NovelToon NovelToon

Married By Accident

Bab 1. Pria 2cm

Di bawah cahaya lampu temaram, dua insan tengah bergumul panas di atas ranjang. Bibir yang saling memagut serta lenguhan dan suara decapan memenuhi ruangan.

"Lakukan segera, tolong!" suara gadis yang berada di bawah kungkungan pria itu terdengar serak menahan gejolak yang meledak-ledak dalam dirinya.

"Nikmati dulu permainan ini, Honey" suara pria tersebut terdengar setengah berbisik dan itu tampak seksi.

Si pria tak ingin tergesa-gesa, ia masih asyik bermain dengan tubuh yang sudah tak terbungkus oleh sehelai benang pun. Tangannya bergerilya sementara bibirnya menyusuri setiap inchi tubuh gadis itu.

Pria itu tampak sesekali menyeringai, ia merasa menang karena gadis yang ada di hadapannya sudah begitu pasrah.

"Damn!" umpat si gadis. Ia langsung mengubah posisinya berada di atas pria tersebut.

"Jika kau hanya mengulur waktu, maka aku akan memulainya," ketus gadis itu.

Lawan mainnya pun langsung menyeringai, ia mengangkat kedua tangan, seolah mengizinkan gadis yang kini berada di atasnya melakukan apapun sesuka hati.

Gadis tersebut mulai menguasai permainan itu. Terdengar suara lenguhan saat sesuatu menerobos masuk ke dalam dirinya. Perlahan tapi pasti ia pun larut dalam permainan. Pria yang saat ini berada di bawahnya melakukan hal yang sama.

Di waktu yang bersamaan, derap langkah kaki tampak menyusuri lorong hotel. Sepatu pantofel yang amat mengkilat mengeluarkan suara bunyi memecah keheningan di tempat itu.

Ia meraih kunci cadangan yang ada di dalam sakunya. Setelah berada di depan kamar, pria tersebut langsung membuka pintu kamar dengan kunci cadangan yang ada di tangannya.

Pintu terbuka sempurna, dalam kegelapan ia mampu mendengar sebuah d*sahan dari kedua orang yang sedang menikmati permainan panas mereka.

Pria yang baru saja masuk memperhatikan dengan jelas. Tangannya mengepal dengan kuat. Namun, kedua orang yang berada di ranjang itu tampak asyik bermain di arenanya hingga tak menyadari ada sepasang mata yang tengah menatap ke mereka.

Pria itu berjalan maju dan menyalakan saklar lampu. Seketika ruangan itu pun menjadi terang. Dua orang yang tengah menikmati permainannya tadi mendadak terkejut. Gadis itu melirik pria yang saat ini tengah memandangnya dengan tatapan yang tajam.

Si gadis meraih selimut untuk membungkus tubuhnya yang tak berbusana. Wajahnya menjadi pucat pasi, jantungnya seakan memompa darahnya lebih kencang saat menyadari siapa yang menyaksikan perbuatannya itu.

"Sayang, tolong dengarkan penjelasanku dulu. Ini semua salah paham," ujarnya sangat panik.

"Devan, percaya padaku."

Pria itu menatap gadis yang ada di hadapannya dengan penuh emosi. Rahangnya mengeras dan matanya memerah.

"Kesalahpahaman? Dimana letak kesalahpahaman itu, Nadia? Kau tahu, aku cukup lama berdiri memperhatikanmu menikmati permainan panasmu dengan pria itu!" Devan mengarahkan pandangannya pada pria yang masih berada di atas tempat tidur.

"Dev, maafkan aku. Sungguh, aku benar-benar khilaf. Tolong maafkan aku," pinta gadis itu memelas. Ia berlutut sembari memegang sepatu milik Devan.

"Mulai saat ini, lakukan semuanya sesuka hatimu, Nadia." ujar Devan mencoba melepaskan tangan gadis tersebut dari kakinya. Namun, cengkramannya semakin menguat.

"Aku tidak akan melepaskanmu, Dev!"

"Aku yang akan melepaskanmu!" balas Devan yang sedikit menendang Nadia agar tangannya terlepas.

"Hei Bro, jangan kasar terhadap wanita," pria yang ada di atas tempat tidur itu sedikit beranjak saat melihat perlakuan Devan terhadap wanitanya.

"Kau diam! Ini bukan urusanmu! Sebaiknya kau tetap berada di sana sebelum kau mengenakan pakaianmu. Adik kecilmu yang berukuran 2cm itu sangat jelas terlihat olehku," ketus Devan.

Si pria langsung kembali duduk sembari menutupi benda pusakanya yang dikatakan berukuran kecil oleh Devan.

"Dan ini ...." Devan melepaskan cincin di jari manisnya. Nadia membelalakkan matanya sembari menggelengkan kepalanya.

"Kumohon jangan ...."

"Jangan harap setelah kau bercumbu dengannya, lalu kau menikah denganku." Devan membuang cincin pertunangannya ke sembarang tempat.

"B*tch!" setelah mengucapkan kata hina yang ia persembahkan pada Nadia, pria itu pun langsung berjalan keluar meninggalkan ruangan tersebut.

Nadia hanya terduduk sembari tersedu, sementara pria lawan mainnya tadi, mencoba untuk mendekati gadis tersebut.

"Sudahlah, lupakan pria itu. Masih ada aku di sini," ujarnya dengan penuh percaya diri.

Nadia langsung mendelik, menatap pria itu penuh kebencian.

"Ini semua salahmu! Bagaimana bisa kau memilih tempat ini. Dasar bodoh! Aku lebih memilih bersamanya dibandingkan bersamamu," pekik Nadia sembari melayangkan pukulan pada pria tersebut.

"Tapi kau juga menikmatinya, Nona." pria tersebut menjengit. Ia baru sadar jika mendapatkan respon yang kurang mengenakkan padahal awalnya gadis tersebut merasa ketagihan.

****

Devan keluar dari kamar hotel. Ia memberikan kunci cadangan ke tangan sahabatnya, yang tak lain adalah pemilik hotel itu. Ia tak sengaja melihat kekasih sahabatnya tengah memesan kamar bersama dengan pria lain.

"Terima kasih karena sudah memberitahu kelakuannya padaku," ucap Devan.

"Setelah ini aku akan membatalkan pernikahanku," sambung pria itu.

"Hah?! Bukankah pernikahanmu akan digelar beberapa hari lagi?" ujar Ferdy, sahabat dari Devan.

Devan menyunggingkan senyum sinisnya. "Bekas? Aku tak menginginkannya. Lagi pula dia sangat menikmati permainannya dengan pria 2cm itu," cerca Devan.

Ferdy tampak susah mencerna ucapan Devan. "Pria 2cm? Apa maksudmu?" gumam Ferdy.

"Sudahlah! Kau tak perlu mengetahuinya," ucap Devan menepuk pundak Ferdy dan kemudian berlalu dari hadapan pria tersebut.

Devan masuk ke dalam mobilnya. Pria itu tampak memukul setir mobilnya beberapa kali. Pernikahan yang akan di gelar beberapa hari lagi terancam batal. Meskipun berusaha untuk tetap tegas, tetapi ia tak menampik bahwa hatinya terasa sakit. Tunangannya bermain panas bersama dengan pria lain dan ia menyaksikan hal tersebut langsung di depan matanya.

Bohong jika pria itu berkata tak merasakan sakit sedikit pun. Saat ini hati Devan bak di sayat oleh sembilu yang tajam. Namun, ia menutupi semua itu dengan guyonan konyolnya.

"Ternyata seleramu sangat rendah, Nadia."

"Apakah kau sudah tidak tahan lagi? Kenapa kau melampiaskannya pada pria itu. Aku berusaha menjagamu mati-matian dan menahan setiap hasratku hanya untuk menghormatimu. Namun, kau lebih memilih untuk menjatuhkan harga dirimu sendiri," sambung Devan sembari mengepalkan tangannya.

Selang beberapa lama kemudian, ponselnya berdering. Ia melihat layar ponselnya yang menunjukkan id pemanggil yang tak lain dari ibunya. Devan menghembuskan napasnya dengan kasar, lalu kemudian pria itu meraih telepon genggamannya.

"Kau di mana? Segera bawa Nadia untuk melakukan fitting serta pemotretan prawedding!" ujar suara dari seberang telepon.

"Aku tidak akan menikah dengannya," timpal Devan.

"Mama sedang tidak ingin bercanda, Devan."

"Aku serius, Ma. Devan akan membatalkan pernikahan itu," ucap Devan frustasi.

.

.

.

Bersambung...

Jangan lupa untuk selalu memberikan dukungannya berupa like, komen, serta votenya ♥️♥️♥️♥️

Yang belum favorit, yuk favoritkan agar mendapatkan notifikasi update terbarunya~

ig: ayasakaryn24

Bab 2. Seleraku Indomie

Devan memberhentikan mobilnya tepat di depan kantor. Ia melihat Joko-sang asisten tengah menunggu kedatangannya sedari tadi.

"Pak Devan, Nyonya besar ...."

Devan langsung mengangkat tangannya. Ia lelah jika harus mendengar ucapan sang asisten yang tengah panik seperti ini. Pria itu menjadi gagap dan bahkan dapat menyelesaikan ucapannya mungkin beberapa jam ke depan.

"Tak perlu menjelaskannya padaku karena kau membuatku tambah pusing! Dimana ibuku?" tanya Devan.

"Ny-Nyonya saat ini berada di ruangan anda," ujar Joko.

Tak membutuhkan waktu lama, Devan meninggalkan asistennya itu. Ia berjalan tegap memasuki area kantor. Beberapa staf yang berpapasan dengannya langsung menunduk hormat. Staf wanita yang melihat atasannya itu menatap penuh kekaguman.

"Lihatlah! Pak Devan sangat berkharisma sekali," ujar salah satu staf

"Dia adalah pria dengan porsi yang paling sempurna. Wajahnya, tubuhnya, serta jabatannya, sungguh aku selalu membayangkan jika suatu hari nanti dia jadi milikku," ucap staf satunya lagi.

"Hey, berhenti bermimpi! dia akan menikah sebentar lagi."

Berbagai pujian pun mereka lontarkan untuk atasannya yang sangat sempurna dan berkharisma ini. Namun, itu hanya bertahan sebentar saja. Saat pria tersebut membuka pintu yang menuju ke ruangannya, tiba-tiba ia melihat asbak rokok yang tengah melayang di udara dan benda itu akan mendarat ke arahnya.

Dengan pergerakan yang cepat, Devan segera menutup kembali pintu tersebut.

BRAKKK...

Dan benar saja, benda keras yang hampir memecahkan kepalanya itu langsung mendarat sempurna di pintu.

"Hampir saja," ucap pria itu sembari mengusap dadanya.

Setelah dirasa aman, ia kembali membuka pintu tersebut. Dilihatnya Rina- ibunya tengah melayangkan tatapan mematikan pada anak sulungnya.

"Ma, tolong sabar," ujar Devan menghampiri Rina.

"Sabar, kau bilang sabar? Apakah kau tahu, kabar pernikahanmu sudah tersebar dan waktunya pun tinggal beberapa hari lagi, kau bilang sabar?" Rina sangat merasa geram melihat tingkah putra sulungnya.

"Jelaskan saja pada media bahwa aku membatalkannya," timpal Devan enteng.

" Hahaha ...." Rina tertawa keras, ia benar-benar merasa stres dibuat oleh anaknya sendiri.

"Kau tahu? Satu kabar buruk yang tersorot media, bukan nama baik keluarga saja yang hancur, perusahaan juga akan ikut tumbang," jelas Rina penuh penekanan.

Devan mengusap tengkuknya. Ia bingung harus berkata apa, karena tak mungkin baginya untuk mengatakan kejadian yang sebenarnya. Nadia, gadis itu tetaplah gadis yang dicintainya. Namun, ia tak bisa menerima kejadian yang baru saja dilihatnya tadi, sekali pun cinta tetap saja harus menggunakan logika.

Nadia secara tak langsung sudah menjatuhkan harga diri Devan, pria yang tak lain adalah calon suaminya sendiri. Perbuatan kejinya tak mampu Devan terima. Kesalahan gadis itu amatlah fatal.

"Kenapa kau hanya diam saja?!" bentak Rina.

Seketika Devan pun tersadar dari lamunannya. Ia masih menyunggingkan senyuman meskipun hatinya terasa perih.

"Aku tidak tahu apa alasanmu membatalkan pernikahan ini, tetapi mama tidak mau tahu. Pernikahanmu tetaplah akan digelar sesuai tanggal yang sudah di atur, terserah kau menikahi siapa pun asalkan pernikahan itu tetap berjalan! Jangan mencoreng nama baik keluarga, apalagi perusahaan!" tegas Rina yang kemudian beranjak dari tempat duduknya meninggalkan Devan.

Saat membuka pintu, Rina melihat Joko yang baru saja hendak mengetuk pintu, tetapi pria itu mengurungkan niatnya karena Rina yang sudah membukanya terlebih dahulu.

"Kau ... Apakah kau tidak takut jika kehilangan pekerjaanmu?" tanya Rina.

"Sa-saya tidak ingin kehilangan pekerjaan saya, Nyonya." tubuh Joko seketika bergetar saat mendengar kalimat yang baru saja dilontarkan oleh Rina.

"Jika kau takut kehilangan pekerjaanmu, carikan atasanmu wanita sesegera mungkin!" titah Rina.

"Kau dengar, Devan. Jika kau mengambil tindakan yang kurang baik, maka asistenmu juga akan kena imbasnya," ujar Rina sembari mendengkus kesal. Wanita paruh baya itu pun langsung keluar dari ruangan tersebut.

Sepeninggal Rina, Joko segera menghampiri Devan dengan berkas yang ada di tangannya.

"P-Pak Devan, bagaimana ini? Saya tidak ingin kehilangan pekerjaan ini," ucap Joko yang diselimuti rasa takut.

Devan menatap sang asisten sembari mendecak. "Sebaiknya kau tidak usah banyak bicara, atau aku akan mempercepat proses pemecatanmu!" ujar Devan.

Mata Joko membulat sempurna. "To-tolong jangan lakukan itu Pak Devan," ujar Joko dengan memelas.

"Berkas apa itu?" tanya Devan.

"Ah iya, ini dokumen tentang peluncuran produk terbaru," ujar Joko sembari menyerahkan dokumen yang ada di tangannya.

Devan meraih dokumen tersebut dan membaca lembaran dokumen yang ada di tangannya. Sementara Joko masih ketakutan karena ancaman dari Rina tadi.

"P-Pak Devan, bagaimana jika Bapak menuruti ucapan Nyonya Besar tadi?" gumam Joko.

"Ck ...." Devan mendelik ke arah Joko dan kemudian membubuhkan tanda tangan di dokumen tersebut.

"Saya tidak tertarik dengan wanita manapun," timpal Devan seraya melemparkan dokumen yang ada di tangannya ke atas meja.

Mendengar jawaban dari atasannya itu, sontak saja Joko menutup mulutnya sembari membelalakan matanya tak percaya.

"Pak Devan seorang gay?"

Jedder....

Bak mendengar petir di siang hari saat Joko dengan santainya mengatakan bahwa Devan adalah seorang gay.

"Terserah kau saja mau berkata apa." Devan merasa frustasi. Ia tak ingin berdebat lebih banyak lagi dengan asistennya itu, ditambah dengan masalah yang dihadapinya sudah cukup banyak.

Mendengar penuturan Devan, sontak Joko menyilangkan tangannya di dada. Sikap Joko membuat Devan menaikkan alisnya sebelah.

"Sekalipun aku seorang gay, kau bukanlah seleraku!" ketus Devan.

"Selain wanita, seleraku juga indomie, Pak."

Jawaban dari Joko membuat Devan naik pitam seketika. "Sebaiknya kau melanjutkan pekerjaanmu saja sana! Lama-lama kepalaku pusing menghadapimu," titah Devan.

Joko pun sedikit menundukkan kepalanya dan kemudian berjalan menuju pintu.

"Hei!" panggil Devan.

Joko berbalik menghadap ke arah Devan. "Apakah kau akan pergi begitu saja? Bawa dokumen ini!" seru Devan.

Joko pun sedikit berlari kecil untuk mengambil dokumen yang ada di atas meja. Kemudian pria itu kembali menuju pintu keluar.

Devan menghela napasnya panjang. Pria itu melonggarkan dasinya dan kemudian mengusap wajahnya dengan kasar.

"Apa yang harus aku lakukan," gumamnya frustasi.

....

Di lain tempat, seorang gadis tengah membawa box yang berisi botol susu kedelai. Ia dan ibunya berjualan kecil-kecilan, membuat susu kedelai sesuai dengan pesanan pelanggan mereka.

"Awas Bella, itu sangat berat," ujar Lusi- ibunya Bella.

"Aku masih kuat, Bu" timpal gadis itu seraya memperlihatkan senyum terbaiknya.

Ia mengambil helm yang ada di atas meja dan kemudian memasangkan helm tersebut ke kepalanya.

"Aku berangkat ya, Bu." Bella meraih punggung tangan ibunya.

"Hati-hati di jalan Nak," ucap Lusi sembari mengantarkan putrinya ke depan.

Bella menghidupkan motor maticnya, ia membawa kendaraan roda dua tersebut menuju ke rumah langganan mereka.

Satu persatu rumah yang di tuju oleh Bella. Gadis itu menyerahkan botol susu tersebut sembari tersenyum ramah.

"Terima kasih," ucap Bella saat salah satu pelanggannya menyerahkan uang pada gadis itu.

Bella kembali melajukan motornya untuk melakukan hal yang sama. Tak terasa botol yang ada di dalam box tersebut sudah hampir habis. Ia pun amat bersyukur karena bisnis kecilnya akhir-akhir ini cukup ramai pesanan.

Bella mengantarkan sisa pesanan yang ada di box tersebut. Panas serta hujan pun ia tempuh. Gadis berusia 25 tahun ini rela berhenti dari pekerjaannya hanya untuk membantu usaha ibunya. Ia sadar, ibunya sudah cukup tua, gadis itu tak ingin jika sang ibu akan kembali jatuh sakit karena terlalu kelelahan.

Setelah semua susu kedelai dalam box-nya habis, Bella kembali ke rumahnya dengan memasang senyum riang.

.

.

.

Bersambung....

Ada pepatah mengatakan, tak kenal maka tak sayang. Maka dari itu, agar kita bisa tahu siapa yang baca, jangan lupa untuk klik like, komentar, serta vote (jika ada).

Yang belum favorit yuk di favoritkan supaya mendapatkan notifikasi update terbarunya~

Bab 3. Gagah Perkosa

Malam ini Devan berada di salah satu bar. Ia menuangkan alkohol ke dalam gelasnya dan kemudian menenggak minuman tersebut hingga kandas.

"Akhhhh ...." pria itu mengernyitkan keningnya saat minuman tersebut terasa membakar di tenggorokannya.

Ia mengeluarkan satu batang rokok dari bungkusnya yang ada di atas meja. Baru saja pria itu hendak menghidupkan pemantiknya, tiba-tiba saja seseorang langsung mencuri rokoknya.

Pria tersebut duduk di salah satu kursi yang ada di samping Devan.

"Jangan merusak dirimu hanya karena seorang gadis Kawan," ujar Ferdy.

"Berikan itu padaku,"

"Stop, Devan!"

"Kali ini saja, aku benar-benar merasa sangat stress," pinta Devan.

Ferdy kembali menyerahkan rokok tersebut pada Devan. Pria itu menyalakan ulang pemantiknya dan kemudian menghisap benda dengan kandungan nikotin tersebut.

"Aku ingin membatalkan pernikahanku, tapi itu berdampak pada perusahaan dan nama baik keluargaku ...." Devan mengacak rambutnya dengan kasar.

"Bagaimana bisa aku melanjutkan pernikahan ini dengan Nadia? Gadis itu sudah menghancurkan hatiku. Sementara pernikahan harus tetap berjalan sebagaimana mestinya," sambung Devan dengan wajah yang muram.

"Jalan satu-satunya adalah aku harus menikahi gadis lain," ujar Devan tersenyum getir.

"Masalahmu memang cukup rumit," ucap Ferdy menatap lurus ke depan.

Cukup lama kedua orang tersebut berbincang. Saat melihat Devan sudah mabuk berat, Ferdy langsung membawa sahabatnya itu untuk pulang.

"Kenapa? kenapa dia lebih memilih pria 2cm itu. Barang itu sangat kecil sekali," racau Devan sembari menjentikkan jari kelingkingnya.

Ferdy mengernyitkan keningnya. Entah apa yang dimaksud oleh sahabatnya ini tentang pria 2cm. Namun, saat Devan mengulangi kata-katanya, pria itu sempat melirik ke bawah tepat di benda berharganya. Seketika Ferdy langsung mengerti. Ia malu saat Devan berteriak 2cm sedangkan banyak orang yang memandang ke arah mereka.

"Hentikan! kau membuatku kehilangan muka," ujar Ferdy membekap mulut sahabatnya itu. Kemudian langsung membawa pria tersebut masuk ke dalam mobil.

"Aku seorang pria yang gagah perkasa, tapi mengapa ia lebih memilih pria yang gagah perkosa!" seru Devan di dalam mobil.

Ferdy berdecak sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Baru saja ia meraih kunci mobil di dalam sakunya, tiba-tiba Devan mengguncang lengannya membuat kunci tersebut terlepas dari tangan.

Pria itu menunduk mengambil kunci yang terjatuh, tiba-tiba Devan berbicara keras tepat di telinga Ferdy.

"Kenapa? Apa hebatnya pria itu?" seru Devan yang seketika membuat telinga Ferdy sakit.

Ferdy yang merasa temannya itu sudah tidak bisa ditolerir lagi, segera mendorong Devan hingga kepala pria itu terbentur mengenai jendela kaca mobil.

Brakkkk...

Devan pun berhenti meracau dan pingsan seketika. "Maafkan aku, tapi kau terlalu mengganggu jika terus seperti itu," gumam Ferdy kembali meraih kunci mobil yang terjatuh tadi.

Ferdy bergegas melajukan kendaraan roda empat tersebut membelah jalanan malam.

....

Keesokan harinya, Devan mengerjapkan matanya saat sinar mentari masuk melalui celah jendela kamar. Matanya belum terbuka sempurna, tetapi tiba-tiba saja sebuah tendangan mengenai bokongnya membuat pria itu seketika jatuh tersungkur ke lantai.

Dugghhh...

"Awww...." Devan meringis saat kepalanya terbentur ke lantai.

Mendengar suara renyah benturan antara kepala dan lantai tersebut, membuat Ferdy bangun. Ia menoleh ke arah sumber suara. Dilihatnya Devan tengah mengusap kepalanya yang terasa sakit akibat terjatuh tadi.

"Maaf, tapi aku memang sengaja," ucap Ferdy.

Devan mendelik menatap Ferdy yang seolah tak berdosa.

"Apakah kau bosan hidup?!" ketus Devan yang masih menggosok keningnya yang membentur lantai.

"Kenapa kau ada di kamarku?" tanya Devan.

Ferdy beranjak dari tempat tidurnya. "Sadarkan saja dulu dirimu sepenuhnya. Semoga kau merasa malu setelah mengingat semuanya," ucap Ferdy yang kemudian berjalan menuju ke kamar mandi.

Devan masih ternganga, ia berpikir keras tentang apa yang terjadi sebelumnya. Sekelebat ingatannya pun mulai bermunculan.

Kejadian saat di bar, racauannya yang tak jelas dilihat oleh banyak orang, Devan melayangkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Dan kini ia pun sadar bahwa saat ini dirinya berada di kamar Ferdy.

"Argh ... Sungguh memalukan," ujar Devan mengacak rambutnya dengan frustasi.

Devan bergegas bangkit untuk mencari ponselnya. Setelah menemukan keberadaan ponsel tersebut di atas tempat tidur, pria itu langsung menghubungi Joko.

"Joko, tolong bawakan setelan ke kantor untukku!" ucap Devan saat panggilan tersambung.

"Maaf Pak, tapi saya harus membawa setelan bapak kemana?"

"Nanti aku kirimkan alamatnya," timpal Devan yang kemudian langsung mematikan sambungan teleponnya.

Devan mengirimkan alamat rumah Ferdy pada asistennya. Pria itu meletakkan ponselnya, ia pun kembali berbaring di atas tempat tidur.

Baru saja ia hendak memejamkan matanya lagi, tiba-tiba ponselnya kembali berdering. Devan berdecak kesal, tanpa melihat lagi pria tersebut langsung menerima panggilan tersebut.

"Bukankah sudah ku kirimkan alamatnya! Apakah kau masih kurang paham?" tanya Devan. Ia kesal karena baru saja pria itu mengirimkan alamat Ferdy melalui pesan singkat.

"Apakah kau sudah bosan hidup, Nak?"

Seketika Devan terduduk sembari membelalakan matanya. Pria itu melihat kembali layar ponselnya dan ternyata si pemanggil tak lain adalah ibunya.

"B-bukan seperti itu, Ma ...." Devan terbata-bata.

"Apakah kau tahu? Pagi ini ada artikel yang menuliskan tentang dirimu di bar! Tidak bisakah kau membuatku tenang sehari saja tanpa melakukan kesalahan?!" sangat jelas terdengar hembusan napas kasar dari ibunya itu karena frustasi dengan tingkah konyol putra semata wayangnya.

"Pagi ini akan ada pertemuan dengan para pemegang saham. Kau atasi semua itu dengan baik, aku akan menyingkirkan artikel murahan itu!" sambung Rina frustasi.

Tak lama kemudian, panggilan pun terputus. Devan mengacak rambutnya sembari berdecak kesal.

"Aku benar-benar stres kali ini," gumam Devan.

"Bisakah aku mengaminkannya?" celetuk Ferdy yang baru saja keluar dari kamar mandi. Dengan mengenakan kain handuk yang melilit di tubuhnya. Devan langsung melayangkan tatapan tajam pada Ferdy.

Terdengar suara bel rumah berbunyi. Dengan segera Devan keluar dari kamar Ferdy dan membuka pintu. Dilihatnya Joko di balik pintu tengah tersenyum lebar sembari memperlihatkan deretan gigi putihnya.

"Jangan tersenyum seperti itu, kau terlihat lebih mengerikan!" ucap Devan.

Joko segera masuk ke dalam apartemen tersebut.

"Siapa yang datang?" tanya Ferdy keluar dari kamar dengan mengenakan kemeja yang belum terkancing. Memperlihatkan otot perut serta dada bidang yang tercetak sempurna.

"Asistenku," timpal Devan singkat.

Joko tertegun saat melihat situasi yang seperti ini. Ferdy dengan rambut yang basah dengan kemeja yang kancingnya masih ternganga. Sementara Devan, tampilan pria itu benar-benar masih acak-acakan dengan hanya menggunakan kaos biasa serta celana boxer.

"Ternyata selera Pak Devan adalah pria yang seperti ini. Sangat disayangkan sekali, padahal keduanya tampan tapi memilih untuk saling mencintai. Ternyata dugaanku tidak salah, Pak Devan adalah seorang gay," batin Joko.

Bersambung...

Jangan lupa untuk selalu memberikan dukungannya berupa like, komen, serta votenya ♥️♥️♥️

Yang belum favorit, yuk difavoritkan supaya mendapatkan notifikasi update terbarunya~

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!