...Karya ini author persembahkan untuk mengikuti lomba dengan tema Mengubah takdir....
...Dukung Author yaaaaa, plis plis plis.......
...Gampang banget caranya tinggal like, komen, favorite dan votenya, emmmh sekali-sekali boleh dong minta hadiahnya juga hehehhehhee...
...author banyak maunya ya🤪...
...Semoga suka yaaaa🤗...
...🌸 Happy *Reading**🌸*...
...----------------------------------------------------------------...
Kembar non identik, ya inilah yang dirasakan oleh dua orang gadis yang bernama Aisa Nafeeza dan Aira Nazeera. Mereka memiliki rupa yang sama dengan takdir yang berbeda karena Aisa memiliki kulit yang hitam namun sangat manis, cara bicaranya juga lebih lembut, sifatnya lebih baik, sopan dan ramah. Lain halnya dengan Aira yang menjadi primadona di kampusnya membuatnya dia menjadi sombong dan angkuh .
"Aisa ..... Aira.... sudah siap belum? Teriak Papa Baskoro .
"SEBENTAR PA" Sahut kedua putrinya.
Lalu dengan tergopoh-gopoh keduanya berlari menuju ruang tamu, terlihat Papanya yang sudah siap dengan memakai kemeja yang dipadukan dengan setelan Jasnya juga sudah ada Mama Risa memakai gamis yang terlihat glamor itu.
"Kamu cantik banget sayang" Puji Mama Risa yang melihat Aira, memang benar saat ini Aira terlihat sangat cantik dengan dress berwarna merah.
"Hei Aisa! apa ga ada baju kamu yang cantik lagi?" tanya Mama Risa saat melihat Aisa memakai baju kaos dipadukan dengan celana dasar.
Aisa tertunduk, ucapan Mama Risa sangat menyayat hatinya tapi apalah daya, baginya penampilannya tu sudah terlihat bagus.
ekhemm.
"Ayo kita pergi" Ajak Papa Baskoro untuk melerai perselisihan.
Mereka semua masuk mobil , ternyata di dalam sudah ada Pak Anton supir pribadi Papa Baskoro. Mobil melaju dengan cepat, tibalah mereka di sebuah taman dengan dekorasi lampu dimana-mana.
Taman itu begitu indah, namun tak ada orang disini, sampai akhirnya banyaknya suara kembang api menghiasinya, Saat semua sedang asik melihat atas tiba-tiba....
"HAPPY BIRTHDAY" ucap seorang lelaki sambil membawa sebuah kue ulang tahun pada kedua adiknya.
Aisa dan Aira melihat sumber suara "Kak Andre....." teriak mereka, lalu memeluk Andre bergantian.
Andre Narendra, Merupakan kakak pertama mereka, Andre memang jarang berkumpul karena ia selama ini tinggal di Prancis meneruskan studi S2 nya.
"Tiup dooong" ucap Andre
"Tunggu, biar aku aja" sanggah Aira. Andre langsung menggelengkan kepalanya. Ia sayang sama kedua adiknya, tak membedakan satu sama lainnya.
Aira pun berhasil meniup lilinnya seorang diri, melihat itu Aisa hanya bisa tersenyum hambar.
Andre menepuk tangannya "Selamat Ulang Tahun untuk kedua adik kakak, semoga kalian akan akur suatu saat nanti . Bahagia selalu menyertai kalian. Ini hadiah untuk kalian"
Andre membagikan Sebuah paperbag kepada Aira dan Aisa secara bergantian, kini giliran kedua orang tuanya . "ehm ga ada yang mau peluk papa nih?" kata Papa Baskoro.
Aisa memeluk papanya, dan Aira memeluk mamanya . "selamat ulang tahun ya nak"
"Terimakasih Ma, Pa..."
"Papa punya hadiah buat kalian, kepo gak?"
"Kepo dooong" jawab Aira sementara Aisa hanya tersenyum .
"Kamu pasti suka sayang" celetuk Mama Risa
Tiba-tiba ...
tin
tin
Sebuah mobil mewah sudah berada didepan mereka dengan hiasan pita pertanda itulah kadonya.
"Itu buat kalian" kata mama Risa.
"Beneran pa?" sahut mereka barengan, lalu Papa Baskoro mengangguk.
"Terimakasih papa" Lalu mereka memeluk orangtuanya lagi.
Aira melihat sinis ke arah Aisa 'Loe boleh senang hari ini, tapi jangan harap mobil itu loe pakai'.
***
Keesokan Harinya mereka terpaksa pergi bareng menggunakan mobil baru itu, hal itu karena Papa Baskoro yang memaksa.
Namun saat di tengah jalan....
"Turun!" titah Aira
Aisa terkejut karena ini masih jauh pikirnya "Tap-tapi"
"Ga ada tapi-tapian. Menurut loe gue mau gitu semobil bareng Lo? ogah banget! apalagi kalau di lihat anak-anak, udah cepetan turun"
Tanpa menunggu lama Aisa turun dari mobil, sedikit kecewa memang tapi apalah daya?.
Beberapa menit kemudian Aisa sudah sampai di depan kampus dengan mengendarai Angkot.
Aisa berjalan dengan santainya sambil membaca buku, ia sudah tahu banyak pasang mata pasti melihat penampilannya yang aneh.
"Eh zaman sekarang gaya cupu kaya gitu masih ada ya?" tanya salah satu mahasiswi
"Iya kampungan banget ya, gue aja yang dari kampung gak gitu-gitu amat " sahut salah satunya lagi.
Sampai tiba-tiba...
ekhemm
Deheman itu membuat semuanya menoleh, termasuk Aisa.
"Eh bapak... pagi pak..." kata mahasiswi tadi .
"Pagi. Silahkan masuk ke kelas masing-masing" kata Pak Ghibran.
Ghibran Daniswara, merupakan salah satu dosen terkenal dengan sikapnya yang dingin, cuek dan killer. Namun walaupun begitu tak sedikit yang menyukainya, karena anak tunggal dari pemilik kampus ini sangat tampan dan berwibawa .
Aisa sedikit tersentak melihat Pak Ghibran di sampingnya, kegugupannya membuatnya hanya bisa menunduk sedari tadi .
"Kamu!" panggilnya namun Aisa belum sadar karena masih menunduk.
"Saya bicara dengan kamu !" tegas pak Ghibran
Aisa mendongak "Saya pak?"
"Iya, kamu. Kenapa kamu diam saja? sana, masuk ke kelas"
"I----iya pak"
Sangking gugupnya Aisa sampai menjatuhkan bukunya, lalu mengambilnya dan berlari secepat mungkin ke kelasnya.
Tak terasa senyum tipis melukis wajah Pak Ghibran 'gadis cupu yang lucu' gumamnya.
Sampai di kelas, Aisa mencari keberadaan Rere sang sahabat satu-satunya. Hanya Rere yang mau berteman dengan nya dan menerima segala kekurangannya.
Rere melambaikan tangannya "Aisa, sini"
Tak lama kemudian Dosen pun datang dan memberikan materi pelajaran. Setiap kali dosen tersebut bertanya, hanya Aisa lah yang menjawab. Tak heran jika setiap semester IPk nya mencapai 4.00.
Seusai nya, mereka berdua pergi ke kantin. Aisa melihat saudara kembarnya sedang asik dengan teman-temannya, juga ada beberapa cowok mencoba untuk dekat dengan Aira.
"Sa, lihatin apa sih? tanya Rere penasaran
Aisa tersentak "aku lihatin Aira, dia Cantik ya"
"Eh sa, ku tanyak dulu sama mu ya, buat apa cantik kalau hatinya iblis?"
"Hussst sembarangan kamu re, gitu-gitu dia itu kembaranku"
"Ya maaf tapi aku ngomong apa adanya"
"Emh mending kita makan aja" kata Aisa tak ingin memperpanjang masalahnya.
Saat sedang asik makan tiba-tiba minum yang berada di atas meja Aisa tumpah, pastinya ada yang sengaja menumpahkannya.
"Astaghfirullah" pekik Aisa lalu melihat siapa yang numpahin.
"Aira?" ucap Aisa lagi
"Upsss sorry, sengaja" katanya diikuti tawaan oleh kedua kawannya yang bernama Ebi dan Mikha.
"Kamu kok jahat banget sama aku? memangnya salah aku apa?"
"Salah loe itu adalah... karena loe lahir sebagai kembaran gue! cih!"
"Aku kan gak bisa ngatur terlahir sebagai apa, dan lagian kan aku yang deluan lahir"
"Pakai jawab lagi, loe berani sama gue?"
Rere yang sedari tadi sudah geram melihat Aira pun ingin membuka suara tapi saat pandangannya tertuju ke tangan Aira yang ingin menampar Aisa, Rere pun berhasil menepis tangan nya.
"Kau jauhkan tangan kau yang busuk ini" kata Rere dengan berkacak pinggang
"Eh gue gak ada urusan ya sama loe"
"Aku gak perduli yang penting samaku jauhkan tangan kau itu" Dengan logat bataknya.
"Sialan ni anak" celetuk Ebi
"Eh udang, ku bakar gak jadi orang kau . udah yok Sa, ga ada gunanya debat dengan orang yang gak guna" sambil menarik tangan Aisa.
"Awas loe ya dirumah" teriak Aira.
Rere berhasil membawa Aisa jauh dari Aira and the Genk. Lalu duduk di taman yang ada kolam ikannya.
"Eh re, kok tadi kamu bilang udang sih?" heran Aisa
"ya aku ngasal aja, aku sering lihat di internet resep buat udang gitu eh yang muncul namanya ebi hahahha"
"Ada-ada aja kamu ini" kata Aisa ikut tertawa
Lalu tiba-tiba menjadi hening lagi, Aisa melihat kolam ikan itu dan juga sekeliling yang ada di taman . Tak terasa tiba-tiba....
tesssss
Air mata menetes di pipinya dan Rere menyadari itu "kok nangis kau?"
"Aku sedih, kenapa Aira gak pernah terima aku jadi saudara kembarnya hikss hikss"
Rere memeluk Aisa "jangan nangis lah sa, harusnya itu dia yang nyesal karena gak Nerima kau jadi kembarannya"
Ditempat lain, Aira masih kesal dengan perlakuan Rere, tapi dia sedikit senang karena sudah membuat Aisa malu.
***
Aisa pulang ke rumah dan sudah melihat bi Inah sedang membuat makan siang , Aisa langsung menuju ke dapur untuk melihat makanan apa yang akan di masak
"Hai bi" sapa Aisa
"Eh non, sudah pulang?"
Aisa mengangguk "sudah bi, lagi buat apa?"
Belum sempat bi Inah menjawab tiba-tiba
ceklek
Aisa melihat kedepan ternyata Aira lah yang pulang.
"Aira, kamu sudah makan?" tanya Aisa sementara yang ditanya menatapnya sinis
"Diam loe" ketusnya lalu pergi ninggalin Aisa.
Bersambung~
Bi Inah iba melihat Aisa, ia mendekati Aisa lalu memeluknya dari belakang .
"Yang sabar ya non" lirih bi Inah
"Bi, memangnya aku salah ya perduli dengan Aira? dia kan adik aku?" lirih Aisa.
"Non gak salah, tapi non jangan terlalu lembut dengannya. Bibi bukannya mau ngajarin yang engga-engga non, tapi non gak mungkin terus-terusan dijahatin sama adik non sendiri"
Bersamaan dengan ucapan Bi Inah itu ternyata Papa Baskoro sudah pulang dan mendengar semuanya.
ekhemm
"Pa----papa?" Sangking terkejutnya membuat Aisa gelagapan.
"Ada apa lagi dengan Aira?" Tegas papa Baskoro tanpa basa-basi.
Aisa berhamburan memeluk Papanya, dia benar-benar butuh pelukan saat ini .
"Aisa, jawab papa"
"Gak apa-apa Pa.. Aira mungkin lagi lelah karena memang tugas kami di kampus banyak banget pa " ucap Aisa ngasal
"Tapi kamu tidak apa-apa kan nak?"
"Enggak apa-apa Pa" dengan senyumnya yang tulus.
Papa Baskoro mengangguk "Ya sudah Papa ke kamar dulu"
Aisa tersenyum lalu ia pergi ke dapur mendekati Bi Inah yang sedang mencuci piring.
Aisa membuka kulkas dan mengambil beberapa bahan makanan, lalu ia letak di meja.
"Non sedang apa disana?"
"Aisa mau masak Bi"
"Eh jangan non, biar bibi saja... non sebaiknya mandi saja dulu"
Aisa menggeleng "Gak apa-apa Bi.."
Aisa kekeuh untuk masak, ia mulai merajang bumbu, mencuci ayam lalu menumisnya. Hampir setengah jam ia bergulat dengan bumbu dapur. Aisa senang memasak tapi bukan hanya itu saja karena Aisa juga sering membantu bi Inah untuk membersihkan rumah.
Masakan sudah selesai dan sudah tertata rapi di atas meja makan. Satu persatu anggota keluarga turun ke bawah.
"Ini kamu yang masak dek?" Tanya Kak Andre yang baru turun dari kamarnya.
Belum sempat Aisa menjawab tiba-tiba Papa Baskoro yang juga keluar dari kamarnya pun menyahutinya "Ya gimana? wangi kan? pasti enak juga nih Ndre, mumpung kamu di rumah, kamu harus cobakin masakan adik kamu"
Aisa tersenyum , dia sangat senang karena di rumah ini masih ada yang menerima keadaannya "Ya sudah, Aisa ke kamar bentar ya Pa, Kak.."
"Jangan lama-lama" Teriak kak Andre dari bawah.
Aisa masuk ke kamarnya, ia mandi sebentar hanya untuk menghilangkan keringat saja. Lalu ia mengambil baju kaos yang oversize juga celana kodoknya. Tak lupa pulak ia mengepang rambutnya.
Aisa pun keluar dari kamarnya, perlahan ia turunin anak tangga itu, ternyata di meja makan semuanya sedang asik makan, kekecewaan sedikit menyelimutinya, 'kenapa aku gak ditunggu?' batinnya.
Suara kakinya terdengar di telinga Papa Baskoro "Aisa? sini nak, ayo, kami baru saja mulai makan"
"Iya pa"
Baru saja Aisa ingin duduk di kursinya, tiba-tiba...
"Aku kenyang" Celetuk Aira sambil berdiri bersiap untuk pergi dari meja makan itu.
"Loh kok gak dihabisin nak?" tanya mama Risa
"Kenyang ma" sambil menaik-turunkan alisnya ke arah Aisa.
Mama Risa melihat Aira yang pergi ke kamarnya lalu kembali menghadap Aisa dengan tatapan tajam
"Tuh, Aira pergi gara-gara kamu! malah makannya masih dikit pula"
"Tapi kan ma---"
"ck! sudah lah ma, kenapa harus nyalahin Aisa?" lerai Papa Baskoro.
"Tauk ah, aku ke kamar saja" Mama Risa juga ikut ke kamar.
"Mama disini saja, biar Aisa yang ke kamar" celetuk Aisa merasa bersalah.
Tapi tiba-tiba......
Brukkkkk
Semua mata tertuju ke bangku utama di meja makan itu "Papaaaaa!!!!"
Ya, Papa Baskoro jatuh ke lantai sambil memegang bagian dadanya yang sakit, semua panik tanpa terkecuali .Bahkan Aira yang sedang di tangga langsung buru-buru turun melihat papanya.
Tiba di Rumah Sakit, semua orang menunggu keadaan Papa Baskoro di luar ruangan sementara Dokter dan suster sedang memeriksanya di dalam. Aisa tak henti menangis di bawah pelukan kak Andre.
"Sudah, Papa gak apa-apa dek.." kata Kak Andre
"Semua salah Aisa kak, kalau tadi Aisa gak turun pasti ini gak terjadi" kata Aisa yang masih menangis .
namun tiba-tiba
Plakkkk!
"Aw!!!" pekik Aisa
"Puas loe sekarang? loe udah buat papa sakit Sa, loe gak ada gunanya , selalu buat masalah. Dasar jelek, culun, cupu, kampungan ... iwhhh jijik gue liat loe" geram Aira dengan wajah murkanya.
"Aira, apa yang kamu lakukan? Aisa ini kakak kamu juga, bersikap lah semestinya" kata kak Andre sambil memeluk Aisa , sementara Aisa hanya bisa diam sambil menangis.
"Sudah, cukup! itu dokternya keluar" kata Mama Risa menunjuk dokter yang membuka pintu kamar itu.
Kamar terbuka, terlihat seorang dokter dan dua orang suster berdiri disana, mereka pun mendatangi dokter tersebut.
"Bagaimana kondisi suami saya dok?" tanya mama Risa
"Kondisi Pak Baskoro saat ini lebih baik, sebelumnya ada gumpalan darah yang menyumbat arteri. Untuk kedepannya hindari apapun yang membuatnya stres karena saat ia tak dapat mengontrol emosinya, serangan jantung bisa saja kambuh. Mengerti?"
"Baik dok, terimakasih"
"Sama-sama. kami permisi dulu, mari..."
Seusai dokter pergi, mama Risa menatap kedua anaknya dengan bergantian
"Sudah dengar kan apa kata dokter? boleh masuk tapi jangan buat papa emosi, paham?" tegas Mama Risa
"Iya ma..."
***
Pagi hari Aisa dan Aira beriringan keluar dari kamar Papa Baskoro, sesuai yang dianjurkan oleh dokter mereka harus terlihat akur didepan Papanya.
"Sa, loe sudah siap tugas dari pak Ghibran gak?" tanpa basa-basi dengan nada sok lembut.
"Sudah, tapi ketinggalan di rumah. Ini aku mau ambil" Jawab Aisa santai
'waw ada gunanya juga loe Aisha' batin Aira sambil tersenyum licik
"Kalau gitu bareng gue aja"
"Aku naik angkutan umum saja" tolak Aisa dengan halus
"Gue gak Nerima penolakan, yok!!" paksa Aira sementara Aisa hanya nurut mengikutinya dari belakang.
Suasana menjadi hening di sepanjang jalan, Aira yang memang tak suka bicara dengan Aisa pun lebih memilih menghidupkan musik sekuat mungkin, sedangkan Aisa lebih memilih menatap jalan.
Sampai di rumah, Aisa langsung ke kamarnya untuk bersiap-siap begitupun juga dengan Aira namun ia ingat sesuatu 'eh gue kan malu kalau pergi bareng sama si cupu itu'
"Aisa!! tunggu kak" katanya membuat Aisa berhenti seketika.
'Aira memanggilku kakak?' gumamnya sambil tersenyum.
"Ya? ada apa Ra?"
"Kak, aku boleh lihat tugas punyamu gak? aku lupa ngerjain nih " sambil cengengesan.
"Boleh, sebentar ya" Aisa buru-buru ke kamarnya untuk mengambil tugas yang dimaksud Aira, ia dengan senang hati memberikannya karena Aira sudah memanggilnya 'kakak' dan itu terdengar sangat lembut sekali .
"Ini" kata Aisa saat kertasnya sudah ketemu. "Aku mandi dulu ya" lanjutnya lagi.
"Makasih ya , Eh iya kak aku nanti ga bisa pergi bareng ya, soalnya-----" ucapan Aira terpotong
"Iya gak apa-apa, aku naik angkutan umum saja" sanggah Aisa.
"Baiklah, bye " sahut Aira lalu ia dengan cepat pergi ke kamarnya .
ceklek
Aira masuk ke kamar lalu mengunci pintu kamarnya.
"Hahahahhahaha" Ia tertawa terbahak-bahak
"Aisa, Aisa..... selain cupu ternyata loe bego ya"
"Ya kali gue sebaik itu sama loe, hmm loe liat aja apa yang gue lakukan ke loe, selamat berjumpa di kampus ya Aisa Nafeeza" Ucap Aira sambil bercermin dengan melipat tangannya.
***
Aira dengan gembiranya pergi ke kampus karena hatinya saat ini sedang bahagia, bagaimana tidak? Adik yang disayanginya kini menganggapnya sebagai kakak, pikirnya.
Aisa sudah turun dari angkutan umum, sekitar lima menit untuk berjalan kaki dari halte ke gerbang kampusnya, namun tiba-tiba..
BYUUURRRRR
"Ya ampun!" pekik Aisa saat melihat bajunya penuh tersiram air becek yang ditindas dengan sengaja oleh mobil .
'Itu mobil bukannya hadiah dari Papa ya? tapi kok-----' gumam Aisa terhenti saat melihat mobil itu berhenti lalu tertawa terbahak-bahak, terlihat jelas dari kaca spionnya.
"Astaga! Aira???? kamu????" Pekik Aisa
"Iya, ini gue? kenapa? baju loe basah ya? upss sorry, tapi loe lebih pantas kaya gitu , biar nampak kampungannya hahah, dah ya byeeee"
"Airaaa!!! hiksss Aira... kamu kok jahat banget sama aku? apa salahku Aira? hiksss" Aisa terduduk sambil menangis.
Tak lama kemudian ia bangkit karena sebentar lagi adalah mata kuliah dari Pak Ghibran yang terkenal dingin seperti kulkas berjalan .
Ia berjalan dengan menundukkan kepalanya. Rasa malu dan sakit hati sudah bercampur jadi satu, tapi apa dayanya? yang menyakitinya adalah saudara kembarnya sendiri.
Saat di gerbang kampus banyak sekali yang menjelek-jelekkan nya..
"Eh cupu, habis mulung dimana?" Kata salah satu mahasiswa, lalu temannya yang lain tertawa .
"Pergiiiii!!!!" teriak Aisa yang sudah tidak tahan lagi . Lalu yang lainnya pun pergi dengan masih tertawa.
Kegaduhan itu sampai di telinga Rere lalu ia berlari mendekati Aisa.
"Aisa!!!" panggil Rere, Aisa tidak menjawab tapi dia langsung memeluk Rere sambil menangis.
"Aisa, kau kenapa? jangan buat aku khawatir, siapa yang buat kau kaya gini?" sambil memegang bahu nya.
"Aisa!!!!!" bentak Rere
"hiksss hiksss Aira"
"Makjang, udah ku duga dari tadi kalau pelakunya si ular kepala manusia!" geram Rere dengan logat bataknya.
"Sudah, jangan nangis. kau pake aja dulu rompi jeans ku , untung aku bawa " sambil menyodorkan rompinya
Sambil menunggu Aisa memakai rompinya, Rere yang sudah geram langsung menasehatinya "Sa, aku tahu kau itu orang baik, tapi jangan mau di tindas terus. Kau harus berubah Sa, kau harus bisa bangkit, Setidaknya untuk dirimu sendiri Sa. Pikirkan ucapanku ini, nanti pulang kuliah aku temenin kau buat beli baju baru, kau harus ganti selera pakaian kau Sa, dan kau harus lebih berani lagi"
"Aku pikir-pikir dulu ya Re"
Rere hanya bisa mengangguk, ia tahu bahwa menjadi orang lain itu sulit tapi kondisinya sekarang Aisa gak boleh larut seperti ini.
***
Semua mahasiswa di kelas itu sudah masuk ke ruangan, Aisa celingak-celinguk mencari dimana saudara kembarnya berada.
"Kau cari siapa?" Tanya Rere
"Aira, dia minjam tugas aku tadi"
Rere yang mendengar hanya menghela nafas, ia sudah kehabisan kata untuk sahabatnya satu ini.
Disisi lain, Aira dan teman-temannya memang sengaja telat datang, minimal saat Pak Ghibran itu terlihat mau masuk ke kelas.
Benar saja, Aira dan teman-temannya masuk ke dalam kelas. Saat Aisa ingin berdiri untuk meminta tugasnya, Pak Ghibran pun masuk ke dalam kelas.
ekhemmm
Semua kembali ke tempat duduk masing-masing, tak ada yang berani berkutit di jam mata kuliah Pak Ghibran.
"Selamat siang semuanya" sapa Pak Ghibran
"Siang pak"
"Sebelum saya mulai mata kuliah hari ini, saya minta pada kalian kumpulkan tugas Minggu lalu" tegasnya.
Satu persatu mahasiswa pada maju ke depan untuk mengumpulkan tugas termasuk Aira.
Aira tersenyum licik melihat Aisa yang sedang panik.
"Siapa yang tidak mengumpulkan tugasnya?" Tanya Pak Ghibran. Suaranya begitu menggelegar kan se isi ruangan. Tak ada yang berani untuk membantahnya, karena sekali saja berbuat salah maka nilai lah yang menjadi taruhannya.
"Oke, tidak ada yang mau mengaku?" tanya nya kembali.
"Baiklah, perkuliahan sampai disini. permisi "
"Tunggu pak!" Aisa memberanikan diri untuk maju kedepan, ia tahu jika sekarang tidak jujur maka nantinya akan ada masalah yang baru.
"Ada apa?"
"Saya--- saya yang tidak mengumpulkan tugas"
"Kenapa kamu tidak mengerjakannya? saya kecewa sama kamu! katanya mahasiswi berprestasi, IPK sampai 4 tapi tugas saya kamu remehkan begitu saja!"
Ya, Aisa juga terkenal dengan prestasinya, bukan hanya penampilan saja.
"Maaf pak, tapi saya sudah mengerjakannya. Tugas saya diambil Aira tadi pagi" lirih Aisa dengan jujur.
"Eh bohong itu pak, jangan fitnah dong Aisa, itu hasil kerjaan saya, saya gak ada ngambil tugas kamu" bantah Aira
"Tapi kan----"
"Sudah! cukup! saya lebih percaya dengan Aira. Sekarang, kamu keluar ruangan selama mata pelajaran saya hari ini, mengerti?"
"Emh tapi Pak ---"
"Saya atau kamu yang keluar?"
"Baik pak " pasrah Aisa, lalu semuanya bersorak mengejek Aisa. Sungguh Hari yang menyebalkan, pikirnya.
Aisa kebingungan untuk pergi kemana sedangkan saat ini ia tidak di perbolehkan masuk ke kelas.
'ke kantin aja kali ya' gumamnya.
Ia berjalan menuju kantin, lorong yang begitu ramai membuatnya menjadi tidak percaya diri. Semua mata tertuju padanya dengan gayanya yang begitu kampungan membuat semua orang menertawainya.
'Liat tuh si cupu'
'Pintar sih, tapi kalau cupu gitu siapa yang mau coba ahhahaha'
'Iya benar loe semua, gue aja yang cowo upnormal masih mikir buat jadikan dia pacar '
Begitulah desas-desus yang ia dengar, Aisa mengepalkan tangannya, seketika ia membalikkan badannya dan menatap orang yang membicarakannya.
'Wih, cabut yuk cabut' ucap mahasiswa tadi.
Ia berlari menuju kantin dan memesan makanan di tempat biasa ia pesan.
"Bude, mie ayamnya 1 ya" ucap Aisa
"Iya neng, nanti bude antar, neng duduk aja dulu"
Aisa makan dengan lahapnya, kebetulan sekali memang ia belum ada sarapan setelah pergi dari rumah sakit tadi.
"Bude, jus jeruk nya satu ya, pakai cup aja" pesan Aisa lagi setelah selesai makan.
Tak lama kemudian Budenya membawakan jus tersebut beserta uang kembaliannya Aisa.
Aisa berjalan membawa jus jeruk itu menuju kelasnya, karena ia tahu sebentar lagi mata kuliah Pak Ghibran akan usai, dan sahabatnya Rere pasti haus.
Tapi tiba-tiba.....
"hus...hus.... minggir!!!" sambil mendorong Aisa hingga terjatuh ke lantai.
Semua orang melihatnya, apalagi saat ini mereka berada di tengah lapangan.
"Aw! Aira??? kamu ??" ucap Aisa lalu ia melihat tangannya yang berdarah akibat menopang badannya saat di lantai "Aw! sakit"
"Sakit ya? hahahhaha mampus loe!!!" ucap Aira dan teman-temannya.
"Woi culun! bangun loe, betah amat sama lantai" celetuk Mikha sahabatnya Aira.
Aisa pun bangkit tapi ia terjatuh lagi akibat Ebi sahabatnya Aira itu mendorongnya lagi ke lantai...
"Kalian hikss jahat banget hikss sama aku hikss salah aku apa hikss"
byuuurrrrr
Minuman yang berada di cup itu melayang ke baju Aisa, siapa lagi pelakunya kalau bukan Aira saudara kandungnya sendiri.
"Nah, gini baru cantik warna baju loe " ujar Aira tanpa dosa.
Tanpa mereka sadari ada sepasang mata melihatnya dengan iba. Ya, dia adalah Pak Ghibran. Mata kuliah Pak Ghibran memang selesai lebih awal, karena kebetulan Pak Ghibran di panggil ke perusahaan miliknya tadi melalui telepon. Tapi pada saat ia akan ke parkiran beliau melihat ada kerumunan dari arah lapangan.
Entah kenapa tiba-tiba saja ia tertarik untuk melihat kerumunan itu, Pak Ghibran semakin dekat dan.....
deg!!!
Hatinya iba melihat sosok mahasiswi yang tadi ia hukum sedang dipermalukan oleh mahasiswi lainnya yang kebetulan juga sedang akrab dengannya.
"Astaga? ada apa ini?" tanyanya pada diri sendiri
"Itu bukannya...." ia mencoba mengingatnya "Ah iya, gadis cupu itu, dan itu? Aira? astaga!!!"
Hatinya berdetak tapi kakinya seakan beku tak dapat melangkah untuk memisahkan keduanya.
Kembali lagi ke Aisa,
Cuaca yang panas ditambah lagi hati yang sudah memanas membuatnya bangkit, ia menghapus air matanya, dan menuangkan sisa air dari cup tadi itu ke baju milik Aira.
byurrrrr
"****!!! loe berani sama gue?" kata Aira langsung sambil membersihkan bajunya pakai tangan. Sementara teman-temannya dan orang yang menonton hanya bisa melongo melihatnya, termasuk pak Ghibran.
"Kalau iya kenapa?" sahut Aisa dengan tegasnya.
"Dengar ya Aira, selama ini aku diam tapi tidak untuk kali ini. Aku diam bukan berarti aku kalah, hanya saja aku ingin mengalah untuk orang yang gak mau kalah." sambung Aisa lagi.
"Loe----" ucap Aira terpotong
"Jangan bantah aku! aku ini kakak kamu, asal kamu tahu ya aku juga gak mau satu Bali sama kamu, semuanya sudah cukup ya Aira!!!!! kamu jangan lagi ganggu aku!" emosi Aisa sudah dipuncak .
"Dasar culun"
"Memangnya kenapa kalau aku culun? apa itu mengganggu uang jajanmu? Setidaknya, aku tidak merampas tugas orang lain dan mengganti namanya seperti apa yang kamu lakukan sama aku"
Aira terbahak-bahak "Oh jadi karena tugas itu? kasian banget loe hahhahah, yuk cabut guys"
Aira sengaja mengajak teman-temannya pergi, ia gak mau semakin malu apalagi Aisa sudah membuka salah satu aibnya.
'Astaga, apa yang aku lakukan? ternyata gadis itu benar ' batin pak Ghibran lalu ia teringat dengan rapat yang sebentar lagi mulai di perusahaan nya.
Sementara Aisa kini terduduk lemas, ia menyesal karena sudah memarahi adiknya itu.
"Aisa!!!!" panggil Rere dari jauh.
Aisa mendongak lalu melihat Rere semakin dekat .
"Keren kau! gitulah, baru namanya kawan aku. Sekali-sekali adik kau itu harus digituin biar kapok" ujar Rere dengan semangat nya.
"Aku khilaf Re, aku khilaf" sambil menundukkan wajahnya
"Sudah , gak apa-apa. Yang kau lakuin itu benar, ah sudahlah ayok kita ke kelas aja"
***
Hari berlalu, Papa Baskoro sudah sembuh dan kembali ke rumah sedangkan Kak Andre sudah kembali ke Perancis untuk melanjutkan kuliahnya. Lalu bagaimana dengan Aira?
Sejak kejadian itu, Aira sudah tidak pernah lagi mengganggu Aisa di kampus. Setiap berpapasan hanya ada wajah sinis yang di lontarkan Aira dan teman-temannya namun Aisa dan Rere tidak perduli itu.
"Aisa!!!" panggil seseorang saat berjalan di lorong pintu .
Aisa menoleh, "Iya pak?"
"Saya bisa minta tolong?"
"Bisa pak"
"Tolong bawakan buku dan tas saya ya, saya mau ke ruang dosen sebentar" pinta Pak Ghibran.
Aisa mengangguk "Baik pak".
Sebentar lagi memang jadwal mata kuliah Pak Ghibran di kelasnya , Sebenarnya Ghibran hanya akal-akalan saja menyuruh Aisa membawakannya karena ia hanya ingin mengobrol dengan Aisa.
Nah loh, kok?..
ekhemmm
Aisa sudah di dalam kelas dan meletakkan barang Pak Ghibran di meja dosen lalu ia duduk di sebelah Rere.
"Kok kau yang bawa tas pak Ghibran? dia gak masuk ya?" tanya Rere sambil berbisik
"Hussttt kamu ini, datang kok..." ucapnya terpotong saat melihat Pak Ghibran berjalan ke kelasnya "Nah, itu dia" lanjutnya lagi .
Kedatangan pak Ghibran membuat semuanya menjadi hening, hanya hembusan nafas yang terdengar . Hari ini adalah mata kuliah Ekonometrika. Mungkin kebanyakan akan tertidur dengan pulas nya kalau dosen nya tidak sekiller Pak Ghibran.
"Baik, All... hari ini saya tidak memberikan materi" ucap Pak Ghibran yang membuat kelas menjadi ribut dengan spontan.. "yeeeee" ucap sebagian dari mereka.
"Karena kalian sudah senang, saya akan memberikan kuis kepada kalian" tegas Pak Ghibran dengan dinginnya.
"Apa????"
"Yang pintar makin pintar dan yang bodoh makin bodoh jika kalian tidak bersungguh-sungguh. Oke langsung saja, nilai dari kuis ini 80% akan menjadi nilai hasil untuk IPK kalian"
Semua diam, hening, bergidik ngeri... Bahkan beberapa orang ada yang sudah keringatan .
"Jelaskan secara singkat, apa itu ekonometrika?"
Tanpa jeda, Aisa langsung mengangkat tangannya .
"Iya , kamu?"
"Pengukuran secara ekonomi , pak"
"Oke, good.. kita lanjut ya"
Beberapa pertanyaan sudah dilontarkan Pak Ghibran, dan lagi-lagi Aisa selalu menjawabnya. Sementara Aira hanya berdengus melihat Aisa, rasanya ia ingin mencekik Aisa saat itu juga.
Tak terasa senyum lebar mengukir di wajah pak Ghibran melihat Aisa terus menjawab dengan sempurna. Secara tidak langsung ia dikit demi sedikit sudah menaruh hati pada Aisa .
"Oke selesai, untuk kamu Aisa, ikut saya ke kantin . Saya ingin memberikan hadiah untuk orang yang sudah menjawab penuh dari kuis tadi.."
Aisa kaget, ia hanya bisa melongo . Bagaimana bisa idola sejuta umat saat ini sedang mengajaknya makan, pikirnya.
"Ciyeee" goda Rere
"Apaan sih Re" Sambung Aisa namun wajahnya masih memerah.
***
Bersambung~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!