Drrrt Drrrt Drrrt
Kriiing Kriiing Kriiing
Suara getar ponsel yang saling bersahutan dengan jam beker di nakas itu tak sedikitpun mengusik tidur lelap seorang gadis.
Ia menggeliat pelan, merubah posisi tidurnya yang semula terlentang miring ke kanan. Ia memeluk guling erat dan membenahi selimut hingga ke batas dada. Matanya kembali terpejam rapat. Seakan suara-suara yang cukup memekakkan telinga itu tak terdengar di telinganya.
Drrrt Drrrt Drrrt
Kriiing Kriiing Kriiing
Sekali lagi suara yang begitu memekakkan telinga itu terdengar memenuhi ruangan itu. Namun gadis itu, sedikitpun tak terusik. Sampai tiba-tiba ...
Bugh
Ia terjatuh ke lantai lantaran dorongan kuat seseorang yang tidur di sampingnya.
"Aw! Sakit!" Pekik gadis itu meringis kesakitan. Semburat amarah mulai tergambar diwajahnya lantaran tidur lelapnya yang terusik.
"Bisa nggak sih, nggak usah pake dorong-dorong segala. Kalau semua tulang-tulang ku ini patah, gimana? Memangnya kamu mau tanggung jawab? Nggak ada terima kasihnya udah aku ijinin tidur di rumahku." Gerutu gadis itu kesal, sambil mengelus bokongnya yang kesakitan.
"Kamu sih ... Dari tadi HP kamu bunyi. Trus, itu, bekernya juga bunyi. Masih aja kamu nggak kebangun. Aku masih ngantuk tau." Balas seorang gadis yang seusia dengannya.
"Tapi bisa nggak banguninnya baik-baik." Kesal gadis itu lantas bangun dari posisinya yang terjerembab di lantai. Diraihnya ponselnya di nakas, yang menampilkan beberapa panggilan tak terjawab.
"Astaga!" Pekik gadis itu, menepuk jidatnya kuat.
"Kenapa?"
"Mama sama Papa pulang hari ini. Temenin aku ke bandara dong."
"Ya ampun Dara ... Aku masih ngantuk banget."
"Ayolah ... Lain kali aku nggak akan mengijinkan kamu menginap di sini."
"Iya, iya, deh. Tega kamu Dar."
"Yola, ayo, cepetan bangun."
Sahabat Dara, Yola pun bangun dengan malas dari tidurnya. Dengan mimik wajah cemberut masam. Sedangkan Dara telah lebih dulu bergegas ke kamar mandi.
.
.
Andara memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi membelah keramaian jalanan ibukota untuk sampai ke bandara.
Hari ini orang tuanya baru pulang dari luar kota. Dara diminta menjemput mereka di bandara. Dara adalah anak satu-satunya, karenanya tak ada lagi yang bisa dimintai tolong selain dirinya.
Meninggalkan Yola jauh di belakangnya, Dara berlari secepat kilat menuju terminal kedatangan. Tak ingin terkena omelan, Dara berlari tanpa menghiraukan keadaan sekitar. Hingga tiba-tiba ...
Bugh
"Sial!" Pekik seseorang yang tanpa sengaja Dara tabrak saat berlari.
Pria bertubuh gempal, berwajah sangar, berambut gondrong, menatap garang pada Dara yang telah menghentikan langkahnya.
"Maaf, maaf. Saya nggak sengaja Om." Ujar Dara takut.
Pria itu bukannya melunak setelah mendengar permintaan maaf Dara, tampangnya justru semakin sangar. Bagaimana tidak, kopi kemasan yang diminumnya tanpa sengaja tumpah dan mengotori pakaiannya.
"Ups! Sekali lagi, maaf ya Om?" Pinta Dara dengan menempelkan kedua telapak tangannya. Lalu meringis. Sebab pria gempal itu semakin meradang akibat ulah Dara.
Di seberang, tak jauh, Yola yang berlari menyusul Dara pun terpaksa menghentikan langkahnya saat melihat Dara tengah berhadapan dengan singa lapar saat ini. Yola tak berani mendekat.
"Aku bukan Om kamu. Sekarang, kamu tanggung jawab." Sentak pria gempal itu dengan emosi yang sudah mencapai ubun-ubun.
Pria gempal itu menghampiri Dara. Lantas mencengkeram kerah Dara. Tak peduli Dara adalah perempuan. Pria gempal itu tak kenal ampun.
"Punya mata nggak kamu? Kamu pikir ini lintasan lari, apa. Hah? Sekarang lihat, bajuku jadi kotor. Dan kamu harus ganti rugi." Ujar pria gempal itu sekali lagi.
Dara mulai panik sekaligus ketakutan. Pria itu masih mencengkeram kerahnya. Menatapnya garang dengan kilatan amarah. Dara meringis. Sambil otaknya sibuk mencari cara agar bisa terlepas dari pria gempal itu.
"Maaf, Om. Saya nggak sengaja. Memangnya Om mau minta ganti rugi berapa?" Tanya Dara berpura-pura. Padahal otaknya sibuk berpikir bagaimana caranya menghindari pria itu. Tak berniat sedikitpun untuk ganti rugi.
"Satu juta." Ujar pria itu tanpa ragu.
Dara tersentak. "Buset ... Mahal amat Om untuk ukuran baju lusuh begitu."
"Kamu mau ganti rugi atau aku akan berbuat macam-macam sama kamu." Pria itu menelisik tubuh Dara dari ujung kaki hingga ke ujung kepala dengan tatapan mesum.
Hal itu jelas membuat Dara semakin bergidik ngeri. Diliriknya Yola di seberang yang memberinya kode agar melarikan diri saja dari pria itu.
Dara semakin memaksa otaknya untuk berpikir cepat. Sementara pria itu semakin mencengkeram kerahnya kuat. Meski Dara memohon, pria itu tak mau melepasnya. Sampai tiba-tiba ...
Bugh
"Aw! Brengsek! Sialan! Dasar gadis gila!" Pekik pria gempal itu, meringis kesakitan sambil memegangi rudalnya yang terkena hantaman kuat lutut Dara. Hampir saja balon rudalnya pecah, lantaran Dara menghantamnya kuat.
Kesempatan itu di gunakan Dara untuk melarikan diri. Tetapi pria itu tak terima begitu saja. Ia tak menyerah. Ia lantas mengejar Dara yang telah berada jauh di depannya. Berlari secepat mungkin membelah kerumunan orang-orang.
Dara semakin panik lantaran kegigihan pria itu mengejarnya. Sekali lagi Dara memaksa otaknya berpikir cepat. Apa ia harus sembunyi? Tapi di mana ia harus sembunyi? Sementara pria itu masih mengejarnya dengan amarah yang membara.
Dara tak tahu harus bersembunyi di mana. Ia terjebak di toilet pria. Saking takut dan panik, sampai-sampai ia tak menyadari malah masuk ke toilet pria.
Dara terengah-engah, sembari menyapukan pandangannya. Beberapa pria terkejut melihatnya berada di toilet pria.
"Heh, ngapain kamu di toilet pria? Mau ngintip ya?" Tanya seorang pria dengan kesal.
"Enak aja. Jangan sembarangan kalau ngomong." Protes Dara tak terima tuduhan pria itu.
"Lah, trus, kamu ngapain di sini kalau bukan mau ngintip? Ayo sana, keluar."
Dara mencebik. Lantas keluar dari toilet pria. Tetapi gawat, pria gempal itu masih saja mencarinya. Otomatis Dara dituntut lebih cepat berpikir mencari cara menghindari pria gempal tersebut.
Entah nasib Dara yang beruntung, atau memang Tuhan sedang berbaik hati menolongnya. Seorang pria tampan baru saja keluar dari toilet. Detik itu juga, sebuah ide brilian melintas di benaknya.
Dara pun bergegas menghampiri pria tampan itu sembari membuka jaketnya. Melemparnya asal ke lantai, lantas ia membuka kunciran rambutnya. Hingga rambut panjang hitam legamnya tergerai indah.
Tanpa permisi Dara langsung menghambur memeluk pria tampan itu. Sambil berseru ...
"Hai Darling ... I miss you so much."
Pria yang tiba-tiba saja dipeluk Dara, sontak mendorong tubuh Dara kasar hingga pelukan Dara terlepas. Pria itu menatap Dara aneh sekaligus heran dengan tingkah Dara.
Dara tak menyerah. Ia tersenyum kikuk dan kembali memeluk pria itu.
"Darling ... I miss you." Ujar Dara sembari mempererat pelukannya.
"Kamu siapa?" Tanya pria tampan itu kebingungan.
"Tolong saya, Pak. Saya mohon." Pinta Dara dalam pelukannya.
Pria tampan itu masih kebingungan. Sementara di seberang, si pria gempal yang langkahnya terhenti tak jauh, tengah menyapukan pandangannya mencari keberadaan Dara.
Si pria gempal itu melihat ke arah Dara sejenak. Mengamatinya dari ujung kaki hingga ke ujung kepala sambil dahinya mengerut, seakan ia mengenali Dara yang telah melepas jaket dan kunciran rambutnya. Si pria gempal itu pun perlahan mulai menghampiri.
Sementara pria tampan yang dipeluk Dara masih kebingungan. Dipandanginya si pria gempal dan Dara bergantian. Melihat dari gelagat si pria gempal, ia seakan mengerti, kalau gadis yang tengah memeluknya saat ini sedang berusaha menghindari pria itu.
"Pacarnya ya?" Tanya si pria gempal.
Pria tampan itu tersenyum. Lalu membalas pelukan Dara. "Iya, Bang. Pacar saya. Baru ketemu, makanya kangen."
Sontak Dara mengangkat wajahnya, menatap pria tampan itu yang balas menatapnya sembari mengulas senyum manisnya. Membuat jantung Dara dag dig dug ser tak karuan melihat senyumnya yang begitu menawan.
Sementara si pria gempal semakin menghampiri. Sembari mengamati Dara dengan dahi mengerut.
"Kemana gadis sialan itu." Gumam si pria gempal sambil mengamati Dara.
Dara semakin panik. Bersembunyi dibalik pelukan pria tampan itu nyatanya masih belum aman. Ia kembali memutar otak, bagaimana caranya agar si pria gempal itu menjauhinya.
Bola mata indah Dara bergerak liar. Memaksa otaknya bekerja keras mencari cara. Sedangkan pria tampan itu menatapnya dengan seksama. Menelisik raut wajahnya yang panik dan ketakutan. Sampai tiba-tiba saja, tanpa aba-aba dan tanpa permisi, pria tampan itu merangkum wajah mungilnya. Sebuah kecupan manis mendarat cepat di bibirnya. Menyesapnya lembut penuh perasaan. Seakan mereka berdua adalah sepasang sejoli yang tengah memadu kasih.
Dara tentu saja terkejut dengan perlakuan tak terduga pria tampan itu. Bibir Dara bungkam, tak berani membalas ciuman pria itu. Sebab ia masih shock. Sementara si pria gempal masih memperhatikannya.
Pria tampan itu melepas sejenak tautan bibirnya dari bibir Dara. "Katanya kamu butuh bantuan. Kamu mau ketangkap sama orang itu?" Bisiknya di telinga Dara.
Dara menggeleng pelan. Tentu saja ia tak ingin ketahuan. Lantas dengan cepat Dara main nyosor duluan. Memagut bibir pria tampan itu.
Pria tampan itu seakan terbawa suasana. Ia semakin agresif memberikan lum*atan-lum*atan yang mulai menggebu. Dara berusaha mengimbangi meski ini sebenarnya adalah hal baru bagi Dara.
Melihat kelakuan dua anak manusia yang tengah bercumbu di depan toilet itu, si pria gempal pun akhirnya memilih menjauhi mereka.
"Dasar gila. Nggak kira-kira tempat kalau mau begituan. Ke hotel sana. Jangan di tempat umum begini dong. Dasar anak muda nggak ada akhlak kalian berdua." Umpat pria gempal itu sembari menjauh.
Detik berikutnya, di tengah-tengah ciuman yang semakin panas itu tiba-tiba saja ...
PLAK!
Suara tamparan keras terdengar saat tautan bibir keduanya terlepas.
"Dasar mesum!" Umpat Dara lantang.
Pria tampan itu meringis kesakitan memegangi pipinya. Sambil menatap tajam Dara yang sudah berani menamparnya.
TBC
Hai readers☺️ Kabar baik kan?
Ini adalah karya ke empat author abal-abal ini. Mohon dukungannya dengan tak lupa meninggalkan jejak kalian. Biar author gak jelas ini makin semangat update☺️
Thankyou so much sudah bersedia mampir di karya recehan ini.
So ... love u more😘
Salam hangat ...
Author Kawe❤️
PLAK!
Suara tamparan keras terdengar saat tautan bibir keduanya terlepas.
"Dasar mesum!" Umpat Dara lantang.
Pria tampan itu meringis kesakitan memegangi pipinya. Sambil menatap tajam Dara yang sudah berani menamparnya.
"Kamu pasti sengaja kan mau nyuri-nyuri kesempatan? Dasar cowok mesum." Tandas Dara enteng tanpa filter lagi.
Pria itu terkekeh sambil menggelengkan kepalanya tak percaya.
"Kok ada ya, cewek gila seperti kamu. Jelas-jelas kamu yang nyosor duluan. Kamu yang lebih agresif." Tandas pria itu tak mau kalah.
"Enak saja. Kamu tuh yang main sambar duluan, tanpa permisi. Kamu pasti ada niatan jahat kan?"
"Apa? Aku? Ada niat jahat sama kamu? Heh, kamu pikir pake otak dong. Kamu sendiri yang minta bantuan padaku. Kalau bukan karena aku kamu pasti sudah ketangkap basah sama pacar kamu itu."
"Apa, siapa? Pacar aku? Orang jelek itu? Sembarangan. Cewek secakep aku punya pacar kayak genderuwo begitu? Enak saja kalau ngomong."
"Kalau bukan pacar kamu, trus siapa? Atau jangan-jangan kamu ..." Pria itu memandangi Dara dari ujung kaki sampai unjung kepala. Dengan pandangan curiga sekaligus meremehkan. Namun hati tak memungkiri, tanpa sadar memuji kecantikan Dara. Meski hanya dalam hati.
Wajah tirus, putih mulus, hidung lancip, mata bulat dengan bulu mata lentik, rambut panjang lurus hitam legam bak iklan sampo. Serta tubuh ramping. Keindahan daksa itu semakin menambah pesonanya.
Sama halnya dengan Dara. Meski kesal, namun tak menampik, pria yang tengah beradu mulut dengannya saat ini memiliki paras yang tampan. Berwajah blasteran, dengan garis rahang yang tegas, senyum yang menawan, tubuh atletis. Sungguh kriteria pria idaman Dara.
"Jangan-jangan apa?" Tantang Dara lantang.
"Jangan-jangan kamu mencuri sesuatu, sampai-sampai orang itu mengejar-ngejar kamu. Aku benar kan?"
Dara terkekeh sambil menggelengkan kepalanya.
"Saiko." Dara menggaris dahi dengan telunjuknya. "Mana ada pencuri secantik ini?"
"Maling mana ada yang mau ngaku."
"Kamu tuh ya ..." Dara semakin kesal dibuatnya. Hanya bisa mengepalkan tinjunya erat. Tak berani mengarahkan tinju pada pria itu.
"Kai." Tiba-tiba saja seorang pria datang menghampiri. Pria yang berusia tak berbeda jauh dari pria itu.
Pria yang dipanggil Kai menoleh. Pria yang beradu mulut dengan Dara itu rupanya bernama Kai.
"Aku mencari mu kemana-mana, ternyata disini kamu rupanya." Ujar pria yang baru saja tiba.
"Aku baru saja dari toilet. Dan tiba-tiba saja ada sedikit gangguan." Ujar Kai.
Pria itu mengernyit. "Gangguan?" Sembari mengalihkan pandangannya pada Dara.
"Ada kucing betina gila. Ayo, aku sudah lapar. Kita cari makan dulu." Ajak Kai yang mengambil langkah lebih dulu meninggalkan tempat itu.
Namun pria itu tak langsung mengikuti langkah Kai. Ia malah tersenyum memandangi Dara.
"Beno, ayo. Ngapain kamu masih disitu? Kucing betina itu setengah gila." Ujar Kai dengan nada keras. Hingga membuat Dara semakin kesal.
Pria yang bernama Beno pun bergegas menyusul langkah Kai. Namun sempat berpamitan dengan Dara.
Saat kedua pria itu menghilang dari pandangannya, Dara lantas memungut kembali jaketnya yang tergeletak pasrah di lantai. Lalu memakainya kembali. Tak lupa ia menguncir rambut panjangnya. Lalu bergegas meninggalkan tempat itu.
.
.
Dara dan Yola menyapukan pandangannya. Mencari-cari sosok yang familiar diantara para penumpang yang baru saja tiba. Sampai tiba-tiba pandangan mereka tertumbuk pada dua orang paruh baya yang berjalan sambil menggeret koper masing-masing.
"Mama ... Papa ..." Pekik Dara sambil berlari menghampiri mama papanya. Lalu menghambur memeluk mama papanya bergantian.
Yola menyusul di belakangnya. Yola menyalimi mama papa Dara bergantian.
"Selamat datang Om, Tante." Ucap Yola.
Mama papa Dara mengulas senyum manisnya.
"Gimana kalian berdua? Kalian nggak berulah kan? Kalian nggak berbuat macam-macam kan?" Tanya Yuda Aditama, papanya Dara.
"Seminggu loh Dara, Mama sama Papa ninggalin kamu. Kamu nggak macam-macam kan?" Maya, mamanya Dara ikut menimpali.
"Ya ampun Ma ... Jadi, Mama sama Papa berpikiran buruk padaku selama seminggu ini?" Dara membulatkan matanya heran. Bagaimana tidak, mama papanya selalu saja berpikiran buruk terhadapnya.
Wajar sih jika orang tua berpikiran seperti itu. Sebab orang tua mana yang tak cemas meninggalkan anak gadisnya sendirian di rumah selama seminggu. Meskipun ada Yola, sahabat Dara, yang menemaninya.
Tetap tidak akan meluruhkan kekhawatiran orang tua. Pasalnya, Dara adalah satu-satunya anak gadis mereka yang telah beranjak dewasa. Yuda dan Maya hanya cemas jika mereka sering keluar malam untuk mencari hiburan.
Maklumlah, Dara orangnya tidak bisa diam. Ada-ada saja yang ia lakukan untuk mengusir rasa suntuknya lantaran ia yang beberapa tahun ini pengangguran setelah lulus kuliah.
Pernah Dara bekerja di sebuah kafe, tapi itu tidak bertahan lama. Lantaran kecerobohannya yang tidak berhati-hati dalam bekerja. Dara yang sudah terbiasa dilayani mamanya, mana bisa melayani pelanggan. Alhasil, Dara dipecat tanpa ampun.
"Aman kok Om, Tante. Selama seminggu ini kita hanya di rumah. Nggak kemana-mana, nggak berbuat macam-macam." Ujar Yola membela diri.
"Baguslah. Kalau begitu ayo kita pulang. Mama sama Papa punya oleh-oleh buat kalian. Oleh-oleh dari Oma." Ujar Mama Maya.
Mereka pun berjalan bersama meninggalkan bandara.
Di tempat parkir, saat hendak naik ke mobil, pandangan Dara sempat menangkap sesosok yang baru saja bertemu dengannya tengah berjalan menuju mobil yang terparkir bersama sahabatnya.
Pria yang dipanggil Kai pun sempat melayangkan pandangannya sekilas ke arah Dara yang kini memasang tampang jutek, sebelum akhirnya menghilang dibalik pintu mobil.
Kai menyeringai tipis. Lalu bergegas naik ke mobil. Detik berikutnya mobil yang ditumpangi Kai melaju, lewat di depan mobil Dara yang belum meninggalkan tempat parkir.
Meski sekilas, Dara bisa melihat dari balik kaca jendela, pria yang bernama Kai menoleh, menatapnya sekilas.
"Dasar cowok mesum." Gerutu Dara tanpa sadar.
"Apa? Mesum? Siapa yang mesum?" Tanya Mama Maya keheranan mendengar gerutuan Dara.
Dara terhenyak, lalu mendadak salah tingkah.
"Bu_bukan siapa-siapa Ma. Aku hanya teringat drama yang aku tonton baru-baru ini." Kilah Dara.
"Drama? Drama yang mana?" Yola malah melayangkan pertanyaan yang seakan membantah alasan Dara.
"Memangnya kamu nonton drama apa sih, sampe segitunya terbawa alur ceritanya." Ujar Mama Maya.
"Perasaan kita belum nonton drama deh." Gumam Yola bingung.
"Itu Yol ... Drama yang itu ... Yang lagi viral sekarang. Layangan Nyangkut deh kayaknya judulnya." Kilah Dara lagi.
Yola malah menggaruk kepalanya yang tak terasa gatal itu.
"Kayaknya kita belum nonton yang itu deh."
"Kamu mana tahu, tiap kali kita nonton, kamu malah ketiduran."
"Dara ... Kamu nggak berbuat yang aneh-aneh kan?" Tanya Mama Maya seakan mencurigai Dara. Terkadang putrinya itu ceroboh dan sering menimbulkan masalah.
"Ya enggak lah Ma. Masa Mama curiga sama anak Mama sendiri." Gerutu Dara mulai kesal.
"Mama cuma nggak mau kejadian beberapa tahun yang lalu terulang kembali. Papa kamu sampai mengambil pensiun dini gara-gara ulah kamu itu." Ujar Mama Maya teringat musibah yang sempat menimpa keluarganya beberapa tahun silam.
Dara menghembuskan napasnya pelan. Mengingat kejadian waktu itu, membuat rasa bersalah dihatinya tak jua mereda. Meski kejadian itu sudah lama, tapi tetap saja masih mengusik hati dan pikirannya.
"Sudah, sudah. Jangan diungkit lagi soal kejadian itu. Semuanya sudah berlalu. Dan semua sudah teratasi. Sekarang, kita pulang. Papa capek, pengen cepat-cepat istirahat." Sela Papa Yuda menengahi.
Tanpa menunggu aba-aba selanjutnya, Dara pun mulai memacu mobilnya perlahan meninggalkan tempat parkir.
Namun ingatannya masih sedikit terusik akan musibah beberapa tahun silam. Lantaran mamanya mengungkit kembali kejadian naas itu, hingga Dara tak bisa berkonsentrasi penuh mengemudi. Masih ada ketakutan jika kejadian itu akan terulang kembali.
Dara lantas menepikan mobilnya di tepian jalan. Ia menghela napas sejenak. Mencoba mengusir bayang-bayang masa lalu yang tiba-tiba saja kembali menghantuinya.
"Kenapa berhenti Dara?" Tanya Yola heran.
"Dara ... Kenapa berhenti sayang?" Tanya Mama Maya.
"Aku nggak bisa lagi nyetir Ma." Jawab Dara jujur.
"Loh, kenapa?"
"Aku takut."
Mama Maya terhenyak. Mendadak diserang rasa bersalah sebab tanpa sengaja kembali mengungkit masa lalu putrinya.
Diiin ... Diiin ... Diiin ...
Bunyi klakson tanpa henti kala itu masih terngiang jelas di telinganya. Refleks Dara menutup telinganya.
"Tidak!" Pekik Dara ketakutan. Hingga Mama Maya dan Papa Yuda cemas seketika. Begitupun dengan Yola, sahabat Dara yang juga mengetahui kejadian naas itu.
TBC
Diiin ... Diiin ... Diiin ...
Bunyi klakson tanpa henti kala itu masih terngiang jelas di telinganya. Refleks Dara menutup telinganya.
"Tidak!" Pekik Dara ketakutan. Hingga Mama Maya dan Papa Yuda cemas seketika. Begitupun dengan Yola, sahabat Dara yang juga mengetahui kejadian naas itu.
"Dara ... Kamu nggak pa-pa kan Nak?" Cemas Mama Maya. Jujur, ia takut putrinya kembali trauma.
"Kamu sih Mah, udah Papa bilangin nggak usah ungkit-ungkit lagi soal masa lalu. Kamu malah ngeyel." Omel Papa Yuda.
"Maaf, Pah. Mama cuma_"
"Nggak apa-apa. Aku nggak apa-apa Ma. Mari kita lanjutkan lagi perjalanan kita. Let's go." Dara kembali memacu mobilnya tanpa ragu. Sambil menyetel musik yang kencang, Dara ikut bernyanyi untuk mengusir kecemasannya.
Ditengah perjalanan, tiba-tiba Dara merasa haus. Tenggorokannya terasa kering, lantaran sejak tadi ia belum juga minum. Gara-gara insiden kecil itu hingga ia ingin sekali cepat-cepat pulang. Ia hanya tak mau bertemu dengan pria gempal berambut gondrong itu maupun pria mesum di depan toilet tadi.
Dara menghentikan mobilnya di depan sebuah minimarket di pinggiran jalan.
"Kamu mau ngapain Dar?" Tanya Mama Maya.
"Beli minum bentar Ma. Haus." Sahut Dara kemudian turun dari mobil dan bergegas masuk ke minimarket.
Dara mempercepat langkahnya ke arah lemari pendingin. Ia lantas membuka lemari pendingin itu. Tangannya sudah terulur hendak mengambil jus kemasan. Sampai tiba-tiba ada tangan lain yang mengambil jus kemasan yang sudah berada dalam genggamannya. Alhasil, terjadilah tarik menarik jus kemasan. Tak ada yang mau mengalah. Hingga membuat Dara kesal.
Dara memalingkan pandangannya. Menatap sebal pada seorang pria di sampingnya. Pria itu masih tak mau melepaskan genggamannya dari jus kemasan itu.
"Mas, Om, Bapak, Tuan, aku yang lebih dulu mengambil ini. Kebetulan hanya tinggal satu ini saja. Jadi, Om silahkan ambil minuman yang lain. Ini sudah jadi punyaku" Ujar Dara sebal pada seorang pria blasteran yang menatapnya dengan mata memicing tajam.
"Heh, kucing betina. Aku yang lebih dulu melihat minuman ini." Bantah pria blasteran itu, yang tidak lain adalah Kai.
"Kamu_" Dara baru menyadari pria yabg berdiri di hadapannya saat ini adalah Kai. Pria yang bertemu dengannya di depan toilet tadi.
Kai menyeringai tipis.
"Kenapa? Kaget kita bertemu lagi? Atau kamu terpesona melihat ketampanan ku?" Kai menarik sudut bibirnya. Seakan tengah meledek Dara.
"Nggak juga. Di dunia ini banyak tipe pria seperti kamu. Yang sok kegantengan. Muka kamu itu pasaran. Tukang parkir aja ada yang mukanya mirip sama kamu. Gantengan tukang parkirnya malah."
"Waaah ... Parah nih. Mata kamu itu, buta, rabun, apa bintitan sih? Kamu nggak tau ya siapa aku? Aku ini_"
"Kucing garong." Sela Dara cepat sebelum Kai menyelesaikan kalimatnya.
Kai terkekeh. "Dasar kucing betina."
"Sekarang, lepas gak minumannya? Aku buru-buru. Nggak punya waktu meladeni kucing got kayak kamu."
"Apa kamu bilang? Kucing got? Kalau begitu, aku nggak akan melepas jus ini. Kamu saja cari yang lain." Kai tak mau mengalah.
"Oke. Nih, minum jusnya." Dara memencet kuat kemasan jus itu. Hingga cairan jusnya mencuat ke atas dan membasahi wajah Kai. Bahkan mengotori bajunya.
Lalu bagaimana dengan Kai. Apakah ia diam saja dan menerima ulah Dara begitu saja?
Oh, tentu saja tidak.
Wajahnya kini merah padam. Jus dalam kotak kemasan itu telah mengotorinya. Dan itu atas ulah Dara yang memang disengaja. Jelas saja jika Kai naik pitam.
"Dasar kucing betina sialan!" Umpat Kai lantang. Hingga beberapa pengunjung, bahkan seorang petugas kasir terkejut mendengarnya.
Lantas mereka kepo. Mengintip, ingin tahu apa yang terjadi.
Kai semakin menggeram. Dara yang tak ingin kembali beradu mulut dengan Kai memilih pergi setelah meninggalkan selembar uang kertas di meja kasir, sebagai bayaran untuk minuman yang sengaja ia tumpahkan.
Bergegas Dara keluar dari minimarket dan masuk ke mobilnya. Lalu mulai memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi meninggalkan tempat parkir.
Sementara Kai yang menyusul langkah Dara, hanya bisa memandangi kepergian Dara dengan hati menahan geram.
Kai pun lantas bergegas naik ke mobil, dimana Beno sedang menuggu di balik setir.
"Kamu kenapa Bro. Kok bisa belepotan begitu?" Tanya Beno yang keheranan melihat wajah dan baju Kai basah oleh cairan berwarna oranye.
"Haaah ... Ini semua gara-gara si kucing betina itu. Awas saja kalau kita bertemu lagi. Kali ini aku akan membuat perhitungan dengannya." Geram Kai.
Beno terkekeh, seakan meledek Kai. "Kucing betina yang mana? Yang tadi ketemu di bandara?"
"Yang mana lagi."
"Tapi orangnya cantik Bro."
"Cantik apanya." Kai berpaling muka. Melihat ke luar jendela. Wajah Dara selintas terbayang. Hingga tanpa sadar senyum tipis terbit di wajahnya.
Cantik memang. Hanya saja sudah membuatnya kesal sejak awal. Kai menggeleng pelan saat mengingat mereka berciuman di depan toilet. Ciuman yang tanpa dasar.
"Dia sungguh berani mencium orang asing." Gumam Kai tanpa sadar dan terdengar oleh Beno.
"Apa kamu bilang? Siapa yang mencium orang asing?" Tanya Beno penasaran.
"Oh, bu_bukan apa-apa. Ayo kita jalan. Aku ingin cepat-cepat mandi. Badanku rasanya lengket karena jus ini." Titah Kai untuk mengalihkan pembicaraan.
"Oke. Kita berangkat." Beno pun mulai memacu mobilnya meninggalkan parkiran minimarket.
"Oh ya, Kai. Gimana soal tawaran itu. Apa sudah kamu pertimbangkan?" Tanya Beno dalam perjalanan, sambil tetap fokus pada jalanan di depannya.
"Sudah. Aku sudah menerima tawaran dari beberapa tempat." Jawab Kai sembari memalingkan kembali wajahnya lurus ke depan.
"Dari beberapa tempat? Kamu terima semuanya?"
Kai mengangguk sambil pandangan tetap lurus ke depan.
"Terus, gimana cara kamu menghandle semua itu Bro? Apa kamu bisa jamin, kamu bisa bagi waktu?"
"Kita lihat saja nanti."
"Kamu sudah bertemu Joanna?"
Kai diam sejenak. Membuang napasnya pelan. Pikirannya mulai melambung jauh. Mengingat seseorang yang diungkit Beno.
"Aku tau, kamu seperti ini karena dia kan? Karena kamu merasa bertanggung jawab atas musibah yang menimpanya." Ujar Beno.
"Entahlah. Hanya saja, aku merasa sangat bersalah padanya." Ucap Kai lesu.
"Ini bukan salah mu Kai. Ini memang sudah takdirnya. Kalau kamu merasa bersalah terus seperti ini, gimana kamu bisa move on? Atau jangan-jangan ..."
"Jangan ngaco. Itu sudah berlalu. Dan sudah menjadi masa lalu. Jangan pernah membahas ini lagi. I don't like (aku nggak suka)" Sela Kai cepat sebelum Beno mengungkit masa lalunya.
"Aku hanya menebak saja. Kali aja aku ada benarnya. Sebagai sahabat aku hanya mau mengingatkan kamu, agar kamu nggak terjerumus ke lembah dosa nantinya."
"Lembah dosa, sialan kamu. Kamu pikir aku tukang maksiat apa?" Umpat Kai dan malah disambut oleh tawa garing Beno.
"Aku pikir kamu masih punya perasaan sama dia."
"Damn you (sialan kamu)"
Meski Kai berulang kali menampiknya, entah kenapa hati kecilnya justru berkata lain.
Kenangan-kenangan yang telah terlanjur terpatri di benaknya, tak semudah itu bisa ia lupakan. Kenangan yang terlalu manis, terlalu indah dicampakkan. Meski tak seindah kenyataannya kini.
Kai kembali menghela napas. Kali ini napasnya terasa semakin berat. Kala mengingat Joanna.
TBC
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!