NovelToon NovelToon

Terbuangnya Tuan Muda Sombong

Di kirim

Darren Alviansyah, lelaki yang memiliki wajah campuran antara Asia dan Eropa. Usianya kini sudah menginjak kepala tiga tapi sifat dan kelakuan Darren selalu membuat Papinya pusing tujuh keliling. Darren terkenal dengan sifatnya yang arogan, sombong, dan juga sering gonta-ganti pasangan, satu lagi sering menghambur-hamburkan uang.

Bahkan di usianya yang sudah matang, tak membuat seorang Darren berpikir dewasa dan juga tak ingin mengakhiri masa lajangnya. Dia itu masih betah dengan kehidupan bebas tanpa ada ikatan dari yang namanya wanita.

Soal cinta, Darren tak mau menjadi lelaki bucin yang hanya tertunduk hanya untuk satu wanita. Yang ada wanita itu yang harus tunduk dan memujanya.

______________****______________

"Apa!," pekik Darren yang tak terima jika dirinya harus di kirim ke desa tempat tinggal Mang Ujang. Supir pribadi Tuan Bagaskara (Papinya)

"Aku nggak mau, kalau aku harus tinggal di tempat terpencil. Apalagi di sana tempatnya jauh dari kota dan juga wanita di sana pasti pada burik semua," tolak Darren mentah-mentah.

"Pokoknya kamu harus nurut apa kata papi. Kalau kamu nggak nurut juga, papi akan jodohkan kamu dengan anak kolega Papi. Sekarang kamu pilih mana?"

"Pi!"

"Keputusan ada di tangan kamu, kamu tinggal pilih yang mana?. Pilih tinggal di desanya Mang Ujang atau di jodohkan dengan teman anak Papi!" Tegas sang Papi.

Darren hanya mendengus kesal dengan pilihan yang orang tuanya tentukan. Sedangkan dirinya tak mau menjalani keduanya, hidupnya ingin bebas dan pastinya tak mau di atur oleh siapapun termasuk orang tuanya sendiri.

***

"Kenapa bro?, kusut amat tuh muka," cetus Mateo seraya menghembuskan asap rokoknya.

"Gue kesel sama bokap gue!" pungkas Darren sembari mematik korek api.

Saat ini Darren sedang berada di apartemen Mateo, hatinya yang kesal langsung meluncur menemui sahabatnya itu. Daripada harus berada di rumah, yang ada Papinya terus menanyakan harus pilih yang mana?.

"Kenapa lagi sama bokap lo?"

"Gue harus pilih, tinggal di kampungnya Mang Ujang atau di jodohkan dengan anak kolega Papi!" Ungkapnya kesal.

"Lo sih, jadi anak susah di atur," ujar Mateo seraya mendorong pundak Darren.

"Hello ... gue itu bukan anak remaja lagi, gue itu sudah bisa memilih yang menurut gue bisa membuat hidup gue senang."

"Ya udah tinggal pilih apa susahnya sih," tukas Mateo sembari mengepulkan asap rokoknya.

"Ya nggak bisa gitu dong!, itu namanya melanggar hak asasi manusia," sergah Darren.

"Kalau menurut gue nih, lebih baik Lo pilih tinggal di kampungnya Mang Ujang. Daripada Lo pilih di jodohkan, hidup Lo nggak akan bebas," pungkas Mateo sambil kembali menyalakan rokoknya.

"Jadi menurut Lo, gue harus pilih tinggal di desa terpencil jauh dari kota, gitu!"

"Ya," seraya menganggukkan kepalanya.

"Gue nggak bisa. Lo tau sendiri gue itu nggak bisa jauh dari yang namanya cewek-cewek cantik, gue yakin seyakin-yakinnya kalau cewek di desa nggak ada yang menarik pasti pada burik semua," sergah Darren sembari mematikan Putung rokoknya.

"Dahlah, pusing gue. Lebih baik kita cari hiburan di tempat biasa," pungkas Darren seraya menarik tangan Mateo.

Akhirnya Mateo hanya menuruti perkataan Darren. Mereka pergi ke tempat hiburan malam yang terletak tak jauh dari apartemennya Mateo.

Suara dentuman sudah menyambut gendang telinga mereka berdua. Darren dan Mateo masuk dan memilih tempat duduk.

Darren melambaikan tangannya ke arah bartender yang kini sedang meracik minuman untuk salah satu pelanggan yang lain.

"Oke, bang sebentar!" teriak bartender tersebut.

Mereka berdua menggoyangkan kepalanya mengikuti musik yang sedang di mainkan DJ, meskipun suara musik memekakkan telinganya tapi mereka sangat menikmati sajian di club' itu. Apalagi para wanitanya yang mampu membuat sesak di balik celana para lelaki.

"Pesan apa bro?" tanya bartender tersebut.

"Gue seperti biasa, nggak tau tuh temen gue!" teriak Darren seraya menunjuk ke arah Mateo.

"Gue jus jeruk aja!, gue lagi males mabok!" teriak Mateo. Ya ... mereka berbicara harus berteriak karena suara mereka terendam dengan suara musik yang menggema memekakkan telinga.

"Oke, Bang. Gue buat dulu."

Darren dan Mateo kini menghabiskan waktunya hanya untuk bersenang-senang di club' malam dan pastinya di temani wanita-wanita seksi. Bahkan mereka tak sungkan meremas gundukan yang menyembul dari pakaian seksinya.

Darren sudah menghabisi beberapa gelas wine, sehingga kini Darren benar-benar sudah hangover dan kini sudah mulai meracau tak jelas. Untung saja Mateo tak mabuk, sehingga Mateo bisa mengantar Darren pulang ke rumahnya.

Mateo mencibir Darren, sebab setiap kali pergi ke club' malam pasti Darren dalam keadaan hangover.

"Gimana bokap Lo nggak kesal sama Lo, setiap pulang Lo selalu seperti ini. Benar-benar sangat menyusahkan," gerutu Mateo sembari memapah Darren.

"Hey, teo. Kenapa Lo jadi ada empat sih, apa selama ini Lo punya jurus bayangan," racau Darren.

"Au ...ah!, susah ngomong sama orang mabok!" Kesal Mateo.

"Hehehehe...." Darren menertawakan Mateo.

"Malah ketawa lagi!"

Saat sudah tiba di depan pintu rumah Darren. Mateo segera menekan bel rumah Darren. Cukup lama Mateo berdiri di depan pintu rumah Darren.

Pintu rumah pun di buka dan kini menampakkan Maminya Darren.

"Malam Tante...." sapa Mateo.

Mami Yuli mendengus melihat Darren yang kini sedang di rangkul oleh Mateo.

" Tidurkan saja dia di karpet depan tv," titah Mami Yuli.

"Baik tante."

Mateo memapah Darren dan sedikit menyeretnya, lalu Mateo menggeletakan tubuh Darren di atas karpet tersebut.

"Huft...." Mateo membuang nafasnya, bukan hal mudah memapah tubuh Darren. Apalagi tubuh Darren lebih tinggi dari dirinya.

"Maaf ya Nak Teo, selalu menyusahkan Nak Teo," pungkas Mami Yuli yang memandang iba melihat Mateo kelelahan karena membawa Darren dalam keadaan hangover.

"Ya nih ,Tan. Darren benar-benar menyusahkan," canda Mateo di selingi tawa.

"Mabok lagi nih anak?" tanya Papi Bagaskara.

"Begitulah...." sahut Mami Yuli seraya mengedikan bahunya.

"Benar-benar nih anak, sepertinya nih anak harus di kirim ke kampungnya Mang Ujang. Agar dia bisa merubah kelakuannya yang seperti ini." Kesal Papi Bagaskara seraya menggelengkan kepalanya menatap Darren yang kini sudah tertidur dalam keadaan telungkup.

"Mi, packing baju-baju Darren. Malam ini juga dia harus di kirim ke kampungnya Mang Ujang."

"Bagus om, saya setuju dengan pendapat om." Seraya mengangkat kedua jempolnya.

Sesuai dengan perkataan Papi Bagaskara, malam ini tanpa sepengetahuannya, Darren di kirim ke kampungnya Mang Ujang dan di antarkan langsung oleh Mang Ujang.

"Mang, tolong Titip anak saya. Mudah-mudahan Darren tidak menyusahkan keluarga Mang Ujang," ungkap Mami Yuli.

"Iya, Nyonya."

"Semoga dengan cara seperti ini, Darren bisa berubah dan kelakuannya bisa lebih menghargai orang lain. Tidak lagi suka merendahkan orang lain dan pastinya tidak lagi meminum-minuman beralkohol."

"Ya Tuan, kalau gitu saya permisi dulu."

"Ya Mang, hati-hati bawa mobilnya," ucap Mami Yuli.

Kini mobil yang di kendarai oleh Mang Ujang sudah pergi meninggalkan rumah mewah tuanya.

Terdampar di kampung Mang Ujang

Darren menggeliat dan mengerjapkan-ngerjapkan matanya. Kepalanya yang pusing akibat hangover, belum sepenuhnya membuat Darren menyadarinya.

"Berat banget kepala gue," gumam Darren seraya memegang kepalanya.

Kemudian Darren menatap sekelilingnya dan mengernyitkan dahinya.

"Gue ada dimana?"

Darren langsung turun dari kasur dan melangkah keluar dari kamar. Darren memperluas pandanganya menatap setiap ruangan yang tampak asing bagi dirinya.

"Ini rumah siapa?, kenapa gue ada di sini?"

Darren berusaha mengingat-ingat apa saja yang sudah terlewati, tapi nihil Darren tak mengingat apapun terkecuali saat dia berada di club' malam bersama Mateo.

"Eh, Aden sudah bangun?" tanya Ibu Komariyah, istri dari Mang Ujang.

"Ibu siapa?" Darren tanya balik, karena bingung dengan semuanya.

"Saya Ibu Komariyah, biasa di panggil Bu Kokom. Saya ini istrinya Pak Ujang, supirnya Aden."

"Jadi ... gue--. Eh maksud saya, saya ada di kampungnya Mang Ujang begitu?"

"Iya...." seraya menganggukkan kepalanya cepat.

"Aarrggh...." Darren berteriak seraya menjambak rambutnya.

"Kenapa Tuan Muda?" tanya Mang Ujang panik sembari berlari ke arah Darren dari pintu dapur.

"Maaanngg!" Kesal Darren, " Kenapa Mang Ujang bawa saya kesini!" sentak Darren geram.

"Maaf tuan muda, saya hanya di suruh sama tuan besar," tukas Mang Ujang.

Darren menggeram dan melototi Mang Ujang. Sedangkan Mang Ujang hanya menundukkan kepalanya.

Darren menghentak nafasnya kasar, seraya bertolak pinggang. Dada Darren naik turun karena menahan amarahnya yang sudah di ubun-ubun.

"Sejak kapan kita tiba disini?" tanya Darren kesal dan menatap Mang Ujang tajam.

"Sejak pagi tuan," jawab Mang Ujang.

Darren ingin marah, tapi dia mau marah sama siapa?, sedangkan yang ingin dia cecar tidak ada di sana, siapa lagi kalau bukan Papinya. Darren menarik nafasnya lalu membuangnya. Berusaha merendam kemarahannya agar tak meluap-luap.

Jadi gue benar-benar Terdampar di sini?, di kampungnya Mang Ujang?. Oh ... tidak, gue nggak mau tinggal di kampung. Benar-benar nih si Papi, bikin gue susah aja. Gue harus gimana ini?.

Cibiran demi cibiran terus Darren ucapkan dalam hati, baginya ini adalah musibah. Sedangkan di dalam hidupnya dia ingin bebas melakukan apa pun tanpa di atur oleh siapapun termasuk orang tuanya sendiri. Tapi apa?, sekarang dirinya benar-benar tak bisa melakukan hal yang bisa membuatnya senang.

"Assalamualaikum...."

"Wa'allaikumsalam...."sahut Ibu Kokom dan Mang Ujang.

Darren langsung memutarkan tubuhnya, dan menatap seorang gadis cantik bertubuh mungil.

"Siapa dia?" tunjuk Darren dengan dagunya.

"Dia adalah keponakan saya tuan, namanya Dira."

"Oh...."

"Dira, sini Nak. Perkenalkan dia adalah tuan muda Darren, anak majikan mamang."

Mang Ujang memperkenalkan Darren kepada Dira. Dira mengulurkan tangannya, tapi Darren malah menatap tangan Dira dan menghiraukan tangan Dira yang sudah terulur. Karena tidak di balas uluran tangannya, akhirnya Dira menarik kembali tangannya.

Cih, sombong sekali nih orang. Tampangnya aja oke kaya bule tapi sombong banget sih.

"Dira, lebih baik kamu ajak tuan muda Darren jalan-jalan di sekitaran kampung kita," suruh Mang Ujang.

"Yang, Mang."

"Nggak!, gue mau di sini aja," tolak Darren.

"Mana barang-barang saya, Mang?"

"Sebentar."

Mang Ujang keluar dari rumah dan berjalan ke arah mobil. Mang Ujang membuka bagasi mobil dan mengambil koper milik Darren dan membawanya.

"Ini Tuan muda." Mang Ujang memberikan koper milik Darren dan langsung di terima oleh Darren. Setelah itu Darren membuka kopernya dan mengambil handuknya.

"Saya mau mandi, tunjukkan dimana kamar mandinya?"

"Dira!"

" Iya, Mang," sahut Dira yang sedang memakan singkong rebus.

"Antar tuan muda Darren ke kamar mandi. Mamang mau keluar dulu, mau laporan ke Pak RT."

Dira pun mengangguk, dan langsung berjalan mendahului Darren. Darren mencibir dengan sikap Dira yang menurutnya sangat tidak sopan terhadap tamu.

Mereka berjalan keluar rumah melalui pintu dapur, karena kamar mandinya letaknya di luar rumah.Jarak kamar mandi dan pintu dapur kurang dari dua meter.

Dira berhenti di depan pintu kamar mandi, dan Darren terbelalak saat melihat kamar mandinya. Sebab kamar mandinya terbuat dari bilik bambu dan dengan atap asbes itupun sudah banyak yang bolong, satu lagi kalau mau mandi harus mengerek ember ke dalam sumur yang begitu dalam.

"I..ini kamar mandinya?" tanya Darren.

"Iyalah, emang yang mana lagi." ujar Dira.

"Gue harus menimba air?"

"Ya ... iyalah, kenapa?, jangan bilang kalau kamu nggak bisa menimba air?"

"Bisalah!, cuman nimba air doang masa gue kaga bisa!" ketus Darren yang tak terima kalau dirinya tak bisa menimba air.

Darren pun melangkah masuk ke kamar mandi, Darren merasa sangat risih melihat kamar mandi yang menurutnya jorok, apa lagi melihat WCnya yang sudah berkerak.

Darren yang biasanya hidup penuh dengan kemewahan dan bahkan untuk mandipun tinggal menyalakan shower kemudian mengatur suhu airnya tanpa repot-repot menimba air.

"Eh, cewek burik, sini kamu!"

Sialan aku di bilang cewek burik, nggak tau apa dia kalau aku ini cewek yang paling cantik di desa ini.

Dengan berat hati, Dira masuk ke kamar mandi.

"Ada apa?" tanya Dira malas.

"Lo taukan kalau gue mau mandi?, sekarang Lo harus nimba airnya buat gue mandi!"

"Apa kamu bilang?, aku yang harus nimba?. Eh, sadar dong! situkan laki-laki, masa menimba air aja nggak bisa." Kesal Dira.

"Gue itu tamu disini, jadi Lo harus yang menimbanya, paham!"

Tanpa kata apapun Dira langsung menimba air dari dalam sumur, sampai bak mandinya penuh.

"Sudah!, puas kamu!" ketus Dira kesal.

"Hemm, keluar sana!" Darren mengibaskan tangannya mengusir Dira.

"Dasar nyebelin," cibir Dira seraya keluar dari kamar mandi.

Sedangkan Darren langsung menutup pintu kamar mandi dan menghiraukan cibiran dari mulut Dira.

Seafood ikan asin

Selesai mandi dan juga sudah berpakaian. Darren langsung mencari orang rumah tapi tak ada siapapun di rumah itu. Darren melangkahkan kakinya ke luar rumah dan hanya ada Dira yang ada di rumah. Darren menghampiri Dira yang tengah membaca novel, Darren berdiri menghadap Dira, lalu Dira mendongakkan kepalanya.

"Eh, cewek burik. Buatkan gue makan!" titah Darren seraya berkacak pinggang.

Dira mendengus karena di panggil cewek burik, "Dengar ya, namaku DIRA. Bukan cewek burik!" ucap Dira kesal.

"Terserah gue, mulut-mulut gue! Emang kenyataan kamu cewek burik dan satu lagi, yaitu kamu pendek. Kayaknya waktu pembagian kecantikan dan tinggi badan kamu nggak pernah datang ya? Makanya kamu burik dan pendek!" Hina Darren tanpa rasa bersalah.

Ingin rasanya Dira mencekik lelaki yang sedang berdiri di hadapannya, dengan kesal Dira langsung berdiri dan menatap tajam mata coklat milik Darren.

"Kenapa?" tanya Darren bingung.

"Kenapa kamu bilang! meskipun aku pendek tapi banyak yang suka sama aku!"

"O ya? berarti pemuda di desa ini semuanya katarak. Nggak bisa bedain mana cewek cantik sama cewek burik." ucap Darren Santai.

Kini, kekesalan Dira semakin bertambah. Lelaki di hadapannya ini benar-benar sudah membuat seorang Dira naik pitam. Karena kesal Dira langsung menginjak kaki Darren dan melangkah meninggalkan Darren sendirian di rumah.

"Eh, Lo mau kemana?" teriak Darren.

Tapi Dira tak menyahutinya, rasa kesal lebih mendominasinya. Pada akhirnya Darren mengikuti langkah Dira dan mensejajari langkah kaki Dira.

"Ngapain kamu ikut!" ketus Dira tanpa menengok.

"Kenapa? lagian Lo harusnya nyediain makan buat gue malah pergi," sergah Darren. "Gue itu laper."

"Kalau laper ya tinggal makan!"

"Gue nggak mau makanan kampung, gue maunya makan seafood," jelas Darren." Lagian di rumah nggak ada orang yang bisa di mintai masak buat gue."

Dira berhenti melangkah dan menengok menatap wajah Darren yang sombongnya minta ampun.

"Kamu mau makan sama seafood?" tanya Dira.

"Iya...." angguk Darren cepat.

"Oke, aku akan buatkan makanan yang kamu mau."

"Ya sudah cepetan, gue udah lapar banget nih," ucap Darren seraya memegang perutnya yang sedari tadi sudah berdendang ria.

"Lebih baik kamu tunggu di rumah, aku mau belanja dulu ke warung."

"Oke, tapi jangan lama-lama," pinta Darren dan Dira pun mengangguk.

Darren kembali ke rumah sedangkan Dira melanjutkan langkahnya ke arah warung untuk membeli bahan makanan.

Darren merengut kesal menunggu Dira di rumah, tapi yang di tunggu-tunggu tak tampak juga. Apa lagi perutnya sudah berteriak ingin segera di isi.

"Nih bocah kemana lagi, lama bener sih," gerutu Darren.

Tidak lama Dira datang membawa kresek hitam di tangannya dan melewati Darren yang tengah melototi dirinya, tapi Dira tidak memperdulikannya dan Dira tetap melanjutkan langkahnya ke dapur.

Dira meletakan kresek di atas meja dan mengeluarkan bahan masakannya. Darren mengernyitkan dahinya saat melihat apa saja yang di beli oleh Dira.

"Ini apaan? terus ini daun apa? ini terasi buat apa? dan ini untuk apa? nah ini ap--"

Brak

Darren terlonjak kaget karena Dira menggebrak meja dan menatapnya horor.

"Eh, bule tengik, bisa diem nggak sih! aku tuh mau masak bukan kuis tanya Jawab. Sana pergi dari sini, ganggu aja." Kesal Dira karena Darren tak henti-hentinya menanyakan hal yang menurutnya tak penting.

"Kalau mau masak ya masak aja, nggak usah menggebrak meja juga kali. Cepat masaknya, aku udah kelaparan dari tadi."

"Ya udah, sonoh ngapain masih berdiri di sini! mengganggu pemandangan saja."

"Ya iya, jangan lama-lama," lanjut Darren.

Darren kembali ke depan dan Dira segera memasak, sekitar setengah jam Dira menyelesaikan masakannya dan kini Dira sudah menyusun masakannya di atas meja dengan senyum puas.

"Eh bule tengik, makanannya sudah siap!" panggil Dira.

Dengan cepat Darren melangkah ke dapur dan segera duduk. Darren menautkan kedua alisnya saat melihat menu makanan yang tersaji di hadapannya dan melirik ke arah Dira yang tengah berkacak pinggang dengan satu tangannya, lalu Darren kembali menatap masakan yang ada di meja yaitu ikan asin, daun singkong rebus, sambal terasi dan juga tempe goreng.

"Mana menu seafoodnya?"

"Ini...." tunjuk Dira cepat

"Ini!" pekik Darren seraya mengangkat ikan asin, " Lo tau kan menu seafood itu apa saja?" geram Darren.

"Tau lah!, tapi ... kalau di sini itu seafood itu ya kaya ini."

"Ini bukan seafood namanya o*on!"

"Eh, dengar ya. Situkan cuman numpang di sini dan aku sudah ikhlas memasak untuk kamu, jadi tinggal makan nggak usah banyak omong. Paham!"

Darren mendengus kesal, karena sudah sangat lapar, Darren tak menimpali omongan Dira. Darren segera mengisi piringnya dengan nasi dan menggambil ikan asin dan tempe yang sudah di masak oleh Dira.

Darren memejamkan matanya saat mengunyah ikan asin, sedangkan Dira tersenyum puas karena sudah berhasil mengerjai Darren.

Makan tuh menu seafood ikan asin.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!