"Kak apa yang kau lakukan? Jangan!!" Kata Melati sambil ketakutan setengah mati. Melihat Verdi kakak dari sahabat nya itu berusaha ingin mendekati dirinya.
Melati menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang sudah setengah terbuka, akibat perbuatan Verdi. "Kumohon!! Jangan lakukan itu padaku kak" ucap Melati sambil menggelengkan kepalanya dan air mata yang menetes di pipi mulus nya.
Namun Verdi tak menggubris sama sekali ucapan Melati, Verdi justru tersenyum simpul seperti sedang kemasukan setan, ia membuka satu persatu kancing kemeja baju nya dan berjalan mendekat ke arah Melati.
"Tolong jangan lakukan itu kak!" Lagi-lagi Melati memohon tapi Verdi tetap tak menghiraukan ucapan Melati.
Bukkhh, bukkkhh, satu persatu bantal yang berada di atas tempat tidur melayang ke hadapan Verdi, namun Verdi berhasil menghindar dan kini berhasil naik ke atas tempat tidur. Ujung bibir Verdi naik membuat seutas senyum seperti sedang meremehkan Melati.
"Kak kumohon!!" Melati mengatupkan kedua tangan nya memohon agar Verdi tidak melakukan hal yang macam-macam pada dirinya.
Hahahahaahah, Verdi tertawa melihat wajah Melatih yang terlihat sudah pucat akibat menahan rasa ketakutan yang ada di dalam dirinya.
"Aku adalah sahabat adikmu, tolong jangan lakukan ini padaku kak Ver"
Lalu Verdi mencengkram kedua pipi Melatih dengan sangat kerasnya membuat Melatih sulit untuk berbicara, dan Melatih merasa sangat kesakitan akibat ulah Verdi.
"Karna kau lah adik ku meninggal dunia. Maka dari itu, aku akan menghancurkan hidupmu" Ancam Verdi lalu memulai aksinya, menyusuri tiap inci tubuh Melatih dengan sangat buasnya.
Tenaga yang di miliki Melati kalah kuat oleh tenaga Verdi, sehingga membuat Melati kesulitan untuk melawan Verdi yang telah berbuat semenah-menah pada tubuhnya. Hancur sudah apa yang Melati jaga selama ini, kini semuanya telah di renggut paksa oleh Verdiansya, kakak dari sabahat nya sendiri. Melati berpikir apa yang terjadi pada Verdi sehingga membuat dirinya menjadi seperti ini.
Tangis, hanya itu yang dapat Melati lakukan saat ini, saat setelah Verdi telah berhasil mengambil apa yang selama ini Melati jaga. Hati dan perasaan Melati hancur seketika, belum lagi tubuhnya yang terasa sangat sakit akibat ulah Verdi.
"Kau jahat kak, kau sangat jahat." Lirih Melati dengan isak tangisnya.
Verdiansyah justru tersenyum devil mendengar ucapan Melati. Lalu sesaat berucap "itu belum seberapa, aku akan melakukan hal yang lebih dari ini, aku akan menyiksamu sampai kau mau mengakhiri hidupmu sendiri"
Melatih menangis sejadi-jadinya mendengar ucapan Verdi. Yang akan menyiksa dirinya, sedangkan Melati sendiri tak tahu di mana letak kesalahan nya.
Verdi duduk di sofa, sambil meneguk wine nya hingga tangkas, sambil terus melirik tajam pada Melatih yang kini terbaring lemah di tempat tidur. "Lihat saja Melati, ini baru awal dari segalah nya. Tunggulah!! Kau akan kubuat hancur sejadi-jadinya sampai kau memilih untuk mengakhiri hidupmu sendiri" gumam Verdi.
Melati tak mampu lagi berkata-kata akibat kelelahan dan kesakitan di sekujur tubuhnya. Melati membuka mata, menatap tajam langit-langit kamar, mengingat kejadian barusan yang terjadi pada dirinya. Air mata, tak berhenti keluar dari pelupuk matanya. Kemudian Melati melihat tajam kearah Verdi, di simpan nya baik-baik wajah pria yang telah menenggut kesucian nya, yang telah menghancurkan dirinya, tanpa belas kasih.
"Kenapa kau melihat ku begitu tajam? Apa kau ingin melawan ku? Silahkan jika kau bisa" tantang Verdi.
"Kau jahat!!" Ucapnya dengan sekuat tenaga.
"Hahahhaha, kau lah yang jahat, karna dirimulah aku telah kehilangan adikku"
Melati sejenak berpikir, kenapa Verdi menuduh nya seperti itu, jelas sekali jika Velisa meninggal akibat bunuh diri, kenapa justru Verdi menyalahkan dirinya, padahal jelas sekali bahwa Melati pun sangat kehilangan sang sahabat.
"Ingat ini baru awal dari semunya. Tunggu saja kehancuran mu akan tiba" ancam Verdi lalu berjalan meninggalkan Melati seorang diri.
"Kau! Kau sangat jahat kak Ver" umpat Melati sekuat tenaga nya.
Setelah itu, Verdi meninggalkan Melati seorang diri. Hingga seminggu kemudian, Melati mengurung dirinya di dalam kamar, ia tak ingin melakukan aktifas apapun, karna merasa malu dengan dirinya sendiri, karna telah di nodai dengan bejat oleh kakak dari sahabatnya yaitu Velisa.
Selama seminggu ini Melati terus mengumpat berbagai sumpah serapa tentang Verdi. Ia sangat benci kepada laki-laki yang dulu ia hormati dan sudah ia anggap sebagai kakak. Tapi kenapa tega melakukan hal sekeji ini padanya.
Melati duduk di dekat jendela kamarnya sambil mentap langit. "Vel, apa salah ku padamu? Kenapa kakak mu begitu keji membuat ku seperti ini?" Lagi-lagi air mata Melati jatuh tanpa di minta. Setiap ia mengingat kejadian tempo hari, Melati selalu saja menangis. Sakit, marah, kecewa datang secara bersamaan di dalam dirinya. Ia ingin sekali menanyakan langsung kepada Verdi kenapa sampai setegah ini padanya. Tapi tiap kali Melati ingin keluar rumah, bayangan hari itu datang menghantui. Trauma, tentu ada. Dan ini lah yang saat ini Melati rasakan.
"Sampai kapan kau akan seperti ini? Mengurung dirimu? Ayo katakan padaku, apa yang terjadi?" Tanya Seli sepupu Melatih.
Seli adalah sepupu Melati, dan Melati menumpang tinggal di apartemen Seli, karna Melatih datang mengaduh nasib di kota ini, sampai ia bertemu dengan Velisa dan mereka berdua menjadi sahabat. Hingga Velisa meninggal dunia.
"Kak Seli" Melati menoleh kearah Seli yang berjalan menghampirinya.
"Ayo! Katakan apa yang terjadi?" Tanya Seli sambil berdiri tepat di samping Melati.
"Tak ada kak."
"Benarkah? Lalu kenapa kau mengurung diri selama seminggu? Lalu Seli menatap wajah Melati dengan seksama "lihatlah matamu, jelas saja kau habis menangis. Ada apa? Kenapa kau menyembunyikan nya dariku?"
Melati menunduk, jelas saja ia belum siap menceritakan apa yang terjadi pada dirinya. Karna pasti malu lah yang ia dapat jika cerita kepada sepupunya itu. Melati sudah berjanji dengan dirinya sendiri, jika ia akan menyimpan rapat apa yang terjadi pada dirinya.
"Tunggu! Apa kau putus dengan pacarmu?" Lagi-lagi Seli bertanya, namun kali ini Melati tidak diam, ia melihat wajah Seli dan tersenyum
"Kau tahu sendiri kan kak, kalau aku tidak memiliki pacar."
"Lalu?"
"Aku hanya merindukan ibu di kampung"
"Ouh begitu. Yah sudah kalau kau ada waktu mending pulang kampung saja dulu."
"Iya kak."
"Ouh yah Melati, besok aku akan pergi bekerja keluar kota. Kau tak apa kan aku tinggal sendiri?"
"Tentu kak."
"Baiklah kalau begitu aku keluar dulu."
🍃🍃🍃🍃
"Sibuk?" Tanya Verdi kepada sang istri kala mereka berdua sedang menikmati sarapan paginya.
"Ya" jawab Sandra singkat.
"Jika kau sibuk terus seperti ini, kapan kita bisa memiliki anak?" Tanya Verdi dengan suara yang mulai meninggi.
"Kau lupa sayang, persyaratan dariku dulu sebelum kita menikah, kalau aku belum siap memiliki anak, aku belum siap jika badan ku melar." Ucapnya dengan cuek, lalu mengambil air minum yang berada di gelas lalu meminum nya. "Kalau begitu, aku pamit dulu. Teman-teman arisan ku pasti sudah menungguku" pamit nya sambil mencium pipi Verdi.
Verdi mengepalkan kedua tangan nya melihat tingkah sang istri yang tidak pernah berubah sama sekali. Yah, Verdiansya dan Sandra sudah menikah sejak dua tahun yang lalu, namun hingga sampai saat ini mereka berdua belum memiliki keturunan, karna Sandra beralasan belum siap menjadi seorang ibu. Dan Verdi yang begitu tergila-gila dan sangat jatuh cinta pada Sandra menyetujui semua persyaratan dari Sandra saat ia ingin mempersunting Sandra, dan salah satu syarat itu, yaitu Sandra tidak ingin memiliki anak sampai ia bilang sudah siap. Dan alasan lainya Verdi tidak boleh melarang atau apapun yang Sandra lakukan.
"Aku butuh keturunan" gumam nya sambil menatap sekeliling rumah yang besar namun kosong, hampa tak ada canda tawa atau pun tangisan seorang bayi, yang begitu sangat di rindukan oleh Verdi.
"Jaga dirimu baik-baik, aku cuman seminggu berkerja di luar kota." Pamit Seli pada Melati.
"Tentu kak, aku pasti jaga diri dengan baik."
"Ouh iya, ini" Seli memberi selembar kertas kepada Melati tertera no ponsel dan juga alamat sebuah cafe tertulis di kertas itu. "Namanya Aldo, temui dia di alamat itu, mungkin dia bisa memberikan mu pekerjaan."
"Aldo?" Ulang Melati.
"Ya, dia teman ku. Aku sudah memberitahu tentang kamu yang ingin mencari kerja"
"Oke makasih kak"
"Kalau begitu aku pamit. Jangan lupa temui Aldo siang ini. Okey!"
"Okey kak"
...
Verdi melirik jam mewah yang melingkar di pergelangan tanganya. Lalu menatap sekilas pada sekretarisnya. "Apa jadwal ku selanjutnya?"
"Sejam lagi tuan ada pertemuan dengan sahabat tuan"
"Ouh iya" ucapnya sambil menepuk jidatnya sendiri, ia hampir saja lupa jika siang ini harus bertemu dengan sahabat nya yang sudah lama tidak bertemu. "Baikah sekarang juga kita kesana" pinta nya.
Beberapa saat kemudian. Verdi dengan gagah nya turun dari mobilnya. Namun tanpa di sangkah, Melati yang sibuk mengetik pesan di ponselnya tanpa melihat ke arah depan, langsung menubruk dada bidang Verdi yang tepat berdiri di hadapan nya. "Maaf" ucap Melati menunduk tanpa melihat siapa yang ia tabrak saat ini.
"Kau!!" Verdi berucap penuh dengan kekesalan melihat Melati yang terlihat biasa-biasa saja, tanpa ada beban sama sekali.
Melati yang hafal betul suara itu, langsung mendongakkan kepalanya menatap wajah Verdi. "Ka-kak Verdi" ucapnya terbata, dan terdengar gemetar, ada rasa takut. Dan memori yang terjadi hari itu terulang kembali bagaikan sebuah kaset film yang terputar.
Verdi menarik sudut bibirnya menatap ke arah Melati. "Kau masih bisa bebas menghirup udara, tapi lihat saja nanti. Aku akan membuat mu merasakan seperti di neraka" ancamnya lalu berjalan meninggalkan Melati yang terdiam sesaat.
Saat Melati menyadari Verdi telah pergi, ia langsung mengejar dan menarik lengan Verdi membuat Verdi berhenti melangkah. "Apa salahku? Kenapa kau lakukan ini padaku, kak?" Tanya nya.
"Salahmu, karna kau telah lahir di dunia ini!" Ucap Verdi penuh dengan penekanan. "Rio, bereskan wanita ini. Jangan biarkan dia mengikutiku" titah Verdi pada asisten nya.
"Baik tuan."
Lalu Rio menarik tangan Melati, agar tidak mengejar Verdi yang sudah masuk lebih dahulu kedalam cafe.
"Lepaskan!!" Bentak Melati
"Maaf nona, anda tidak boleh mengganggu tuan ku"
"Ck. Aku tidak mengganggunya! Justru dialah yang telah mengganggu hidupku" teriak Melati.
"Nona harus pergi dari sini, sebelum tuan ku tambah marah dan melakukan hal yang tidak-tidak pada nona."
.....
"Hey Aldo" sapa Verdi saat sudah berada di depan meja Aldo.
"Hey bro. Wah kau terlihat semakin tampan saja." Ucapnya sambil mengulurkan tangan. Dan Verdi pun menyambut uluran tangan Aldo, mereka berdua sesaat saling memeluk dan menepuk pundak belakang.
"Duduklah!" Pinta Aldo. "Ouh yah, bagaimana kabarmu? Bagaimana dengan istrimu, dia sehat?"
"Baik, dan istriku pun juga baik. Kau sendiri apa kabar?"
"Yah seperti yang kau lihat sendiri." Ucapnya sambil menaikkan kedua bahunya. "Sangat sehat." Aldo berucap sambil tertawa. "Ouh yah kau ingin pesan apa?" Tanya Aldo sambil melirik ponsel nya.
"Kau sibuk? Ku perhatikan kau terus saja melirik ponselmu."
"Ouh ini, ada adik dari teman ku ingin bertemu di sini juga. Tapi sampai sekarang belum ada. Padahal tadi dia mengirim pesan jika sudah dekat cafe ini." Jelas Aldo membuat Verdi tersenyum
"Pacarmu?"
"Hahaha tentu saja bukan. Tapi sepertinya akan menjadi pacarku."
"Waoo, apa kau sudah pernah melihat nya?" Tanya Verdi penasaran. Karna yang ia tahu sahabat nya ini sangat pemilih terhadap wanita. Itulah alasan nya kenapa sampai saat ini sahabat nya itu masih betah seorang diri.
"Belum" jawab Aldo singkat.
Hahahaahahah, Verdi menertawakan sahabat nya itu, yang menurut Verdi sudah mulai ngelantur. "Belum kau lihat, dan mau kau jadikan pacar? Kau gila atau apa?"
"Entahlah Ver. Yang jelas aku mendengar dari kakak sepupunya kalau adiknya ini orang yang baik dan mandiri. Dan aku juga tertarik melihat foto wa nya"
"Waoo sungguh luar biasa. Hanya karna cerita dan foto kau langsung suka? Bagaimana jika dia .." Ucapan Verdi terpotong kala Aldo menyelah.
"Ver, bukan kah itu istrimu?" Tunjuk Aldo kearah pintu masuk cafe
Verdi menoleh dan benar saja melihat sang istri dengan geng nya. Para-para ibu sosialita. Verdi menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskan nya secara perlahan.
"Istrimu masih sama? Masih belum mau memiliki anak?" Tanya Aldo
...🍃🍃🍃🍃🍃...
Malam hari Melati yang merasa sangat lapar, ia langsung meraih ponselnya dan membuka aplikasi memesan makanan yang ingin ia makan. "Selesai" ucapnya saat selesai memesan makanan. Dan beberapa saat kemudian terdengar bunyi bel, "wah, cepat sekali pesanan ku datang" katanya sambil berjalan menuju pintu dan membuka nya. Namun saat membuka pintu, ternyata bukan pesanan nya yang datang namun melain kan Verdi.
"Hay" ucap Verdi dengan senyum devilnya.
"Kau!!" Melati dengan cepat menutup pintu, namun kaki Verdi lebih dahulu masuk menahan pintu, sehingga pintu tak dapat tertutup dengan rapat. "Minggir!"
Verdi langsung masuk, lalu mengunci pintu apartemen tersebut.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!