NovelToon NovelToon

Janda Kembang Pilihan CEO Duda

Part 1 : Ghadira Mentari

...Jangan lupa mampir juga ke novel pertama Cimai...

..."Menikah Dengan Adik Sahabatku''...

...Terimakasih 🙏❤️...

...••••••••••••••••••••••...

Dira di bangunkan oleh suara alarmnya yang terus-menerus berdering.

Hoaaammm

Dira meraih ponselnya dan sedikit menyipitkan matanya untuk melihat jam yang tertera di layar ponsel.

''HAH!! Gila jam 6! gimana ini? aduuuh..''

Dira langsung terperanjat dari tempat tidurnya.

Ghadira Mentari, wanita berusia 26 tahun ini tinggal seorang diri di rumah kecilnya yang berada di dalam gang yang sangat padat penduduk.

Meskipun sudah berusia 26 tahun, ia tergolong baby face sehingga banyak yang mengira ia masih lebih muda dari usianya, apalagi tubuhnya yang sedikit mungil.

Dira sudah mengaktifkan alarm jam 04.30, tetapi karena semalam susah tidur membuatnya sekarang tanpa sadar selalu menunda tombol alarm di ponselnya karena masih mengantuk.

Sekarang Dira bingung sendiri mana yang akan di kerjakan terlebih dahulu.

Bahkan nyawanya sendiri masih belum sepenuhnya berkumpul.

Hari ini ia harus berangkat lebih cepat karena akan kedatangan CEO baru di kantor pusat, menggantikan CEO lamanya yang akan kembali ke luar negeri setelah peresmian penggantian tersebut.

CEO lamanya sudah berusia paruh baya, konon katanya sang penggantinya adalah putra kandung CEO lama yang beberapa waktu terakhir tinggal di luar negeri.

Dira yang saat ini bekerja di kantor cabang, di tunjuk untuk ikut serta dalam penyambutan sang CEO.

Dira tidak ingin semakin mengulur waktu, ia mempersiapkan segalanya dengan cepat tanpa membuat sarapan terlebih dahulu, sekedar minum air putih pun tidak sempat.

Dengan segera Dira menyiapkan motor matic kesayangan yang selalu setia menemani hari-harinya.

Saat terjebak lampu merah, Dira yang mengendarai motor dalam posisi terburu-buru tidak sengaja mengerem mendadak dan menabrak bagian belakang mobil mewah di depannya.

Kedua mata Dira terbelalak dan mulut menganga saat memastikan goresan di mobil tersebut akibat tabrakannya.

''Ohh Diraaaa.. sial sekali pagimu.'' gumam Dira dengan meringis penuh sesal.

Laki-laki gagah mengenakan jas turun dari mobil itu, Dira sudah pasrah jika akan di mintai pertanggungjawaban.

''Ma-maaf tuan, saya tidak sengaja, sungguh..''ucap Dira memohon dengan wajah tertunduk.

''Apa ada yang rusak?'' suara laki-laki kedua yang turun dari mobil tersebut membuat Dira mendongak sekilas lalu kembali menunduk dengan terus memohon maaf.

Lampu merah yang sudah berubah warna membuat bunyi klakson terus bersahutan, namun, karena kebetulan mereka berada di sisi kiri membuat pengendara lain berusaha mendahului.

''Tuan, saya mohon maaf, saya sungguh tidak sengaja menabrak mobil anda, saya sedang buru-buru karena ada kepentingan di tempat kerja saya.'' ucap Dira tanpa berani menatap kedua pria di hadapannya.

''Itu bukan urusanku! kau lihat mobilku lecet gara-gara motor bututmu ini hah?'' gertak pria itu.

''Cih! sombong!'' umpat Dira.

''Apa katamu?!'' seru pria itu membuat Dira menciut.

''Tidak Tuan, saya akan ganti rugi.'' Dira merogoh tasnya dan cepat-cepat mengambil dompet, mengeluarkan semua uangnya yang ada disana, tersisa 5 lembar, lalu ia serahkan semuanya.

''Ini Tuan.'' Dira menyerahkan tanpa berani menatap pria itu.

''Apa ini? 500 ribu? kau pikir mobilku mobil butut?''

''Tuan, inikan hanya lecet sedikit, mana mungkin lebih dari 500 ribu?'' protes Dira yang sudah mulai kesal dan berani beradu tatap dengan pria itu.

''10 juta!'' ucap pria itu lantang.

''Hah? gila gitu doang 10 juta!'' seru Dira.

''Kau mau memerasku? saya ini orang miskin tuan, syukur-syukur saya bertanggungjawab, bukan kabur!'' kesal Dira.

''Serahkan KTP mu!'' pria itu menengadahkan tangannya di depan wajah Dira tanpa mempedulikan keluhan wanita di depannya.

Tidak mau berdebat, Dira langsung mengambil KTP nya dan menyerahkan pada pria tersebut.

''Saya akan tahan KTP mu, seminggu lagi saya akan datangi alamat yang tertera di dalam sini, jika kau tidak menyiapkan uang 10 juta, maka pihak berwajib akan menjemputmu!'' gertak pria itu tanpa melihat isi KTP Dira dan langsung memasukkan ke dalam sakunya, lalu pergi meninggalkan Dira yang diam mematung dengan mulut masih menganga tak percaya.

Seketika Dira terdiam, mobil itu sudah melaju meninggalkan dirinya seorang diri.

Dira masih tidak percaya kenapa harus apes seperti ini.

Bangun kesiangan, di jalan malah nabrak mobil orang, di tambah pemiliknya si tuan sombong yang berusaha memerasnya.

''Apakah hidupku ditakdirkan untuk terus membayar hutang?'' gumam Dira seraya tersenyum getir.

Tin tin

''Mbak, kalau mau ngelamun jangan di jalan, ganggu!'' seru pengendara lain menyadarkan lamunan Dira.

''Maaf Pak..'' balas Dira sedikit berteriak, karena pengendara yang menegurnya sudah mendahuluinya.

''Tenang Dira, sabar.. semua ada jalannya, semangat!!!'' gumam Dira lalu kembali menaiki motornya dan melaju ke kantor pusat.

Sebetulnya acara penyambutan masih jam 09.00, tetapi Dira tidak ingin datang telat.

Tidak di sangka di perjalanan ia harus mengalami kejadian menabrak mobil tuan sombong.

''Dira!'' panggil seseorang.

''Hei..'' ucap Dira ramah kepada teman kerjanya itu.

''Kenapa mukamu kusut sekali?''

''Tidak apa-apa, biasalah kena cuaca cerah, panas banget hehe.'' jawab Dira berusaha tersenyum.

''Yasudah ayo masuk ke dalam, 30 menit lagi acara di mulai.''

''Iya Mas.''

Dira merapikan penampilannya sebentar lalu melangkah ke dalam gedung yang memiliki puluhan lantai tersebut.

Sedangkan ia berada di anak perusahaan kantor tersebut.

Di dalam gedung tersebut memiliki ruangan yang semacam aula, digunakan jika ada keperluan saat membuat acara.

Seperti sekarang, ruangan tersebut digunakan untuk penyambutan pemimpin baru di perusahaan ini.

Seluruh karyawan kantor pusat dan beberapa perwakilan dari kantor-kantor cabang sudah berkumpul.

Beberapa petinggi sudah menduduki kursi paling depan, sedangkan karyawan biasa di belakang dengan memberikan spasi di tengahnya yang sudah terdapat karpet merah untuk menyambut kedatangan CEO baru.

Dira duduk tepat paling pinggir di sisi karpet merah, bukan kemauannya duduk paling pinggir, tidak ada tempat lain karena sudah di dahului oleh yang lain.

Acara sudah di mulai, pembawa acara sudah melontarkan banyak kalimat.

"Sebentar lagi kita akan kedatangan pemimpin baru, hadirin dimohon untuk berdiri, karena beliau segera tiba." ucap pembawa acara.

Semua sudah berdiri, menatap pintu yang akan menjadi pintu masuk para petinggi perusahaan ini.

Auranya sudah tegang, beberapa tengah berbisik penasaran dengan CEO baru mereka.

Tak lama kemudian, yang ditunggu akhirnya tiba. Rombongan petinggi berjas warna hitam lengkap dengan bodyguard di belakangnya.

Semua memberi penghormatan, yang paling depan tentu saja tuan besar Erick Raymond, semua berjalan dengan tegap.

''Hah? nggak salah lihat?'' Dira mengedipkan matanya berkali-kali saat melihat sosok pria di belakang tuan Erick.

Dira langsung menunduk, sengaja menghindari agar pria tersebut tidak melihatnya.

''Ohh no!!! jangan-jangan!!!'' Dira membatin tidak percaya dengan tebakannya sendiri.

Part 2 : Sebanyak Ini Hutangmu?

''Ohh jodohku..''

''Pangeranku..''

''Tampan sekali..''

''Kalau kayak gini bisa nggak fokus bekerja..''

''Uhhh meleyot..''

Suara bisik-bisik di sekitar Dira mampu ia dengar dengan jelas.

Meskipun mereka sudah pasti berpendidikan tinggi, tetapi tetap saja terpana dengan tampan dan machonya laki-laki di belakang tuan Erick.

Disaat yang lain sedang berhalu ria, Dira justru sibuk menunduk agar tidak di ketahui oleh pria itu.

Semua memberi penghormatan saat rombongan petinggi perusahaan melewati para karyawan.

Untuk menyingkat waktu, sang pembawa acara langsung memanggil tuan besar Erick karena beliau tidak menyukai banyak basa basi.

''Selamat pagi semuanya, terimakasih sudah berkumpul disini. Baiklah seperti yang sebelumnya sudah saya sampaikan bahwa masa bakti saya di Raymond Grup Indonesia telah usai, untuk selanjutnya kepemimpinan perusahaan akan saya serahkan kepada putra kandung saya yaitu Edgar Raymond.''

Gemuruh tepuk tangan memenuhi ruangan itu.

Edgar menuju ke depan berdiri di samping sang ayah.

Wajahnya yang datar serta sorot matanya yang tajam mengitari pemandangan di depannya.

Namun, tiba-tiba pandangan berhenti tepat dalam posisi lurusnya, sedetik kemudian Dira yang menyadari hal itu langsung kembali menunduk, sedangkan Edgar menyunggingkan senyum di sudut bibirnya.

''Perkenalkan putra saya, Edgar Raymond..'' ucap tuan Erick bangga.

Edgar sedikit membungkukkan badannya.

''Saya Edgar Raymond, semoga di kemimpinan saya berikutnya, perusahaan semakin maju.'' ujar Edgar.

Acara penyambutan telah usai, Dira langsung kembali ke tempat ia bekerja.

Ia benar-benar lapar, rasanya ingin pingsan sedari tadi.

Untung saja ia selalu menyisihkan sedikit-sedikit untuk ia simpan di dalam rekeningnya, sehingga tidak hanya lewat saja untuk membayar hutang, hutang yang sama sekali tak ia nikmati.

Dira menghentikan laju motornya di ATM dekat tempat ia bekerja.

Setelah mengambil beberapa lembar, ia langsung kembali melajukan motornya.

Begitu tiba di halaman kantor, tepat waktu istirahat, Dira langsung menuju kantin terlebih dahulu.

Dira memesan makanan berat dan minuman, meskipun berbadan mungil, ia tetap memiliki selera makan yang cukup banyak.

''Dira!'' seru seseorang tiba-tiba mengejutkan Dira yang masih menunggu pesanan datang.

''Ya ampun Rita, bikin kaget aja..''

Dira mengelus dadanya yang dikagetkan oleh Rita.

''Hehe sorry sorry.. eh gimana-gimana?''

''Gimana apanya Rit?''

''Lah kan abis nyambut bos baru..''

''Cakep nggak?'' tanya Rita genit.

''Genit banget sih, biasa aja tuh..'' ujar Dira cuek.

''Aihh Dira.'' gerutu Rita.

Dira tidak mempedulikan ocehan Rita, ia lebih memilih langsung menyantap makanan yang baru saja datang.

--

Hari ini benar-benar melelahkan bagi Dira, bukan fisiknya yang lelah, tetapi hati dan pikirannya.

Sudah lima hari sejak pertemuannya dengan si tuan sombong, artinya dua hari lagi sudah seminggu.

Dira mengecek saldo di rekeningnya, memang tidak selalu habis, di tambah ia memiliki usaha sampingan dengan membuka pesanan salad buah khusus Sabtu dan Minggu karena di hari itu libur.

''Ada lima belas juta.'' gumam Dira memandangi layar ponselnya dengan tersenyum getir.

''Harusnya itu masih aman, tapi, kalau tuan Edgar kesini, sisa lima juta lagi..''

Dira menghela nafas panjang, mencoba mencari jalan agar cepat mendapatkan uang yang banyak.

Di dalam rumahnya yang sederhana, Dira merebahkan tubuh di atas kasur busa yang ia beli satu tahun yang lalu saat mendapatkan reward tahunan dari kantor atas kedisiplinannya.

Hingga Dira tertidur pulas seorang diri, menghilangkan penat sejenak.

Hari Jumat, Dira kembali semangat menjalani hari-harinya, apalagi besok adalah akhir pekan, waktunya ia menerima orderan salad buahnya.

Bagi pelanggan setianya tentu sudah memahami jika Dira hanya membuka pesanan untuk akhir pekan saja atau hari lain pada saat tanggal merah.

Sebelum melanjutkan ke tempat kerja, Dira menyempatkan mampir ke toko buah langganannya.

''Seperti biasa neng..'' seru bapak penjual buah yang sudah akrab.

''Pastinya Pak, jangan lupa ya Pak, nanti sore saya mampir lagi..'' ujar Dira.

''Siap neng..''

Setelah mengingatkan pesanannya, Dira kembali melanjutkan perjalanan ke tempat ia bekerja.

''Bos baru nanti akan datang..'' seru seorang karyawan.

''Yang benar saja!''

''Woy kerja-kerja!'' seru lainnya.

Dira yang baru saja sampai langsung dibuat bingung, ia celingukan melihat karyawan lain yang sudah datang langsung menuju ke tempat kerjanya masing-masing.

Beberapa waktu yang lalu, sempat terjadi kehebohan disini.

Nyonya besar melabrak seorang karyawan yang cantik dan seksi, hingga karyawan tersebut dibuat pergi.

Sebelum kantor pusat selesai di renovasi, disinilah tuan Erick melakukan kegiatannya.

Bagi para karyawan yang peka, tentu tidak asing dengan skandal bos besar tersebut.

Mereka hanya mengetahui tanpa mau ikut campur, di sisi lain, tuan Erick memiliki jiwa dermawan dan terkenal tidak pelit terhadap para karyawannya.

Benar saja, satu jam berlalu, sang penguasa tiba dengan mengenakan jas dan kacamata hitam yang bertengger di hidungnya yang mancung.

Ia berjalan bersama dengan asisten pribadinya mengontrol setiap sudut ruangan.

Sorot mata tegas tanpa terkesan ramah, itulah yang mereka terima.

Tidak ada senyum sedikit pun dari pria ini.

Dira langsung berdiri saat tuan Edgar memasuki ruangannya, ia mempersilahkan si tuan untuk mengecek apa yang ia kerjakan.

Setelah selesai mengontrol, Edgar lalu memasuki ruang kebesaran yang dulu di huni oleh sang ayah.

Ia melihat setiap dokumen yang tersusun rapi di tempatnya.

''Jimmy..''

''Iya Tuan.''

''Panggilkan bagian pemasaran yang bernama Ghadira Mentari.'' suruh Edgar sembari menutup kembali berkas yang ia ambil dari laci.

''Baik Tuan.''

Sementara di ruangannya, Dira yang masih sibuk dengan pekerjaannya langsung terkejut saat mendapatkan panggilan untuk menemui bos baru.

''Tenang Dira, tenaaang..''

Setelah sedikit lega, ia langsung menuju ruangan yang menurutnya horor itu.

''Tuan..'' panggil Jimmy.

''Silahkan keluar dari ruanganku Jim, aku akan membahas hutang-hutangnya berdua saja, nanti dia malu.''

Deg

Dira langsung menunduk semakin dalam, ini artinya ia akan berurusan lebih dengan tuan Edgar, karena sebelumnya ia berurusan langsung dengan tuan Erick.

''Baik Tuan.''

Asisten yang menemani Edgar sejak diluar negeri tersebut sudah memahami sifat tuannya yang tidak bisa di bantah.

Setelah mendapatkan perintah, ia langsung keluar dari ruangan itu.

Suasana semakin canggung dan mencekam saat memastikan di ruangan itu hanyalah tersisa dirinya dan juga Edgar.

''Mentari!''

''IYA TUAN! eh maaf Tuan saya kaget.''

Dira mengusap dadanya setelah menjawab dengan volume tinggi karena kaget.

''Kau beraninya membentukku?!''

''Tidak Tuan, maaf saya tidak sengaja.''

Dira masih menunduk.

''Ini apa? sebanyak ini hutangmu?!'' selidik Edgar dengan menunjukkan berkas di tangannya.

Dira melirik sekilas untuk memastikan apa yang ditunjukkan oleh Edgar.

''Iya Tuan, itu rincian hutang saya yang selama ini sudah di setuju oleh tuan Erick, saya bertanggungjawab membayarnya dengan menyicil setiap bulannya.'' jawab Dira.

''Untuk apa kau uang sebanyak ini?''

''Maaf Tuan, bukan urusan anda..'' jawab Dira lirih, namun terdengar jelas di telinga Edgar.

Edgar mengeram kesal, bagaimana bisa ia mendapatkan penolakan seperti ini.

Part 3 : Edgar Nggak Playboy Kayak Papinya

Tubuh Dira terasa kaku, darah didalam tubuhnya seperti tidak mengalir saat berada di ruangan ini, terlebih saat tuan Edgar berjalan mendekatinya setelah mendengar jawabannya yang kurang sopan.

Dira semakin dalam menundukkan kepalanya.

''Kau tau adab dalam berbicara dengan lawan bicaramu?!'' bentak Edgar.

''Ma-maaf Tuan..'' ucap Dira pelan-pelan mengangkat wajahnya.

Dira bisa melihat dengan jarak yang sangat dekat bagaimana tampannya bos baru.

Suasana hening, Edgar pun juga terdiam menatap bola mata indah milik Dira, tiba-tiba wajahnya mendekat dengan mata terpejam.

''Maaf.'' ucap Dira lirih lalu mundur satu langkah.

''****!!'' umpat Edgar dalam hati karena terpana dengan Dira dan hampir saja menciumnya.

''Duduk! ada yang mau saya bahas.'' suruh Edgar lalu kembali ke tempat duduknya.

Dira langsung nurut.

''Kau tau kan jika saya yang menggantikan ayah saya disini, so..'' ujar Edgar dengan tatapan tajam.

''Saya mengerti Tuan, saya akan tetap rutin seperti biasanya.'' jawab Dira.

''Dan untuk soal kerusakan mobil Tuan, akan saya bayar terlebih dahulu. Boleh saya meminta nomor rekening Tuan?'' ujar Dira hati-hati.

Edgar mengernyitkan dahinya mendengar apa yang dikatakan oleh Dira.

''Polos sekali..'' batinnya.

Namun, ia tetap mengabulkan apa yang diminta oleh Dira. Edgar ingin melihat apakah Dira benar-benar serius terhadap ucapannya.

Dira meraih kertas yang sudah dituliskan nomor rekening Edgar dan langsung mengambil ponselnya yang berada di saku.

Dengan cepat, Dira membuka aplikasi sebuah bank untuk melakukan transaksi secara online dan mengetik nomor rekening tujuan serta nominal.

Setelah memastikan tidak ada kesalahan, Dira menekan tanda kirim.

''Sudah Tuan, bisa di cek.'' ucap Dira.

Edgar tak menjawab, ia langsung mengambil ponselnya sendiri dan benar saja sebuah pesan masuk berisikan dana masuk ke rekeningnya.

''Dasar bodoh! bisa-bisanya enak banget dibohongi.'' umpat Edgar dalam hati.

Ehm!

''Kenapa kau bisa berurusan langsung dengan ayahku? bukankah seharusnya tidak perlu?'' selidik Edgar.

''Saya juga tidak tau, Tuan.. ketika saya membuat pengajuan peminjaman dana, tuan Erick memanggil saya ke ruangan ini.'' jawab Dira.

''Oh!''

''Apa jangan-jangan ada sesuatu antara papi sama perempuan ini?'' selidik Edgar dalam hati.

Edgar menatap Dira dengan tatapan yang merendahkan.

''Silahkan keluar dari ruangan ini.'' perintah Edgar tanpa menatap Dira.

''Baik Tuan.''

Dira langsung beranjak dari kursi.

''Mentari!''

''Mentari!''

''GHADIRA MENTARI!!''

Dira langsung berbalik arah setelah menyadari namanya dipanggil oleh suara Edgar yang menggema di ruangan itu.

''Maaf Tuan, maaf..'' ucap Dira.

''Kau itu budeg ya!'' seru Edgar.

''Maaf Tuan, lebih baik panggil saya Dira saja, karena itu panggilan saya.'' jelas Dira tidak berani menatap Edgar.

''Terserah saya dong!'' bantah Edgar, ntah kenapa ia lebih menyukai memanggil nama itu dengan sebutan Mentari.

''Baik Tuan.'' kata Dira tak berani membantah.

''Ada yang bisa saya bantu, Tuan?'' tanya Dira.

''Jangan sampai nunggak dari perjanjian, dibawah kepemimpinan saya, saya terapkan bunganya!''

''Loh kok gitu? tuan Erick saja tidak pernah memberlakukan bunga kepada saya, beliau ikhlas membantu, kenapa anda yang cuma anaknya bisa seenak jidat!'' omel Dira tanpa sadar, sesaat kemudian ia langsung menutup mulutnya karena mendapat tatapan tajam dari Edgar.

''Saya Edgar Raymond, pewaris sah dari Erick Raymond! apa kau lupa?''

Dira langsung menggeleng cepat.

Sedangkan Edgar menyunggingkan senyumnya melihat ekspresi ketakutan dari Dira yang terus menunduk.

''Kerjakan pekerjaanmu dengan baik agar hutangmu segera lunas!''

''Keluarlah!''

Dira menahan rasa kesal didalam hatinya, dadanya terasa sesak melihat keputusan bos barunya.

--

Didalam kamar mewah milik Edgar, ia teringat dengan sosok Dira.

''Aku bisa menjadikannya alat permainanku haha.'' Edgar menyeringai senyumnya.

Tok tok tok

''Maaf Tuan, makan malam sudah siap, nyonya dan tuan besar sudah menunggu anda.'' panggil pelayan dari balik pintu.

''Iya sebentar!'' seru Edgar.

Tak lama kemudian, Edgar turun ke lantai bawah dan segera menghampiri kedua orangtuanya yang beberapa hari lagi akan bertolak ke luar negeri mengurus bisnisnya disana dan juga adik satu-satunya Edgar berada disana.

''Kau lama sekali!'' cela mami Neeta.

''Ketiduran Mi.'' jawab Edgar ngasal.

Mami mendengus kesal dan langsung mengambil makanan.

Hanya bertiga di meja makan, mereka menikmati makan malam tanpa obrolan.

Beberapa menit kemudian mereka sudah menyelesaikan.

''Ada yang perlu Mami bicarakan sama kamu, Edgar.'' ujar Mami.

Edgar merasa malas mendengar hal itu, pasti ujung-ujungnya pembahasan yang tidak pernah berubah sejak beberapa bulan yang lalu, sangat membosankan.

Namun, demi menjaga perasaan maminya, ia tetap nurut.

''Bicara aja Mi..'' kata Edgar.

''Nak, mau sampai kapan kamu terus-terusan sendiri seperti ini? besok-besok kalau kami menyusul adikmu, kamu akan sendirian di meja makan, kamu tidak punya teman ngobrol sayang.'' ujar Mami.

Pembahasan yang sudah ditebak oleh Edgar, ia menarik nafasnya dalam.

''Jadi maunya Mami apa?'' tanya Edgar.

''Lupakan mantan istrimu, move on..'' pinta mami lirih.

Sementara tuan Erick tidak berani menimpali, semenjak kejadian beberapa waktu yang lalu, ia lebih pendiam terharap problema keluarga, ia hanya akan tegas terhadap pekerjaan.

''Mi.. biarkan perasaanku lupa secara alami, tolong jangan dipaksa, nanti kalau sudah waktunya, aku pasti menikah.'' jawab Edgar.

Mami menarik nafasnya perlahan, ia tau bahwa putranya itu sangat mencintai mantan istrinya.

Mereka berpacaran sangat lama, namun, pernikahan mereka hanya bertahan sebentar, tidak sampai dua tahun setelah Edgar menjatuhkan talak dan meresmikan perpisahan mereka di pengadilan.

Bukan tanpa alasan, Edgar baru mengetahui kebobrokan mantan istrinya setelah mereka sudah terikat pernikahan, mungkin selama ini dirinya terlalu buta.

Hal yang membuatnya kecewa adalah disaat mereka harus menjalani hubungan jarak jauh karena sang istri meminta kembali ke Indonesia karena hamil, ternyata ia malah pesta di tempat hiburan malam dan menenggak alkohol yang sangat banyak.

Hal itu bukan hanya membuat mantan istrinya mabuk berat, tetapi anak yang tengah dikandung tidak bisa diselamatkan.

''Aku belum bisa melupakan kejadian itu Mi, kehilangan anakku, berat..'' ucap Edgar sedih.

''Mami ngerti, paham.. tapi, jangan karena satu wanita itu, lantas semua disamaratakan. Mantan istrimu memang tidak menginginkan anak, dia tidak mau hamil, apalagi melahirkan karena takut badannya rusak..'' ungkap mami ikut terbawa emosi mengingat waktu itu.

''Iya Mi..''

''Biarkan putra kita menemukan waktunya sendiri Mi, barangkali besok atau lusa ketemu jodohnya..'' timpal papi.

''Edgar nggak playboy kayak papinya, nggak mungkin secepat itu..'' sungut mami kesal.

''Ahh itukan dulu sayang..'' goda papi sambil mencubit hidung istrinya.

Edgar merasa pandangannya buram melihat pasangan orangtua itu bermesraan.

''Aku mau istirahat dulu Pi, Mi..'' ujar Edgar.

''Mami belum selesai bicara sayang..'' seru mami.

''Besok aja Mi..'' serunya lalu setengah berlari menaiki tangga.

Edgar menutup kembali pintu kamarnya dan langsung menuju balkon kamar yang menjadi tempat favoritnya sejak dulu karena terdapat kolam renang pribadi.

''Oh ****!! kenapa KTP anak itu belum gue kasihkan..'' gumamnya.

Edgar langsung kembali ke dalam kamar dan mencari KTP Dira yang ia sita.

''Hah? cerai mati?'' tanya Edgar yang tidak percaya dengan apa yang baru ia baca.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!