Terkadang orang -orang yang memiliki kekuatan ada di sekitar kita dan hidup layaknya orang biasa , hal itulah yang terjadi pada Aresya . Tidak ada yang tahu wanita cantik bermata indah itu memiliki kekuatan super, ia hidup biasa saja.
Aresya seorang gadis cantik bermata coklat , dia memiliki kekuatan di matanya, wanita cantik itu keturunan seorang Dewa terkuat di masa lalu. Aresya jua mencari incaran seorang mahluk jahat, ia mengincar kekuatan Aresya, karena itulah wanita cantik itu harus menyamarkan penampilannya dan berpindah-pindah tempat bersama keluarganya dan saudara kembarnya. Aresya bekerja di sebuah pabrik.
Awan yang tadinya hanya sebuah gumpalan asap akhirnya mencair dan menguap menumpahkan air dari langit, membentuk garis-garis Vertikal berwarna putih di udara.
Aresya masih berdiri mencari tempat berteduh di depan Pabrik, satu per satu karyawan yang ikut berteduh dengannya, memilih menerjang hujan, mengendarai motor masing-masing, hanya tinggal beberapa orang saja yang masih bertahan , mungkin sama dengannya, tidak memiliki kendaraan roda dua itu.
“Sya, kita tarik tiga saja mau?” Teriak Marta yang berhenti tepat di depannya.
“Tidak usah Ta, kamu pulang duluan saja sama bang Niko, aku menunggu sampai hujannya redah” sahut Resya meninggikan volume suaranya mengimbangi derasnya rintikan hujan.
“Kita muat kok Sya, ni aku geser” ucap wanita berdarah Batak itu menggeser panggulnya lebih maju, memukul-mukul jok motor di belakangnya.
Meyakinkan Aresya, kalau mereka bisa naik tiga sekaligus, tapi lagi-lagi wanita berkerudung biru itu menolaknya dengan halus.
“Kamu yakin…!” Teriak Marta lagi dengan tatapan Iba pada sahabatnya , kini jaket yang di pakaikan Marta ke kepalanya tidak ada arti, kini ia benar-benar sudah basah kuyup.
“Iya Ta!” Teriak Aresya.
“Baiklah, aku duluan iya Sya,” ucap Marta, Motor Satria berwarna hitam itu meninggalkan area pabrik.
Marta setiap hari akan pulang bersama Niko Pacarnya, jadi tidak usah memikirkan kendaraan untuk pulang ke rumahnya,
Langit semakin gelap, sebuah mobil hitam mewah melintas melewatinya, mata Darmono sekilas melihat kaca spion, melihat Aresyah yang masih berdiri, ia juga melirik kaca di samping stir, melihat majikanya yang terlihat tidak perduli pada Aresyah, matanya sibuk menatap ponsel di tangannya. Lelaki tampan cucu pemilik pabrik tersebut suami Aresaya suaminya pemilik perusahaan sementara istri rahasianya hanya seorang buruh pabrik.
Darmono sengaja memperlambat laju mobil, berharap Bosnya mengatakan sesuatu, hingga mobil mewah buatan Jerman itu, melaju perlahan dan meninggalkan area pabrik Bos tidak mengatakan apa-apa, tidak menghiraukan istri kehujanan, kini ia hanya sendirian menunggu hujan redah, semua karyawan memilih menerobos hujan dan meninggalkan pabrik.
Tapi Aresya enggan melakukannya itu, ia akan berjalan ke depan, di jalan raya, baru bisa mendapatkan angkot, ia harus basah nantinya untuk naik angkot dan bisa jadi dalam angkot ia akan keadaan basah kuyup , abang supir angkotnya akan menyuruhnya duduk di bangku tempel kayu dekat pintu, karena ia basah, takut mengenai penumpang yang lain, dan juga kalau naik angkot keadaan basah-basah abang supir kadang berhentikan angkot.
Lampu-lampu jalan sudah mulai di nyala, menghiasi malam yang sudah mulai gelap, hari semakin gelap, tapi tidak tanda-tanda hujan akan berhenti, malah semakin deras. Tiba-tiba lampu jalanan berkedip-kedip lalu mati.
Matanya mulai menatap kanan –kiri dengan was-was karena kawasan pabrik kalau sudah sore sudah mulai sepi karena jarang ada rumah di daerah itu, hanya pabrik yang berjejer di sepanjang area pabrik. Salah satunya Pabrik tempat Aresyah mengumpulkan pundi-pundi rupiah, Pabrik texstil. PT Langgatex, milik keluarga Davino Erlangga.
“Huh… bagaimana ini?” ucap Resya dengan gelisah.
Ia merasa ada seseorang yang mengawasinya dam lampu kedua jalanan itu kembali mati, hingga akhirnya mati semua, ia melirik kanan -kiri tidak ada orang ia menatap tajam bola-bola lampu tersebut, dengan kekuatan super dari matanya lampu-lampu itu kembali menyala.
hingga sebuah lampu motor menyorot tepat di matanya membuat matanya silau , mata Resya mencari tahu siapa gerangan yang punya motor, seseorang yang memakai jaket hujan mematikan mesin motornya dan mendekatinya.
“Aku sudah tahu, kamu pasti belum pulang” Marta datang menjemputnya.
“Taaa!”Resyah dengan suara parau memeluk sahabatnya dengan erat, malaikat yang penolong yang ia minta pada Tuhan .
“Aku sudah menduga kalau kamu pulang Syah… maka itu hatiku tidak tenang, saat tiba di kontrakan tadi maka itu aku pinjam motor tetangga, ini pakai, aku akan mengantarmu” ucap Marta memberikan jaket Hujan untuk ia pakai.
Menyalahkan mesin motor bebek yang di pinjam Marta, perlahan meninggalkan area pabrik , area sudah benar-benar gelap.
Tidak tahu apa jadinya, kalau Marta tidak menjemputnya tadi, ia mungkin akan memilih tidur di tempat sampah besar itu, tempat pembuangan sisa potongan kain pabrik. Aresyah sudah memikirkan itu sekilas.
“Makasi ,Ta” Aresyah memeluk pinggang Marta dengan erat, menyadarkan kepalanya di pundak wanita itu,
“Kenapa tidak telepon aku Sya?”
“Aku tidak enak Ta, kamu’kan sama bang Niko baru baikan aku pikir tidak ingin menganggu waktu berdua kalian” Jawab Aresyah dengan suara keras, agar sahabatnya bisa mendengar suaranya.
“Iye elaaa, kita sudah biasa berantem dan putus nyambung Syah, bukan lah baru lagi, kalau kami besok berantem besoknya baikan itu namanya tahap proses pendewasaan dalam sebuah hubungan,”ucap Marta
“Sama kamu aku tidak apa-apa Ta, karena kamu sahabatku, tapi sama bang Niko aku merasa tidak enak”
“Jangan lakukan itu Ta, area pabrik itu sudah kamu tahu bahaya, kasus pemerkosaan dan pembunuhan karyawan LanggaTex masih membekas di hati semua orang”
“Iya sih Ta, maka itu aku juga takut tadi” ucap Aresya dengan suara pelan
Setelah 15 menit menempuh perjalanan, akhirnya Marta menghentikan motor bebeknya di sebuah rumah mewah berpagar tinggi, bercat warna putih, di daerah Bekasi, tidak jauh dari tempatnya bekerja.
“Sudah sana,” ucap Marta menurunkan Aresya agak jauh dari rumahnya, menghindari pengawasan dari rumah besar itu.
“Baik, makasih iya Ta” ucap Marta dengan wajah terlihat sangat bersyukur karena Marta menjemputnya
“Iya sudah sana, langung mandi nanti kita sambung lagi lewat mimpi” ucap Marta bergurau.
Resyah meninggalkan Marta, ia masih melihatnya sampai ia membuka gerbang dan masuk,
Seperti biasa kalau Marta mengantarnya pulang , akan menurunkannya dari jauh, jarak kira-kira 200 meter dari rumah yang tempati Resya.
Seperti perjanjian yang dilakukan Resya, dengan Nyoya Marisa , kalau ia tidak boleh membocorkan rahasia mereka, intinya tidak ada yang tahu kalau Resya sudah menikah dengan cucu dari pemilik perusahaan tempatnya bekerja.
Setelah memastikan Aresya sudah masuk dan menutup gerbang barulah Marta memutar balik motornya dan meninggalkan komplek.
**
Aresya menanggalkan jaket hujan yang di pinjamkan Marta untuknya, ia menggantungnya di teras untuk besok ia bawa lagi ke pabrik, untuk ia kembalikan pada Marta bisa jadi sahabatnya itu meminjam dari tetangganya tadi.
“Syukurlah, non Resya sudah pulang” ucap pak Darmono, tiba-tiba datang dari pintu.
“Eh. Bapak kesini?” Tanya Resya dengan wajah kaget.
“Iya Non, hujan deras seperti ini jalanan pulang Bekasi-Jakarta pasti macet, Tuan muda minta ke sini” ucap Pak Darmono.
“Oh. Pak Davino lagi ngapain pak?”
“Lagi istirahat di kamarnya Non, ia baru saja selesai mandi.”
“Ini Non lap dulu badannya, Ibu sudah menyiapkan soup hangat untuk Non Resya,” ucap wanita paruh baya itu ia memberikan handuk tebal berwarna putih ketangan Aresya.
“Makasih Bu.”
Aresyah melangkah dengan hati-hati menuju lantai atas degan suara kaki pelan-pelan berusaha tidak menimbulkan suara, dengan handuk melingkar di pundaknya ia ingin masuk ke kamarnya.
“Jam segini baru pulang ,ngapain saja!” Suara Davino mengagetkannya, dengan tatapan sinis menatap Aresya dari atas sampai kebawah, tatapan mengintimidasi.
“Macet tapi pak”
“Dari jaman Belanda. Bekasi dan Jakarta itu sudah langganan macet, jadi tidak perlu memberitahukan itu lagi padaku” Ucap Lelaki itu dengan tegas, membuat Aresya menunduk, ia pamit dengan sopan dan masuk ke dalam kamarnya.
“Siapkan dirimu layani aku malam ini,” pintanya tegas.
Jam sudah menunjukkan pukul 19:00 saat Aresyah selesai mandi, Davino datang tanpa mengetuk pintu, mata Aresya menatap dengan kaget.
“Kenapa kaget apa kamu pikir saya maling”
“Tidak pak, soalnya bapak tidak mengetuk pintu dulu,” ucap Resya berucap pelan.
“Ini rumah saya. Kamu hanya menumpang di sini”
Resya hanya diam, medengar kata-kata kasar itu keluar lagi dari mulut Davino, mungkin itu sudah kesekian kalinya sejak ia jadi setatus dari istri dari Davino Erlangga, ucapan kasar, makian, hinaan itu sudah seperti angin berlalu untuknya. Resya berdiam diri dan mematung karena ia tidak tahu harus melakukan apa.
Walau sekarang ia sudah jadi status istri dari Davino, tapi kata-kata kasar hinaan yang di lakukan lelaki itu padanya membuatnya engan melakukanya kewajipannya sebagai istri.
“Sudah, mandi?” tanya Davino terdengar seperti meledeknya .
“Sudah,” ucap Resya tapi masih duduk menunggu lelaki itu meninggalkan kamarnya.
“Kalau sudah, terus ngapain begong?”
Resya berdiri, ia lapar menunggu lelaki keras kepala itu keluar.
“Apa yang kamu lakukan ? apa kamu bersembunyi dariku?”
“Tidak, saya hanya ingin makan lapar , saya ingin makan.”
“Kamu tidak pantas memakai ini. Kamu saja membohongi Tuhan dan kamu munafik dan menjijikkan,” ucap Davino menarik kerudung berwarna putih hingga lepas.
“Apa yang kamu lakukan?” ucap Resya panik, karena Davino bersikap sangat kasar.
Ingim rasanya ia menggunakan kekuatannya untuk melemparkan tubuhsang sampai mental. Tetapi jika sering-sering menggunakannya ia takut mahluk yang mengejarnya menemukan keberadaanya.
“Saya datang ke rumah ini mau ngapain?”
“Aku tidak tahu Pak”
“Oma memaksamu datang ke sini untuk menghamilimu, walau sebenarnya aku jijik, melihatmu sama saja aku melihat sampah,” ujarnya.
“Jangan lakukan, kalau bapak keberatan saya juga tidak memaksa,” balas Resya.
“Lihat dirimu, kaca dirimu, apa kamu pantas?” ucap Cavino menarik rambutnya dengan sangat kasar, menjambaknya membawanya ke depan kaca,
“Lepaskkan, saya sudah bilang itu bukan seperti bapak bayangkan, saya sudah bilang berapa kali,” teriak Resya.
“LIhat ini bodoh, lihat dirimu dalam foto ini .Lihat lebih jelas! sekarang katakan siapa yang ingin kamu bodohi” Davino mendorong tubunya ke sisi ranjang menarik rambutnya menekan kepalanya di atas tumpukan foto-foto lama Resya, Foto yang ia lemparkan di atas ranjang, Resyah merasakan batang lehernya sangat sakit, saat Davino mendorongnya, ia diperlakukan seperti seorang Bandar di bekuk, cara polisi memperlakukan penjahat , cara itulah yang dilakukan Davino padanya.
“Itu semua tidak seperti bapak pikirkan,” balas Resya.
“Lihat tato di tubuhmu, tetapi kamu menutupnya dengan kerudung yang kamu pakai siapa yang coba kamu bohongin”
“Ada alasan untuk itu Pak,” balas Resya.
“Apa kamu bilang kalau kamu masih perawan? Jangan bohodi aku. Cukup hanya oma yang kamu bohongin. Tetapi aku tidak perduli itu aku hanya datang untuk melakukannya tugasku malam ini. Aku berharap benihku bisa tumbuh di sana dengan sekali melakukan agar aku tidak melihatmu lagi. Berbaringlah di sana aku akan melakukannya dengan cepat.”
Davino menyingkirkan foto-foto lama Aresya foto lama di mana ia berpenampilan layaknya seorang lelaki di mana banyak ukiran seni memenuhi tubuhnya bahkan sebagian lehenyakarena itulah ia memakai hijap untuk menutupi ukiran seni di tubuhnya.
Karena itulah Davino sangat membencinya ia menganggap Aresya wanita jalanan yang mencoba membohongi omahnya.
Lelaki bertubuh tinggi itu membuka kancing baju kemejanya, sementara Aresya masih duduk dengan bigug di kursi di samping ranjang.
“Kemarilah berbaring bodoh lepaskan pakaianmu,” ujar Davino menarik ikat pinggangnya dan mengeluarkan gulungan tali nilon dari kantongnya ia ia bawa dari pabrik tadi. Melihat alat peyiksaan itu bulu kuduk Aresya langsung meriding.
Pak Darmono sudah pernah memberitahukan Arsya tentang gaya ranjang sang majikan sebelum mereka menikah, tetapi melhatnya secara langsung membuatnya lansung bergelidig takut.
“ Apa lagi yang kamu tungu. Apa kamu takut? Harusnya kamu sudah tahu orang seperti apa ku kan? Lalu kenapa kamu mau menyetujui pernikahan itu?”
“Aku tidak takut aku hanya lapar”
“Aku tidak peduli kamu kelaparan ataupun mati, aku hanya ingin melakukannya dengan cepat, berdoalah agar kamu cepat hamil, agar tubuh tidak kena cambukan,” ujar Davino.
Davino membuka pakain atasnya.
‘Wah otot tubuhnya’ Aresya menatap kagum melihat tubuh sispack sang suami.
“Jangan melihatku seperti itu,” ujar
Aresya membuka kancing kemeja yang ia pakai memperlihatkan ukiran- ukiran sani di tubuhnya.
Melihat ytubuh polos Aresya Davino sangat kesal.
‘Kamu membuatku kehilangan nafsu, apa benar kamu seorang wanita tulen Ha?”
Davino kembali mengimintidasi bagian tubuhnya dan penampilanya.
“Pergilah dari rumahku sebelum kamu mati di tanganku, lupakan impiamu, menjadi bagian di keluarga ini, Kamu hanya makluk hina yang mencoba menipu kelurgaku jangan berharap apa-apa lagi,” ucap Davino mendorong tubuhnya kebelakang lagi, wajah Aresya terbentur di sisi kursi.
Ia hanya meringis dan menahan rasa sakit, Davino tidak memperdulikanya.
“Jangan kasih ia makan Bi, biarkan ia mati kelaparan, itu akibatnya tidak tidak mau mengaku, dasar orang gila, kebanyakan bermimpi, lelaki banci mengaku wanita,” ujar Davino meningaalkan kamar.
Wanita paru baya itu hanya bisa diam, tentu saja ia menurut apa kata majikannya, walau hatinya sakit dan tidak tega meliha Aresya kelaparan, tapi malah tambah tidak tegah lagi jika melihat anak-anaknya tidak makan di kampung kalau ia sampai di pecat kalau tidak menuruti apa kata tuan muda itu.
Resya meringkuk di kasurnya, menahan rasa lapar yang kian menyiksanya, belum lagi rasa berdenyut di pipinya yang bengkak,
‘Harusnya aku makan tadi sama Marta sebelum aku pulang,” gumam Resya memijat pipinya yang membiru, ia hanya mengopresnya dengan kain basah untuk menghilangkan bengkaknya.
Mencoba menutup mata dan ingin membawa rasa lapar itu kealam tiburnya, tapi tidak berhasil cacing-cacingnya seakan berdemo karena tidak diberi mereka makan, Resya hanya duduk di sisi ranjannya menyisihkan gorden jendela di kamarnya, menatap dengan tatapan tegar ke arah luar.
“Ratih adekku bertahanlah kamu pasti sembuh,” ujarnya tegar.
Aresya masih di kurung sampai pagi, ia mandi dan sudah rapi, menunggu pintu di buka Bu Darmono tentunya selepas Tuan muda itu berangkat ke kantor, ternyata saat pintu di buka Davino yang datang.
“Kamu masih hidup ternyata, dengar aku meminta kamu meninggalkan rumahku, mengaku saja pada oma kalau kamu tidak bisa memberiku anak dengan begitu hidup kamu tenang.
“Lhat! lihat tato ini… ada berapa kamu kamu miliki?” Davino menarik kera bajunya memperlihatkan tato berbentuk sayap di lengannya.
“Hentikan Pak, aku mohon,” ucap resya dengan pelan. Matanya mulai berbah warna kekuatan uper dari matanya nyaris membakar tubuh Davino. Ia tidak ingin ada bencana lagi karena kekuanya ia menutup matanya dengan kedua telapak tanganya, ia tidak ingin melempar tubuh Davino dengan kekuatanya..
Bersambung ….
KAKAK TERSAYAN JANGAN LUPA KASIH KOMENTAR DAN PENDAPAT KALIAN DI SETIAP BAB DAN JANGAN LUPA JUGA
LIKE, VOTE DAN KASIH HADIAH SEBANYAK-BANYAKNYA IYA
JANGAN LUPA MAMPIR KE KARYA BARU IYA KAKAK
Baca juga.
- Pariban Jadi rokkap( Baru)
-Aresya(Baru)
-Turun Ranjang(Baru)
-The Curet king( Baru)
-Cinta untuk Sang Pelakor (Tamat)
-Menikah dengan Brondong (ongoing)
-Menjadi tawanan bos Mafia (ongoing)
-Bintang kecil untuk Faila (ongoing
Dalam kamar itu Davino masih mengintimidasi istrinya, ia sangat benci yang namanya pernikahan dan benci wanita yang ia anggap munapik
Kenapa kamu tidak mau melawanku, ayolah tunjukkan wajud aslimu jangan pakai itu lagi , tidak cocok untukmu, ia menangis kamu pakai, kalau pakaian itu bisa bicara pasti ia berteriak tidak mau kamu pakai,” ucap Davino. Ia bersikap merendahkan dan bersikap sangat Bar-Bar pada Resya.
Aresyah hanya diam, apapun yang dikatakan Davino padanya ia hanya akan bertahan dan bertahan, sekuat tenaga, selagi raga masih bernyawa, ia akan memilih bertahan dengan sikap kasar Davino, sikap kasar, sombong, dan tidak mau menerimanya sebagai istri,
“Baiklah, aku tidak perduli lagi kita lakukan saja nanti malam,” ujar Davino.
“Saya ingin bekerja Pak”
“Tidak usah, sebaiknya kamu mandi kembang tujuh rupa agar tubuh tidak membuatku jijik dan muntah nanti malam,” ujar Davino.
Tidak tahan dengan kata-kata penghinaan itu, Aresya tidak tahan lagi ingin rasanya ia menggunakan kekuatan supernya untuk menerbangkan tubuh Davino kelaut. Tetapi ia menahanya, jika ia menggunakannya keberadaanya akan di ketahui Kadas mahluk jahat yang mengincar kekuatan supernya.
“Aku yakin tubuhmu, banya korengnya dan kudisan dan milikmu pasti bau terasi busuk membayangkannya saja sudah membuatmu jijik dan mual,” ujar Davino. Lelaki ini memang sangat sombong.
“Iya sebenarnya iya Pak, mis v bau amis dan suka gatal,” ujar Aresya dengan kesal.
‘Biarkan gila sekalian’ Aresya membatin.
“APA?” Wajah Davino memerah menahan mual.
“Iya lebih baik aku terus terang saja,” ujar Aresya lagi.
“Wanita sialan ….! Kenapa kamu mau setuju melahirkan anakku untukku kalau kamu sadar milikmu busuk!”
“Bisa diobati Pak,” ujar Aresya dengan wajah tenang.
“Kepalamu bisa di obati! Kamu pikir, aku mau menanam benihku di tubuhmu yang menjijikkan itu!”
“Kalau begitu katakan saja sama oma kamu”
Davino sangat kaget mendengar penuturan Aresya yang mengaku Miss V bau busuk dan suka gatal, sebagai lelaki ia merasa ilfil dan jijik mendengarnya.
“Kamu yang harus mengatakannya Bodoh! Karena kamu yang setuju menikah denganku, tapi bagaimana aku menanam benihku di tubuh busukmu, aku yakin dia tidak akan mau tumbuh,” ujar Davino.
“Bapak, tinggal tutup mata dan hidung saja”
“Sialan kamu,” ujar Davino mendorong dada Aresya dengan kasar.
Tidak tahan diperlakukan seperti binatang Aresya menaatap tajam dengan kekuatan supernya box diatas lemari, jatuh dan menimpah kepala Davino.
Puaak ….!
“Auuuh” Lelaki arogan itu memegang kepalanya, ia keluar dari kamar Aresya.
*
Keluarga Besar Davino tinggal di Jakarta Selatan, mempunyai beberapa rumah di beberapa tempat, salah satunya di daerah Bekasi yang ditempati Aresyah saat ini, saat Aresyah menerima tawaran Nyonya besar Marisa untuk menjadi istri dari Davino Erlangga pewaris tunggal dari keluarga Erlangga, ia akhirnya tinggal di rumah besar itu, karena dekat juga dengan pabrik tempat ia bekerja.
Keluarga Erlangga memiliki bisnis yang mengurita, Perusahaan Texstil , perusahaan Pembuata kapal, bahkan bisnis kuliner , restaurantnya ada di setiap kota.
Davino anak satu-satunya di kelurga Erlangga, ia juga yang akan mewarisi semua kekayaan keluarganya, kaya , tampan itulah membuat dirinya sangat arogan dan sombong.
Hal itu juga yang mendorong nyonya besar Marisa yang mencarikan seorang istri untuk Davino, yang bisa memberinya keturunan, bukan tanpa alasan Nyonya Marisa memilih Aresya, tapi keluarga Besar Erlangga punya rahasia turun temurun.
Kakek moyang Davino memiliki genetik langkah yang mengharuskan mereka akan memiliki keturunan dengan orang yang memiliki golongan yang sama, baru bisa melahirkan anak, rahasia turun temurun itu menjadi rahasia keluarga yang di simpan Nyoya Marisa sampai turun temurun. Alasan Nyonya Marisa memilih Aresya karena ia memiliki hal yang sama dengan mereka miliki, tapi Marisa menyembunyikannya dari semua kelurga termasuk dari Davino.
Tiga bulan yang lalu di pabrik Langgatex, suasana hujan gerimis di daerah pabrik , Aresya sengaja datang lebih cepat dari biasa saat itu,
Daerah pabrik belum terlalu ramai karena ia datang terlalu pagi, tempat kosan Aresya juga tidak terlalu jauh dari pabrik , hanya di tempu dengan berjalan kaki ke pabrik, Marta sahabatnya saat itu belum datang maka ia menunggu.
Aresya memilih berdiri di depan pos penjaga di depan pabrik , saat ia berdiri, sebuah mobil mewah berhenti di depan pabrik,
“Permisi, apa kantor pabrik belum buka?” tanya seorang wanita yang sudah lumayan berumur, terlihat dari beberapa kerutan di bagian lehernya, tapi dari segi wajah wanita itu terlihat masih mudah, kulit wajahnya masih terlihat kencang karena factor perawatan mahal, tapi kerutan bagian leher tidak mudah dihilangkan menandakan kalau wanita yang menyapanya seorang wanita sudah tua. Ia adalah Nyonya besar dari keluarga Erlangga, Nyoya Marisa.
“Belum Bu,” jawab Aresya dengan sopan, tapi saat wanita itu ingin kembali ke mobilnya, sebuah motor besar yang di kenderai dua orang lelaki yang memakai helem yang menutupi wajah keduanya, membawa balok kayu memukul bagian belakang wanita tua itu dan menarik tas tangannya, membawanya kabur, Nyonya Marisa tersungkur di jalanan di genangan air di aspal, suana Pabrik masih sangat sepi, tapi anehnya, supir wanita tua itu mengaku tidak melihat kejadiannya.
Kejadianya sangat singakat, Aresya berlari dan mengangkat tubunya ke dalam mobil, meminta supir Marisa membawa keruma sakit terdekat dan ia ikut memangku di jok belakang, wanita itu sudah sangat lemah, karena pendarahan hebat, di bagian kepala.
*
“Tolong tanda tangan di sini mbak,” ucap seorang perawat yang masih mudah pada Aresya.
“Aduh sus, saya hanya menolong ibu ini, supirnya ada di luar, sebentar saya panggilkan, iya”
“Maaf mbak, kami butuh wali dari pasien sebelum di lakukan tindakan lebih lanjut”
“Sus jangan takut, ibu ini tidak akan melarikan diri dari rumah sakit , ia punya supir, supirlah yang membawanya ke sini, saya harus pergi sus, saya harus bekerja,” ucap Aresya terlihat resah, karena jam waktu kerja sudah masuk.
Perawat itu terlihat menarik napas panjang melihat Aresya menolak bertanggung jawab.
“Mbak’kan yang membawa kerumah sakit, jadi mbak yang harus bertanggung jawab”
“Aduh sus, saya ini hanya orang miskin tidak punya uang untuk menanggung pengobatan beliau, saya hanya menolongnya sus, kenapa jadi di bebankan ke saya, kenapa saya yang jadi bertanggung jawab, lagian kenapa supirnya tidak bertanggun jawab sih, melihat majikanya sekarat, bukanya ikut membantu, malah menghilang,” ucap Aresya, terlihat makin gelisah.
Perawat itu tersenyum ramah. “Tidak akan di tagih apa-apa mbak, hanya penanggung jawab sementara kok mbak, kasihan ibunya luka parah tidak akan penanganan lanjut kalau tidak ada keluarga yang menjamin, identitas diri pasien tidak ada, terpaksa kami meminta Mbak yang bertanggung jawab sampai keluarga datang, karena kita ingin menghubungi keluarga, tapi tidak ada identitas diri pasien”
Tapi saat mengobrol dengan perawat, kedua lelaki yang memukul Nyonya Marisa datang kerumah sakit dan menanyakkan pada bagian admistrasi.
Kenapa meraka tahu kalau wanita ini kesini? Apakah mereka menginginkan kematian wanita ini? Bukan menginginkan hartanya, ada yang tidak beres di sini,
Otak Aresya lansung menyala bagai bola lampu, kalau mereka bukan hanya ingin merampok tasnya, melainkan ingin melukai wanita itu.
“Baiklah, saya mau, tapi bisa tolong percaya pada saya, kedua lelaki itulah yang tadi memukulnya dan sepertinya mereka mengincarnya, bisa tolong lakukan sesuatu?”
Perawat melirik kedua lelaki itu, walau Resyah tidak melihat wajah mereka tadi saat membawa motor, tapi jaket hitam dan sepatu yang kedua lelaki gunakan ia bisa lihat dengan jelas,,
“Baiklah, ikut dengan saya, Resya besembunyi di balik badan perawat , perawat itu melapor pada Dokter dan sepertinya menyadari bahaya yang sedang mengincar pasien.
Dua orang perawat membantu wanita itu untuk bersembunyi, Aresya akhirnya menanda tangani pormulir penanggung jawab, dan menyamarkan identitas, Nyoya Marisa, untungnya perawat dan Dokter membantu Aresya, membantu melindungi wa Nyonya Marisa, tidak cukup hanya di situ, ternyata wanita itu membutuhkan pasokan darah dan darah yang ia miliki sangat langkah dan jarang ada orang memilikinya.
“Ada apa sus, kenapa terlihat semua orang panik?” tanya Aresya penasaran melihat beberapa orang perawat silih berganti masuk keruang operasi wanita itu,
“Ini sangat kritis dan darurat mbak, pasien memiliki golongan darah yang sangat langkah, kita tidak punya stok di rumah sakit.”
“Golongan darah jenis apa sus? Sampai rumah sakit tidak punya”
“Golongan darah yang sangat langka, ini lihat…,” suster meninggalkan satu kertas di tangan Aresya, mata Aresya menatap dengan ragu, itu golongan darah yang ia miliki yang sama dengannya juga.
Ia lama berpikir, ia tidak ingin menunjukkan, bahkan tidak ingin memberitahukan siapapun, tapi… wanita itu, akan mati jika ia tidak menolongnya, hanya ia yang bisa menyelamatkanya. Setelah berpikir dengan keras akhirnya ia memutuskan membantu.
“Sus, saya bisa bantu golongan darah saya sama dengan pasien.”
Perawat berkulit putih itu menatapnya dengan tatapan penyelidikan seakan tidak percaya.
“Baiklah ikut saya.”
Bukan hanya perawat yang menatap dengan tatapan tidak percaya, Dokter juga menatap dengan mata ragu.
“Baiklah lakukan,” pintah Dokter, perawat membawa Resya ke satu ruangan, setelah dicek, hasilnya benar, barulah ia boleh menyumbang, Aresya memberi dua kantong cairan berwarna merah itu untuk Nyonya Marisa.
~ Bersambung~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!