Aku masih sibuk di kantor tepatnya di ruangan ku, masih berkutat dengan laptop di depan mata, walau jam sudah menunjukkan 18:00 dan sudah seharusnya para pegawai di kantor ini sudah pulang. Tetapi karena aku masih sibuk dan belum ada-ada tanda mau pulang mereka pun tidak ada yang berani pulang.
Para pegawai di kantor ini juga menyibukkan diri masing-masing, walau dalam hati mereka pasti memaki kerena aku sebagai Bos belum pulang juga, aku tahu juga di benak para pegawai ku, pastilah mereka berharap aku cepat keluar dan pulang agar mereka juga pulang, karena ada keluarga yang menanti di rumah.
Hari kemarin dan hari ini tidak ada beda juga bagiku, walau pernikahanku tinggal menghitung hari. Saat kedua orangtuaku sibuk mengurus segala urusan Pesta pernikahan kami, Pesta adat Batak yang terkenal dengan banyak aturan adat, aku belum mengambil cuti libur untuk pernikahan.
Aku tipe orang pekerja keras dan bertanggung jawab dalam setiap pekerjaan dan bertanggung jawab juga dalam segala perbuatan. Termasuk jika aku menghamili anak orang, pastinya aku akan bertanggung jawab juga.
Namaku Jonathan Alexsander situmorang, lelaki keturunan batak, umurku tiga puluh tahun,
Saat ini, aku menjabat sebagai Direktur di PT.Naima Karya menggantikan posisi ayah. Perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi di Jakarta milik keluargaku.
Menikah dengan Nettania bukanlah keinginan ku, tetapi keinginan orang tua. Karena saat ini aku dalam posisi masih memiliki seorang kekasih.
Oi, jika kalian bertanya .... Kenapa tidak menolak, ini bukan jaman perjodohan lagi, kalimat itu sudah sering aku dengar dari mulut teman-temanku.
Tetapi tidak semudah itu, adat istiadat yang di jaga keluarga kami akan di jaga diwariskan sampai turun temurun, agar tidak hilang termakan waktu dan terkikis oleh jaman.
Salah satunya seperti yang aku alami, menikahi pariban ku anak dari pamanku, abang dari Mami.
Nettania boru Nainggolan, itu namanya, umurnya jauh di bawahku, boleh dibilang anak baru kemarin sore, ia baru saja tahun kemarin menamatkan Sekolah Menengah Atas SMA, tetapi karena tradisi keluarga dan wasiat dari oppung atau kakek, di umurnya yang masih bau kencur, ia terpaksa menikah denganku.
“Kenapa aku harus menikahi sepupuku sendiri? Dia juga masih kecil," ujarku protes pada mami suatu malam.
“Karena waktunya sangat mendesak, nenekmu sudah sakit-sakitan beliau ingin melihat pernikahan itu sebelum dipanggil Tuhan,” ujar Ibuku.
“Mi. bagaimana ceritanya, umurku sudah dewasa harus menikahi anak-anak, kenapa dia tidak di biarkan dulu dewasa, kalau tidak dia kuliah dulu ... menikah mah bisa nanti,”ujarku menolak keras.
“Bagaimana kalau umur nenekmu tidak lama lagi? Mami akan jadi anak yang tidak berbakti pada orang tua, Mami tidak mau menyesal nantinya,” jawab mami mulai meneteskan air mata buaya.
“Terus bagaimana denganku, kenapa harus aku? Mami tau sendiri kan aku punya kekasih?"
“Putuskan hubunganmu dengan Mikha, Mami tidak menyetujui, Mami tidak merestui.”
Mikha wanita blesteran Manado-inggris seorang model. Kecantikannya tidak perlu di jelaskan lagi, sudah tentu membuatnya jadi incaran para lelaki, tetapi karena tekat kuat aku yang berhasil menaklukkan hatinya dan menjadi kekasihnya, sejak dari kuliah hingga sekarang sudah empat tahun lamanya kami menjalani hubungan.
“Tidak mungkin Mi, mana bisa seperti itu,” kataku, putus dengan mikha salah satu momok yang paling menakutkan bagiku selama ini, tapi bagaimana mungkin aku harus memutuskan hubungan degannya dan ia akan milik orang lain nantinya, aku sungguh tidak rela. Tapi keluargaku tidak memberiku pilihan.
“Kamu Pilih, kamu tinggalkan rumah dan pilih wanita itu, aku akan menjadikan Brayen jadi Direktur utama, hal itu juga menakutkan bagiku, aku tidak rela jika posisiku sebagai direktur digantikan sepupuku dan aku di coret dari ahli waris harta keluargaku. Aku tidak bisa lepas dari harta dan kemewahan.
“Baik, aku akan menikahinya, tapi setidaknya berikan fotonya, aku ingin tahu bocah seperti apa yang aku nikahin nantinya,” kataku.
Mami memberikan ponselnya menunjukkan foto anak remaja berpakaian SMA.
“Oh ... iya ampun, masa Mami ingin aku menikahi wanita dengan model seperti itu, apa kata teman-temanku nanti?”
Membayangkannya duduk di pelaminan denganku membuat pala pening.
“Penampilannya seperti itu karena ia tinggal di kampung…Tan’ dulu juga mami seperti itu, setelah merantau dan tinggal di Jakarta baru bisa merawat diri,” Mami membelanya.
Wanita atau calon istri yang akan aku nikahi tinggal di kampung, tepatnya di pulau Samosir danau Toba Sumatra Utara.
Sedikit tentang pulau yang cantik itu,
Danau toba salah satu obyek wisata yang terkenal di Sumatra, bukan hanya di Sumatra bahkan di dunia. Pulau yang terbentuk akibat letusan gunung merapi super massif berkekuatan VEI 8 sekitar tahun77.000 tahun yang lalu, bahkan letusan ini terbesar di Bumi kurun waktu 25 ribu tahun.
Itu sedikit ulasan tentang Danau Toba pulau Samosir. Danau yang indah dengan sejuta pesonanya dan kecantikan alamnya.
Kembali tentang Nettania wanita yang akan calon istriku.
“Terus, bagaimana Than? suara mamiku di buat lembut lagi, selembut bolu Meranti, bolu oleh-oleh khas Medan. Walau aslinya kalau bicara serasa pakai toa.
Mami suaranya keras kalau bicara, terkadang seperti orang berantem, tapi kali ini suaranya di buat lembut, dengan tatapan penuh harap.
“Nanti kalau Nia sudah tiba di Jakarta dan sudah sah jadi istrimu, Mami akan mengurusnya dengan baik, agar kamu tidak malu,” kata Mami.
“Iya ampun Mi, aku harus meminta maaf pada wanita di seluruh dunia dulu, bukannya menghina, tapi ia butuh dipermak baru layak untuk Nathan,” kataku dengan nada kesal.
“Wajahnya juga banyak pulau-pulaunya, itu panu iya Mi?” tanya Nita adik perempuanku, membuatku semakin tidak berselera.
“Iya..di kampung Mami itu kan tinggal di kampung paling atas, jadi air susah untuk di dapat, apalagi kalau sudah musim kemarau, kadang kita juga jarang mandi, ada air untuk memasak saja sudah bersyukur, bisa jadi di wajah Nia itu memang panu,” kata mami membuatku terbatuk-batuk. Menyadari wanita yang aku nikahi nanti wanita kampung, yang wajahnya di penuhi pulau-pulau kecil panuan.
Menikah dengan sepupu yang masih anak-anak dan tinggal di kampung, entah bagaimana jadinya nanti.
Aku tidak mau jadi anak durhaka, menuruti keinginan kedua orang tuaku salah satu caraku menghormati mereka.
Dengan segala perdebatan dan kesepakatan , akhirnya aku mengalah dan memutuskan menikah di kampung di rumah Nettania .
Malu dan tidak percaya diri salah satu pertimbangan ku, maka itu aku menolak acara pernikahannya Jakarta.
Aku tidak bisa membayangkan tatapan teman-temanku padaku nantinya saat aku menikah, melepas Mikha dan menikahi Nettania dua hal yang sangat berbeda, ibarat melempar Berlian mengambil perak.
Mami sudah sebulan lebih di kampung mengurus semua persiapan untuk pesta pernikahan kami.
Hanya tinggal menghitung hari, tapi hatiku berat rasanya menepati janji yang terlanjur aku iyakan pada keluargaku.
Kini dalam ruangan ku, aku masih berkutat dengan pekerjaanku, memeriksa hasil tender untuk proyek kami berikutnya.
Baiklah, aku akan menikah dan tetap bekerja seperti biasa, aku akhirnya menutup laptopku dan meninggalkan ruangan ku.
Bersambung
Rasa lelahku semakin bertambah, karena
baru tiba di rumah tapi sudah di cerca berbagai pertanyaan dan berbagai perintah dari keluargaku, salah satunya dari Namboruku yang panggil bou, Namboru sebutan untuk adik atau kaka saudara perempuan dari bapak.
“Than, bagaimana barang-barang kamu, sudah bereskan?” tanya bibiku yang baru tiba dari London, ia sengaja pulang ikut mengurus semua persiapan pernikahan kami.
“Belum, bou,” jawabku dengan nada kurang bersemangat.
“ Kenapa belum..!?” kamu yang menikah, Than, kenapa kita yang yang repot sendiri, kamu malah santai-santai,” rutuk bibiku dengan nada kesal mengoceh.
Aku melemparkan tubuhku ke atas ranjangku, aku merasa lemas karena Mikha akhirnya tau rencana perjodohanku, entah siapa yang memberitahukannya.
Tadi baru keluar dari kantor, ia mengirim pesan mengucapkan nada ucapan selamat untuk rencana pernikahanku.
Tadinya, aku yang akan memberitahukan sendiri pada Mikha, tapi ia sudah terlebih dulu tahu dari orang lain membuatku kesal.
Tok..Tok
“Bang, ini aku Ita, boleh masuk gak?”
“Masuklah..”
“Abang ada apa sih..? mukanya kaya gitu bangat. Abang tidak senang dengan acara perjodohan ini? Kalau tidak senang harusnya ngomong dari awal, Mami sama Papi kan sudah mengurus semuanya.”
Anita adikku paling bontot selalu memberi nasehat padaku, walau umurnya jauh di bawahku.
“Gak, aku hanya capek, sana keluar.. ! aku mau tidur.” Mengusir gadis kecil itu dari kamarku, mendengar ocehannya membuat kepalaku bertambah sakit.
“Abang gak macam-macam nanti, kan? Abang tidak melarikan diri nanti ,kan?” pertanyaan beruntun dan suara berisik dari adik perempuanku, membuat kupingku berngiung seakan kepalaku di pukul pakai panci penggorengan, mendengar bibir cerewet itu terus berceloteh, emosiku mulai naik, aku salah satu tipe lelaki yang gampang emosi, apalagi mendengar nasehat-nasehat yang itu-itu saja.
Pak...
Satu bantal guling melayang ke kepala Arnita, matanya melotot tidak terima.
“Berisik..! sana keluar.” Pintaku kesal.
“Iiiih.. dibilangin bukanya didengar malah marah-marah,” ia berdumal kesal dan meninggalkanku, bibirnya manyun.
Ia adik kecilku yang sering bersikap sok dewasa, sering juga menasehati walau umurku jauh lebih tua darinya, itu juga yang membuatku tidak terima demi apapun. Hukumnya dari mana anak kecil memberi nasehat pada orang dewasa, disitulah jiwaku langsung menolak.
Saat ini, badanku rasanya lemas, pikiranku kacau, tanya kenapa? karena Mikha tidak menjawab teleponku, aku tidak mau kehilangannya, ia masih milikku dan akan terus jadi milikku selamanya.
Bolak- balik aku melirik layar ponselku, tidak ada balasan dari pesan WhatsApp yang aku kirim yang datang pesan masuk dari orang yang tidak ku inginkan dari Kinan, ia lelaki yang mau jadi teman saat bersenang-senang, maksudku lelaki yang ada saat aku ada duit saja, jika aku tidak punya uang , ia akan mendadak hilang, teman seperti Kinan tidak di butuhkan di dunia manapun. Karena setiap kali bertemu atau ngajak nongkrong, ia tidak pernah mengeluarkan uang, alias maunya gratisan dan di bayarin .Tapi omongannya tinggi sampai ke langit. Aku tau ia juga mungkin yang memberitahukan perjodohan ku pada Mikha.
Kali inipun begitu, ia mengirim pesan mengajakku ke café tempat kami biasa menghabiskan waktu. lebih baik mendiami orang yang selalu jadi parasit tidak ada untungnya berteman dengan orang seperti itu.
Kring...
Kring...
Tanganku menyambar ponselku, melihat pemanggilnya bernama Mikha, saat itu juga aku langsung menekan tanda jawab berwarna hijau.
“Sayang ,” cercaku dengan panik.
“Aku mau ngomong ama Abang”
“Ok, gue datang.”
Belum juga ia memberitahuku ia dimana, ketemunya di mana, aku sudah terlebih menguncinya dengan kata-kataku.
“Oooke,” nada suaranya terdengar ragu, mungkin ia ada maksud lain. Tapi siapa yang peduli dengan itu, aku hanya ingin bertemu dengannya saja.
Saat itu juga aku merasa tubuhku pulih kembali dan mendadak jiwaku kembali ke tubuhku, semangatku terpacu lagi, aku menyambar kunci mobil di atas nakas.
“Than, kamu mau kemana lagi? Ini sudah malam,” kata wanita paru baya yang tak lain adalah Bibiku.
ia menggantikan Mami untuk mengurus kami selama Mami dikampung untuk mengurus pernikahanku yang akan berlangsung beberapa hari lagi.
“Ketemu teman sebentar saja Bou,” kataku dengan langkah buru-buru.
“Jonathan…! pamali Nak, calon pengantin itu tidak boleh keluar rumah,” Bibiku menasehati ku.
Iya nasehat itu sering aku dengar dari orang-orang yang lebih tua, kalau calon pengantin tidak boleh keluar dari rumah.
Aku juga tau akan hal itu. Siapa yang tidak mengetahui istilah tradisi ‘pingitan’. Hampir seluruh Indonesia juga tau akan hal itu. Calon pengantin dipingit menjelang pernikahan. Tradisi yang mengharuskan calon pengantin tidak boleh keluar jauh-jauh dari rumah.
Bukannya saya mengabaikan tradisi itu, atau petuah itu, tapi ini lebih penting dari apapun, ini urusan hati
Langkah panjangku menuju mobil, sebelum tanganku membuka mobil Porsche cayman berwarna putih itu, lagi-lagi adik kecilku yang satu ini tidak ada kapoknya kena marah olehku. Ia berlari menghampiriku.
“Bang mau kemana lagi? Kita pulang ke kampung besok lusa, baju Abang sudah rapi belum?”
Niatnya memang bagus, tapi kenapa aku merasa ia ngeselin,iya’ karena terlalu cerewet
“Iya gampang, Abang tidak lama ,” jawabku singkat dan mobilku melaju menyusuri jalanan Ibu kota yang kebetulan habis di guyur hujan deras.
Tidak berapa lama, mobil mewah berwarna putih tiba di apartemen Mikha kekasihku, apartemen skyhive Cawang Jakarta Timur, tidak jauh dari rumah keluarga.
Ting
Lift apartemen mengangkut di ku kelantai lima, dimana ruangan yang di huni Mikha.
Ting-tong
Baru sekali di tekan Mikha sudah mendongakkan kepalanya dan menyambut ku dengan senyuman yang manis.
Ia langsung menghamburkan dirinya ke pelukanku, tangisannya pecah. Aku membiarkan menuntaskan perasaanya, membiarkan air dari mata cantiknya membasahi baju bagian dadaku.
“Beb.. apa kamu akan meninggalkanku, apa benar, itu?”
“Tidak, aku tidak meninggalkanmu sayang, percaya padaku, jangan dengar kata orang,” kataku mengusap-usap rambutnya yang berwarna coklat.
“Tapi kamu akan menikah, kan?.” Mata indah dengan pupil berwarna abu-abu menatapku dengan sangat sendu.
“Iya, aku akan menikah bukan berarti meninggalkanmu, kita akan tetap bersama, aku akan tetap milikmu dan kamu akan tetap milikku, aku datang kesini sekalian mau pamit mau menikah dengan wanita pilihan orang tuaku sayang, ia adalah sepupuku di kampung, aku hanya ingin memberitahu, setelah aku selesai melakukan pernikahan, nanti kita akan liburan ke Lombok dan kita akan berselancar lagi di Bali.”
“Apa, aku harus percaya, itu?.”
“Tentu sayang,” kataku mengecup bibir merah milik Mikha.
“Bagaimana dengan keluargamu?”
“Intinya, kamu harus percaya padaku sayang, biarkan aku yang mengurus semuanya, kamu hanya perlu menungguku dengan tenang.”
“Baiklah, aku akan percaya padamu Yayang-Beb,” senyumnya merekah , ujung bibir merahnya saling bertarikan membentuk lengkungan indah di ujung bibirnya membuatku tergoda lagi, ingin rasanya aku ********** sampai habis. Tangannya menggantung di leherku, ia tau yang aku inginkan menempelkan bibir indahnya ke bibirku ritual kami setiap bertemu.
Jam 06:00
Kring...
Kring...
Tanganku meraba benda pengganggu tidurku, aku mengusap layarnya nama adik bawelku pemanggilnya.
“Ck Halo..!”
“Abang dimana?”
“Di rumah teman, sudah.. ah bawel, aku mau mandi,” aku mematikan ponselnya.
Aku menoleh ke sampingku. Mikha masih tidur pulas, tidak ingin menganggu tidurnya, aku turun dari ranjang memungut pakaianku yang berserak di lantai, setelah selesai mandi baru ingat bajuku belum berganti sejak pulang kantor kemarin, tidak mungkin ke kantor dengan pakaian yang itu lagi.
Bersambung...
Melilitkan handuk di pinggang, aku membuka lemari pakaian Mikha, beberapa kemejaku tergantung rapi di dalam lemari Mikha, memilih salah satu yang berwarna putih untuk aku kenakan ke kantor hari ini.
“Aku berangkat ke kantor, sayang, sekalian aku pamit untuk pulang besok iya".
“Jangan kerja lagi, Beb besok, kan sudah mau pulang kampung, temenin aku disini saja, aku bakalan sedih dan kepikiran kalau kamu pulang, aku ingin ikut sebenarnya,” bibirnya cemberut, matanya sendu menatapku penuh harap.
“Tidak mungkin sayang, aku pulang bersama keluarga besar, mereka akan melihatmu nanti, aku tidak akan lama, paling lama dua minggu, tapi aku akan berusaha pulang lebih cepat.”
“Apa ia cantik?” sungguh pertanyaan yang berat untukku, walau pertanyaan itu aku tau jawabannya, tapi aku merasa berat untuk menjawabnya, Kenapa?
Karena aku tidak ingin ia merendahkan wanita yang aku nikahi nantinya, biar bagaimanapun ia saudara sepupuku.
“Kamu selalu yang tercantik, tidak ada yang mengalahkan bidadari ku,” kataku merebahkan tubuhku kembali di ranjang , niat ingin bekerja tertunda akhirnya, karena rengekan manja dari Mikha.
Bagi Mikha akulah keluarga satu-satunya, ia gadis cantik blasteran Inggris-Manado. Ia tidak punya Ibu lagi, ayahnya menikah lagi dan kembali ke Inggris, jadi baginya hanya aku yang ia miliki, begitu juga denganku aku menganggapnya milikku.
Aku bukan type orang yang mudah jatuh cinta, tapi sekali jatuh cinta akan setia dan akan tetap bersama, aku type lelaki setia pada pasangan.
Melihatnya cantik begitu, sayang di anggurkan,
aku menarik tangannya tiba-tiba. Ia terkejut selimutnya terlepas dan tubuh polos itu menindih wajahku, ia tertawa geli saat hidungku yang mancung bermain pelosotan di bagian depannya, melakukan ronde kedua pagi-pagi rasanya sangat berbeda.
Keringat bercucuran dan nafas terengah-engah, saat di akhir puncaknya
Kriiing
Kriiiiing
Aku membiarkan ponsel itu berdering terus, saat kami melakukan olah raga, olahraga yang mengeluarkan suara dan keringat,
Hingga olah raga kami selesai, aku mengambil nafas teratur agar tenang dulu.
Tapi panggilan itu terus berlanjut, aku meraih ponselku melihat layarnya.
Aku menarik nafas berusaha lebih tenang.
Mami meneleponku, aku menempelkan jari-jariku di bibir agar MIkha tidak mengeluarkan suaranya, karena Mami sudah hapal suara Mikha.
“Halo Mi.”
“Kamu iya..’ kamu mau bikin Mami mati karena jantungan iya..! kenapa belum pulang, Mami suruh kamu untuk mengambil cuti agar kamu cepat pulang, Than. Mami malu kamu buat, di sini itu Hula-hula Mami semua,
(Hula-hula orang yang satu marga dengan ibu, bisa abang laki-laki atau adik laki-laki).
Mereka menanyakan kamu, kapan tiba, semua orang di kampung ini mengkhawatirkan mu, terus menanyakan kamu. Nathan… masih banyak lagi nak yang kita mau urus dalam pesta pernikahan kamu ini. Tolong jangan buat Mami cemas menunggu kamu disini,” kata Mami.
“Apa lagi memang yang harus saya lakukan Mi, kan sudah ada Mami yang mengurus semuanya di sana.”
“Than..’ menikah di adat kita tidak semudah pesta-pesta nasional yang kamu biasa lihat,” disini belum kita lakukan, Marhata sinamot( Negosiasi harga calon mempelai wanita)
Belum lagi Martuppol. Martuppol ini hal penting yang tidak bisa diwakilkan nak, Satu tahap yang wajib dilakukan dalam proses yang di lakukan dalam adat Batak. Perjanjian untuk melakukan pernikahan antara sepasang calon pengantin. Mungkin yang lain bisa mami wakilkan itupun mami sudah jadi bahan omongan orang di kampung ini. Mami mengurus pernikahan kamu di sini sudah hampir sebulan , mami mondar-mandir kesana kemari. Tapi kamu tidak ada niat mempermalukan keluarga kita, kan Than?” Suara Mami terdengar lelah membuatku merasa bersalah.
“Tidak Mi.”
“Kalau begitu pulanglah, tinggalkan wanita itu, sekarang juga,” kata Mami, Ia Tau kalau aku di rumah Mikha. Terkadang orang tua seperti dukun, mengetahui banyak hal tentang anak-anaknya, seorang Ibu terkadang bisa tau apa yang dilakukan anak-anaknya di luar tanpa di beri tahu.
Aku terdiam menyimak mencoba berpikir, bukan Mami namanya kalau ia tidak menceramahi ku panjang lebar tanpa jeda.
“Baik, mi ,” kataku memotong pembicaraan mami, kalau tidak segera di hentikan, mami akan berkhotbah padaku bisa-bisa sampai sore.
“Beb,” suara manja dari Mikha terdengar oleh mami.
“Than, kamu tidur bersamanya tadi malam?” aku terdiam, tidak ingin membohongi kedua orang tuaku.
Terdengar mami menarik nafas berat, aku tau mereka pasti banyak pikiran tentang bagaimana kelanjutan pesta pernikahan kami, ini juga berat bagiku, memutuskan Mikha wanita yang sudah resmi menjadi kekasihku sejak empat tahun silam. Menikah karena perjodohan satu hal yang sulit bagiku, apalagi aku posisinya seorang lelaki, tetapi aku tetep melakukannya sebagai salah satu caraku untuk menghormati tradisi adat dari sukuku.
Tidak mudah memang, ini tidak ada lagi kaitannya dengan hati, ini salah satu sebagai tanggung jawab sebagai anak lelaki tertua, pembawa marga di keluargaku.
“Baiklah Than, Mami tidak tau harus berkata apa lagi, Mami berharap kamu gentleman atas janji yang telah kamu ucapkan,” kata Mami terdengar ada rasa khawatir di balik suaranya.
“Sini.. biar aku yang bicara padanya,” terdengar di ujung telepon Papi mengambil alih ponsel Mami. “Than, besok ambil penerbangan pagi , tiba di bandara Silangit bisa siang,” kata Papi.
“Baik Pi,” sahutku patuh. Papi bukan type lelaki yang banyak bicara, tapi sekali bicara menusuk ke ulu hati dan menakutkan, terkadang mendengar beliau sekali marah bulu ************ yang biasanya kriting bisa mendadak lurus karena ketakutan bila mendengar Papi marah.
“Baiklah, kamu pulang sekarang bereskan pakaianmu, urusan pekerjaan saya sudah bilang pak Tony mengurus semuanya,” mendengar nada suara seperti itu, artinya si Bos lagi marah.
“Baik Pi,” jawabku tanpa ada bantahan.
Papi menutup sambungan teleponnya.
“Sayang aku pulang dulu ya, aku mau urus semuanya, nanti kalau tiba di kampung di Samosir aku akan kabarin lagi,” kataku pamit pada Mikha.
“Baiklah, aku akan menunggumu Beb, menikahlah dengan Pariban mu dan kembali lagi padaku,” Mikha memelukku, memberiku izin untuk menikah.
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!