NovelToon NovelToon

MIMPI SANG BAYANGAN

BAB 1

"Kura-kura. Minggir dikit dong. Sempit nih." suara si Jefri menggelegar di kelas 10-2 SMU Harapan Kita. Seorang gadis bertubuh sedikit gempal memajukan sedikit tubuhnya yang sudah ngepas di lorong kelas itu. Jam istirahat sudah berakhir. Mereka kembali duduk di kursi masing-masing. Guru yang paling ditakuti oleh murid satu sekolah itupun masuk dengan langkahnya yang pasti, pasti mengerikan.

"Anak-anak. Saya sudah menilai hasil ulangan fisika kalian minggu lalu." ujar Ibu Bertha dengan suara seraknya.

"Nilai tertinggi 98 diraih oleh Yuna Sakura." Gadis gempal yang sering diledek karena postur tubuhnya itupun maju untuk mengambil kertas hasil ujiannya.

Sepulang sekolah di ruangan OSIS, ada beberapa siswa yang sedang berkumpul di sana.

"Jadi kita akan mengadakan latihan kepemimpinan di wisma Atmajaya pada hari Sabtu dan Minggu. Kita menginap di sana satu malam. Bawa pakaian secukupnya saja, jangan pakai koper ya. Ransel saja." kata Joshua, ketua OSIS.

Mereka yang ada di ruangan itu baru terpilih menjadi pengurus di tahun itu sehingga belum kenal dekat satu sama lain. Pengumuman itu membuat para pengurus di ruangan itu bersorak gembira. Termasuk Yuna dan sahabat baiknya Rebecca yang tepilih menjadi pengurus Organisasi Siswa Intra Sekolah, atau OSIS di sekolah itu. Yuna dikenal pintar, namun ia sering menjadi bahan ledekan di kelasnya. Entah karena tubuhnya yang agak gempal ataupun karena nama belakangnya Sakura yang membuatnya sering dipanggil kura-kura oleh teman-temannya. Ia diberi nama Sakura karena ayahnya orang Jepang asli. Yuna sebenarnya tidak terlalu gendut. Hanya saja sejak kecil ia memang bertubuh agak subur.

"Yes!! Lumayan kita bisa liburan Yuna." kata Becca.

"Husss..Siapa bilang ini liburan? Kita akan mendapat banyak materi di sana. Tidak ada handphone dari pagi hingga sore." lanjut si Ketos, alias ketua OSIS.

"Shua, kita naik apa ke sana?" tanya Deni, bagian bendahara.

"Ada bus dari sekolah. Kita ngumpul di sini jam 6.30 pagi. Jangan ada yang telat. Telat kita tinggal dan kalian harus membayar denda dua ratus ribu plus dikeluarkan dari kepengurusan OSIS." Joshua memang terkenal dingin jika sedang berkumpul untuk urusan OSIS. Namun di luar itu, ia teman yang menyenangkan. Shua adalah cowok populer di sekolahnya. Selain ketua OSIS ia juga pemain drum di band sekolah. Ia juga anak seorang pengusaha properti yang sangat kaya. Ya, kehidupan sempurna untuk cowok di usianya.

*****

Yuna berlari menuju bus dengan spanduk bertuliskan "Kegiatan Latihan Kepemimpinan OSIS SMU Harapan Kita".

"Yuna, cepetan donk." teriak Becca dari jendela bus. Yuna terlihat kesulitan berlari dengan ransel di pundaknya. Ya pastilah, ia jarang berolah raga. Apalagi sekarang ia harus berlari dengan beban ranselnya. Ia melihat Shua sedang berdiri di pintu bus sambil melihat jam tangannya.

"Ya, kamu beruntung. 6.29. Masuk!" Shua memiringkan tubuhnya agar Yuna bisa masuk. Yuna ngos-ngosan. Ia mengatur napasnya dan duduk di sebelah Becca.

"Kok bisa telat?" tanya Becca.

"Pak Agus lagi jemput papa di bandara. Aku tunggu taksi online tadi lama banget. Si abangnya lagi sarapan, aku mau cancel dia bilang jangan, bentar lagi selesai. Eh taunya ga selesai-selesai. Dua puluh menit baru dia sampe di rumah. Mau marah kasihan juga." jawab Yuna.

"Kamu terlalu baik sih jadi orang. Kasihan mulu." ketus Becca. Yuna mengambil coklat dari dalam tas nya dan mulai mengunyahnya.

"Katanya mau diet." ucap Becca.

"Diet dimulai besok." Yuna ketawa. Ia melihat Becca yang cantik. Rambutnya keriting dari lahir, namun keritingnya sangat indah. Kulitnya tidak seputih Yuna, namun tubuhnya sempurna.

Mereka bersenang-senang di dalam bus. Farhan wakil ketua OSIS membawa gitar dan memainkan lagu Kita dari Sheila on Seven. Tidak ada guru di dalam bus itu karena mereka sudah berada di wisma sejak semalam.

Sesampainya di wisma, acara pelatihan pun langsung dimulai. Ponsel mereka dikumpulkan agar tidak mengganggu kegiatan. Semua terasa membosankan saat materi diberikan. Tapi semuanya berubah saat acara game dimulai. Para siswa berpasangan dengan siswi. Mereka harus mengikat kaki mereka berdampingan dan akan bertanding lari dengan pasangan lain. Yuna kebingungan ketika tidak ada siswa yang mengajak dirinya untuk berpasangan. Mereka menganggap Yuna tidak akan bisa berlari cepat karena postur tubuhnya. Yuna pasrah, ia berjalan ke pinggir lapangan. Tiba-tiba tangannya ditarik oleh seseorang. Sang ketos. Joshua yang dingin itu menarik lengan Yuna. Mengikatkan kaki kirinya dengan kaki kanan Yuna. Yuna masih terbengong saat Shua mengajaknya ke garis start.

"Siap?" tanyanya sambil menoleh ke Yuna. Yuna mengangguk. Baru sekali ini ia begitu dekat dengan tubuh Shua.

"Siap!! Mulaiiii!!!" Teriakan Pak Joko disambut oleh dukungan para penonton di samping lapangan. Ada sekitar sepuluh pasangan yang ikut lomba itu.

Shua dan Yuna terlihat kesulitan dalam menyamakan langkahnya. Akhirnya Shua menggandeng tangan Yuna agar mereka bisa lebih kompak dalam melangkah. Yuna menjadi gugup. Ia malah jatuh terjerembab. Banyak yang menertawakannya. Shua dengan cepat membantunya berdiri dan meletakkan tangannya di pundak Yuna. Yuna pun jadi bersemangat. Ia orang yang tidak suka kalah. Ia akan menang walau banyak orang yang mencemoohnya. Akhirnya mereka mendapatkan juara kedua.

"Kerja sama yang bagus." ucap Shua sambil melepaskan ikatan tali di kaki mereka.

"Lutut kamu berdarah Yuna." sambungnya.

"Tidak apa-apa." Yuna merasa tidak nyaman Shua melihat kakinya yang sedikit besar itu.

"Tunggu, aku ada plester di tas." Shua berlari kecil ke arah tumpukan tas para murid yang dijadikan satu dan kembali lagi dengan cepat. Ia jongkok dan menempelkan plester itu ke lutut Yuna.

"Terima kasih Kak Shua." Ya, Joshua adalah kakak kelas Yuna. Ia ada di kelas sebelas sekarang.

"Sama-sama." Shua meninggalkan Yuna yang masih berdiri terdiam di sana.

"Wuiih keren banget kamu bisa pasangan sama kak Shua." Becca menepuk Yuna dari belakang.

"Aku saja terkejut." ucap Yuna.

Sejak kejadian itu, Yuna sering mencuri pandang ke Joshua. Pelatihan itu menjadi sangat menyenangkan, tidak terasa membosankan seperti sebelumnya. Tidak dipungkiri Shua adalah cowok terganteng di ruangan itu. Yuna rasa dirinya bukan satu-satunya gadis yang sering mencuri pandang ke Shua. Banyak gadis yang melakukan hal yang sama.

Tiga hari setelah pelatihan itu selesai. Yuna menemukan sebuah binder dengan cover merah polos di atas meja sekolahnya saat ia baru datang. Ia membuka binder itu. Isinya seperti cerita mengenai kegiatan latihan kepemimpinan di wisma Atmajaya kemarin. Namun yang menarik adalah, tokoh wanita di cerita itu adalah dirinya. Dan tokoh utama pria di cerita itu adalah...Joshua, sang ketua OSIS.

"Saat aku melihatmu dengan rambut yang masih basah di tengah kebun bunga itu, aku sadar kamu sangat cantik. Boleh aku mengenalmu lebih dekat? Maukah kamu menjadi pacarku? Tolong tulis jawabanmu di sini. Nanti akan aku ambil saat pulang sekolah." Kalimat penutup di cerita itu membuat Yuna menutup mulutnya. Ia tidak percaya dengan apa yang dibacanya. Sang cowok populer menyatakan perasaannya pada cewek gendut seperti dia. Ini pasti bukan sungguhan, pikirnya.

Yuna menceritakan semuanya kepada Becca saat istirahat pertama.

"Gini deh, kak Vino kan sekelas sama Joshua. Nanti aku tanyain sama dia. Sepertinya mereka cukup akrab, mungkin Shua cerita sama kak Vino." kata Becca. Ia langsung mencari kakaknya saat istirahat kedua.

"Yuna, ternyata Shua ditantang sama teman-temannya. Mereka bilang kamu pasti langsung terima Joshua tidak sampai 12 jam setelah Shua nembak kamu. Gila ya mereka. Tega banget." Becca memukul mejanya. Yuna terdiam. Untung ia sudah terbiasa dibully secara verbal oleh teman-temannya sehingga bisa menahan air matanya. Tapi tetap saja ia sedih karena Joshua mempermainkan perasaannya.

"Sudahlah. Toh aku juga belum punya perasaan apa-apa untuknya. Becca, tolong jangan memberi tahu siapa-siapa tentang ini. Aku...malu." kata Yuna. Becca menepuk pundaknya seakan memberinya dukungan. Yuna menulis beberapa kalimat di binder itu untuk dikembalikan ke Joshua.

Saat bel tanda pulang sekolah berbunyi, Shua melangkahkan kakinya ke kelas 10-2 yang ada di lantai 2. Ternyata di sana Yuna sudah menunggunya dengan binder di tangannya. Shua tersenyum kepada Yuna. Senyum yang jarang dilihat Yuna saat berada di ruangan OSIS. Yuna pun memberikan binder itu sambil tersenyum. Setelah itu ia melambaikan tangannya dan berlalu dengan Becca. Shua langsung membuka binder itu dan membaca isi yang ditulis Yuna untuknya.

"Maaf kak Shua, namun aku masih belum mau pacaran. Thanks." Hanya itu. Raut wajah Shua berubah dari semangat menjadi layu. Tadinya ia sangat percaya diri jika Yuna akan menerimanya. Ia menyadari saat Yuna sering meliriknya.

Yuna membuka buku hariannya dan menulis kekesalannya pada hari itu. Ia mengira Joshua adalah cowok baik. Ia tidak menyangka bahwa Shua adalah cowok yang playboy yang akan mempermainkan perasaan perempuan. Brengsek. Yuna menutup buku hariannya dan akan melupakan Joshua sang playboy.

*****

PS: Visual Joshua

BAB 2

"Yuna, kamu tarok di mana kaos kakiku yang hitam?" tanya Aditya sambil membongkar laci kecil di dekat rak sepatu.

"Di sana lah Dit. Kamu jangan bongkar berantakan begitu donk. Selalu aku yang menyusunnya berkali-kali." Yuna kesal dengan perilaku suaminya yang suka mencari barang dengan mengacaknya.

"Ya suruh Bik Sum saja yang beresin. Aku pergi dulu." ucapnya sambil keluar begitu saja.

Yuna sudah terbiasa dengan sikap suaminya itu. Mereka sudah menikah dua tahun. Entah sejak kapan mereka tidak lagi saling memanggil dengan sebutan "sayang" seperti saat pacaran dan di awal-awal pernikahan mereka. Yuna menelepon Becca untuk membicarakan pekerjaan. Mereka berdua merintis usaha bimbingan belajar bersama sejak tahun lalu.

"Becca, hari ini kamu jaga bimbel kan? Aku mau ke dokter kandungan." ucap Yuna.

"Lah, kamu hamil?" Becca terkejut mendengarnya.

"Bukan, mau konsultasi saja."

"Oh, oke. Sebentar lagi aku ke sana. Hari ini yang bimbel lumayan banyak. Kamu ke dokter sendirian? Adit ga temenin?" tanya Becca.

"Iya, sendiri. Adit bilang dia tidak bisa karena ada meeting. Sudah dulu ya, aku mau siap-siap." Yuna menutup teleponnya.

*****

"Hasil tes Ibu sudah keluar. Tidak ada yang salah dengan rahim dan indung telur Ibu. Semuanya dalam kondisi sehat." jelas dokter Merry spesialis kandungan.

"Jadi mengapa sampai sekarang saya belum juga hamil Dok? ****** suami saya juga sudah dites dan tidak ada yang salah juga." tanya Yuna.

"Begini Bu. Ada beberapa faktor yang menyebabkan seorang wanita belum bisa hamil padahal semua organ reproduksinya sehat. Salah satunya adalah, maaf, obesitas. Saya menyarankan Ibu Yuna mulai memperhatikan berat badan. Saya tidak bisa menjanjikan jika Ibu menurunkan berat badan maka Ibu pasti bisa hamil. Tidak. Tapi itu bisa menjadi salah satu faktor. Tumpukan lemak di badan kita bisa mempengaruhi hormon reproduksi kita." jelas sang dokter. Yuna mendengar penjelasannya. Makanan apa saja yang harus dihindari dan yang sebaiknya dikonsumsi.

Yuna mampir ke Bimbingan Belajar Friendly. Miliknya dan Becca. Sebelumnya mereka bekerja di perusahaan yang berbeda. Namun lama kelamaan, mereka mulai merasa bosan dengan rutinitas kantor. Mereka memutuskan untuk membuka bimbingan belajar karena kepintaran Yuna. Ia juga bisa sekalian mengajarkan bahasa Jepang dan Inggris yang dikuasainya. Yuna melihat mobil Ford hitam B 1900 DIT milik Aditya terparkir di luar ruko bimbel tiga lantai itu.

'Kok Adit ada di sini ya?' tanya Yuna dalam hati. Adit keluar saat Yuna baru saja membuka pintu kaca itu.

"Yuna, kamu dari mana?" tanyanya.

"Dari dokter Merry. Kamu ngapain ke sini?" tanya Yuna.

"Oh, cari kamu lah. Mau ajak makan siang. Tapi tidak jadilah. Silvi baru telepon katanya ada tamu di kantor. Jadi aku mau balik sekarang. Bye." Aditya masuk ke mobilnya meninggalkan Yuna yang belum sempat mengatakan apa-apa. Ia menghembuskan nafas kesal. Suaminya bahkan tidak bertanya apa yang dikatakan dokter tadi.

Yuna masuk ke dalam. Ada beberapa orang tua murid yang sedang menunggu anaknya di dalam. Yuna tersenyum kepada mereka. Bisnisnya berjalan lancar karena lokasi bimbel yang terletak di dekat sekolah. Lantai satu dan dua adalah tempat les murid-muridnya. Ia masuk ke satu ruangan di lantai tiga. Yuna melihat Becca sedang mengoleskan lipstik merah muda di bibirnya. Ia tampak sedikit terkejut ketika pintu dibuka.

"Kok terkejut begitu?" tanya Yuna.

"Oh, aku kirain siapa. Kamu bilang kan tidak ke sini hari ini." Yuna memang berniat di rumah seharian hari ini. Tapi ia butuh teman bicara setelah kunjungannya ke dokter tadi. Yuna melihat Becca yang sangat cantik di usianya ke 25. Tubuhnya sangat seksi dan sempurna. Becca belum ingin menikah. Sedangkan Yuna, ia menikah muda karena dijodohkan orang tuanya. Ayah Yuna adalah mantan diplomat Jepang. Sedangkan Ayah Aditya adalah pengusaha di Indonesia yang sering mengekspor barang produksinya ke Jepang. Dan ya begitulah, hubungan bisnis membuat mereka dekat dan menjodohkan anak mereka.

"Tadi aku ke dokter. Intinya semuanya sehat, dan kemungkinan aku tidak bisa hamil karena obesitas." Yuna melihat pantulan dirinya dari kaca lemari buku di sebelahnya. Ia memang lebih membesar dari dulu. Berat badannya sudah 85 kg dengan tingginya yang hanya 165 cm.

"Memang ada hubungannya?" tanya Becca. Yuna menjelaskan apa yang dikatakan dokter tadi kepada Becca.

"Oh. Jadi kapan mau mulai diet?" tanyanya sambil membetulkan kemejanya yang agak kusut. Yuna bingung bagaimana ia memakai kemeja itu dari rumah, sebagian masuk dan sebagian lagi berada di luar rok mininya.

'Kapan aku bisa mengenakan rok mini seperti itu?' mimpi Yuna. Sejak dulu ia tidak pernah mengenakan pakaian yang terlalu menempel di tubuhnya.  Selalu saja pakaian yang longgar.

"Entahlah. Aku akan mencoba. Tapi pasti sulit sekali. Aku menyesal dulu tidak belajar masak dari mama. Mungkin karena jajanan yang sering aku beli juga tidak sehat." jawab Yuna. Orang tuanya tinggal di Jepang sejak Yuna, anak tunggal mereka menikah.

"Coba saja. Mana tahu Adit bisa lengket lagi sama kamu." Yuna memikirkan perkataan Becca yang dirasanya benar. Terkadang ia merasa Adit malu untuk mengajaknya jalan keluar atau berkumpul dengan temannya atau juga ke acara kantor. Yuna juga tidak berani menanyakan alasan Adit tidak mengajaknya. Ia takut jika mendengar bahwa berat tubuhnya yang menjadi jawaban. Yuna lebih memilih untuk diam dan berpura-pura tidak tertarik untuk pergi bersama suaminya.

*****

Yuna melihat Adit yang sedang berbaring dan sibuk bermain dengan ponselnya sambil tersenyum sendiri.

"Chat sama siapa?" tanya Yuna.

"Sama Erick." jawabnya. Erick adalah adik Adit satu-satunya yang sedang kuliah. Setahu Yuna, ia sedang mengajukan proposal untuk magang di perusahaan yang bergerak di bidang properti atau kontraktor karena jurusannya adalah design interior untuk gedung-gedung besar.

"Kamu ga tanya apa kata dokter tadi?" Yuna ikut berbaring di sana.

"Apa katanya?" tanya Adit tanpa menoleh ke istrinya.

"Rahimku sehat. Mungkin aku hanya harus menurunkan berat badan." jawabnya.

"Oh." Hanya itu jawaban Adit yang didengar Yuna. Sebenarnya Yuna sedikit bingung. Bagaimana dirinya bisa hamil jika Adit saja jarang menyentuhnya? Mungkin mereka hanya melakukannya sebulan atau dua bulan sekali. Itupun setelah Yuna yang meminta dengan bahasa tubuhnya. Setahu Yuna, pikiran pria 90 persen adalah ****. Bagaimana bisa suaminya bertahan dua bulan tanpa melakukan itu? Entahlah, mungkin suaminya sibuk dengan kegiatannya yang lain.

Yuna memutuskan untuk mendatangi dokter ahli gizi besok. Mungkin hubungannya dengan Adit merenggang merupakan salahnya. Ia akan melakukan program dietnya besok demi  hubungannya dengan suaminya. Ia yakin pasti bisa. Sekarang niatnya sudah bulat. Sejak dulu ia ingin melakukannya, namun ia belum memiliki alasan yang kuat sehingga niatnya maju mundur. Sekarang ia ingin hamil karena desakan mertuanya juga. Dan untuk bisa hamil, Yuna butuh Adit. Dan untuk menarik perhatian Adit lagi Yuna harus melakukan dietnya. Harus. Yuna memilih tidur meninggalkan suaminya yang masih sibuk dengan ponselnya.

*****

PS: Visual Yuna Sakura

BAB 3

Yuna menimbang berat badannya saat baru bangun tidur. 70 kg. Lumayan. Berat badannya sudah turun lima belas kilogram sejak ia memulai dietnya dua bulan yang lalu. Tidak terlalu ekstrem sebenarnya, hanya mengatur pola makan dengan menyeimbangkan karbohidrat, protein, dan lemak yang masuk ke tubuh. Yuna juga melakukan beberapa olah raga sederhana di rumahnya. Ya, ia menikmati gaya hidupnya yang baru sekarang. Ia merasa lebih segar dibanding dulu. Hanya satu yang tidak berubah. Sikap Adit padanya. Adit masih begitu-begitu saja. Melakukan hubungan suami istri pun dirasa hanya karena kewajiban, seperti semalam. Tidak ada keintiman apapun.

Yuna melihat suaminya yang masih tertidur. Ia teringat saat awal mereka dikenalkan. Tidak sulit bagi Yuna untuk mulai menyukai dan mencintai Adit. Ia pria yang tampan dan mapan. Adit sopan dan manis padanya. Adit juga menyatakan cinta padanya. Enam bulan setelah berkenalan, mereka menikah. Hubungan mereka perlahan mulai merenggang dimulai satu tahun lalu. Yuna juga tidak tahu kapan pastinya. Hanya berjalan perlahan hingga mereka tidak menyadari perubahan itu terjadi. Yuna bertanya-tanya apakah karena ia mulai sibuk dengan bimbelnya atau karena bobot tubuhnya yang meningkat. Kegiatannya yang sibuk bukannya membuat berat badannya turun, tapi bertambah naik karena banyaknya pedagang keliling di sekitar bimbelnya. Ya sudahlah, itu hanya masa lalu. Yuna bertekad untuk mengubah semua itu. Demi dirinya dan mempertahankan rumah tangganya. Yang mereka butuhkan sekarang hanyalah seorang anak untuk memperbaiki semuanya.

Yuna membereskan pakaian suaminya untuk diletakkan di keranjang laundry dan memeriksa kantongnya. Ia mengeluarkan beberapa uang logam, ada tissue basah bekas, dan juga struk parkir. Yuna membacanya. "Ario Hotel". Jam masuk 14.30. Keluar 16.45.

'Bukannya Ario Hotel tidak jauh dari bimbelnya berada?' tanya Yuna dalam hati. Itu bukan tempat yang pantas jika Adit bertemu dengan klien kerjanya di sana. Yuna membuang pikirannya yang tidak penting itu. Ia memang tidak pernah mencurigai Adit, apalagi masalah wanita lain. Toh suaminya selalu pulang tepat waktu. Kemeja kerjanya juga tidak berbau parfum wanita lain seperti yang sering ada di film-film.

Hari ini Yuna ke bimbel lebih pagi karena ada orang yang mau les privat bahasa Jepang dengannya. Saat masuk ke ke Friendly, ia melihat seorang ibu paruh baya berbicara dengan Nita, bagian administrasi mereka.

"Permisi, ada yang bisa saya bantu?" tanya Yuna setelah melihat ekspresi sedih dari ibu itu.

"Begini Mba Yuna. Ibu ini ingin anaknya les di sini, tapi...ia hanya bisa membayar setengah dari biaya per bulannya." jelas Nita. Yuna melihat ibu itu tertunduk malu. Untung saja saat itu hanya ada seorang wanita yang sedang bermain ponselnya di ruang tunggu orang tua.

"Oh. Saya akan bantu. Ibu hanya perlu membayar setengah dari biaya yang kami tentukan. Tapi ada syaratnya. Nilai anak ibu juga harus naik. Jika tidak naik, saya tidak bisa memberi bantuan lagi." kata Yuna. Ibu itu tersenyum senang. Ia yakin anaknya bisa karena anaknya rajin dan pintar. Hanya saja ia kasihan melihat hanya anaknya saja yang tidak mengikuti bimbel di kelasnya. Terkadang kebutuhan yang tidak terlalu penting, bisa menjadi sangat penting hanya demi pergaulan dalam suatu komunitas.

Yuna masuk ke ruangan khusus untuk privat. Ternyata wanita muda di ruang tunggu tadi yang ingin belajar bahasa Jepang.

"Mengapa Mba ingin belajar bahasa Jepang dengan cepat?" tanya Yuna. Ternyata ia mengambil kursus belajar setiap hari Senin hingga Jumat untuk dua minggu.

"Saya melamar kerja di PT Global Bisnis Indonesia. Dua minggu lagi ada interview Mba. Nah, saya dengar pimpinan di sana lebih suka jika kita bisa bahasa Jepang. Jadi saya mau belajar dulu, biar bisa diterima." ia tertawa. Yuna senang jika melihat anak muda yang semangat belajar untuk masa depannya. Mereka memulai bahasa Jepang dengan skill dasar dan akan lebih fokus untuk percakapan di dalam dunia kerja untuk pelajaran esoknya.

*****

Seorang pria mengetuk penanya di meja panjang yang dihadiri dua belas peserta rapat.

"Tidak ada ide lain?" tanyanya. Mereka semua terdiam.

"Ok. Kalian boleh berpikir di meja kerja kalian masing-masing. Saya kasih waktu satu jam untuk berpikir. Silahkan email ke saya ide yang terpikir untuk menyelesaikan masalah import barang kita." kata si pria yang duduk di paling depan. Ia berdiri dan diikuti oleh seorang wanita di belakangnya. Semua orang ikut bubar setelah pria itu menghilang di balik pintu.

"Pak Joshua menyeramkan. Sepertinya mood dia sedang jelek." kata seorang pria setengah botak.

"Bukannya jelek terus kalau di kantor? Aku tidak pernah melihatnya tersenyum." balas seorang wanita dengan dandanannya yang menor. Padahal ia memakai make up agar bisa dilirik sedikit oleh pimpinannya yang tampan itu. Tapi sedikitpun ia tidak dilirik.

Joshua melempar buku agendanya ke atas meja kerjanya. Ia memang sedang sangat kesal. Hanya karena kesalahan penulisan tanggal oleh pegawainya, bahan baku yang ia import untuk pembuatan tas dan sepatu tertahan di pelabuhan. Belum lagi karena foto perempuan yang dikirim oleh ibunya. Kencan buta ketiga yang sudah ia lakukan dengan terpaksa. Sebenarnya usianya baru 26 tahun. Tapi orang tuanya sudah sangat tua. Ibunya 60 tahun, dan sang ayah berusia 64 tahun. Mereka menikah di usia tiga puluhan. Dan untungnya masih bisa memiliki seorang putra tunggal, Joshua Austin William. Shua membuka pesan yang baru dikirim oleh ibunya setelah foto tadi.

'Jangan lupa ya jam 12 di Cafe La Vie. Dia anak teman mama yang punya Golden Castle.' Shua tahu perusahaan itu yang menjual perhiasan terutama berlian. Ia tidak membalasnya. Ibunya tahu Shua pasti menurutinya. Shua memang jarang sekali membantah kedua orang tuanya dan mereka juga tidak pernah memaksa Shua jika ia tidak menyukainya.

Shua datang jam 11.55 ke Cafe La Vie. Ia sangat tepat waktu, didikan ayahnya. Jika kamu tidak menghargai waktumu, setidaknya hargailah waktu orang lain. Ia selalu menanamkan hal itu dalam hidupnya. Namun yang ditunggu belum juga datang hingga 12.20. Akhirnya wanita berambut sebahu itu muncul. Posturnya sempurna seperti yang sudah-sudah. Ibunya tidak mungkin mengenalkan seseorang yang tidak sempurna di matanya.

"Maaf menunggu. Sudah lama? Tadi jalan biasa ditutup, jadi aku mutar." jelasnya sambil menarik kursinya.

"Joshua." Shua mengulurkan tangannya.

"Aku Prilly." Ia tersenyum sambil menunjukkan deretan giginya yang rapi dan putih. Ia mengenakan gaun hijau selutut tanpa lengan.

"Mau minum apa?" Joshua memanggil pelayan. Mereka memesan beberapa minuman dan makan siang.

Shua mendengarkan cerita Prilly. Ia tipe gadis ceria yang sepertinya suka bercerita.

"Jadi kapan kita bisa bertemu lagi?" tanya Prilly setelah mereka menyelesaikan makan siangnya. Ia menyukai tipe pria seperti Joshua, tampan dan cool.

"Sepertinya nanti dulu jika harus direncanakan. Jujur aku belum mau terikat dengan siapapun. Maaf sudah menyita waktumu. Aku permisi." Shua lebih memilih untuk jujur dan tidak suka memberi harapan palsu kepada siapapun.

Ia berjalan keluar dari cafe itu sebelum matanya menangkap sosok seseorang yang dikenalnya. Rebecca Aulia. Ia merangkul lengan seorang pria yang sepertinya pacar atau suaminya. Mereka berjalan di depan Shua dan masuk ke sebuah mobil hitam. Sebenarnya banyak yang ingin ditanyakan Shua kepadanya, namun ia tidak enak dengan pasangan Becca jika mengganggu acara mereka.

*****

PS: Visual Rebecca Aulia

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!