Hujan mengguyur lebat bumi Pertiwi. Awan hitam pekat dan tebal menyelimuti seluruh langit kota. Petir menyambar saling sahut-menyahut seakan tidak pernah mau berhenti. Seorang gadis tampak berdiri di sebuah pos satpam sambil bersedekap dada.
"Tumben Nona belum dijemput? Biasanya jam segini sopir Nona sudah standby di depan kampus." Pak satpam mengurai keheningan diantara keduanya. Sedari tadi hanya suara hujan, petir dan angin kencang yang mendominasi ruangan tersebut.
"Tidak tahu Pak, mungkin karena cuaca buruk sehingga pak sopir menunda penjemputan nya," ujar gadis bermanik cokelat dan berambut lurus sebahu itu. Chexil tampak cantik dengan setelan kemeja biru dan rok hitam bergaris biru selutut.
"Mengapa tidak dihubungi saja? Masa sih dia tidak khawatir dengan anak majikannya?"
"Sudah Pak tapi sepertinya cuaca buruk berdampak pada semua jaringan sehingga tidak ada satupun ponsel keluarga atau pak sopir yang bisa dihubungi."
"Oh begitu ya? Kalau begitu Nona harus sedikit bersabar, mungkin sebentar lagi sopir Nona datang dan saya berharap badai ini segera berakhir."
"Iya Pak semoga saja."
"Pak! Pak satpam!" Seorang lelaki muda dan tampan berjalan ke arah satpam dengan payung di tangannya.
"Ia Tan, ada apa?" Pak satpam memang suka memanggil Nathan dan Tristan Tan Tan apabila mereka berdua terlihat berjalan bersama. Namun sayang keduanya jarang bersama karena memiliki teman masing-masing. Apalagi jurusan yang mereka ambil di perkuliahan ini berbeda dan ruangan kelas mereka letaknya berlawanan.
Nathan lebih suka bergaul dengan teman-temannya yang suka menantang Adrenalin sedangkan Tristan lebih suka bergaul dengan teman-teman yang santai.
"Bapak dipanggil Pak Dekan!"
"Oke saya ke sana dulu tapi tolong jagain nih pos ya sebentar, takutnya ada tamu atau maling yang menyusup ke kampus." Pak satpam terkekeh.
"Mana mungkin ada tamu hujan-hujan begini sih Pak?Mending tidur aja deh daripada bertamu."
"Kali aja Tan ada kepentingan mendesak."
"Maling kayaknya juga takut mati deh Pak. Tidak akan mau menerjang badai seperti ini." Chexil menimpali sambil tersenyum.
"Bisa aja sih Non, kalau perut lapar apapun bisa dilakukan Non." Pak satpam tertawa kecil sambil meraih payung yang Nathan bawa tadi lalu melenggang pergi.
"Iya juga sih Pak," jawab Chexil sambil tersenyum membuat Nathan yang kebetulan menoleh melihat senyum manis yang tertoreh di bibir gadis tersebut.
Nathan pun ikut tersenyum dan mengangguk sopan pada gadis tersebut sebagai ganti sapaan. Chexil pun menjawab dengan anggukan.
Hujan semakin bertambah deras dan angin kencang merobohkan beberapa bangunan dan menumbangkan pohon-pohon. Akses jalan sulit dilewati karena ada sebagian pohon yang bahkan tumbang melintang di tengah jalan.
Sialnya, sopir yang ditugaskan untuk menjemput Chexil harus menghadapi itu. Dia berusaha menyingkirkan pohon-pohon di jalanan agar mobilnya bisa lewat. Sesama sopir yang melintas saling membantu, menggotong pohon yang tumbang ke pinggir jalan agar mobil mereka bisa melintasi jalanan.
Di dalam pos satpam tubuh Chexil sudah tampak menggigil. Kemeja pendek dan rok selutut yang dia pakai tidak mendukung dengan cuaca. Sesekali dia mengusap-usap lengannya untuk sedikit menghilangkan kedinginan. Dinginnya hujan plus angin kencang serasa membuat tubuhnya seperti membeku.
Nathan yang melihat tubuh gadis itu tampak bergetar menahan hawa dingin, segera melepaskan jaket yang dipakainya dan menghampiri gadis itu yang masih tetap saja berdiri sedari tadi.
Dia kemudian memasangkan jaket ke tubuh Chexil dari belakang. Chexil menoleh dan membenarkan letak jaketnya. "Terima kasih," ucapnya.
Nathan hanya mengangguk tanpa bicara satu patah kata pun.
Hening tidak ada yang bicara, hanya suara angin dan petir yang terus menggelegar.
"Duduklah!" Setelah sekian lama tidak ada yang bicara Nathan tiba-tiba menepuk kursi yang ada di sampingnya.
Chexil membalas dengan senyuman sesaat kemudian beranjak ke arah Nathan dan duduk di dekatnya dengan canggung. Selama ini dia tidak pernah berteman terlalu akrab dengan para lelaki apalagi sampai duduk berdua seperti ini tanpa ada orang lain lagi yang menemani.
Dia melirik wajah Nathan. Ekspresi pria itu terlalu sulit untuk ditebak, terlihat cuek dan dingin tidak seperti yang ia lihat tadi yang senyumnya seolah membuat kehangatan ditengah hawa dingin yang menerpa.
Tapi entah mengapa Chexil menyukai sikap dinginnya itu. Seolah dia melihat Nathan begitu sempurna. Sosok pria muda tampan yang tidak terlalu banyak bicara maupun tingkah.
Sesaat kemudian salah seorang teman Nathan memanggil.
"Hei, pantesan kau ku cari-cari sedari tadi tidak ada, rupanya ada di sini." Lucas menyapa Nathan sambil melambaikan tangan.
"Ada apa?"
"Ada yang gawat," kata Lucas.
"Dimana?" Nathan bertanya dengan serius.
Lucas melirik ke arah Chexil. "Siapa?" bisiknya pada Nathan.
Nathan hanya mengangkat bahu tanda tak tahu.
"Gimana si Bro, berduaan sedari tadi masih belum kenalan?" Nathan hanya menggeleng.
"Payah Lo," ujar Lucas sedang Nathan hanya cuek-cuek saja.
Lucas lalu beranjak ke samping Chexil dan mengulurkan tangan. "Lukas," ucapnya memperkenalkan diri.
Chexil menerima uluran tangan Lukas "Chexil." Ia melirik Nathan berharap pria itu juga memperkenalkan diri karena ia amat penasaran dengan nama pria tersebut. Namun nyatanya Nathan sama sekali tidak tertarik untuk memperkenalkan dirinya.
"Ayo pergi!" ajak Lukas sambil menarik tangan Nathan.
"Tunggu dulu, tunggu pak satpam balik setelah itu baru kita pergi."
"Kenapa, kamu mengkhawatirkan dia?" bisik Lukas sambil melirik ke arah Chexil.
"Bukan begitu tapi aku tadi dititipi tempat ini oleh pak satpam tadi."
"Tapi kita ada misi yang lebih penting dari sekedar menjaga tempat ini," ujar Lukas.
"Kalau begitu kamu pergi sendiri. Aku tidak bisa meninggalkan sesuatu yang sudah diamanatkan kepada saya."
Mendengar jawaban Nathan Chexil semakin menyukai pria itu sedang Lukas tampak jengkel karena temannya yang satu itu tidak bisa dipaksa kalau sudah tidak memutuskan sesuatu.
Pak satpam muncul berjalan pelan ke arah mereka bertiga. Bersamaan dengan itu sopir yang menjemput Chexil datang.
"Nah itu pak satpam sudah kembali," ujar Lukas pada Nathan.
"Nah itu dia Non sopirnya sudah datang," ujar pak satpam.
"Iya Pak," sahut Chexil.
Sopir turun dari mobil kemudian mengembangkan payung dan berjalan ke arah pos satpam.
"Ayo Non," ucap sang sopir sambil memayungi Chexil.
"Terima kasih Pak." Sopir keluarga Chexil berterima kasih kepada pak satpam karena selama ini selalu menitipkan Chexil pada satpam agar dijagakan sebelum ia datang menjemputnya.
"Sama-sama pak," jawab pak satpam.
"Terima kasih, jaketnya nanti aku kembalikan setelah selesai dicuci," ucap Chexil pada Nathan dan seperti biasa Nathan selalu merespon dengan anggukan.
"Ayo Pak," ajaknya pada pak sopir lalu ia melangkah ke arah mobil. Sampai di dalam mobil Chexil memandang ke arah Nathan lewat kaca mobil sambil senyum-senyum sendiri.
Sopir yang melihat anak majikannya senyum-senyum lewat kaca spion mengikuti kemana arah mata sang Nona memandang. Ternyata mata Nona nya mengarah ke pria muda yang sedang duduk bersama pak satpam.
"Nona menyukainya ya," ucap sang sopir.
"Ah nggak kok Pak," kilah Chexil.
"Tapi mata Nona mengatakan seperti itu," gumam pak sopir.
Bersambung....
Ini Novel kedua yang insyaallah akan saya up sampai tamat. Jangan lupa dukungannya ya Reades, baik berupa like, vote, rate bintang 5, hadiah, maupun komentarnya. Terima kasih.🙏
Setelah Chexil hilang dari pandangan barulah Nathan bangkit dari duduknya dan mengajak Lukas untuk pergi.
"Ayo katanya ada yang gawat!"
"Kita pergi dengan mobilku atau mobilmu saja?" tanya Lukas.
"Terserah tapi kalau bawa mobilku kamu saja yang nyetir, soalnya aku lagi males."
"Tumben kamu males biasanya paling bersemangat diantara kita-kita."
"Sebenarnya aku paling malas bepergian ditengah-tengah cuaca seperti ini. Terlalu ekstrim."
"Misi kita lebih ekstrim Bro." Lukas menepuk pundak Nathan dan Nathan hanya mengangguk malas. Kemudian Lukas memakai jas hujan yang sempat ia lepas tadi dan berjalan menuju parkiran untuk mengambil mobil Nathan.
Setelah sampai di depan pos satpam Lukas menghentikan mobilnya. "Ayo Nat cepetan!" Nathan pun mengangguk dan ikut masuk ke dalam mobil.
"Sorry gue pake' mobil elo, sebab kayaknya mobil ini yang lebih cocok dipakai saat cuaca seperti ini."
"Tidak apa-apa, pakai saja."
"Lo aneh sedari tadi, kayak nggak semangat gitu, emang ada apaan sih?"
"Kan aku sudah bilang, hari ini aku lagi malas."
"Apa karena cewek tadi?"
"Nggak ada hubungannya," tukas Nathan.
"Kali aja elo terus memikirkan dia jadi nggak semangat buat melakukan ataupun memikirkan hal yang lain."
Plak!
Nathan memukul lengan Lukas "Jangan bercanda Bro, aku bukan elo yang lihat cewek cantik dikit langsung melotot. Bisa-bisa bola mata Lo lompat keluar dengan sendirinya." Sedari tadi Nathan melihat mata Lukas memandang Chexil tak berkedip.
"Mataku tuh Nat emang pintar kalau lihat cewek cantik otomatis tak berkedip tapi kalau lihat yang bopeng-bopeng dikit langsung merem."
"Bukan pinter tapi itu yang namanya mata keranjang."
"Aish mata keranjang," ujar Lukas terkekeh.
"Kita mau kemana ini?"
"Mau membantu kepolisian kabarnya sindikat mafia yang selama ini bergerak di Eropa kini mulai masuk ke negara kita dengan menyelundupkan obat-obatan terlarang."
"Memang kita mau ngapain?"
"Ya ampun kok masih nanyak sih?Kayaknya otak Lo oleng ya hari ini kena angin kencang. Tadi Devan telepon kita di suruh bantu kakaknya yang polisi itu untuk menangkap orang-orang itu."
"Elo pikir gampang ya menangkap mereka."
"Ayolah Nathan selama ini kan kita sering membantu mereka untuk menangkap buronan masa sekarang kita menolak sih kalau dibutuhkan lagi."
"Ini berbeda akan sangat susah, terlalu berbahaya. Kita tidak tahu jaringan mereka ada di mana saja. Jangan-jangan bukannya kita yang menangkap tapi malah kita yang tertangkap."
"Ayolah Bro jangan pesimis begitu, kalau tidak dicoba mana tahu kita bisa atau tidak lagipula aku tadi sudah menyanggupi untuk ikut membantu mereka."
"Ya sudahlah terserah kamu. Terus kita akan kemana ini?"
"Ke pelabuhan karena kita harus melakukan pelayaran. Kabarnya mereka akan sampai dalam setengah jam di tengah laut perairan kita."
"Elo yakin dalam kondisi seperti ini akan melakukan pelayaran? Oh God, bisa mati aku sebelum menikah," ujar Nathan sambil menggaruk-garuk kepalanya.
"Cih lebay Lo kayak adek Lo si Tristan."
"Jangan bawa-bawa adik gue."
"Iya-iya sorry, tapi kita harus bergegas soalnya menurut kabar mereka akan melakukan transaksi di tengah laut dan mereka memang sengaja mengambil waktu saat cuaca seperti ini agar gerakannya tidak tercium oleh publik dan polisi bisa saja kesusahan untuk menangkap mereka dalam kondisi seperti ini."
"Iya gue paham."
"Ya sudah ayo turun kita sudah sampai. Tuh mereka sudah menunggu kita."
Setelah memarkirkan mobilnya mereka bergegas ke tempat para polisi yang kini sudah siap dengan berbagai peralatan yang dibutuhkan. Mereka semua kemudian langsung menaiki spead board dan langsung menuju lautan.
Sampai di tengah laut seorang polisi dengan mengendari jetski menghampiri kapal mereka dan mengabarkan bahwa kapal musuh sudah memasuki wilayah.
Mereka pun bersiap-siap untuk melakukan penangkapan. Saat ada kapal besar yang bergerak ke arah mereka, mereka langsung bergerak mendekat. Namun ternyata setelah diperiksa kapal tersebut hanya membawa barang-barang biasa tak seperti kabar yang terdengar bahwa mereka membawa narkoba.
"Ya sudah lanjutkan perjalanannya!" ujar salah satu polisi kepada nakhoda kapal pengiriman barang tersebut.
"Itu ada kapal lain." Lukas berkata sambil menunjuk ke arah depan kapal.
"Ayo kejar!"
Mereka pun mengejar kapal tersebut. Melihat kapal tersebut semakin menjauh membuat mereka semua curiga bahwa kapal itulah yang mereka incar.
"Pinjam jetski nya," ujar Nathan kepada beberapa polisi yang terlihat mengendarai jetski. Salah satu dari mereka memberikan jetskinya kepada Nathan kemudian dirinya naik ke spead bord bergabung dengan anggota polisi yang lain.
Saat ditengah laut arah Nathan berbalik, dia yang biasanya mengambil arah ke kiri sekarang malah berbalik ke arah kanan. Dia hanya memberikan kode pada polisi dengan lambaian tangan supaya polisi yang lain ada yang mengikuti arah gerakannya. Namun sayangnya pemandangan laut yang berkabut dan angin kencang membuat pemandangan menjadi kabur.
Sedangkan polisi yang lainnya terus saja bergerak ke kiri mengikuti kapal tadi. Namun sayangnya kapal yang mereka kejar tidak membawa barang-barang yang mereka cari.
"Dimana Nathan?" Lukas yang menyadari sahabatnya sedang tidak ada di sekitar menjadi khawatir.
"Ada apa Lukas?"
"Nathan Pak kok tidak ada ya?"
"Saya lihat dia berbalik arah tadi," sahut salah satu polisi.
"Kalau begitu kita berbalik arah saja Pak. Kita harus menyusul dia barangkali dia melihat sesuatu. Bukankah barang yang kita cari tidak ada di sini?"
"Baiklah, walaupun kapal ini terlihat mencurigakan tapi kita tidak menemukan bukti di sini."
Sedangkan di bagian tengah laut yang lain jetski yang Nathan kendarai mengeram karena kehabisan bahan bakar. Dia yang mencurigai perahu nelayan tadi bekerja sama dengan kapal tadi segera mengejarnya namun ternyata nasib baik tidak berpihak padanya. Jet ski nya macet di tengah laut.
"**** mengapa macet di sini sih?" Nathan memukul bagian body jet ski, "Apa yang harus aku lakukan?" Nathan menggaruk kepalanya, khawatir tidak ada yang melihat gerakannya tadi. Bagaimana kalau tidak ada yang menolongnya.
Sedang ia dalam keadaan panik angin kencang dan hujan deras terus melanda. Ombak besar datang bergulung ke arahnya. Nathan mencoba menyeimbangkan diri dan jet ski nya. "Mama maafkan Nathan tidak mendengarkan perkataan mama." Ia berucap dalam hati, pasrah dengan keadaan walaupun usianya harus sampai di sini, paling tidak dia berakhir dengan keadaan memperjuangkan keselamatan rakyatnya dari ancaman narkoba yang bisa merusak mental warga negara.
Beberapa saat kemudian spread board polisi sampai dan menolong dirinya.
"Ya Tuhan terima kasih kau masih memberikan kesempatan untukku hidup." Nathan mengucapkan syukur kepada Tuhan di dalam hati.
"Pak saya curiga kapal tadi telah memindahkan barang ke dalam perahu yang saya ikuti tadi dan kapal tersebut telah berhasil memancing kita untuk terus mengikutinya."
"Kamu benar kita sudah terkecoh. Kemana arah perahu itu bergerak?"
"Ke arah sana Pak," tunjuk Tristan.
"Oke kita akan terus mengikuti. Pak percepat laju kapalnya!" perintahnya pada sang nakhoda.
Polisi lain tampak menghubungi polisi daratan agar segera mencegat di pinggir-pinggir pantai.
"****!" Dia mengumpat sendiri karena tidak bisa terhubung karena sinyal.
"Sepertinya kita akan gagal lagi sekarang," ujar salah satu polisi setelah beberapa jam mengitari laut tidak jua menemukan perahu tersebut.
Bersambung.....
Sampai di garasi rumahnya Chexil turun dari mobil dengan bersenandung kecil, wajahnya terlihat sumringah.
Ketika memasuki rumah, mommy Karla merasa aneh dengan sikap putrinya tersebut.
"Ada apa nih, kenapa senyum-senyum sendiri?"
"Lagi senang aja Mom," jawabnya cepat sambil terus berjalan ke dalam kamar. Ia melepaskan jaketnya dan meletakkan tas ransel ke tempatnya. Setelah itu ia naik ke atas ranjang untuk lalu berbaring.
"Ada apa sih Pak dengan Chexil?" Mommy Karla yang masih penasaran memilih bertanya pada pak Didik, sopir pribadi yang ditugaskan mengantar jemput putrinya.
"Kayaknya dia menyukai seseorang deh Nya," sahut pak Didik.
"Pacaran dia?" tanya mommy Karla.
"Kalau itu mah saya tidak tahu menahu Nya."
"Oh begitu ya, baiklah terima kasih."
"Iya Nya." Pak Didik masuk ke dalam rumah dan langsung menuju dapur sedangkan mommy Karla menyusul Chexil ke kamarnya.
Di dalam kamar Chexil nampak memandangi langit-langit kamar sambil sesekali tersenyum. Bayangan ketika tadi Nathan tersenyum padanya dan memasangkan jaket ke tubuhnya masih terus terbayang.
Ganteng banget sih tuh orang.
Chexil menciumi jaket yang dikenakannya tadi, aroma maskulin menguar di hidungnya.
Wangi banget. Chexil terus saja mengendus bau parfum Nathan yang masih menempel di jaket tersebut.
"Dor!" Mommy Karla yang melihat tingkah aneh putrinya merasa tidak tahan kalau hanya sekedar mengintip dari balik pintu, dia langsung membuat Chexil kaget.
"Apa sih Mom!" protes Chexil.
"Kenapa kamu senyum-senyum sendiri kayak tadi? Mommy khawatir anak mommy jadi gila," goda Mommy Karla.
"Mom aku tadi ketemu cowok di kampus, ganteng banget." Chexil langsung curhat pada sang ibu.
"Terus?"
"Hemm, kayaknya Chexil suka deh makanya terus terbayang dari tadi apalagi ia perhatian banget."
"Oh ya? Perhatikan bagaimana maksudmu?" tanya mommy Karla penasaran.
"Dia tadi melepaskan jaketnya dan memasangkan pada Chexil saat melihat Chexil kedinginan."
"Oh itu? Itu mah biasa, mungkin dia kasihan saja melihat kamu kedinginan makanya dia lakukan itu."
"Ah mommy." Chexil cemberut mendengar perkataan mommy Karla karena perkataannya itu telah menurunkan tingkat halunya yang tinggi. Padahal dari tadi Chexil menghayal kalau Nathan itu mengatakan cinta padanya.
"Jangan terlalu baper dengan tingkah laki-laki, mommy hanya takut kamu kecewa," ucap Mommy Karla mengingatkan.
"Tapi kalau memang dia juga menyukai Chexil apakah mommy akan mengizinkan kami pacaran?"
"Kalau memang dia orang baik-baik dan juga bisa mencintaimu dengan tulus mommy pasti akan merestui, ya walaupun Daddy kamu masih melarang dirimu untuk pacaran. Nanti mommy akan usahakan untuk menutupi semua itu dari Daddy kamu."
"Terima kasih ya Mom." Chexil berucap sambil memeluk mommy Karla. Mommy Karla hanya mengelus-elus puncak kepala putrinya. Dia merasa sedih karena mengingat semua laki-laki yang mendekati putrinya selalu mundur karena mengganggap Chexil adalah anak dari seorang penjahat.
Karla tidak tahu mereka mendapatkan gosip darimana. Yang dia tahu, suaminya -Felix Fernandez- adalah pebisnis handal yang bisnisnya menguasai negara Eropa walaupun dia tidak pernah diberitahu sekalipun bisnis apa yang dijalankan sang suami. Saat ditanya sang suami hanya mengatakan tidak perlu banyak tanya yang penting uang yang dia kirim untuknya adalah uang halal. Maka dari itu Karla tidak mau bertanya lagi.
"Ingat sebelum kamu tahu bahwa dia juga mencintaimu, jangan terlalu dalam jatuh dalam perasaanmu. Karena semua yang terlihat tidak selalu seperti yang kau pikirkan."
"Apa ini yang dinamakan cinta Mom?" Chexil bertanya pada mommy Karla sambil mendongakkan wajahnya ke atas, memandang wajah mommy Karla yang masih terlihat cantik meski di usianya yang sudah setengah baya.
"Tergantung sayang, kalau kamu terus mengingatnya mungkin saja memang cinta tapi kalau ingatnya cuma pas-pas awal bertemu kayak gini terus hilang begitu saja mungkin kau hanya menyukainya. Satu hal lagi kalau kamu memang mencintainya kamu akan menerima dia apa adanya tapi kalau kau hanya menyukainya kau akan kecewa dan benci ketika tahu akan kebenaran sifatnya yang mungkin kamu tidak sukai."
"Iya Mom, aku juga bingung sih apa aku mencintainya atau justru hanya menyukainya."
"Apapun yang kau rasakan nikmati saja sayang," ujar mommy Karla.
"Terima kasih Mommy, pokoknya mommy yang terbaik," ujar Chexil semakin erat memeluk mommy Karla.
"Dingin ya makanya peluk mommy kayak gitu?" goda Mommy Karla.
"Ah mommy," ucap Chexil sambil mencebik manja lalu semakin mengeratkan pelukannya. "Bukan karena dingin tapi karena sayang," lanjut Chexil.
"Sudah, sudah," ucap mommy Karla sambil mengurai pelukannya.
"Jaket ini harus dikembalikan kan?" Chexil mengangguk. "Aku berjanji untuk mengembalikannya setelah selesai dicuci."
"Kalau begitu kasih sama si Mbok biar lekas dicuci!" perintah mommy Karla.
"Jangan dulu deh Mom aku masih pengen cium-cium nih jaket."
"Terserah kamu," ujar mommy Karla sambil geleng-geleng kepala. Namun dia maklum di usia Chexil yang sekarang memang sudah saatnya gadis itu jatuh cinta, apalagi melihat teman seusianya sudah pada punya kekasih.
"Cepat ganti baju dan mommy tunggu di meja makan ya!" ujar mommy Karla sambil berlalu keluar kamar.
"Iya Mom." Chexil segera mengganti pakaiannya dengan pakaian rumahan baru setelah itu menghampiri mommy Karla yang ada di meja makan.
"Ayo sayang makan, tadi mommy bantuin si Mbok buat masakan kesukaan kamu," ujar mommy Karla sambil menyodorkan tongseng jamur tiram kehadapan putrinya.
"Mommy tahu aja yang Chexil mau," ujar gadis sambil terkekeh.
"Ini juga baik dikonsumsi pas lagi musim hujan seperti ini," ujar Mommy Karla lagi sambil menyodorkan gulai kambing ke depan putrinya.
"Nanti Chexil cobain semuanya Mom," kata gadis tersebut samb tersenyum lalu menyendok nasi dan beberapa lauk yang diinginkannya.
Di tengah-tengah makannya Chexil menanyakan keberadaan ayahnya. "Mom kapan Daddy pulang? Kok lama sih dia tidak pulang-pulang, Chexil kan kangen."
"Chexil Daddy kamu sedang bekerja Nak, jadi mommy minta kamu mengerti yah!"
"Sampai kapan kita akan terus hidup berdua seperti ini Mom? Apakah mommy tidak ingin hidup normal seperti yang orang lain? Bagi Chexil harta yang Daddy kumpulkan tidak akan bisa menebus kebersamaan Daddy dengan keluarga yang harus hilang."
Mommy Karla hanya menarik nafas panjang. Dia tidak bisa berbuat banyak. Berulang kali dia mendiskusikan tentang ini dengan Felix tetapi pria itu tidak mau mendengarkan permintaannya. Karla tahu Chexil membutuhkan kasih sayang dari ayahnya bukan hanya sekedar materi yang disuguhkan.
"Kita bersabar saja ya Nak, semoga saja suatu saat Daddy kamu berubah pikiran."
Chexil hanya mengangguk kemudian melanjutkan makan siangnya.
Setelah makan ia kembali ke kamar. Ketika melihat jaket Nathan dia jadi ragu haruskah
jaket itu ditahan dulu di sini ataukah segera dicuci untuk dikembalikan.
"Kayaknya harus segera dicuci nih, kalau tidak pria itu pasti menganggap ku tidak amanah, dengan mengulur-ulur waktu untuk mengembalikan barang miliknya." Segera Chexil bergegas ke ruang belakang kemudian untuk mencuci jaket tersebut.
"Biar aku yang nyuci Non." Si Mbok menawarkan diri.
"Tidak usah Mbok aku bisa sendiri," tolak Chexil membuat si mbok mengerutkan kening karena merasa aneh. Tumben anak majikannya ini mau mencuci bajunya sendiri.
"Sudahlah Mbok biarkan saja dia," Mommy Karla yang kebetulan lewat menepuk pundak si mbok sambil sambil tertawa kecil.
"Eh..iya Nya," jawab si Mbok semakin tidak mengerti, mengapa nyonyanya itu membiarkan putri satu-satunya itu mencuci sendiri
"Malah diketawain lagi," gumam si Mbok.
Bersambung.....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!