Dia adalah gadis yang begitu pintar, selalu mendapatkan rangking satu di kelasnya. Hingga Ia mendapatkan beasiswa dan berhasil masuk ke universitas yang paling terkenal di kalangan elit.
Namanya adalah Cahaya Airin, biasa di panggil Aya.
Namun karena penampilannya yang begitu culun dan terlahir dari keluarga yang sederhana. Membuat Aya selalu menjadi bahan ejekan di kampusnya.
Walaupun begitu, Aya adalah gadis yang begitu kuat. Sebelumnya memang Ia merasakan sedih saat semua orang satu kampus mengacuhkannya. Bahkan ada yang mencemoohnya karena penampilannya dan gadis dari kalangan rendahan.
Namun perlahan Aya mencoba untuk tidak lagi mencari teman disana. Dia bahkan mengacuhkan apapun yang orang lain katakan tentang dirinya. Dengan begitu Aya menjadi lebih baik dari pada harus memikirkan perkataan yang menurutnya sangat tidak penting untuk di pikirkan.
Satu yang menjadi semboyan nya, yaitu Ia harus berhasil.
Tapi tidak semudah itu, karena dimana ada orang baik disitu ada orang jahat. Yah begitulah, ada gadis lain yang begitu iri dengan kepintaran Aya.
Adeline Renata, gadis cantik idola kampus yang selalu menjadi perhatian bagi kaum Adam. Namun kecantikannya hanya luarnya saja. Karena dalam hatinya menyimpan begitu banyak kebencian terhadap seorang gadis culun dari kaum rendahan yang tidak selevel dengannya, itu menurutnya.
Dan satu lagi pria idaman kampus yang menjadi rebutan kaum hawa, yaitu Bryan Askara. Bryan adalah pacar dari Adeline Renata yang biasa di panggil Rena.
Bryan selalu saja menuruti kemauan Rena, bahkan Bryan yang tadinya pria yang baik menjadi begitu jahat karena sering bergaul dengan Rena dan kawan-kawannya.
Dan hari ini, malam ini juga, di kampus elite itu sedang mengadakan acara pesta prom night. Mereka semua datang berpasangan, begitu juga dengan Bryan dan Rena.
Bryan memakai setelan tuxedo yang membuatnya begitu tampan dan menawan. Rena pun terlihat begitu cantik dan anggun dengan gaun bertema Cinderella.
Berbeda dengan Aya, karena pesta itu wajib, jadi mau tidak mau Aya pun hadir disana.
Aya menggunakan gaun milik almarhum ibunya yang terlihat begitu kuno. Hingga membuat semua orang yang melihatnya pasti akan tertawa mengejeknya.
Aya berusaha acuh, Ia tidak ingin memperdulikan perkataan orang lain. Aya hanya ingin pesta itu segera berakhir.
"Lihatlah gadis kampung itu, sungguh menjijikkan," cibir Rena menatap benci pada Aya.
Bryan mengikuti arah pandang Rena, Ia pun tersenyum sinis saat melihat Aya. "Sudahlah sayang, jangan hiraukan dia. Lebih baik kita nikmati pesta ini. Sebentar lagi kelulusan kita. Dan sekarang saatnya kita bersenang-senang," ucap Bryan dan langsung mengajak sang kekasih untuk bersansa.
Musik berdentum begitu keras, banyak pasangan yang berdansa disana. Namun Aya hanya menatap mereka dengan sangat malas.
Aya ingin sekali keluar dari peta tersebut, namun ini adalah pesta prom night terakhir karena beberapa hari lagi mereka akan lulus dari universitas itu. Pesta prom night ini di wajibkan untuk para mahasiswa dan mahasiswi disana.
Aya yang mulai bosan dan merasakan tenggorokannya mulai kering pun berjalan untuk mengambil minuman.
Aya pun mengambil minuman kesukaannya yaitu orange jus. "Ah, segarnya," ucap Aya setelah meneguk orange jus yang ada di tangannya.
Aya ingin mencari tempat untuknya duduk, Ia pun berbalik dan bersiap untuk melangkah. Namun Aya tidak menyadari bahwa di belakangnya ada Bryan yang juga ingin mengambil minuman.
Brugh...
Orange jus yang ada di tangan Aya pun tumpah mengenai baju yang Bryan kenakan. Aya yang mengetahui bahwa itu adalah Bryan pun membelalakkan matanya.
"Ma-maaf," ucap Aya yang berusaha untuk membersihkan tumpahan jus yang mengenai baju Bryan. Namun sebuah dorongan membuatnya terhempas ke lantai.
"Ah...! Apa yang kau lakukan huh. Apa matamu tidak bisa melihat. Lihatlah, kau mengotori bajuku!!," Ucap Bryan begitu marahnya.
Semua orang pun menghentikan aktivitasnya dan menatap kearah Bryan dan Aya. Bukannya membantu, mereka malah mentertawakan Aya yang kini tengah jatuh tersungkur di lantai akibat Bryan yang mendorongnya.
Sedangkan Rena yang melihat semua itu tertawa menyeringai. Iapun berjalan mendekati Bryan.
"Ada apa sayang?, Ah, ya ampun kenapa dengan bajumu sayang?," Ucapnya berpura-pura tidak tahu.
"Gadis jelek dan kotor itu yang menumpahkannya sayang," ucap Bryan menunjuk Aya.
"Oh ya?, Kalau begitu aku akan memberinya pelajaran sayang," ucap Rena. Iapun mengambil minuman dan berjalan ke arah Aya.
Dengan kejamnya Rena menumpahkan minuman itu ke kepala Aya. Dan membuat Aya menjadi basah kuyup karena tumpahan air.
Aya sungguh merasa sakit hati, marah dan malu saat ini. Air matanya mewakili luapan perasaan yang begitu sesak di hatinya.
Namun semua orang malah tertawa melihat keadaan Aya yang begitu menyedihkan.
Tangan Aya meremas gaun yang basah itu. Hatinya benar-benar sakit luar biasa.
"Apakah hati mereka terbuat dari batu, apakah aku sehina itu hingga mereka begitu membenciku?." Ucap Aya dalam hati.
"Heh culun!, Kau pikir dengan air matamu itu kami akan merasa kasian padamu?. Yang ada kami merasa jijik padamu. Kalangan rendahan sepertimu tak pantas berada di antara kami," ucap Bryan begitu merendahkan Aya.
Aya ingin membalas ucapan Bryan, namun disini Ia hanya sendirian di antara orang-orang yang sombong dan angkuh itu. Aya hanya bisa menangis sesenggukan disana.
Aya begitu membenci Bryan, pria yang menurutnya begitu sombong dan arogan itu akan selalu Ia ingat.
"Sudahlah, lebih baik kita tinggalkan gadis kampung itu." Ucap Rena.
Dan satu persatu orang-orang itu pun tak mengherankan Aya. Bryan dan Rena pun meninggalkan Aya yang saat ini masih terduduk menangis di lantai yang begitu dingin itu.
Sedangkan Aya masih menangis sesenggukan, sungguh ini adalah hal yang tidak akan pernah bisa Ia lupakan dalam hidupnya.
"Aku membenci kalian, terutama kau Bryan. Aku berharap tidak akan pernah bertemu dengan orang-orang seperti kalian," gumamnya.
Aya berusaha menguatkan hatinya, Ia membenahi kaca matanya dan segera berdiri.
Untungnya tidak berapa lama kemudian, pesta itu pun selesai. Dan malam itu adalah malam yang tidak akan pernah Aya lupakan dalam hidupnya.
Selang beberapa hari acara kelulusan pun digelar, Aya lulus dengan nilai yang memuaskan. Banyak prestasi yang Ia capai, hingga membuat para dosen dan rektor begitu bangga padanya.
Begitu juga dengan sang ayah. Walaupun Ia bekerja sebagai OB di sebuah perusahaan ternama. Tapi Ia bangga memiliki putri cerdas dan pintar seperti Aya.
Sepulang dari acara wisudanya, Aya sangat senang karena tidak akan bertemu dengan mereka lagi. Aya juga sudah melamar pekerjaan ke berbagai perusahaan.
Aya ingin menutup masa lalunya yang begitu kelam, Ia ingin membuka lembaran baru. Ia akan berjuang keras untuk kehidupannya dan ayahnya kedepannya.
***
Aya merasa bangga karena bisa menjadi lulusan terbaik dari universitas terkemuka.
Dan kini Ia bisa mendapatkan pekerjaan di perusahaan ternama, yaitu perusahaan Askara groups.
Namun lagi-lagi di perusahaan itu Ia tidak memiliki banyak teman. Karena penampilannya tidak berubah, Aya masih menggunakan kacamata tebal dan mengepang rambut panjangnya.
Hanya satu teman yang Ia miliki yaitu Adrian. Adrian adalah pria yang tampan, Ia sebenarnya berasal dari keluarga berada. Namun Ia ingin mandiri dan bekerja di perusahaan pamannya dengan memulai dari nol.
Karena banyak karyawan wanita yang juga menyukai Adrian. Mereka pun begitu tidak menyukai Aya karena kedekatannya dengan Adrian.
Seperti saat ini misalnya, Adrian menghampiri meja kerja Aya dan mengajaknya untuk makan siang bersama. Padahal sedari tadi banyak karyawan wanita yang mengajaknya untuk makan siang bersama. Namun mereka semua di tolaknya.
Sebenarnya Adrian merasa tertarik dengan Aya. Menurutnya, Aya adalah gadis yang baik dan begitu mandiri. Adrian sangat salut dengan Aya.
Walaupun begitu, tidak ada yang mengetahui bahwa Adrian adalah keponakan dari pemilik perusahaan tersebut.
"Aya, Apa Kau tidak mendengarku?. Aku sudah sangat kelaparan, tapi Kau malah sibuk dengan pekerjaan mu itu," ucap Adrian merasa kesal.
Aya mengalihkan pandangannya dari layar komputernya. Lalu ia melihat Adrian yang sedang marah padanya. Sebuah senyum kecil menghiasi bibirnya.
"Uluh uluh... Bukankah tadi banyak gadis yang mengajakmu untuk makan siang. Mereka sangat cantik Iyan, tapi kenapa kau malah mengajakku?." Goda Aya menaik turunkan kedua alisnya.
"Mereka bukan teman ku Ay, kaulah temanku. Jelas saja Aku menolak mereka dan mengajakmu," ucap Adrian menjelaskan.
Aya tersenyum dan menghembuskan nafasnya. Lalu ia segera berdiri dan menepuk pundak Adrian.
"Ayok kita makan siang," ajak Aya tanpa dosa. Membuat Adrian melongo melihat Aya.
"Hey, katanya tadi kelaparan. Sekarang malah bengong," ucap Aya menggelengkan kepalanya.
Adrian pun langsung tersadar dan tersenyum. Iapun meraih pundak Aya dan berjalan bersama melewati beberapa karyawan lain.
Mereka semua saling berbisik karena seharusnya Adrian tidak pantas untuk berteman dengan Aya, itu menurut mereka. Tidak sedikit yang merasa iri dan benci kepada Aya.
Aya yang melihat pandangan semua orang pun berusaha melepaskan tangan Adrian dari pundaknya. Namun Adrian tidak mau melepaskannya.
"Jangan hiraukan mereka, Aku sudah sangat lapar," ucap Adrian.
Aya akhirnya menyerah, Ia pun membiarkan tangan Adrian yang ada di pundaknya.
***
Selesai menyantap makan siangnya, Adrian tersenyum menatap Aya yang masih belum menghabiskan makanannya.
"Aya, Apa Kau tahu kalau CEO perusahaan ini Minggu ini akan datang dan mengelola perusahaan ini?."
Aya mengelap bibirnya dengan tissue, lalu ia menghabiskan minumannya.
"Aku tahu Iyan, selama bekerja di perusahaan ini, Aku memang belum pernah bertemu sekalipun dengannya. Katanya saat ini Ia sedang mengurus perusahaan lain di luar negeri." Ucap Aya.
"Kau benar Ay, dia juga sangat tegas dan begitu arogan. Dan aku paling tidak suka dengan kekasihnya yang memberikan pengaruh buruk padanya," ucap Adrian membuat Aya mengerutkan keningnya.
"Kenapa kau seperti sangat mengenal CEO perusahaan ini Iyan?." Tanyanya penuh selidik.
"Mana mungkin, Aku juga hanya mendengar dari para karyawan lain saja," kilah Adrian.
"Memang sih, Aku juga mendengar desas-desus itu." Ucap Aya seraya menyangga wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Adrian melihat jam tangannya, jam makan siang masih ada waktu tiga puluh menit lagi.
"Aya, Kau sudah hampir dua tahun bekerja di perusahaan ini. Apa Kau tidak ingin merubah penampilan mu itu?. Kau tahu?, Kau itu sebenarnya gadis yang begitu manis," puji Adrian.
Aya merasa pipinya panas mendengar pujian dari Adrian. Rona merah terlihat jelas dari wajahnya.
"Apa Kau sedang mengejekku?. Aku tahu kalau aku ini sudah begitu jelek dari lahir Iyan." Ucap Aya minder.
"Tapi aku serius Ay, Kau itu..."
"Sudahlah, lebih baik kita kembali ke perusahaan. Pekerjaan ku masih menumpuk," potong Aya yang sudah berdiri.
"Tapi jam makan siang belum berakhir Ay?!."
"Yasudah kalau begitu aku kembali duluan bye."
Aya mulai berjalan meninggalkan Adrian. Sebenarnya Aya enggan untuk membahas tentang penampilannya. Karena itu akan mengingatkan dirinya tentang kejadian beberapa tahun lalu.
Adrian yang melihat Aya meninggalkannya pun ikut beranjak dan mengejar Aya.
"Aya tunggu!."
Adrian kembali merangkul pundak Aya, namun Aya berusaha melepaskannya.
"Apa Kau marah Aya?."
"Tidak, aku hanya tidak suka Kau membahas penampilan ku Iyan!. Apa kau malu berteman denganku yang berpenampilan seperti ini?."
"Oke baiklah maafkan aku Ay, Aku hanya tidak ingin semua orang terus mengejek dan merendahkan mu."
Aya menghentikan langkahnya, lalu ia berbalik dan menatap Adrian.
"Iyan, Aku tidak apa-apa mereka terus saja menghinaku. Selama itu tidak melebihi batas. Aku akan selalu menganggap mereka angin yang berlalu. Aku tidak ingin mencari musuh Iyan," ucap Aya menunduk.
"Baiklah kalau itu keputusan mu Aya. Mulai sekarang Aku tidak akan mengungkit tentang penampilan mu lagi. Dan Kau harus ingat bahwa Aku adalah temanmu yang akan selalu melindungi mu dari orang-orang seperti mereka." Ucap Adrian memegang pundak Aya.
Aya mendongak menatap Adrian. Iapun tersenyum. Sungguh Aya beruntung memiliki seorang teman yang sangat baik seperti Adrian.
"Sudah jangan marah lagi, sekarang kita kembali bersama," ucap Adrian mengacak rambut Aya.
"Jangan mengacak poniku, nanti akan berantakan Iyan," keluh Aya kesal.
Mereka pun berjalan sambil bercanda satu sama lain. Hingga tawa mereka membuat para karyawan menatap mereka.
"Sudah Iyan, Aku harus menyelesaikan pekerjaanku. Karena nanti siang harus segera di serahkan kepada pemilik perusahaan ini.
"Baiklah, Aku kembali ke mejaku. Nanti Aku akan mengantarmu pulang," ucap Adrian dan mendapatkan anggukkan kepala dari Aya.
Setelah Adrian kembali ke ruangannya, ada salah satu karyawan wanita yang menghampiri Aya.
"Kau tidak pantas bersama dengan Adrian gadis jelek!," Ucap karyawan wanita bernama Feny.
Aya menoleh ke arah suara. "Apa maksudmu Feny, Aku sungguh tidak mengerti," ucap Aya heran.
"Aku peringatkan padamu!, Jangan pernah mendekati Adrian. Karena dia adalah milikku!."
"Tapi kami hanya berteman Feny, Aku juga tidak akan melarangmu untuk mendekati Adrian."
"Atas dasar apa Kau melarangku?!, Kau itu gadis yang begitu jelek. Dan Kau tidak akan pernah bisa selevel dengan ku!," Ucap Feni dan langsung meninggalkan Aya.
"Kenapa... kenapa selalu seperti ini. Apa salahku pada mereka sebenarnya," ucap Aya mengusap air matanya yang tadi sempat mengalir saat Fany menghinanya.
Aya pun teringat kembali kejadian beberapa tahun lalu setelah penghinaan itu. Aya waktu itu berdiri dan menyendiri di antara banyaknya orang-orang yang sudah mentertawakan dirinya saat Bryan dan Rena menghina dan mempermalukannya di depan semuanya.
Rasanya Ia ingin melakukan hal yang sama seperti waktu itu. Karena saat ini para karyawan lain tengah memperhatikan dirinya.
Seandainya Ia lahir dari kalangan dengan derajat yang tinggi. Aya pasti akan membalas semua orang yang telah menghinanya. Namun semua itu sungguh sangat mustahil baginya.
Adrian tersenyum kala melihat jam tangannya. Ya, saat ini tiba jam pulang kantor. Adrian segera membereskan meja kerjanya dan berniat untuk menghampiri Aya.
Sedangkan disisi lain, saat ini Aya juga sudah siap untuk pulang. Ia tidak ingin Adrian mengantarnya pulang. Ia tidak ingin Fany tiba-tiba datang dan menghinanya lagi.
Aya tahu dirinya tidak secantik teman-temannya di kantor. Dan Ia juga tidak ingin mendapatkan masalah baru lagi.
Aya berjalan cepat menuju parkiran. Ia segera memasuki taksi yang Ia pesan tadi.
Dalam taksi tersebut, Aya menoleh kearah belakang melihat apakah Adrian melihatnya atau tidak. Aya pun menghembuskan nafas lega karena tidak melihat Adrian di sana.
"Untunglah," ucapnya mengelus dada.
"Maafkan aku Iyan, Kau tidak pantas berteman denganku. Kau pria yang sempurna, sedangkan Aku hanyalah seorang Upik abu yang tidak pantas berteman dengan siapapun." Gumam Aya dengan air matanya yang mulai menetes.
Namun Aya pun segera mengusap air matanya. Ia tidak ingin saat dirinya pulang nanti matanya malah terlihat sembab.
Aya tidak ingin sang ayah tahu tentang semua masalah tentang dirinya. Aya selalu berbohong kepada ayahnya bahwa dirinya memiliki banyak teman.
Tapi kenyataannya itu hanya untuk menutupi agar sang ayah tidak terlalu mencemaskan dirinya.
Taksi itu pun kini tengah sampai di halaman rumah Aya. Sebuah halaman yang tidak terlalu luas namun masih bisa untuk memarkirkan dua mobil saja.
"Terimakasih pak, saya sudah membayarnya ke aplikasi ya pak," ucap Aya kepada supir taksi itu.
"Iya neng terimakasih." Ucap supir taksi itu dan langsung pergi dari sana.
Aya mengerutkan keningnya saat melihat sebuah mobil mewah yang terparkir di halamannya.
"Apa ayah ada tamu?, Tapi siapa?. Setahuku ayah tidak pernah punya teman yang mempunyai sebuah mobil." Gumamnya pada dirinya sendiri.
Aya pun segera menapakkan kakinya menuju rumahnya yang sederhana itu.
"Assalamu'alaikum ayah, Aya pulang," ucapnya seperti biasa setiap Aya pulang bekerja.
"Waalaikumsalam," jawab sang ayah bersamaan dengan suara yang lain.
Aya melihat di ruang tamu ada seseorang yang begitu tidak asing dalam pandangannya. Ia seorang pria paruh baya. Pria paruh baya itu juga tersenyum menatap Aya yang mematung di tempatnya.
Sang ayah yang melihat putrinya malah terbengong pun akhirnya menghampirinya.
"Nak, Kau baik-baik saja?," Tanya Sang ayah yang kini sudah berada di sampingnya.
Seketika Aya pun tersadar, lalu ia tersenyum menatap sang ayah dan mencium tangannya.
"Jadi ini putrimu yang Kau ceritakan itu Hendra?."
Suara pria paruh baya itu membuat Aya dan ayah Hendra menoleh ke arahnya.
Hendra nampak menghembuskan nafasnya panjang. Lalu Ia mulai mengenalkan Aya dengan pria paruh baya tersebut.
"Ya, dia putri saya Tuan," ucap Hendra.
"Aya, kenalkan dia adalah Tuan Bagaskara, pemilik perusahaan tempat ayah bekerja," ucap Hendra kemudian.
Aya tahu pria paruh baya itu adalah tuan Bagaskara. Pemilik perusahaan terbesar di Asia. Karena foto Tuan Bagaskara berada di halaman depan majalah bisnis.
Namun yang membuat Aya bingung adalah, kenapa Tuan Bagaskara mau repot-repot datang ke rumah sederhananya.
Aya tersenyum, kemudian ia pun menyalami Tuan Bagaskara.
"Selamat sore Tuan," ucap Aya tersenyum ramah.
"Sore Aya. Kau pasti bertanya-tanya kenapa saya bisa datang kemari kan?. Duduklah, saya akan menjelaskannya padamu," ucap Tuan Bagaskara.
Tiba-tiba saja Aya merasa ada yang janggal saat melihat sang ayah yang nampak begitu sendu.
Aya pun mendudukkan dirinya di samping sang Ayah.
"Saya tidak ingin bertele-tele kepada kalian. Aya, apa kau tahu bahwa ayahmu memiliki hutang yang sangat banyak kepada perusahaan saya beberapa tahun silam?," Tanya Bagaskara.
Aya sungguh terkejut mengetahui hal yang tidak pernah Ia ketahui.
"Ma-maksud Anda hutang apa Tuan," ucap Aya sangat terkejut. Pasalnya sang ayah tidak pernah mengatakan apapun tentang hutang yang dikatakan oleh Tuan Bagaskara.
"Kau bisa bertanya langsung kepada ayah mu."
Aya pun menoleh ke arah sang ayah yang nampak tertunduk. Sesekali Hendra mengusap wajahnya.
"Benarkah yang di katakan oleh Tuan Bagaskara yah?," Tanya Aya berusaha mencari jawaban dari ayahnya.
Hendra memejamkan matanya dan terdiam sejenak, lalu Ia menganggukkan kepalanya pertanda membenarkan ucapan Tuan Bagaskara.
Aya menitihkan air matanya, namun Ia segera mengusapnya. Di tatapnya kembali Tuan Bagaskara.
"Berapa hutang ayah saya Tuan?, Saya akan membayarnya," ucap Aya.
"Apa Kau yakin bisa membayar semua hutang-hutang yang ayahmu pinjam Aya?."
"Kalaupun uang yang saya miliki tidak mencukupi, tapi saya akan membayarnya dengan cara mencicilnya Tuan."
"Baiklah, hutang ayahmu pada perusahaan saya senilai tujuh ratus juta, Apa Kau sanggup untuk membayarnya?."
Aya terkejut mengetahui jumlah pinjaman sang ayah pada perusahaan Tuan Bagaskara. Uang tabungannya pun hanya ada seratus juta. Lalu kemana Ia harus mencari kekurangannya?.
"Saya akan membayarnya seratus juta dahulu Tuan, sisanya saya akan mencicilnya," ucap Aya mencoba menawar.
"Maaf Aya, tapi saya ingin Kau membayarnya seluruhnya. Karena perusahaan saya bukanlah perusahaan simpan pinjam." Ucap Bagaskara.
Kini Aya sungguh merasa bingung untuk mencari kekurangan yang sangat banyak itu.
Melihat raut kebingungan Aya Bagaskara tersenyum menyeringai. Kini saatnya Ia akan membuat kesepakatan dengan Aya.
"Saya punya solusi agar semua hutang ayahmu kepada perusahaan saya terhapuskan Aya," ucap Bagaskara membuat Aya langsung menoleh ke arah tuan Bagaskara.
"Maksud Anda Tuan?."
"Menikahlah dengan putra saya, maka saya akan melunaskan semua hutang-hutang ayahmu," ucap Bagaskara.
Aya membeliak mendengar ucapan Tuan Bagaskara yang Ia pikir adalah sebuah gurauan saja.
"Tuan, Anda tidak bersungguh-sungguh kan?. Mana mungkin Anda menyuruh saya untuk menikah dengan putra Anda. Yang ada seharusnya Anda menyuruh saya untuk bekerja di perusahaan anda tanpa di gaji." Ucap Aya yang tidak percaya.
"Saya tidak bercanda Aya. Sekarang Kau harus memilih. Menikah dengan putraku, atau Kau melihat ayahmu di penjara?!," Ancam tuan Bagaskara.
Aya terkejut,kini Tuan Bagaskara malah mengancam dan memojokkannya.
"Tapi Tuan, apa Anda tidak salah menjadikan saya sebagai menantu Anda?. Sementara saya juga tidak mengenal siapa putra Anda."
"Tidak, dan Kau harus menikah dengan putra saya!. Saya beri waktu Kau untuk memikirkannya Aya. Tapi saya tetap tidak menerima penolakan!."
"Bagaimana ini, Apa yang harus kulakukan?!. Aku tidak ingin menikah dengan putranya. Aku tidak mengenalnya dan juga tidak mencintainya," ucap Aya dalam hati. Sungguh Ia merasakan bimbang saat ini.
Disatu sisi Ia tidak ingin menikah, tapi di sisi lain Ia juga tidak ingin ayahnya di penjara karena hutang-hutangnya.
"Kau pikirkan baik-baik Aya. Saya memberi mu waktu satu Minggu. Kalau begitu saya permisi Aya, pak Hendra," ucap Tuan Bagaskara yang mulai beranjak dari sana.
***
Beberapa hari berlalu, namun Aya masih belum memutuskan untuk menerima lamaran dari Tuan Bagaskara untuk menikah dengan putranya.
Hingga saat ini Ia melamun di meja makan sederhana miliknya.
Sang ayah yang juga menuju ke meja makan mematung melihat putrinya yang terlihat sedang melamun. Hendra sangat merasa bersalah kepada putrinya karena harus menikah dengan putra dari Tuan Bagaskara.
Kemarin setelah kepergian Tuan Bagaskara, Hendra menceritakan kenapa dirinya bisa berhutang banyak kepada perusahaan Tuan Bagaskara.
"Nak," panggil sang ayah hingga membuat lamunan Aya buyar seketika.
"Iya yah," sahutnya tersenyum menatap sang ayah dan menutupi lara hatinya.
Hendra duduk di samping Aya dan mengusap kepala putrinya.
"Ayah tahu kau tidak menginginkan pernikahan ini nak.
Kau tidak harus menikah dengan putra Tuan Bagaskara, biarkan saja ayah di penjara nak. Ayah tidak ingin melihatmu bersedih," ucap Hendra menitihkan air matanya.
Aya menggelengkan kepalanya pertanda tidak menyetujui ucapan sang ayah.
"Tidak yah, Aya lebih bersedih lagi bila melihat ayah harus di penjara."
Namun tiba-tiba saja Hendra merasa dadanya begitu sesak dan merasakan nyeri yang begitu dahsyat. Iapun memegangi dadanya, sedetik kemudian tubuhnya limbung ke lantai.
Dan itu sontak membuat Aya terkejut dan panik seketika.
"Ayah... ayah kenapa?... Bangun yah..." Ucapnya sambil menggoyangkan tubuh sang ayah. Aya pun segera berlari keluar untuk mencari bantuan dari tetangganya.
Dan beruntung para tetangganya orang-orang yang baik dan segera membawa tubuh ayahnya menuju ke rumah sakit.
***
Dokter keluar setelah memeriksa Hendra. Aya yang melihatnya pun segera berdiri dan bertanya tentang keadaan ayahnya. Air matanya terus saja mengalir.
"Bagaimana ayah saya Dok?," Tanya Aya.
"Nona, ayah anda harus segera di operasi. Kalau tidak bisa membahayakan nyawanya. Silahkan anda tanda tangani surat persetujuannya dan membayar administrasinya." Ucap sang dokter dan segera pergi dari sana.
Aya mematung, ia harus cepat menyelamatkan nyawa sang ayah. Karena hanya ayahnya lah yang ia miliki saat ini.
Aya bingung harus mencari biaya kemana. Karena pastinya biayanya akan sangat banyak. Dan di saat itu yang terlintas di benaknya hanyalah Tuan Bagaskara.
Aya segera meninggalkan rumah sakit menuju ke perusahaan milik Tuan Bagaskara.
***
Tanpa ragu Aya menandatangani surat perjanjian yang Tuan Bagaskara berikan padanya.
Dalam surat perjanjian itu, Aya harus menikah dengan putranya Minggu depan. Dan satu hal lagi yang harus dilakukan oleh Aya. Yaitu Ia harus merubah penampilannya.
"Baiklah Aku akan membiayai seluruh biaya operasi ayahmu. Tapi mulai dari sekarang Kau harus tinggal di apartemen yang sudah ku siapkan untukmu.
"Tapi, bagaimana dengan ayah saya Tuan?, Saya harus merawat ayah saya." Protes Aya.
"Kau tidak perlu khawatir, karena Aku akan membayar perawat khusus untuk merawat dan menjaga ayahmu. Dan Kau harus menuruti perintahku nantinya!."
Mau tidak mau Aya harus menuruti perintah Tuan Bagaskara, karena dia sudah menandatangani kesepakatan itu.
"Baiklah Tuan," ucap Aya menunduk.
"Mulai sekarang jangan memanggilku Tuan. Panggil Aku Papa, karena sebentar lagi Kau akan menjadi menantu ku," ucap Tuan Bagaskara tiba-tiba melembut.
Aya pun terkejut dan menatap Tuan Bagaskara yang tengah tersenyum kepadanya.
"Katakan!"
"Ba-baiklah Papa," ucap Aya terbata.
"Gadis pintar, mulai sekarang Kau harus merubah takdirmu sendiri nak. Dan Aku akan membantumu," ucap Tuan Bagaskara mantap.
***
Aya mematut dirinya di depan cermin, sungguh Ia tidak percaya bahwa gadis dalam pantulan cermin itu adalah dirinya.
Tuan Bagaskara yang melihatnya pun tersenyum puas.
"Kau gadis yang sangat cantik Aya, dan Kau pantas menjadi menantu ku. Istri dari Bryan Askara," ucap Bagaskara membuat Aya membelalakkan matanya.
"Apa?, jadi calon suamiku nanti adalah Bryan Askara, pria yang begitu sangat ku benci?," ucap Aya dalam hati.
Tangannya mulai mengepal mengingat tentang penghinaan yang dilakukan oleh Bryan waktu itu. Aya bersumpah akan membalas dendam kepada orang-orang yang telah menghinanya dulu, terutama Bryan calon suaminya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!