Alisa tidak pernah menyangka dihari lamaran kekasihnya ia harus menikah dengan kakak iparnya. Ia akan menikah menggantikan kakaknya yang meninggal setelah melahirkan bayi kembar. Ia akan menjadi ibu sambung untuk anak kakaknya.
Lantunan ayat alquran yang di baca untuk mengiringi kepergian Ratna pada Sang Khalid, di satu kamar tangisan pilu terdengar mengisi kamar. Tangisan yang menyayat hati, sepasang bayi kembar lelaki perempuan yang di beri nama Akmal dan Aminah.
Mereka berdua tidak berhenti menangis walau dua orang ibu pengganti memberikan asi mereka dengan suka rela demi mendiamkan kedua bayi malang tersebut. Namun, tangisan mereka berdua semakin keras, seolah-olah memberi ucapan perpisahan pada ibu yang melahirkan mereka ke dunia ini.
Lantunan doa dan ayat-ayat suci masih berkumandang di rumah besar berlantai dua itu, iringan tangisan mengiring kepergian wanita itu ke tempat terakhirnya.
Seorang Ibu paru baya tampak pingsan beberapa kali melihat putrinya terbujur kaku, seakan-akan tidak percaya dengan kenyataan, ia beberapa kali mencium kening dan mengusap wajah dingin putri pertamanya sebelum dibungkus kain berwarna putih itu.
Jumintun berpikir ia berada dalam mimpi yang menyedihkan, karena baru kemarin putrinya memeluknya dan meminta doa padanya agar persalinannya di mudahkan, putrinya tampak sangat bahagia karena ia akan melahirkan anak kembarnya ke dunia ini, anak yang sudah lama ia nanti-nantikan.
Ia sangat bahagia karena sudah sekian lama menunggu, sekali dapat langsung diberi diberi dua. Namun, belum sempat melihat anak-anak yang ia lahirkan, ia sudah di panggil yang maha kuasa ke kebiaraannya.
Sebelum matahari terbenam, wanita yang dimuliakan itu akhirnya di makamkan.
Beberapa lama kemudian hari-hari menyedihkan itu berlalu. **
Dalam satu kamar Alisa tampak telaten mengurus ke dua keponakan nya, bergantian ia gendong dan ia tidur kan, profesinya sebagai bidan membuatnya terlihat berpengalaman mengurus kedua keponakannya.
Satu bulan sudah kepergian kakaknya pada sang pencipta, meninggalkan banyak air mata dan meninggalkan banyak pertanyaan pada benak keluarganya, belum lagi desas-desus yang beredar ke telinga keluarga Alisa tentang kematian kakaknya.
Ibunya sungguh terpukul dan sakit mendengar kabar buruk tentang penyebab kematian anak pertamanya.
“Ibu sudahlah, itu sudah takdir jangan dengarkan kata orang-orang,” ujar Pak Bayu menenangkan Juminten istrinya.
“Tapi Pak, bagaimana kalau hal itu benar adanya ? kasihan putri kita Pak, ibu sedih mendengarnya,” ujar wanita kembali terisak-isak.
Pertanyaan-pertanyaan muncul dalam hati Jumintan’
‘Kemana Farel, saat Ratna bertarung nyawa demi melahirkan buah hati mereka di dunia ini?’
Satu bulan itu juga ke dua keponakan nya di titipkan ke rumah Alisa. Namun, satu bulan itu juga Farel tidak pernah sekalipun menjenguk, jangankan menjenguk, menelepon juga tidak, walau hanya sekedar bertanya apakah anak-anak malang itu apa masih hidup atau ikut menyusul ibu mereka.
Hingga pernyataan itu keluar dari bibir Jumintan.
“Alisa kamu harus menjaga kedua keponakanku, Nak.”
“Itu harus ibu, biar bagaimanapun mereka berdua keponakanku,” ujar Alisa mengganti popok Aminah.
“Bukan seperti itu, Nak, kamu harus menikah dengan Farel demi anak-anak malang ini.”
Dug ...!
Jantung Alisa berdetup kaget mendengar permintaan ibundanya.
“Ibu …!?” Mata Alisa membelalak karena kaget.
“Ibu jangan bercanda?”
“Nak, ibu tidak bercanda, ibu sudah memikirkannya beberapa minggu ini.”
“Ibu, aku tetap akan menjaga mereka tidak perlu harus menikah dengan Mas Farel.”
“Masalahnya, dia seolah-olah tidak menginginkan anak-anak malang ini.”
“Biarkan saja Bu, aku yang akan merawatnya aku akan menjadikannya anak ini jadi anak angkat ku, Mas Dimas pasti setuju.”
“Nak, kamu harus mempertahankan apa yang sudah dibangun kakakmu dengan susah payah.”
“Ibu, bagaimana mungkin ibu memintaku menikah dengan Mas Farel setelah ibu tahu apa yang dialami kakak Ratna selama ini ? jika ibu memaksaku menikah dengannya, bukankah ibu melihat penderitaan kedua kalinya pada putri ibu?”
“Sayang … ini demi kakakmu dan kedua keponakanmu, kamu harus buktikan pada keluarga itu kalau Mbakmu bukan seperti mereka pikirkan.”
“Lalu bagaimana dengan kehidupan ku ibu, haruskah aku mengorbankan hidupku demi mereka?”
“Bukan hanya mereka Nak, tetapi demi Ibu dan ayahmu dan adikmu.”
“Ibu, bukankah ini keterlaluan dan egois? Kenapa aku harus menikah dengan Mas Farel yang jelas-jelas kita tahu kalau ia kejam?
Lalu bagaimana kalau dia memperlakukan ku seperti ia memperlakukan mbak juga?”
“Tidak akan, dia tidak akan melakukan itu percaya sama ibu,” ujar wanita dengan tangan memegang punggung tangan Alisa dengan wajah tuanya memohon.
“IBu, aku tidak bisa ….! sebentar lagi Dimas dan keluarganya akan ke rumah kita untuk melamar ku, Bu” teriak Alisa.
“Batalkan saja Nak dan putuskan dia.”
“Apa?” Wanita berhijab itu seolah-olah kehabisan kata-kata, ia hanya menangis mendengar permintaan orang tuanya.
Ia anak yang sangat baik dan soleha, patuh pada orang tuanya, walau hatinya sangat menolak menikah dengan Farel, suami mendiang kakaknya, tetapi ia tidak bisa menolak.
Ia tidak tahu bagaimana pembicaraan yang di lakukan orang tuanya dengan keluarga mertua kakaknya . Alisa bahkan tidak tahu siapa yang dilamar dan siapa yang melamar.
Tepat di hari di mana kekasihnya dan keluarganya akan melamarnya, ia menikah. Maka, malam sebelumnya acara lamaran, ia akhirnya memberanikan diri menelepon Dimas sang kekasih.
“Jangan bercanda Lisa, bagaimana mungkin kamu menikah besok, saat kita sudah sepakat kalau aku datang melamar mu?”
“Maafkan aku Mas, aku tidak bisa menolak keinginan kedua orang tuaku, aku terpaksa harus menikah dengan kakak iparku, tolong lupakan aku, bencilah aku sepuas mu jika itu bisa mengobati luka hatimu,” ujar Alisa dengan terisak-isak.
“Tunggu, tunggu bagaimana aku menjelaskan pada-“
Tut … tut …!
Lelaki berbadan kekar itu bagai di sambar petir, ia diam membantu, semuanya begitu cepat, bahkan otak cerdas belum sepenuhnya bisa memahaminya.
Bagaimana tidak, saat keluarga besarnya sudah melakukan persiapan untuk melamar kekasih yang sudah bersamanya lima tahun, tetapi, dalam hitungan hari wanita itu meninggalkannya demi menikah dengan kakak iparnya. Ia harus bekerja keras pada keluarganya untuk menjelaskan semuanya.Dimas bolak balik menelepon Alisa untuk mendengarkan penjelasan darinya, tetapi telepon dimatikan.
“Kamu tega menghancurkan hidupku Alisa, apa salah ku padamu?” ucapnya dengan tangisan tanpa suara. Hidup lelaki yang profesi sebagai abdi negara itu benar-benar hancur.
Apakah ia bisa memaafkan perbuatan Alisa?
Lalu bagaimana dengan kekasihnya yang ia tinggalkan?
Mampukah Alisa menjalankan tugasnya untuk menjaga dan menjadi seorang ibu yang baik untuk keponakannya. Lalu apakah kakak iparnya dapat menerimanya sebagai istri?
Bersambung.
Ikuti terus ceritaku ini ya kakak,mudah mudahan kakak pada suka.
Terima kasih
“Tidurlah sayang, tidurlah, dina bobo …ohh Nina bobo … Nina Bobo.” Alisa berdiri mengayun-ayunkan lengannya untuk menidurkan baby Akmal, bocah lelaki itu enggan menutup matanya, ia masih saja rewel tidak mau tidur, padahal kembarannya Amina sudah tertidur pulas di dalam bok bayi.
“Sudah Bu, biar saya yang menidurkan, biar ibu tidur saja,” ujar suster yang membantu menjaga keponakanya, saat itu berusia dua bulan.
“Iya sus, saya udah mengantuk bangat.” Alisa menyerahkan Akmal ke ke gendongan suster, lalu ia masuk ke kamar.
Kamar yang ia tempati bersama suaminya Farel, lelaki itu sudah terlelap dalam tidurnya, mantan kakak iparnya yang sekarang menjadi suaminya Jarang bicara padanya, bisa di hitung dengan jari dalam sehari.
Dua bulan sudah ia menggantikan posisi sang kakak menjadi ibu untuk si kembar dan istri untuk mantan kakak iparnya.
Seperti biasa Alisa akan tidur di samping Farel dengan pelan-pelan, dan ia akan tidur di bagian paling pinggir di ranjang milik kakaknya, ia meringkuk kan tubuhnya menandakan kalau wanita bermata bulat itu sedang ketakutan.
Ia selalu merasa kalau mbaknya selalu mengawasinya di dalam kamar, bahkan ia masih mencium bau tubuh kakaknya di ranjang yang ia tiduri, foto pernikahan kakaknya masih terpasang di dinding.
Farel bangun ingin ke kamar mandi, lagi-lagi ia melihat Alisa tidur di bibir ranjang meringkuk nyaris jatuh.
“Ah, apa ia pikir aku monster yang akan memakainya, sampai ia harus ketakutan seperti itu?” Ia mengangkat tubuh Alisa, niatnya akan memindahkannya ke tengah. Namun, wanita itu terbangun dan terkejut.
“Mas Farel mau apa?” tanya Alisa terbangun, ia berdiri dengan wajah takut.
“Aduh, dengar Alisa, aku tidak akan menggigit kamu.”
“Aku tahu Mas, tapi aku belum siap untuk melakukan tugas ku sebagai istrimu.”
“Aku tahu, aku sudah bilang padamu, aku tidak akan melakukan itu sebelum mendapat persetujuan darimu jadi jangan takut.”
Alisa masih berdiri dalam ketakutan.
“Ah, terserah kamulah.” Farel meninggalkan Alisa yang masih mematung.
Farel membawa bantal dan ia tidur di sofa.
Saat Farel tidur di sofa, saat itu juga Alisa merangkak naik ke tempat tidur langsung tidur pulas, ia lelah mengurus si kembar yang rewel.
*
Ia bangun dengan sikap buru-buru saat ia mendengar ibu mertuanya mengoceh. Ia membasuh wajahnya dan turun ke bawah.
“Kamu bagaimana sih, ini sudah jam berapa?”ujar ibu mertuanya merepet seperti biasa.
“Maaf Bu,” jawab Alisa.
“Kamu tidak ada bedanya sama mbakmu ! malas dan kotor,” rutuk wanita bermulut lepas itu.
Membawa-bawa mbaknya yang sudah meninggal, ingin rasanya ia menyumpal mulut wanita tua itu dengan kain lap, tetapi Alisa orang yang baik dan lemah lembut, ia hanya diam saat ibu mertuanya mengoceh bagai kaset rusak.
Ia membawa dua botol susu ke kamar si kembar.
Tapi walau sudah di kasih susu kedua anak kembar itu masih saja rewel dan menangis.
“Kamu bisa diamkan mereka? kamu apa artinya ada di rumah ini? tangisan mereka membuat kepalaku pusing!” Teriak ibu mertuanya dengan marah.
Alisa kaget mendengar wanita tua itu merutuk dan marah-marah karena tangisan cucunya. Harusnya tangisan kedua bocah malang itu menjadi syair indah di rumah itu. Namun, kehadiran kedua bocah malang itu seolah-olah tidak di inginkan. Tidak ada satupun dari anggota keluarga itu yang menunjukkan rasa sayang pada mereka berdua.
‘Ada apa ini? Kenapa semua anggota keluarga ini seolah-olah tidak menginginkan kehadiran mereka?’ tanya Alisa dalam hati.
Bahkan Farel selaku ayah tidak pernah melihat ataupun bertanya tentang mereka berdua.
“Ada apa Mbak, dosa apa yang kamu lakukan sampai anak yang kamu lahirkan ke dunia ini ikut di benci? tapi tenang Mbak, aku akan menjaga mereka seperti anakku sendiri,”ujar Alisa
Farel pagi-pagi sudah berangkat.
“Bu, kenapa nenek mereka tidak suka melihat cucunya sendiri?” tanya suster.
”Maaf kalau aku lancang, baru kali aku melihat seorang nenek memaki dan memarahi cucu yang baru lahir,” ujar suster. Ia tidak tahan dengan ocehan wanita tua itu.
“Entahlah sus, saya juga bingung, biarlah Allah yang melihat dan menilainya, saya hanya manusia biasa tidak mampu berbuat apa-apa,” ujar Alisa.
“Ibu berangkat kerja saja biar saya menjaga, nanti kalau ibu itu datang kami akan mengasih makan.”
“Ok, baiklah.” Alisa memberi kecupan hangat untuk kedua anak kembar lalu ia berangkat kerja.
“Hadeh, ke sini mau ngapain kalau tetap bekerja, dan orang yang mengurus anak ini, kenapa tidak bawa saja ke rumah orangtuanya?” ujar Ibu mertuanya dengan ocehan-ocehan.
Alisa hanya diam menganggap ocehan ibu mertuanya hanya radio rusak.
“Aku berangkat assalamualaikum,” ujar Alisa.
“Iya, iya pergilah, tidak usah pulang sekalian,” ucap wanita berkerudung hitam itu dengan tatapan sinis.
“Hadeh, nasib apa yang aku terima punya satu anak tetapi mendapat menantu yang gak bisa di atur? satu sudah mati, kini adiknya menggantikannya, tetapi dua-duanya sama kurang ajar ,” ucap ibu mertua Alisa berdecak pinggang.
Satu bulan sudah ia menjadi menantu di rumah itu sebagai menantu menggantikan kakaknya yang sudah di panggil ke aripannya. Tetapi satu bulan itu tidak sekalipun ia mendapat perlakuan baik dari keluarga suaminya.
Bahkan Farel suaminya bersikap dingin dan bersikap acuh padanya. Alisa tidak di inginkan jadi menantu di rumah itu, tetapi hal itu tidak membuat wanita cantik bermata bulat dan berprofesi sebagai bidan itu menyerah maupun putus asa. Ia menjaga dan merawat kedua anak kembar anak yang di lahirkan mbaknya.
*
Saat tiba di rumah sakit tempat ia bekerja, seorang pria bertubuh kekar menunggunya.
“Mas Dimas?”
“Iya ini aku, akhirnya kita bertemu Sa, setelah selama ini kamu selalu menghindar dariku, sekarang jelaskan padaku apa yang kamu lakukan?” Wajahnya mengeras tangannya mengepal kuat.
“Ayo kita cari tempat untuk mengobrol Mas.”
Alisa membawa ke taman samping rumah sakit lalu ia duduk di kursi besi panjang di tengah taman rumah sakit.
“Baiklah, sekarang katakan padaku ada semua ini, kenapa kamu mempermainkan ku dan keluargaku?”
“Mas, maafkan aku jika aku mengingkari janji, tetapi saat ini aku sudah jadi istri orang lain, tolong lupakan tentang hubungan kita.”
“Apa hanya itu penjelasan yang aku terima? setelah lima tahun kita menjalin hubungan lalu kamu memutuskan ku hanya dalam satu hari, lelucon apa yang kamu berikan padaku?”
“Kakakku meninggal dan orang tuaku memintaku menikah dengan kakak iparku untuk menjaga kedua keponakanku yang baru lahir.”
“Lalu bagaimana denganku Alisa, bagaimana denganku …!?”
“Mas bisa mencari wanita yang lain dan lupakan aku, benci aku sebanyak yang kamu butuhkan agar mas bisa bangkit.”
“ Bicara gampang Alisa, tetapi kamu tidak memikirkan hatiku yang hancur, kamu tidak memikirkan perasaan keluargaku yang sudah menganggap mu sebagai putri mereka, apa kamu tahu betapa kecewanya ibuku? Mana mungkin kamu menikah dengan lelaki lain di hari aku akan melamar kamu, kamu tega sekali dan sangat jahat.”
“Iya aku akan menanggung semuanya Mas, pergilah dan lupakan aku.”
Lelaki yang berprofesi sebagai tentara itu hanya diam saat Alisa meninggalkannya di kursi taman, apa yang di lakukan Alisa padanya membuat hidup lelaki berambut cepak dan bertubuh tegap itu hancur.
Bersambung
Alisa seorang bidan yang bekerja di rumah sakit milik pemerintah, maka saat sore tiba ia sudah ada di rumah berkutat dengan waktu untuk mengurus dua anak kembar.
Setelah berganti pakaian dan mandi, barulah ia menggendong Akmal baby lelaki, dan Aminah baby perempuan di pegang sama suster. Sedangkan ibu yang membantu menjaga satu si kembar, ia akan pulang setelah Alisa pulang kerja.
Wanita paruh baya itu hanya bekerja dari pagi sampai sore, dan ia akan pulang ke rumahnya saat Alisa sudah pulang.
Alisa terpaksa mengeluarkan lebih banyak tenaga untuk menjaga dua baby kembar, ia tidak mau berhenti bekerja seperti permintaan keluarga suaminya. Mereka inginnya Alisa berhenti bekerja dan fokus mengurus si kembar, namun, Alisa punya pemikiran sendiri, ia lebih baik gajinya hanya sisa sedikit karena menggaji dua suster sekaligus.
Saat Alisa turun untuk makan malam, ibu mertuanya kembali mengoceh dan yang di ributkan hal yang itu-itu lagi.
“Kamu,beli susu yang bagus tidak untuk mereka?”
“Sudah Bu.”
“Lalu kenapa mereka selalu menangis tiap malam, aku jadi terganggu tidur kepalaku sakit.”
‘Astafirullah, namanya juga bayi yang masih berusia dua bulan, wajar masih sering menangis’ ujar Alisa dalam hati, tetapi tidak sekalipun ia melawan ataupun ia membantah omongan ibu mertuanya.
“Bayi baru dua bulan memang sering rewel Bu.”
“Tidak! kata siapa? Anak saya semuanya tidak ada yang rewel.”
Alisa diam, ia tidak menyahut lagi.
Farel juga diam, ia menikmati makan malamnya tanpa membela Alisa ataupun ibunya.
Kadang Alisa berpikir kalau mantan kakak iparnya punya penyakit jiwa, karena ia hanya diam.
Alisa merasa sangat kasihan pada mbaknya karena mendapat suami dan ibu mertua seperti nenek lampir.
“Lagian Lu kagak usah kerja lagi kenapa sih!? lu gak kasihan sama anak kakak kamu yang tidak punya ibu lagi,” ucap iparnya.
Alisa hanya diam, menahan semua tekanan dari sana sini di dalam rumah tanpa ada satu orangpun yang membelanya.
Setelah makan malam usai, ia naik lagi ke kamar baby kembar, hanya di kamar bernuansa biru putih itulah ia merasa tenang.
Melihat kedua baby malang tertidur pulas, air mata Alisa tidak terasa menetes membasahi pipinya, ia kasihan pada kedua baby tidak berdosa itu mereka di tolak ayah dan keluarga ayahnya.
‘Mbak, apa sebenar yang terjadi, kenapa mereka menolak anak-anakmu? beri aku sedikit petunjuk,” ucap Alisa mengusap linangan air di pipinya.
Tidak ingin larut dalam kesedihan, ia mengambil sajadah dan mukena yang ia simpan di kamar baby kembar, sholat tahajud membuat hatinya tenang.
Kala ia sedang sholat, tiba-tiba keduanya menangis, dan tangisannya semakin mengkelangar, dan saat itu susternya kebetulan sedang mandi.
Ibu mertuanya datang dan ipar membuka pintu dengan keras.
“Kamu budak iya, Anak nangis kok dibiarkan!?” Teriaknya. padahal sudah jelas-jelas ia melihat Alisa sedang sholat. Bukannya langsung menggendong cucunya agar diam dan tenang,wanita itu malah teriak marah dan memaki-maki Alisa. Beruntung Desi buru-buru mandi dan dia menggendong Akmal , baby dengan tangisan yang paling ribut.
Dengan tenang Alisa melipat sajadah miliknya dan menggendong Aminah.
“Kamu tidak bisa menyuruh mereka diam apa!? Membuatku pusing ,” ucap Rita .
“Iya ampun Mbak, mereka masih bayi yang baru lahir wajar kalau sering menangis,” ucap Alisa.
“Mereka membuatku pusing, suruh diam!” Bentak Ibu mertuanya lalu Ibu dan anak itu keluar dari kamar si kembar.
Alisa hanya bisa mengelus dada dan menghela napas melihat kelakuan ibu mertua dan iparnya.
Tetapi anehnya, seribut apapun dan seheboh apapun terjadi di kamar si kembar, Farel tidak pernah perduli, seolah-olah kedua anak kembar itu bukan anaknya dan bukan bagian keluarganya. Ia akan selalu diam dan bersikap acuh dengan semua keadaan.
“Ya Allah, hamba lelah,” ujar Alisa mengusap bulir air dari matanya.
“Sabar Bu, demi anak-anak,” ujar Desi menunjukkan sikap simpati pada majikannya.
“Saya juga manusia biasa, ada saatnya lemah tidak berdaya seperti saat ini.”
“Iya saya mengerti Bu, tapi aku juga bingung kenapa mereka semua tidak ada yang menyayangi anak-anak malang ini.”
“Iya, mereka berdua anak-anak malang.” Alisa mendaratkan bibirnya ke kening kedua baby kembar.
Alisa juga lelah kerja di rumah sakit, tetapi ia merasa lebih lelah lagi saat tiba di rumah, karena kelakuan keluarga suaminya.
Alisa masuk ke dalam kamar, kali ini ia sudah tidak tahan lagi ia harus bicara dan bertanya pada Farel tentang apa yang sebenarnya yang terjadi. Ia sudah dua bulan lebih, tetapi kenapa Farel hanya jadi penonton, hanya bisa diam dan diam, tetapi, kali ini Lisa harus bicara.
Saat masuk ke dalam kamar, lelaki yang berprofesi sebagai polisi itu sedang sibuk memainkan ponsel nya, ia duduk menyandarkan tubuhnya di sandaran ranjang.
“Mas, kita harus bicara.”
“Iya.”
“Sebenarnya ada apa dengan kalian semua?”
“Memang kenapa?” tanya Farel tidak mengalihkan matanya dari benda pipi berwarna putih itu.
“Kenapa Mas selalu bersikap tidak perduli pada Akmal dan Aminah?”
“Aku mau tidur mengantuk,” ujar Farel tidak mau membicarakan tentang baby malang itu.
“Seorang lelaki sejati harus berani mengucapkan kebenaran," ujar Alisa kehabisan kesabaran.
“Mereka bukan anakku!!”
“Haaa … ! ma-ma-maksudnya apa Mas?” tanya Alisa nyaris pingsan.
“Kenapa kamu tidak tanyakan pada mbak mu di kuburan sana, tanyakan padanya anak siapa yang ia lahir kan," ujar Farel memunggungi Alisa.
Alisa merasa bagai di timpa dengan batu besar, merasa rongga dadanya terhimpit dan susah bernapas, mendengar penuturan Farel.
Alisa mematung dengan mata bulat itu semakin membesar karena terkejut.
“Bukan kah tuduhan itu tidak terlalu jahat, Mas," ujar Alisa berharap apa yang ia dengar salah.
“Tidak ! itu bukan tuduhan, itu kebenaran," balas Farel masih dengan posisi tubuh membelakangi.
“Lalu, mereka bukan anakmu, lalu mereka anak siapa?”
“Itu tugas kamu mencari tahu.”
“Mbak Ratna bukan orang yang seperti itu Mas, jangan menuduh seperti itu, itu tidak masuk akal,”ucap Alisa menangis terisak-isak.
Alisa merasakan rasa yang amat sakit di dalam dadanya saat Farel mengungkapkan baby kembar yang malang itu, bukanlah darah dagingnya, rasa kecewa, bingung, malu. Hal itulah yang di rasakan Alisa. Ia tidak percaya kalau mbak yang ia sayangi melakukan hal tercela seperti itu.
Karena ia tahu kalau Ratna sangat mencintai suaminya, bahkan ia rela meninggalkan profesinya sebagai perawat demi menjadi istri Farel.
Lima tahun sudah mereka menikah, di lima tahun pernikahan baru di berikan momongan .
Memang sempat beredar kabar belakangan kalau Farel mulai bersikap dingin dan acuh pada Ratna , seusai mengalami kecelakaan.
“Berhentilah menangis dan tidurlah, kamu boleh menjaga anak-anak itu di rumah ini, tetapi jangan harapkan kalau aku akan memberikan mereka perhatian layaknya seorang ayah,” ujar Farel. Ia tidur memunggungi Alisa yang masih duduk dalam tangisan.
‘Apa semua yang dikatakan Mas Farel benar Mbak? Apa Mbak lakukan, bagaimana ini, bagaimana aku menatap wajah mereka semua, jika hal itu benar’ucap Alisa dalam hati, matanya menatap foto Ratna yang masih tergantung rapi di dalam kamar.
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!