NovelToon NovelToon

JESSYANA LOVE STORY

Peperangan Di Pagi hari

Semua masalah sudah terselesaikan dengan baik. Dominique sangat gembira melihat suaminya yang kembali rukun. Dia bisa melihat kebahagiaan pada suaminya. Suaminya kini memiliki keluarga yang lengkap.

Baron memutuskan untuk membawa Sandra kembali ke negaranya. Dia ingin memberikan perawatan yang terbaik untuk kesembuhan istrinya. Dia tak ingin menyia-nyiakan lagi hidupnya. Dia ingin hari tuanya di penuhi dengan kebahagiaan. Keluarga lengkap. Dia kini memiliki istri, putra juga cucu-cucunya yang perlu dia lindungi. Seperti janjinya.

Dominique pun mendapatkan satu lagi kabar bahagia. Grandma Rose memberikan kabar bahwa mantan tunangannya itu akhirnya memutuskan menikahi wanita yang terus terusan mengejarnya. Seorang model yang dia jadikan model klip pada proyek terbarunya kini resmi sudah menjabat sebagai nyonya Richard. Dominique turut berbahagia untuk mereka. Tak ada yang lebih membuatnya bahagia ketika orang disekitarnya mendapat kebahagiaan juga.

Sophie pun mengandung anak kedua. Usaha Ramon pun tak sia-sia, dia berharap kali ini bayi yang keluar dari rahim istrinya menunjukkan kepemilikan atas dirinya. Ramon tak sabar menanti kelahiran anak keduanya. Sedangkan, John yang sudah mengurangi pekerjaannya dengan Haiden karena ingin lebih fokus dan dekat merawat juga melihat tumbuh kembang anaknya.

Haiden selalu bilang itu alasan klise. Namun, dia pun memang tak menyangkal keberadaan Jessy dan Jonathan sudah mengubah hidupnya. Hidup mereka menjadi lebih berwarna, begitu Will yang selalu tak mau kalah saingan ketika membelikan barang-barang untuk anaknya. Walaupun mereka tahu anaknya kembar couple, tetap saja Will selalu merasa anaknya lebih unggul karena anaknya menjadi kakak dari anaknya Haiden.

Carlos dan Diana pun sama, walaupun Carlos sangat sibuk dengan tugasnya sebagai dokter tak mengurangi kebahagiaannya. Dia sangat memanjakan istrinya juga putrinya yang diberikan nama, Sabrina Carolita. Dia memberikan kehidupan yang paling baik untuk istri juga putrinya.

Justin memberikan kabar bahwa dia kembali ke negaranya. Membawa Monica  bersamanya. Dia tak ingin keberadaan Monica akan mengancam jiwa orang yang paling ingin dia lindungi. Justin dengan segenap hatinya, tetap menomorsatukan Dominique sebagai orang yang paling penting di hidupnya.

Terry selalu memberikan kabarnya. Saat dia mulai bersekolah dan hari-hari sibuknya disana. Tak lupa, Terry selalu mengirim Dominique foto  dirinya dikala dia mendapatkan setiap penghargaan. Terry memiliki otak super cerdas dibanding anak seusianya. Dia mudah menyerah semua ilmu yang diberikan. Bahkan dia menjadi icon dan selalu diutamakan apabila sedang diadakan berbagi kompetensi ilmu dan teknologi.

Tak lupa setiap dia berkirim kabar ataupun menelpon, dibandingkan dengan ibunya, dia lebih sering menanyakan kabar Jessy. Dia benar-benar merindukan adik kecilnya itu. Selalu berkata pada ibunya, jika dia besar nanti akan membawa Jessy untuk tinggal bersamanya. Benar-benar kakak yang sangat sayang dan melindungi adiknya.

Roda kehidupan Dominique benar-benar berubah. Dia mendapatkan apa yang tidak semua orang dapatkan. Walaupun bersuami dua orang, dia tetap bisa menjalani dengan sangat tertata.

Hidup yang penuh dengan limpahan harta yang tidak akan habis dimakan tujuh turunan. Putra dan putri yang membanggakan juga menggemaskan. Suami-suaminya yang selalu menjadikan dirinya seperti ratu. Dambaan setiap wanita di manapun. Apalagi kedua suaminya yang tak pernah mau menoleh atau berpaling dengan wanita lain. Selalu puas dengan servis yang dia berikan.

Beberapa tahun berlalu dengan cepat. Anak-anak lucu dan mungil mereka kini sudah tumbuh menjadi lelaki muda dan gadis yang cantik. Kini tugas Dominique dan kedua suaminya hanya memantau keberadaan mereka.

"Aku nggak mau diantar, Pah. Biarkan aku pergi sendiri!" protes gadis berambut ikal bergelombang saat mereka sedang sarapan.

"Tidak bisa, Jess, Papa tidak percaya padamu. Apalagi, Jo bilang kau sekarang sedang bergaul dengan anak-anak yang tak jelas itu!" Haiden menggelengkan kepala saat anak perempuan yang mulai tumbuh dewasa ingin memiliki kebebasan berteman.

"Huh, kau, ya, Jo. Kau jadi mata-mata Papa?" dengusnya kesal. Melirik seorang anak laki-laki yang tubuhnya kini sudah bertambah tinggi dan hampir menyamai kedua ayahnya.

"Siapa suruh kau melarangku dekat-dekat. Kau tahu sendiri, aku itu tidak akan bisa jauh-jauh darimu!" Anak lelaki tadi yang melakukan juga aksi protesnya. Dia tetap tidak mau kalah oleh adik perempuannya itu.

"Papi, lihat tuh si Jo, dia selalu saja bertingkah aneh. Aku kan sudah besar, bukan anak kecil lagi. Masa kemana-mana harus selalu dikuntit olehnya. Dia sudah mirip seperti paparazi yang mencari topik berita!" keluh Jessy. Meminta pembelaan dari Willy yang sedang membawa koran. Dia hanya menurunkan koran, melirik putrinya. Lalu kembali pada posisi awalnya. Membaca koran.

"Hahahaha, apa kubilang? Papi saja tetap memihakku!" Jonathan yang memenangkan lagi perang mulut pagi ini.

"Mama, ayo dong dukung aku. Aku cuma ingin bebas dari nama besar Papa dan Papi juga kakak resekku itu yang selalu usil terhadapku. Aku cuma ingin belajar hidup mandiri, bekerja paruh waktu. Kenapa kalian tak mengizinkan!"

Jessy tetap merajuk. Dia tak mau kalah banding. Walaupun tidak ada yang mendukung keputusan dirinya. Dia akan memperjuangkan sampai titik darah penghabisan.

"Memangnya kau mau kemana sih sayang?" Ibunya kini mulai bersuara. Membuat kedua suaminya hampir tersedak. Matanya langsung mendelik tajam padanya. Mereka tahu selama ini istrinya selalu sependapat dengan mereka. Jessy menatap ibunya penuh binar. Dia merasa ada sedikit harapan ketika ibunya mulai angkat suara.

"Aku mau ambil kontrakan mungil, Mah. Lalu, aku ingin mencoba bekerja sambil kuliah. Aku ingin hidup sederhana. Dan tak ingin seorang pun tahu tentang diriku. Aku tidak mau orang-orang hanya berteman denganku karena melihat Papa dan Mama!" Jessy berkata sambil menunjukkan wajah memelasnya. Dia berharap orangtuanya sependapat.

"Uhm, kau benar-benar menggarisi darah Mama," Ibunya tersenyum bahagia saat mendengar ucapan anak perempuannya.

"Tidak. Aku tidak setuju. Untuk apa kau bekerja di luar, kau tinggal bilang sama Papi, perusahaan mana yang kau mau masuki, Papi akan langsung mengaturnya!" Willy tegas bersuara. Menolak permintaan putrinya.

"Apalagi aku, sebagai ayah kandungmu, mana mungkin aku membuat kau berkeliaran mencari pekerjaan, di perintah oleh orang lain dan  tinggal di tempat kumuh, huh, aku tidak akan menyetujuinya!" tentu saja Haiden pasti langsung menolak. Apapun yang jelak dan tak enak di dengar, dia langsung menolaknya.

"Kau ini sungguh bodoh. Fasilitas serba ada, kau ingin meninggalkannya  begitu saja?" Jonathan bahkan tak percaya dengan isi kepala adik perempuannya.

"Aku kan hanya bilang belajar mandiri, Jo. Bukan meninggalkannya. Aku hanya ingin mencari teman yang benar-benar tulus. Tidak sepertimu yang setiap hari berhura-hura tak jelas!" Jessy sedikit muak dengan kakak kembarnya yang selalu mengatur dan membatasi ruang geraknya. Di masa sekolah, Jessy selalu berusaha menghindari atau pura-pura tak mengenal Jonathan. Karena mereka kembar couple jadi tidak ada yang tahu kalau mereka kakak beradik. Marah beberapa teman sekolahnya sering salah faham, karena dia berbeda kelas. Mereka selalu berpikir kalau Jonathan adalah pacarnya.

Dominique mulai memijat dahinya. Kepalanya pusing dengan perang di pagi hari ini. Dia harus menjadi penegah agar tak berlarut.

"Baik, asalkan kau bisa menjaga diri. Tak melakukan hal yang mencoreng nama baik keluarga. Segera kembali jika kau mereka sudah bosan bermain di luar!" Dominique melontarkan keputusannya.

"Stop! Jangan berkomentar!" Dia mencegah kedua suaminya yang akan membuka suara.

Jessy tersenyum penuh kemenangan ketika kedua ayahnya tak berkutik saat ibunya berbicara.

"Yes, terima kasih banyak, Mah!" Jessy melompat kepelukan ibunya. Mengecup kedua pipi ibunya. Sedangkan Jonathan tersenyum kecut ketika adik perempuannya mendapatkan persetujuan.

***

Halo, terima kasih sudah mampir di novel terbaruku. Jangan lupa tinggalkan like, komentar terbaikmu, love dan rate 5-nya ya. Dukungan dari kalian sangatlah berharga untukku. Ada novel lain yang berjudul, "Mr. Arrogant's Baby" jangan lupa mampir ya, di jamin sama serunya loh...

JESSYANA ARAMGYAN ESTIMO

“Mama yakin membiarkannya keluar rumah?” Jonathan menaikan suaranya. Mencoba memprovokasi kembali ayah dan ibunya.

“Hei, Jo, awas ya! Mama sudah setuju, kau jangan sembarangan melontarkan kata-kata yang menyebalkan itu.” Jessy berang. Dia sudah mengepalkan tinju dan berburu kearah kakaknya. Dia tak sabar ingin memukul kakaknya dengan tinju yang sudah dia kepalkan. Jo  seperti anak berusia lima tahun. Berlarian memutar mengelilingi ruang makan. Sesekali membuat tameng pada kedua ayahnya.

“Akh, tidak kena. Tidak kena!” godanya makin menjadi.

“Mama, Papi, Papa ... lihat tuh, dia terus meledekku!” geram dan kesal juga Jessy saat dia tak berhasil menggapai tubuh kakak kembarnya itu.

“Sudah, sudah! Aku berangkat ke kantor dulu, sayang!” ucap Haiden sudah mulai terbakar panas oleh sikap energik anaknya di pagi hari. Dia mengecup kening istrinya bergantian dengan Will yang mengekori rivalnya itu berjalan keluar rumah mereka.

“Pagi, Om, Tante!” sapa gadis berambut bob saat mereka semua berpapasan saat akan memasuki mobil mereka.

“Pagi, Sab, Jessy ada di dalam, dia masih sarapan! Kau  ke dalam-lah sendiri!” ucap Dominique menerima ucapan dan pelukan hangat selamat  pagi dari Sabrina—anaknya Diana.

“Ok, Tan!” dia berjalan ke dalam ruangan. Baru saja akan masuk ke dalam ruangan, tubuhnya sudah terjungkil. Pantatnya sudah terjerambab di lantai.

“Aw!” ringgis Sabrina. Terus memegangi bokongnya yang terasa nyeri.

“Ops, sorry, Sab!” Jonathan menarik tangan Sabrina dengan cepat dan langung berlari ke halaman. Menaaiki motor trillnya dan melesat pergi.

“JOO!! Awas kau ya! Sampai aku bertemu, aku hajar kau habis-habisan!” Jessy berteriak. Memuntahkan lahar panasnya. Benar-benar kesal karena tidak dapat mengalahkan kakaknya.

“Ada apa sih? Kalian ini selalu saja bertengkar!” Sabrina berkomentar karena dia sudah mengetahui kelakuan keduanya.

“Biasa Sab, kau tahulah!” tak perlu lagi Jessy menjelaskan panjang lebar.

“Bagaimana, nanti malam kau ikut tidak?” Sabrina menanyakan soal pesta ulang tahun teman kampusnya.

“Uhm, bolehlah, tapi aku mau cari rumah sewaan pagi ini,” ucapnya. Sabrina menaikan kedua alisnya. Dia sudah menyilangkan tas, bersiap akan pergi.

“Kau? Benar-benar akan keluar rumah? Meninggalkan semua ini?” Sabrina menggelengkan kepala. Dia masih saja belum percaya dengan keputusan teman masa kecilnya beberapa hari lalu. Dia sungguh menyayangkan keputusannya.

“Yup! Aku sudah tidak  sabar dengan petualanganku!” dia menunjukkan sederet gigih putihnya sambil tersenyum.

“Kau gila! Sungguh, kau tahu kan, kalau aku disuruh memilih, aku lebih baik menikmati semua ini!” Sabrina masih tak habis pikir dengan pemikirannya. Dia selalu berkhayal menikmati semua kekayaan juga fasilitas dari keluarga Aramgyan dan Bunarco yang tak akan habis sampai tujuh turunan itu.

“Iya, ayo. Kau mau ikut denganku tidak?” tawar Jessy. Terlihat jelas dia akan langsung menolaknya. Sabrina tipe perempuan yang lebih suka jalan ke mall atau salon. Wanita yang lebih suka memanjakan diri dan berhura-hura. Walaupun dia tahu Sabrina seperti itu, dia adalah teman yang bisa diandalkan. Ya ... tentu saja untuk saat ini.

“Lalu, kapan kau akan keluar dari rumahmu ini?” Sabrina menegaskan akan satu hal. Dia mengetahui, jika temannya ini keluar dari rumah. Semua fasilitas, uang, kartu dan apapun yang menempel pada seorang Jessyana Aramgyan Estimo itu akan langung menghilang. Dia berencana hidup seadannya tanpa apapun yang melekat di nama besar kedua orangtuanya itu.

“Tentu saja hari ini dong, kalau tempat tinggal yang aku lihat cocok, aku akan langsung pindah!” cetusnya mantap. Penuh dengan semangat.

“Kau gila!” cibirnya. Tanpa memperdulikan komentarnya dia hanya menanggapi dengan senyuman.

Sabrina tahu kedua kembar itu memiliki sikap dan sifat berbeda. Jonathan Bunarco Estimo terkenal dengan sikap playboynya. Urakan, seenaknya dan suka menghamburkan uang, apalagi jika wanita yang sedang dekat dengannya. Dia bersedia menghamburkannya dengan cuma-cuma.  Namun, apapun itu prioritas utamanya adalah adiknya Jessyana Aramgyan Estimo. Kemanapun langkah dan Jessy bergaul, matanya selalu mengintai seperti elang. Dia tak akan membiarkan siapapun menyentuh dan membuat adiknya terluka. Sungguh over protecnya sangat mirip dengan para ayahnya.

Sedangkan Jessyana Aramgyan Estimo, dia gadis periang. Mudah bergaul dengan siapapun. Hemat, anti dengan yang berhubungan keluyuran malam. Daripada keluyuran dia lebih memilih berdiam diri di kamar menonton tv atau hanya sekedar membaca novel kesukaanya. Karena dia takut kondisi hidupnya yang berbeda dengan  yang lain, dia memilih untuk menggunakan baju, peralatan elektronik se-sederhana mungkin. Dia tak ingin mencolok, apalagi dia mendapatkan pertemanan karena status kedua orangtuanya. Jessy tidak mau. Dia tidak ingin teman-temannya, bergaul dengannya karena status.

“Ya sudah, jadi kau tetap tidak mau ikut denganku?” Jessy bertanya sekali lagi sebelum dia benar-benar berangkat.

“No! Aku akan di jemput Rico sebentar lagi!” cetusnya seketika membuat Jessy mendelikkan mata dan berlari  menjauh dari rumahnya. Dia tahu, Rico selalu mempermainkan wanita. Namun, entah kenapa Sabrina tetap betah dengannya. Dia menganggap Rico sudah cinta mati dengannya. Berulang kali Jessy menasehati, teman kecilnya itu tidak pernah mau menerima.

“Jess, Jessy!” Sabrina berteriak. Namun, punggungnya sudah menghilang.

“Huh, harusnya tadi aku pinjam uang dulu beberapa lembar dengannya sebelum dia kabur!” gerutu Sabrina. Dia memang selalu beralasan meminjam uang pada Jessy, tapi tak pernah sekalipun dia mengembalikan. Dia tahu, teman kecilnya itu tidak akan perhitungan dengannya. Mereka selalu membandingkan sifat putrinya dengan Jessy yang selalu bersikap sederhana dan bahkan tak pernah mau pamer dengan barang bermerk.

“Hei, Beib!” kaca diturunkan tepat di hadapan Sabrina. Pengemudi mengedipkan satu matanya dengan centil.

Seperti gayung bersambut, Sabrina mengembangkan senyuman mautnya,”Hei, Ric. Kok telat sih?” ucapnya. Membuka pintu mobil dengan sangat lincah dan lansung mendaratkan pantatnya di kursi empuk yang memang disediakan khusus untuknya. Rico hanya tahu, rumah Jessy saat ini adalah rumahnya. Dan, Rico mendekatinya karena Sabrina dengan sengaja mengakui nama salah satu orang tua Jessy  adalah orangtuanya.

Tentu saja Rico akan menjadikannya seperti ratu jika sedang bersamanya. Sabrina memanfaatkan nama besar keluarga Jessy sebagai tameng untuk mendapatkan apapun yang sedang dia inginkan.

“Beib, tau nggak?” tangan Sabrina sudah bergelayut manja di lengan Rico. Laki-laki itu meliriknya, dia tahu jika wanita yang sedang di sampingnya itu sedang menginginkan sesuatu.

“Kau sedang mau apa lagi, Beib?” ucapnya. Namun, matanya tetap focus menyetir.

“Uhm, aku mau kalung yang ada di toko Anna Jewelly itu. Mereka bilang hanya ada satu dan limited edition!” tangannya terus berjelajah ke suatu tempat yang membuat Rico hanya bisa menahan nafasnya sesaat saat tangan itu bergerak padanya. Matanya merem melek saat dia terus bergerak disana.

“Ok, tapi setelah pesta nanti malam, kau ikut denganku. Kita ke tempat biasa, oke?” ucapnya membalas genit serangan yang diberikan Sabrina.

***

Halo, terima kasih sudah mampir di novel terbaruku. Jangan lupa tinggalkan like, komentar terbaikmu, love dan rate 5-nya ya. Dukungan dari kalian sangatlah berharga untukku. Ada novel lain yang berjudul, "Mr. Arrogant's Baby" jangan lupa mampir ya, di jamin sama serunya loh...

MAMA PERI

Jessy menghentikan larinya saat sebuah motor berhenti dihadapannya. Pengendara membuka helmnya, “Perlu tumpangan?” seringainya dengan senyuman hangat seperti mentari pagi.

“Akh, kau datang tepat waktu!” dia segera melompak ke jok belakang. Membuatnya sedikit terkejut apalagi tiba-tiba Jessy memeluk pinggangnya dengan erat.

“Cepat! Aku tidak mau ada yang melihatku!” pekikinya. Meminta si pengendara segera melajukan motornya.

“Ok. Meluncur!” suara knalpot bising terdengar dengan keras. Dia melajukan motornya diatas kecepatan rata-rata. Membuat Jessy terus berteriak tanpa henti dari belakang.

“Wow, keren banget, Josh! Kau memang penyelamatku!” teriaknya. Jessy berlari hanya untuk menghindari Rico, dia tak ingin sampai Sabrina tahu saat Rico melihatnya, mereka akan canggung terhadapnya. Pasalnya sebelum mereka berdua dekat, Rico selalu mengejar Jessy. Namun, Jessy menolaknya. Apalagi dengan adanya Jonathan yang selalu menjadi bodygourd dadakannya.

Hati Josh berbunga-bunga. Dia memang sudah lama memendam perasaan pada Jessy. Sejak kecil, dimata Josh, teman yang selalu menganggapnya seperti kakak kandung itu. Dia sudah memiliki persaan lain terhadapnya.

“Kau mau kemana lagi pembuat onar?” tanya Josh saat Jessy memintanya menurunkan dirinya di pinggir jalan dan gang yang sangat sempit.

“Hahaha, aku sedang menjalankan misi kebajikan. Aku akan menyebarkan kebaikan untuk semua orang!” serunya. Memperagakan dengan tangan seperti seorang yang sedang membaca puisi.

“Hah, jangan bilang?” Josh melirik dalam-dalam gadis yang dicintainya diam-diam itu.

“Yup! Kau memang penebak ulung!” cetusnya penuh dengan binar dan semangat.

“Memangnya papa dan papimu memberikan izin?” dia tahu, kedua orang itu tidak akan mungkin menyetujui rencana gila gadis itu.

“Yah, seperti yang kau tahu, mereka sudah pasti tak akan mengizinkanku!” sambil membenarkan rambut dan menyelipkan di telinganya. Josh bahkan menatap dia tanpa berkedip.

“Lantas?”

“Tentu saja aku kan masih memiliki mama peri, dia pasti akan membelaku disaat genting!” dia mengedipkan matanya. Josh hanya menggelengkan kepala melihat tingkah imut gadis idamannya itu.

“Aku temani ya?” Josh menawarkan diri. Dia selalu tak akan bisa tenang melepas gadis itu berjalan sendirian, apalagi saat ini tidak ada Jonathan bersamanya.

“Akh, kau dengan Jo sama saja, selalu mencemaskan aku. Aku ini bukan anak kecil lagi, Josh. Jadi, kalian tidak perlu sampai sekhawatir itu, aku masih bisa menjaga diriku sendiri!” Jessy memberikan keyakinan pada Josh yang selalu dia anggap sebagai kakak laki-laki selain Jonathan yang selalu saja mengkhawatirkannya.

“Hah, aku kan tahu kamu, kamu itu takut gelap, tidak suka hujan, tidak suka kolam renang dan kebisingan. Aku akan membantumu memilihkan tempat yang layak!” tukasnya. Dia bertekad akan ikut menemaninya menemani mencari tempat tinggal sederhana untuk latihan mandiri gadis itu. Josh bahkan sangat faham dan mengetahui setiap kelemahan gadis pujaannya itu.

“Iya, iya, aku tahu, tapi kau itu terlalu mencolok! Lihatlah motormu itu, kalau mereka tahu aku datang bersama-mu, mereka pasti akan memberiku dengan harga mahal!” liriknya. Kali ini Jessy benar-benar bertekad mendaparkan lingkungan yang cukup baik dengan harga semurah-murahnya. Itu misi pertama yang harus dilakukannya sekarang.

“Aku bisa parkir, tuh disana!” Josh tentu saja tidak akan kehilangan akal. Dia tetap akan mendampingi gadis itu. Bagaimanapun kondisinya. Dia sudah bertekad. Dia menunjuk mini market kecil di seberang jalan.

Jessy hanya bisa menghela nafasnya. Saat Josh bertekad, seperti apapun dia mencari alasan. Dia akan tetap kalah dengan laki-laki itu.

“Ya sudah, parkir sana! Aku tunggu disini!”  pasrah juga Jessy. Dia tak ingin berdebat lagi dan membuang waktunya. Hari ini dia full dengan misi. Mencari tempat, pindah, beberes dan tentu saja janjinya nanti malam dengan Sabrina, dia tidak boleh lupa. Kalau tidak Sabrina akan mendiamkannya selama tiga hari berturut-turut.

Josh bergegas menuruti perintah gadis itu. Dia pun tak ingin kehilangan banyak moment bersamanya. *Yes! Berhasil! *Josh berencana melancarkan misinya. Pedekate dengan gadis itu lalu meminta dirinya untuk menjadi kekasih.

Jessy berjalan menyusuri gang yang sangat sempit. Membuat Josh menggaruk kepalanya yang tidak gatal berkali-kali. Jalan yang sempit, sudah seperti gang senggol. Mereka terus berkeliling. Namun, Jessy belum menemukan tempat yang cocok untuknya. Karena terlalu padat dengan segerombolan ibu-ibu yang kadang duduk di sisi gang membuat mereka sedikit kesulitan berjalan. Dan, Jessy sendiri membutuhkan tempat yang lebih tenang untuknya belajar dan istrahat setelah kelelahan bekerja.

“Aku rasa, kita cari tempat yang lainnya, Jess. Ini tidak akan cocok untukmu!” saran Josh. Dan memang dia pun sependapat dengan laki-laki itu.

“Uhm!”

“Kita cari apartemen kecil saja bagaimana?” usul Josh. Jessy masih terdiam, dia seperti sedang menimang-nimang. Akan menerima usulan Josh atau tidak.

“Mungkin akan sedikit mahal dari tempat ini, tapi setidaknya, di tempat seperti itu keamanan lebih terjamin. Kau bisa belajar dan beristirahat dengan nyaman, tanpa gangguan bising seperti tadi!” lanjutnya. Dia memang menyetujui misinya untuk hidup mandiri, tapi tidak dengan cara yang sangat ekstrim seperti ini.

Selama ini Jessy hidup serba kecukupan. Di layani oleh para pelayan profesional pilihan para ayahnya. Di rumah pun dia memiliki banyak koki untuk memasak setiap hidangan. Sekarang, paling tidak di saat dia memutuskan untuk hidup mandiri. Dia memiliki tempat tinggal yang sedikit layak dan nyaman.

“Memangnya kau ada saran?” yes hati josh berkata. Akhirnya Jessy menyerah dan menuruti usulannya. Dia memang sudah mencarikan tempat untuk Jessy. Bukan lingkungan yang mewah. Namun, untuk kesan sederhana yang dia inginkan, Josh yakin gadis kecilnya itu pasti menyetujui.

“Ada sih ... kau mau lihat sekarang? Tempatnya lumayan nyaman, pokoknya kau pasti tenang tinggal disana!” dia gerak cepat. Tidak ingin gadis itu berubah pikiran.

“Harganya bagaimana?” Jessy bertanya seolah dia kesulitan dengan keuangan. Menunjukan wajahnya yang terlihat kesulitan.

“1.000.000 per bulannya? Bagaimana?”  Josh menawarkan harga paling murah. Sebenarnya dia sampai memohon pada temannya itu agar memberikan harga yang paling murah untuknya, dengan jaminan Josh mau membantu dia untuk mengejar nilainya yang turun di kampus.

“Wah, sungguh? Murah sekali!” Jessy berpikir, dia akan segera bekerja sambilan di tempat temannya. Menjadi kasir mini market dan beberapa kerjaan sambilan yang sudah dia rencanakan. Harga yang ditawarkan Josh dengan jaminan tempat nyaman dan tenang, bukankah itu sungguh luar biasa menurutnya. Dia sudah tak sabar menjalani misi hidup mandirinya.

“Yup! Bagaimana? Oke kan?” lagi dia meyakinkan hati gadis itu. Dan, akhirnya satu kali anggukan sebagai persetujuan darinya berhasil Josh dapatkan.

“Oke, kita berangkat!” Josh meraih tangan gadis itu. Mengenggamnya erat dan berjalan bersama. Debaran jantungnya kian tak bisa dia tahan. Seakan terus mengajaknya untuk melompat keluar saking senangnya.

***

“Kau tidak mengabari kalau kau pulang hari ini, Bert?” seorang laki-laki berkacamata sibuk menarik koper dan memasukkannya ke dalam bagasi.

“Tidak. Aku ingin memberikan kejutan. Selain itu  pekerjaan mendesakku ini pun sebagai alasan!” ucapnya. Mata terus berkeliling melihat sekitar. Sebenarnya, dia ingin sekali ada seseorang menjemputnya. Terlebih orang yang paling sangat dia nantikan.

“Kau yakin? Papamu itu tidak akan marah?” ucapnya.

“Tidak, Calvin. Kau tenang saja. Kau sudah mendapatkan tempat untukku kan?”  dia menutup pintu dan duduk di sebelah kursi kemudi.

“Apartemen yang sudah kau beli itu, aku sudah menyuruh seseorang untuk merapikan. Saat kau sampai, kau bisa langsung beristirahat!” cetus Calvin memberikan ide.

“Tidak, malam ini tidak bisa, aku ada undangan dari rekanku. Anaknya berulang tahun dan aku di minta untuk menghadirinya. Huh, padahal aku sangat tidak menyukai kebisingan!” dengusnya. Tangannya memutar lagu romatis untuk menemaninya selama perjalanan.

“Cih, melankolis sekali. Seperti orang yang sedang jatuh cinta.  Orang tidak akan mengira kalau kau itu direktur ketus dan dingin saat di perusahan!” cibirnya.

“Jangan berisik! Antarkan aku mencari baju yang ccok. Aku tidak membawa banyak baju , jadi harus membelinya beberapa!” ketusnya.

“Oya, apa sampai tengah malam kau akan disana?”

“Aku rasa tidak, aku akan berbasa-basi sedikit, lalu pulang. Kenapa?” laki-laki itu melirik Calvin yang menaikan satu alis. Kode panas untuknya.

“Aku tidak berminat. Kau tahu kan, aku tidak suka dekat-dekat dengan wanita!” tegasnya. Melayangkan pandangan pada sisi jalan lewat jendela mobilnya. Saat itu dia tak sengaja melihat Jessy sedang memeluk mesra Josh dengan erat. Seketika entah kenapa dia terusik dengan wanita itu. Karena baru sedetik tadi dia berkata tak menyukai wanita, sedetik kemudian jantungnya berdebar dengan sangat cepat saat dia melihat wajah manis Jessy. Namun, tak lama dia memalingkan wajahnya lagi.

Cih, sudah punya kekasih rupanya, sayang sekali! umpatnya di hati.

***

Halo, terima kasih sudah mampir di novel terbaruku. Jangan lupa tinggalkan like, komentar terbaikmu, love dan rate 5-nya ya. Dukungan dari kalian sangatlah berharga untukku. Ada novel lain yang berjudul, "Mr. Arrogant's Baby" jangan lupa mampir ya, di jamin sama serunya loh...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!