Mungkin bagi sebagian orang, hidup indah itu adalah sesuatu yang sangat mudah di dapatkan, namun tidak dengan Thalia. Ia sudah hidup sebatang kara sejak nenek yang merawatnya tiada.
Thalia adalah seorang gadis yang kini duduk di bangku SMA namun karena keadaan finansialnya, ia terpaksa harus putus sekolah dan mulai menghidupi dirinya sendiri, terlebih nenek yang merawatnya telah meninggalkannya. Ia adalah seorang anak yang dibuang oleh orangtuanya, ia ditemukan oleh seorang nenek di sebuah pos penjagaan, Thalia tau mengenai hidupnya, mungkin cukup sedih namun ia perlahan bisa menerima takdirnya.
Pagi itu, Thalia keluar dari sebuah gang menuju ke pasar, hari ini adalah hari minggu dimana merupakan akhir pekan dan tentu saja banyak orang yang akan datang di pasar. Thalia biasanya menjadi kuli angkut disana, ia akan membantu orang-orang untuk mengangkat barangnya dan menerima upah dari orang yang menggunakan jasanya. Untuk hari biasanya ia akan berjalan dari satu kedai ke kedai yang lain untuk mencari apakah ada kedai yang membutuhkan tenaganya untuk mengangkut barang-barangnya.
Diperjalanannya menuju pasar, Thalia bertemu dengan seorang bocah yang tingginya mencapai bahu Alisaa, bocah itu lalu mendekatinya dengan senyum yang sangat sumringah menandakan ia senang bertemu dengan Alisaa
"Thalia..." sapa bocah laki-laki tersebut menghampirinya
"Ada apa?" tanya Thalia begitu dia sampai disana
"Lihatlah, aku punya ini untuk kamu" jawabnya sembari memperlihatkan kantong plastik berisi nasi bungkus
"Wah, terima kasih anak kecil, kamu tau saja aku belum makan" ucap Thalia begitu senang dan dengan cepat mengambil kantong plastik tersebut dari tangan anak kecil itu
"Makanlah, aku harus pergi bekerja dulu" katanya sembari tersenyum begitu perhatian pada Thalia
"Terima kasih, kerjalah yang rajin" jawab Thalia mengacak rambut bocah kecil itu sebelum ia berlalu dari sana.
Bocah tersebut sama dengan Thalia, sedari kecil orangtuanya entah berada dimana, ia hanya dibesarkan oleh Tantenya dan tentu saja bukan dengan kasih sayang, anak kecil itu harus membayar "kebaikan" orang yang merawatnya dengan tubuhnya yang masih sangat kecil itu. Ia harus membantu tantenya berjualan di kedai dan jika memungkinkan ia harus cukup kuat untuk menjadi tukang angkut barang di kedai tantenya yang cukup besar itu. Harusnya di umurnya yang sekarang ia masih bermain dengan teman sebayanya, mungkin jika bersekolah ia sudah duduk di bangku kelas enam SD, tapi sayangnya sekolah hanya angan-angan untuknya. Beruntung ia kenal dengan Thalia yang bisa mengajarinya membaca dan menulis.
***
Dipasar, Thalia terlihat menikmati nasi bungkus yang diberikan oleh bocah laki-laki tadi untuk sarapannya, ia menyuapkan nasi ke dalam mulutnya sembari matanya memperhatikan seisi pasar, apakah ada orang yang ingin menggunakan tenaganya.
Hari yang begitu panjang, namun Thalia hanya bisa mendapatkan sedikit uang saja karena yang datang ke pasar hari ini sepertinya sudah tidak tertarik untuk menggunakan tenaganya, mungkin hanya tiga orang saja tadi yang memberinya pekerjaan.
Thalia kembali ke rumahnya dengan wajah murung, ia duduk di teras depan sembari merogoh kantong celananya dan melihat tiga lembar uang lima ribuan yang sudah lusuh itu.
"Hanya ini saja, berarti aku cuma bisa membeli nasi untuk makan malam nanti, untungnya Kavin memberiku makanan tadi" gumamnya sembari merebahkan tubuhnya yang terasa lelah di atas tempat duduk yang terbuat dari bambu tersebut
Ia lalu membalikkan kepalanya dan menatap uang itu lagi.
"Aku sudah berhenti sekolah, apa kedepannya hidup yang ku jalani akan lebih sulit dari ini?" tanyanya pada dirinya sendiri dengan mata yang berkaca-kaca.
***
Ditempat lain, seorang bocah laki-laki tengah sibuk mengemas barang-barang yang telah dibeli oleh seseorang, ia bekerja begitu giat dengan tangan kecilnya. Saat akan mengangkat kardus berisi barang belanjaan tersebut, tiba-tiba segel bagian bawah kardus terbuka hingga barang yang sudah ia kemas jatuh berserakan dibawah sana.
"Kamu ini bagaimana sih? Kerja yang benar dong jangan hanya makan saja yang kamu tau" tegur seorang wanita paruh baya dengan suara yang keras, anak kecil tersebut langsung panik dan segera berlutu mengemas kembali barang-barang yang berserakan tersebut.
"Maaf tante" ucapnya merasa bersalah
"Aduh maaf bu, sebentar yah" kata wanita tersebut ke pelanggan yang barangnya terjatuh tadi
"Nggak apa-apa Bu, namanya juga anak kecil" jawabnya memaklumi kejadian tersebut, ia pun juga merasa iba dengan anak kecil itu
"Cepat bereskan dan bawa ke mobil depan" perintah tantenya dan segera kembali masuk ke dalam
"Iya tante"
Dari kejauhan, sepasang mata tengah memperhatikan anak kecil itu tengah di marahi karena kecerobohannya
"Kasihan sekali bocah itu, hidupnya hampir sama denganku. Apa ada harapan untuk kehidupan yang lebih baik bagi orang seperti kami?" tanya Thalia pada dirinya sendiri, ia merasa kasihan melihat Kavin yang diperlakukan begitu keras oleh tantenya sendiri.
Setelah selesai mengemas kembali barang-barang tadi, Kavin segera membawanya keluar ke mobil pelanggan tadi dengan hati-hati. Ia menyimpannya dengan baik di kok belakang dan tersenyum ramah ke pemilik barang tersebut. Wanita itu kemudian memberikan selembar uang dua puluh ribuan ke Kavin, sempat menolaknya tapi si pemberi memaksanya hingga ia menerima uang tersebut, ia menatap uang yang ada ditangannya dengan begitu dalam
"Apa dengan benda ini orang-orang bisa menginjak orang lain?" gumam Kavin dengan perasaan bercampur aduk
"Kavin" sapa Thalia yang menghampirinya
"Thalia, sejak kapan kamu disini?" tanyanya tersenyum senang saat melihat gadis remaja itu
"Baru saja, wah sekali angkut saja kamu sudah dapat segitu, aku tadi tiga kali mengangkut barang di pasar tapi hanya mendapatkan Sedikit saja" katanya tersenyum iri pada anak kecil itu
"Ini" Kavin menyerahkan uang tadi pada Thalia
"Apa?" tanyanya bingung, padahal ia hanya bercanda saja
"Ambillah" katanya memaksa Thalia
"Tapi ini uang kamu, nggak gampang mendapatkan uang sekarang ini, aku nggak mau, kamu simpan saja" jawab Thalia menolaknya, ia tau betul bagaimana susahnya mendapatkan uang yang sebenarnya tidak seberapa itu, namun baginya uang itu sangatlah banyak
"Kamu tinggal sendiri kamu lebih butuh, aku masih bisa makan tanpa uang ini" ucap Kavin yang membuat hati Thalia sedikit tersentuh disatu sisi ia juga sakit hati mendengar kata-kata itu, hanya anak kecil inilah yang memperhatikannya sejak dulu
"Mau menyombongkan makanan yang diberi wanita itu?" tanya Thalia mengusir rasa sedihnya
"Ambillah, aku harus kembali bekerja" Kavin meraih tangan Thalia dan menyimpan uang tersebut di tangan Thalia
"Terima kasih anak kecil, kamu lebih bisa diandalkan dibanding aku" kata Thalia tersenyum, senyumnya terlihat getir tapi ia menahannya.
Sore hari, waktunya bersiap untuk pulang. Berkat Kavin, Thalia bisa pulang lebih cepat hari ini, ia bisa mendapatkan tambahan uang untuk ia gunakan selama dua hari kedepan. Thalia masuk ke dalam sebuah rumah yang lebih mirip gubuk, rumah itu sangatlah kosong, hanya satu kamar tidur, kamar mandi dan juga dapur. Disitulah Thalia tumbuh besar dengan banyaknya hal yang harus membuatnya berjuang untuk hidup.
"Kenapa aku tidak seperti orang-orang yang hidupnya bahagia diluar sana? teman-temanku semuanya nakal tapi mereka dapat hidup dengan nyaman, pakaian yang bagus dan tempat tinggal yang layak. Apa aku kurang bersyukur saja?" tanyanya lagi, belakangan ini ia banyak bertanya pada dirinya sendiri. Tidak ada yang bisa ia ajak berbicara, hanya dirinya sendiri yang ia punya saat ini.
Matanya perlahan terlelap bersamaan dengan terhentinya pertanyaan yang terus keluar dari mulutnya mungilnya.
***
Seorang anak kecil terlihat baru saja keluar dari toko setelah ia berpamitan pada pemiliknya, ia terlihat begitu lelah setelah bekerja seharian. Matanya melihat ke kiri dan ke kanan mencari sosok orang yang ingin terus ia lihat, tapi tak kunjung ia temukan, wajahnya seketika berubah menjadi murung.
"Hey pulanglah, istirahat yang cukup tidak usah banyak bermain, kamu harus simpan tenaga untuk kerja besok" bentak seseorang dari dalam toko saat melihatnya masih ada didepan sana
"Iya tante, Kavin pulang sekarang" jawabnya dan segera beranjak dari sana
"Aku akan sukses, aku akan memperlihatkan pada wanita itu aku bisa hidup dengan layak, bukan seperti hewan yang dia perlakukan seperti selama ini, aku akan sukses dan menjaga orang yang kusayangi" batinnya dengan tatapan tajam sembari menggertakkan giginya menahan kemarahannya.
***
Pagi harinya, terlihat seorang gadis remaja dengan bocah laki-laki bersama di pos ronda yang ada di perkampungan tersebut.
"Kavin, apa benar ada kehidupan yang bahagia?" tanya Thalia pada seorang bocah kecil yang sedang menikmati sarapan bersamanya
"Tentu saja ada, tapi kita harus membuatnya, makanlah" jawab Kavin sembari terus memakan makanannya dengan lahap
"Aku iri melihat anak-anak itu Kavin, apa kamu tidak?" tanyanya lagi saat melihat kumpulan anak-anak yang akan berangkat ke sekolah, mata Thalia berbinar menyaksikan mereka berjalan bersama sembari bercanda ria menuju ke sekolah.
Kavin pun mengikuti tatapan mata Thalia dan ia melihat rombongan anak-anak yang sedang berjalan bersama menuju ke sekolahnya, ia lalu kembali fokus ke makanannya setelah melihatnya.
"Mereka orang yang beruntung, untuk apa merasa iri dengan keberuntungan orang lain" kata Kavin dengan santainya sembari terus melahap makanannya, Thalia pun menatapnya, menatap Kavin yang seolah sudah pasrah dengan kehidupannya
"Jadi, kita tidak memiliki keberuntungan?" tanya Thalia merasa sangat disayangkan, Kavin pun menghembuskan nafasnya dengan kasar
"Thalia makanlah, kita harus kembali bekerja nanti" ucap Kavin mengalihkan pembicaraan mereka karena memang ia harus kembali bekerja lagi nanti
Thalia kemudian membuka pembungkus kertas berwarna cokelat yang berisi nasi dan juga lauk, ia lalu melihat milik Kavin juga
"Kenapa hari ini ada dua?" tanya Thalia
"Apanya?" tanya Kavin balik
"Nasi bungkus ini" jawab Thalia sembari menikmati suapan pertamanya
"Aku mencuri satu lagi untuk ku makan" ucap Kavin dengan santainya
"Mencuri?" tanya Thalia tersenyum tidak percaya, ia bahkan seketika merasa begitu kasihan pada hidup mereka berdua ini
"Tante tidak akan memberiku dua bungkus jadi ku curi saja sebungkusnya" jawabnya dengan entengnya lagi, Thalia kemudian meletakkan nasi bungkus tersebut yang baru ia makan sesuap
"Begitu pahit kehidupan ini" gumam Thalia dengan senyuman yang getir.
Thalia berdiri dari duduknya dan beranjak dari sana setelah mengetahui makanan yang Kavin makan adalah hasil curian, walau Kavin melakukan itu untuknya tapi tentu saja Thalia merasa begitu buruk.
"Thalia kamu mau kemana?" tanya Kavin setengah berteriak namun Thalia tidak menjawabnya dan terus berjalan meninggalkan tempat itu.
"Makanan curian? bahkan Kavin harus mencuri makanan agar kamu berdua bisa makan?" gumamnya memprotes keadaannya yang sangat menyedihkan ini menurutnya.
Hari demi hari berlalu dengan begitu cepat namun kehidupan hanya berjalan begitu-begitu saja, terutama kehidupan Thalia yang masih sama, selalu menderita sejak dulu.
Sore itu Thalia baru saja pulang dari pasar, ia begitu senang karena hari ini ia mendapatkan uang yang lumayan banyak, ia berjalan dengan riangnya dan berhenti tepat di depan toko tempat dimana Kavin bekerja, kebetulan Kavin sedang berada diluar sana.
"Kavin.." sapa Thalia dengan begitu riang, tampak sekali suasana hatinya tengah baik saat ini
"Thalia, kamu sudah pulang dari bekerja?" tanya Kavin yang Entah kenapa selalu bisa tersenyum jika bertemu dengan gadis itu
"Iya, aku juga membelikan ini untukmu" jawabnya sembari memberikan Kavin kantong plastik hitam berisi makanan
"Roti keju?" ucapnya begitu antusias dan menerima pemberian Thalia
"Benar sekali, kamu sangat suka roti keju" kata Thalia yang begitu senang dapat membagikan sesuatu yang membahagiakan untuk Kavin walau itu hanya sebungkus roti
"Terima kasih Thalia, aku benar-benar ingin makan roti keju malam ini" ucapnya begitu senang
"Kalau begitu aku pulang dulu" pamit Thalia sembari mengacak rambut Kavin namun Kavin segera meraih tangannya dan menghentikannya
"Sebentar, aku ambilkan minuman untukmu dulu" kata Kavin membuat Thalia menatapntya curiga
"Mau mencuri lagi?" tanya Thalia dengan tatapan menyelidik
"Tidak, kali ini akan dikurangi dengan gajiku" jawab Kavin tersenyum
"Baiklah" ucap Thalia senang sembari menganggukkan kepalanya mengerti perkataan Kavin.
Kavin pun berlalu dari sana dan masuk ke dalam toko, meminta izin pada tantenya untuk mengambil minuman dengan upahnya sebagai bayarannya. Setelah menerima izinnya, Kavin pun menuju ke kulkas dan memilihkan minuman untuk Thalia.
"Kenapa Kavin lama sekali?" gumam Thalia sembari menendang endang kecil batu kecil yang ada didepannya.
"Aww"
Batu yang ia tendang tersebut melayang dan tidak sengaja mengenai seseorang yang berjalan disana bersama dengan temannya, Thalia sangat kaget, ia tidak tau tenaganya begitu besar menenang batu tadi. Orang itu bersama temannya pun langsung menghampirinya, gaya mereka lebih mirip preman pasar
"Kamu yang tendang batu itu?" tegurnya dengan suara galak membuat Thalia seketika menjadi panik dan takut.
"Ma maaf bang, saya tidak sengaja" ucap Thalia gugup
"Tidak sengaja apanya, batu itu sampai kena muka ku" katanya menunjukkan wajahnya yang sama sekali tidak ada bekas memar disana
"Ta tapi muka abang baik-baik saja, lagipula itu cuma batu kecil" bela Thalia meskipun seluruh badannya terasa gemetar hingga suaranya pun turut bergetar
"Berani sekali anak kecil ini" ucapnya dengan senyum licik.
Orang tersebut memperhatikan Thalia dari atas hingga bawah lalu ia mengalihkan pandangannya ke arah temannya dan memberi kode satu sama lain
"Kamu tidak sengaja yah?" tanyanya dengan suara melunak hampir terdengar seperti sedang merayu anak kecil
Thalia mengangguk mengiyakan pertanyaan orang tersebut, melihat Thalia mengangguk dengan wajah tertunduk, ia pun mendekati Thalia dan melingkarkan tangannya di pundak Thalia, betapa kagetnya Thalia menerima perlakuan tersebut.
"Kamu ini manis sekali, kamu tinggal dimana?" tanya lelaki tersebut sembari tersenyum genit dan mulai memegang tangan Thalia yang hanya bisa diam saking terkejutnya.
"Lepas.." pinta Thalia dengan suara yang tertahankan
"Aku bisa memberimu uang jika kamu tetap diam, atau..." lelaki tersebut menggantungkan kata-katanya, tangan yang merangkul pundak Thalia perlahab turun sampai mengenai bagian sensitif remaja tersebut di dekat dadanya, bahkan ia ta segan menyentuhnya, "atau kau mau ikut dan bersenang-senang dengan kami?" lanjutnya menawari Thalia.
Merasakan hal demikian, air mata Thalia menderas, lidahnya keluh tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun, baru pertama kali ka mendapatkan perlakuan seperti ini, ia merasa begitu di lecehkan oleh lelaki tersebut.
"Thalia, maaf lama aku tadi..." kedatangan Kavin membuat aksi dua orang lelaki tersebut terhenti, Kavin juga terkejut melihat Thalia yang tengah di rangkul di sana
"Ayo pergi" ajak lelaki tadi pada temannya, mereka pun berlalu dari sana meninggalkan Thalia yang masih menangis.
Melihat Thalia tidak bergeming sedikitpun, Kavin pun segera menghampririnya.
"Thalia..." suara panggilan Kavin sama sekali tidak bisa menembus pendengaran Thalia
"Thalia kamu kenapa?" tanya nya sembari mengguncang bahu Thalia, merasakan ada yang memegangnya Thalia langsung menepis kedua tangan Kavin.
"Pergi" ucap Thalia dengan suara keras, akhirnya ia bisa mengeluarkan kata-kata yang sedari tadi ingin ia ucapkan
"Ada apa Thalia? kamu kenapa?" tanya Kavin bingung sembari mencoba meraih tangan Thalia namun gadis itu segera menepisnya lagi
"KU BILANG PERGI" teriak Thalia histeris, ia segera berlalu dari sana tanpa menghiraukan Kavin yang terus memanggilnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!