kini ia bisa melihat bagaimana ketulusan persahabatan yang diberikan oleh Freya.

Baru saja Bryona ingin membuka mulutnya untuk bercerita, seorang guru sudah masuk ke dalam kelas karena bel tanda istirahat sudah berbunyi. Teman sekelasnya yang tadi berada di luar kelas sudah kembali duduk di tempatnya masing-masing.

“Kamu bisa bercerita lain waktu, aku akan selalu siap mendengarkan,” bisik Freya sambil tersenyum, dan dijawab dengan anggukan oleh Bryona.

**

Plakkk!!!

Sebuah tamparan mendarat kembali di pipi Bryona. Seperti biasa, toilet menjadi tempat penyiksaan bagi seorang Bryona.

“Berani sekali kamu menggoda kekasihku!” teriak Leticia.

Bughhh!!!

Sebuah pukulan juga mendarat di perut Bryona, membuatnya meringis sakit.

“Aku tidak menggodanya. Aku tidak melakukan apa-apa.” Kata Bryona membela dirinya.

“Bagaimana tidak menggoda? Setiap kali kamu berjalan di depannya, kamu pasti sengaja membusungkan dadamu itu. Kamu sengaja ya ingin menggodanya dengan tubuhmu itu?” Leticia mencengkeram dagu Bryona dan sengaja melakukannya dengan menggunakan kukunya.

“Ahhh … sakit,” Bryona meringis sakit ketika ujung kuku tersebut mulai melukai bagian pipinya.

Brakkkk!!!

Pintu toilet terbuka, terlihat Freya sedang berdiri dengan tangan yang dilipat di depan dadanya.

“Hei! Siapa yang memperbolehkanmu untuk masuk?” tanya Leticia.

“Apa untuk masuk ke toilet saja aku perlu izin?” tanya Freya sambil memainkan rambutnya.

“Apa kamu juga ingin bernasib sepertinya?” tanya Leticia sambil terus mencengkeram pipi Bryona.

Freya mengambil tempat sabun yang berada di atas wastafel, kemudian dengan cepat ia melemparkannya ke arah Leticia, hingga tepat sekali mengenai keningnya.

“Aduhhh!! sialann!!” Leticia menggeram kesal. Ia mengepalkan tangannya dan memutar tubuhnya ke arah Freya.

“Kemarilah kalau kamu ingin berkelahi. Jangan hanya berani pada seseorang yang tidak akan pernah melawanmu,” Freya memicingkan matanya sambil menggerakkan 2 jarinya.

“Ooo jadi kamu ingin membela cewe penggoda ini ya? Apa kamu temannya? Kusarankan sebaiknya kamu berpikir ulang sebelum membelanya,” Leticia menggerakkan tangannya, meminta teman-temannya keluar dari toilet untuk meninggalkan Bryona.

“Sebaiknya kamu berjaga-jaga, jangan sampai kekasihmu nanti digoda dan direbut olehnya karena ia menjual tubuhnya itu,” bisik Leticia pada Freya, dan Freya hanya mengepalkan tangan tanpa sekalipun membalas perkataan.

Setelah kepergian mereka, “kamu baik-baik saja?” Freya mendekat ke arah Bryona.

“Apa salahku, Frey? Apa salahku? Aku tidak pernah menggoda kekasihnya. Apa memiliki ukuran dada yang besar adalah suatu kesalahan? Apa aku yang meminta seperti ini?” Buliran air mata keluar dari sudut mata Bryona.

**

“Kamu sudah mendengar semua kisahku, bagaimana menurutmu?” Freya membawa Bryona ke sebuah cafe tak jauh dari rumah Bryona. Ia pun memesan ruangan khusus karena ia tak ingin Bryona menjadi minder dan malu untuk bercerita.

“Kasusmu ini cukup unik menurutku. Satu hal yang pasti ini bukan kesalahanmu, tapi aku memintamu untuk bersyukur atas apa yang ada dalam dirimu saat ini. Percayalah padaku, suatu saat nanti, kamu akan merasa beruntung memiliki ukuran dada yang seperti ini,” Freya tersenyum tanpa sedikitpun niatan mencela.

“Aku ingin pergi dari kota ini, Frey. Aku ingin mengubah hidupku. Aku tak ingin mengenal siapapun di kota ini lagi. Kota ini terasa sempit dan menyesakkan bagiku. Setiap sudutnya terasa menyakitkan.”

Freya tampak berpikir, “Apa Paman dan Bibimu mengijinkanmu pergi dari sini?”

Bryona tertawa, “Mereka pasti akan dengan senang hati membiarkanku pergi. Paling-paling mereka akan kehilanganku sebagai asisten rumah tangga mereka saja, selebihnya tidak.”

“Jika kamu yakin seperti itu, bagaimana kalau kamu pindah ke Kota S?”

“Apa kamu bisa membantuku?”

“Tentu saja aku akan membantumu, bahkan aku akan mengubah dirimu menjadi seseorang yang baru. Tak akan ada lagi yang mengetahui siapa dirimu. Kamu bebas menjalani kehidupanmu,” kata Freya dengan yakin.

“Aku mau Frey, aku mau! Tidak masalah menjadi orang lain, aku akan senang.”

“Kalau begitu, aku akan mulai mempersiapkannya dari sekarang. Setelah kita lulus SMP, kamu akan langsung pindah ke Kota S dan melanjutkan sekolahmu di sana. Aku akan membantumu.”

Bryona memeluk Freya dengan erat, “Terima kasih, Frey. Apa kamu memang seseorang yang dikirimkan Tuhan untuk mengubah takdirku? Aku berharap seperti itu.”

🌹🌹🌹

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!