Selamat Membaca
🌿🌿🌿🌿🌿
Riuhan serta suara langkah drap sepatu para siswa dan siswi nampak terdengar menghiasi lorong sekolah hingga menuju aula. Kini para siswa dan siswi yang telah menduduki kelas dua belas itu, nampak mulai memenuhi ruangan aula sekolah dengan duduk di antara banyaknya kursi yang telah disediakan.
Ya, di pagi hari yang cerah ini, adalah hari pengumuman kelulusan siswa dan siswi SMA 1Harapan. Mereka semua nampak begitu senang sekaligus deg - degan karena para guru masih akan mengumumkan kelulusan mereka. Begitupun dengan yang dialami oleh seorang siswi cantik ini, yaitu Nadira Ayu.
Ya, Nadira Ayu adalah salah seorang siswi yang berparas sangat cantik di sekolahnya. Banyak dari para siswa yang begitu mengagumi dirinya. Sosoknya yang pendiam dan sopan, membuatnya banyak di sukai oleh para siswa, namun Nadira, bukanlah gadis yang bisa dengan mudah ditaklukkan. Dirinya yang begitu baik dan sangat menghormati kedua orang tuanya, membuat Nadira merasa enggan untuk menjalin hubungan dengan pria manapun, karena itulah yang diminta oleh kedua orang tuanya.
" Kapan sih pemberitahuan kelulusan kita akan diumumkan, aku tak sabar sekaligus dag dig dug ini ". Seru Fitri pada kedua sahabatnya.
" Iya sama, aku juga begitu Fit, jantungku rasanya deg - degan terus dari tadi, untung jantungku ini ciptaan Tuhan, coba kalau buatan pabrik, pasti sudah copot ini ". Sahut Rika dengan memegangi dada sebelah kirinya.
" Ih, kamu apa sih Rik, terlalu lebay kamu, mau tahu kabar tentang kelulusan saja jantungnya sampai mau copot ". Sahut Fitri sinis, karena menurutnya temannya itu sangatlah berlebihan.
" Aduh Fit, maksudnya jantung mau copot itu hanya istilah saja, karena aku dari tadi memang deg - degan ". Ralat Rika, karena itulah maksud dari ucapannya.
Rika lalu menatap pada sahabatnya yang agak pendiam. Nampaknya sahabatnya terlihat tenang - tenang saja.
" Dira ". Seru Rika.
" Iya, ada apa Rik? ". Tanya Nadira dengan pandangannya yang langsung menoleh pada sang sahabat.
" Kamu dari tadi kenapa diam, memangnya kamu tak merasa deg - degan apa, kan hari ini pengumuman kelulusan kita ". Sahut Rika dengan masih menatap Nadira.
" Ya sebenarnya deg - degan juga Rik, tapi kan aku harus tetap tenang, yang terpenting apapun nanti hasilnya, ya harus diterima dengan baik ". Sahut Nadira dengan gayanya yang memang nampak selalu tenang.
" Huum... kamu memang benar Dira, mungkin karena akunya yang terlalu heboh ". Sahut Rika.
Dan akhirnya ketiga gadis remaja itupun menatap ke depan melihat para guru yang sudah bersiap memberikan pengumumannya.
" Baiklah anak - anak kami akan memberitahukan nya, selamat untuk semua anak - anakku, kalian semua dinyatakan lulus ". Seru bu Wulan.
Sontak semua siswa dan siswi yang ada ruangan aula itupun merasa sangat senang. Bahkan tak sedikit dari mereka ada sempat menjatuhkan air mata bahagianya.
" Alhamdulillah, akhirnya kita semua lulus, terima kasih ya Allah ". Syukur Nadira, sudah tak bisa digambarkan lagi bagaimana rasa bahagianya.
" Aku sangat senang, akhirnya kita semua bisa lulus bersama ". Seru Fitri.
" Iya aku juga senang, aku sudah tak sabar tahu ingin segera kuliah ". Sahut Rika.
Lalu ketiga sahabat yang sedang dilanda rasa bahagia itupun saling berpelukan dengan meluapkan emosi kebahagiaan nya. Akhirnya, perjuangan mereka selama tiga tahun dalam menempuh pendidikan sekolah menengah atas, telah membuahkan hasil yang begitu sangat membahagiakan.
*****
Senyum kebahagiaan masih terus terpancar di paras cantiknya. Selain dinyatakan lulus, dirinya juga dinyatakan sebagai salah seorang siswi dengan kelulusan nilai terbaik, tentu dirinya sangatlah bahagia, dan kebahagiaan ini pastinya akan semakin berlipat ganda kala dirinya memberikan kabar penting ini pada keluarga tercintanya.
" Assalamualaikum, selamat sore pak Ilham ". Sapa Nadira ketika dirinya sudah memasuki halaman rumahnya.
" Waalaikumsalam, selamat sore non Nadira ". Sahut sang security pak Ilham dengan senyuman ramahnya.
Lalu Nadira pun terus melenggang masuk ke rumahnya.
" Wah, ada apa dengan non Dira, kelihatannya sangat senang sekali, huum syukurlah, saya ikut senang non jika non Dira bisa tersenyum seperti itu ". Gumam pak Ilham dengan masih menatap punggung mungil Nadira hingga hilang di balik tembok.
Bukan tanpa sebab pak Ilham bermonolog seperti itu, pasalnya Nadira selalu diperlakukan layaknya bukan anak kandung bagi tuan dan nyonya nya, entahlah, pak Ilham sendiri juga tak paham, mengapa kedua majikannya itu bisa bersikap demikian pada putrinya sendiri.
Nadira terus melangkahkan sepasang kaki jenjangnya menuju ruang tamu, hingga di mana dirinya sampai di tempat yang dituju, nampak kedua orang tuanya dan juga sang kakak, terlihat menikmati tontotan tv mereka.
" Assalamualaikum pa ma, kak Siska, Dira sudah datang ". Serunya, lalu gadis remaja itupun langsung mencium punggung kedua tangan orang tuanya secara bergantian.
" Kak Siska ". Seru Dira yang ingin mencium tangan kakaknya.
" Apa sih kamu, jangan sok menghormati aku deh, kalau sudah salaman sama papa dan mama ya sudah, tidak perlu salaman sama aku lagi ". Sahut Siska ketus, bahkan raut wajahnya pun menunjukkan betapa tak sukanya ia pada Nadira.
Nadira yang diperlakukan seperti itu oleh kakaknya pun hanya diam. Sudah hal yang biasa jika kakanya Siska tak pernah bersikap baik padanya.
Nadira pun akhirnya duduk di samping sang papa. Nampaknya gadis itu sudah tak sabar ingin memberitahukan kabar tentang kelulusan terbaiknya pada sang papa dan juga mamanya.
" Pa ma, Dira punya kabar baik dan menggembirakan ".
" Pa, ma, kak Siska, Dira sudah dinyatakan lulus dari sekolah, dan apa kalian tahu, Dira memperoleh nilai terbaik di sekolah ". Seru Dira dengan rasa bahagianya.
" Benarkah nak, kamu lulus dengan nilai terbaik? ". Seru sang papa Yudi.
" Iya pa, Dira lulus dengan nilai terbaik di sekolah ". Sahut Dira lagi.
" Alhamdulillah, papa turut senang mendengarnya nak ". Seru Yudi, lalu ia pun memeluk putrinya Dira.
Jika sang papa Yudi begitu sangat senang dengan kabar prestasi yang sudah diraih oleh Dira, maka beda halnya dengan Santi sang mama dan juga Siska sang kakak. Dua wanita beda generasi itu nampak bersikap acuh dan tak peduli sama sekali dengan apapun yang telah diraih oleh Dira, lebih tepatnya, mereka sama sekali tak peduli dengan Dira.
*****
Hembusan angin malam terasa mulai menyapu setiap bagian kulit indahnya. Mulai terasa dingin, itulah yang Dira rasakan. Tak ingin jika tubuh mungilnya semakin kedinginan, Dira si gadis remaja itupun mulai menutup jendela kamarnya.
Dira mulai duduk di kasur empuknya, tubuhnya pun ia sandarkan di sandaran kasur yang terpasang kokoh itu. Nadira menatap lurus ke depan, pikirannya kini menerawang mengingat masa - masa kecilnya hingga saat ini.
Dan tanpa terasa, air mata itu kembali terjatuh menetes membasahi kedua pipi putihnya. Nadira berusaha mengingat - ngingat akan perhatian mamanya yang manakah yang pernah dirinya rasakan?, namun, tak ada satupun perhatian dari sang mama yang pernah dirinya rasakan.
Nadira selalu berharap jika dirinya bisa disayang, diperhatikan, dan dipedulikan oleh mamanya, tapi, rasanya itu hanyalah sebuah keinginan saja, keinginan yang begitu ingin didapat dari mamanya sendiri yang mungkin tak akan pernah ia dapatkan.
Terkadang Nadira berpikir, apakah mamanya itu benar mama yang sudah melahirkannya?, lalu mengapa mamanya tak pernah memperlakukannya layaknya putrinya sendiri?, apakah dulu sewaktu mamanya mengandung dirinya karena terpaksa?, sehingga dari keterpaksaan itulah mamanya tak bisa menyayangi nya hingga sekarang.
" Ma, Dira juga ingin di sayang sama mama, Dira juga ingin bagaimana mama bisa menenangkan disaat Dira sedang sedih, Dira juga ingin ma ". Gumam Nadira sedih dengan air matanya yang masih setia mengalir.
Nadira masih menangis larut dalam meratapi nasibnya. Hingga dirinya merasa lelah menagis, Nadira pun memutuskan untuk tidur saja, karena esok pagi, Nadira tak bisa berdiam, karena dirinya masih harus bekerja untuk selalu membuat tempat tinggalnya ini selalu bersih dan rapi, lebih tepatnya, Nadira menjadi seorang pembantu di rumahnya sendiri.
*****
Hari libur sekolah, tak membuat si gadis cantik Nadira juga bisa berlibur. Melakukan pekerjaan rumah tangga di rumahnya sendiri adalah hal yang sudah rutin dirinya lakukan. Seperti di pagi hari ini. Usai dengan sholat subuhnya, Nadira langsung menuju dapur untuk membuatkan sarapan bagi keluarganya, hingga waktu sudah hampir menjelang pagi, gadis cantik itu melanjutkan pekerjaannya untuk membersihkan rumah.
Berkeringat di pagi hari adalah hal yang biasa baginya. Meski rasa lelah selalu dirinya rasakan, namun Nadira tetap senang, karena apa yang dilakukannya demi keluarga tercintanya.
" Sabar Dira, tinggal sedikit lagi, pasti setelah ini akan selesai ". Gumam Nadira di sela - sela aktivitas menyapunya.
Nadia terus menyapu lantai rumahnya yang cukup luas itu dengan penuh ketelatenan, hingga tak lama dari itu...
" Dira ". Panggil Yudi.
Dira pun langsung menoleh pada papanya.
" Iya pa, ada apa? ". Sahutnya.
" Letakkan dulu sapu itu nak, ada yang ingin papa dan mama mu bicarakan ". Jelas Yudi.
" Baiklah pa ". Sahut Nadira dengan langsung meletakkan sapunya.
Nadira langsung mengikuti saja langkah papanya itu menuju ruang tamu, entah apa yang ingin dibicarakan oleh papa dan juga mamanya, nampaknya terlihat begitu serius.
" Duduklah nak ". Seru Yudi lagi.
" Ada apa pa ma, kenapa papa dan mama terlihat sangat serius? ". Sahutnya yang ingin memastikan.
Yudi tak langsung menyahut pertanyaan Nadira, untuk mengucapkan semuanya sangatlah butuh kehati - hatian agar Nadira tak merasa dirampas kebahagiaan nya.
" Nadira ". Seru Santi pada akhirnya.
" Iya ma ada apa?, Nadira sudah di sini ". Sahut Nadira lagi, sungguh Nadira merasa bingung dengan sikap kedua orang tuanya.
" Mama tidak suka berbasa - basi, kamu tahu itukan, jadi dengarkan mama baik - baik ".
" Satu minggu lagi, kamu harus menikah dengan Dani ". Jelas Santi.
Deg...
Bak mendapat sambaran petir yang begitu dahsyat. Nadira sangat terkejut bukan main. Apa yang dirinya tak salah mendengar?. Nadira terdiam membeku. Apa yang diucapkan oleh mamanya bagai sebuah belati tajam yang telah menikam begitu hingga ke dasar hatinya. Mengapa mamanya berkata seperti itu?.
" Ma, apa maksud mama, apa maksud mama yang mengatakan jika Dira harus menikah? ". Sahut Nadira, bahkan derus nafasnya pun mulai naik turun.
" Kamu memang harus menikah Dira, agar mama dan papamu tidak terbebani lagi karena harus mengeluarkan biaya untuk keperluan hidupmu ". Sahut Santi dengan tanpa perasaan.
Hati Nadira begitu sangat tersayat. Apa yang diucapkan oleh mamanya benar - benar telah membuat torehan luka yang begitu sangat mendalam. Bagaimana bisa mama kandungnya sendiri berkata seperti itu?, jadi selama ini orang tuanya merasa terbebani karena harus membiayai hidupnya?.
Yudi yang melihat kesedihan Nadira sebenarnya merasa tak tega, namun harus bagaimana lagi?, dirinya juga tak bisa berbuat apa - apa.
" Jadi enak kan, kalau kamu menikah, semua kebutuhanmu, suamimu yang akan menanggung semuanya? ". Lanjut Santi lagi.
" Tapi ma, Dira belum ingin menikah, Dira masih ingin kuliah ma ". Sahutnya sedih, bahkan kedua bola mata indahnya itupun nampak siap menjatuhkan air matanya.
" Apa kuliah?, kamu pikir kuliah itu tidak butuh biaya?, masih untung papa sama mama menyekolahkan kamu hingga lulus SMA, kalau tidak, akan jadi apa kamu ". Sahut Santi dengan nada kesalnya.
" Tapi ma, Dira masih belum siap untuk menikah, tak apa jika mama dan papa tak mau menguliahkan Dira, tapi, tolong jangan suruh Dira untuk menikah, Dira mohon ma pa ". Sahutnya memohon, bahkan air mata itupun benar-benar telah terjatuh.
" Sudah - sudah jangan menangis, pokoknya mama tidak mau tahu, minggu depan, kamu sudah harus menikah dengan Dani ". Pungkas Santi, lalu ia pun segera pergi dari ruangan itu.
Nadira menangis dengan begitu terisak. Dadanya juga terasa begitu sesak. Sakit, ini benar-benar menyakitkan. Bagaimana bisa kedua orang tuanya tega memutuskan hal besar secara sepihak seperti ini dengan tanpa memikirkan perasaannya. Bahkan papa nya pun, sosok yang selama ini masih bisa dirinya jadikan sebagai tempat sandaran, juga tak bisa berbuat apa - apa. Sungguh Nadira tak pernah membayangkan jika masa depan yang dirinya impikan akan berjalan dengan baik malah harus bernasib seperti ini.
Bersambung..........
Hai kakak - kakak, semangat membaca ya.
🙏🙏🙏🙏🙏❤❤❤❤❤
🌿🌿🌿🌿🌿
Selamat Membaca
🌿🌿🌿🌿🌿
Sang hati masih begitu sedih. Kesedihan itupun benar - benar telah tersirat nyata dan tergambar dari lingkaran hitam di sekitar kedua mata indahnya.
Hampir semalaman gadis cantik itu menangis. Dirinya begitu sangat sedih dan tak siap jika harus menikah di usianya yang begitu sangat belia. Masih sekitar lima bulan lagi usianya baru genap delapan belas tahun, tapi, pernikahannya sudah tinggal menghitung hari lagi. Jika Nadira tak memikirkan perasaan kedua orang tuanya, sudah pasti dirinya lebih memilih untuk pergi saja dari rumah ini.
Pagi ini Nadira benar - benar tak semangat melakukan pekerjaan rumahnya. Hati dan pikirannya benar - benar kalut memikirkan nasibnya yang seperti ini.
Seusai mencuci piring kotor di dapur, kini Nadira hendak melakukan pekerjaan yang lainnya, yaitu menyiram beberapa tanaman bunga yang tumbuh subur di halaman belakang rumahnya.
Nadira terus melangkah, hingga saat sepasang kaki jenjangnya itu melewati bagian ruangan tamu yang terhalang oleh dinding, samar - samar dirinya mendengar adanya suara yang begitu cukup familiar di indera pendengarannya.
Ya, Nadira sangat tahu betul siapa pemilik suara itu. Ternyata calon mama mertuanya itu sedang datang bertamu, dan ternyata sang mama dan sang kakak lah yang menemui calon mama mertuanya itu.
" Ada mama dan kak Siska yang sudah menemani mamanya kak Dani, jadi aku tak perlu menemuinya ". Gumam Nadira, lalu gadis remaja itupun berlalu menuju halaman belakang rumahnya.
" Bunga - bunga yang cantik, saatnya aku siram kalian ". Seru Nadira, lalu gadis itupun mulai menyiram tanaman bunga itu dengan air yang sudah mengalir dari dalam selang.
Untuk sesaat kesedihan yang dirasakannya menjadi hilang. Keindahan serta warna dari bunga - bunga itu seolah menjadi hiburan yang begitu menyenangkan untuk hatinya yang sedih.
" Nadira ". Panggil seseorang yang sangat ia tahu siapa orangnya.
" Kak Siska, ada apa kak, kenapa kakak ke mari? ". Sahutnya bertanya.
" Sudah jangan banyak bertanya, lepaskan pekerjaan mu itu, mama menyuruhmu untuk menemui calon mama mertuamu cepat ". Seru Siska tanpa bantahan.
Nadira langsung menurut saja, ia tak ingin jika sampai jadi sasaran kemarahan mamanya, apalagi papanya sedang pergi keluar untuk melihat tokonya, sudah pasti tak akan ada yang membelanya.
" Ini tante, Nadira nya ". Seru Siska dengan menuntun Nadira.
" Nadira, kemarilah nak, duduk di samping tante, tante membawa sesuatu untukmu sayang ". Seru Lusi sang calon mama mertua.
Nadira pun duduk di samping mama dari laki - laki yang akan menjadi suaminya itu. Jujur saja, sebenarnya Nadira merasa risih dengan situasi sekarang ini, namun demi menghormati para orang tua, dirinya harus tetap tenang dalam menghadapi mereka.
Lusi sang calon mama mertuanya itupun mengerahkan dua paperbag pada Nadira, nampaknya wanita paru baya itu sedang ingin melakukan pendekatan pada calon menantunya.
" Dira, dibukanya nanti saja ya sayang, semoga kamu suka hadiah dari tante ". Seru lusi tersenyum setelah memberikan dua paperbag itu.
Nadira hanya memberi respon senyuman saja pada calon mama mertuanya. Dirinya sama sekali tak berminat jika harus memulai pembicaraan dengan calon mama mertuanya, meski sebenarnya tante Lusi ini terlihat baik dan ramah padanya, namun tetap saja, masih butuh waktu bagi Nadira agar dirinya bisa menerima semua ini dengan sepenuh hatinya.
Perbincangan mereka masih terus berlanjut. Nadira pun hanya sesekali menjawab iya ataupun tidak, ketika tante Lusi menanyakan sesuatu padanya. Bahkan tante Lusi itupun banyak menceritakan tentang sikap putranya Dani yang selalu dirinya bangga - banggakan, dan Nadira yang mendengar bagaimana sifat dari calon suaminya itu, sedikit cukup senang, karena calon suaminya Dani sepertinya adalah sosok yang sangat baik dan bertanggung jawab.
Hingga hampir satu setengah jam mereka mengobrol, nampaknya tante Lusi sudah ingin mengakhiri silaturahmi nya, mungkin karena ia masih ada kepentingan lain sehingga ingin menyudahi pertemuan ini.
" Ya sudah jeng, Dira, Siska, kalau begitu saya pamit dulu ya, sepertinya saya sudah harus pulang ". Seru Lusi.
" Aduh jeng, kenapa terburu - buru sih jeng, kami masih ingin bicara loh dengan jeng Lusi ". Sahut Santi.
" Ya lain kali saja ya jeng, sudah, jeng Santi tak perlu khawatir, nanti kalau anak kita sudah menikah, pasti saya dan keluarga akan lebih sering silaturahmi ke mari jeng ". Sahut Lusi dengan memberi pengertian.
" Baiklah jeng, yang dikatakan jeng Lusi memang benar, aduh kalau begitu saya sudah tak sabar ingin kedua anak kita cepat - cepat menikah jeng ". Sahut Santi dengan senangnya.
" Iya jeng, ya kita doakan saja agar semuanya berjalan lancar sehingga apa yang kita inginkan tercapai, amin ". Sahut Lusi.
Dengan bergantian Lusi pun memeluk dan mencium calon besan dan juga calon menantunya Nadira sebelum akhirnya wanita paru baya itupun benar - benar pergi dari kediaman pak Yudi.
Kini hanya tinggallah Santi sang mama, Siska sang kakak, dan Nadira sendiri di rumah itu.
" Kamu itu bagaimana sih Dira?, ada calon mama mertuamu datang kemari harus kamu sambut dengan suka cita, ini malah memasang wajah murung seperti itu, dasar anak tak tahu sopan santun ". Kesal Santi.
" Iya ma, memang anak ini tak punya sopan santun, apa susahnya sih tersenyum pada calon mama mertua sendiri ". Timpal Siska yang membenarkan kalimat mamanya.
Nadira yang mendengar ocehan kesal dari sang mama dan juga kakaknya pun hanya diam. Dan dari sikap mereka berdua sangat jelas di mata Nadira, jika, ternyata mamanya dan juga kakaknya sangat ingin dirinya pergi dari rumah ini. Entahlah, apakah perasaannya ini benar atau tidak, tapi yang pasti, itulah yang dirinya rasakan.
*****
Suasa alam sekitar terasa mulai hangat. Mungkin karena waktu sudah memasuki sore hari wajar saja memang jika rasa panas pun berubah jadi menghangat.
Di dalam kamarnya, Nadira memperhatikan beberapa hadiah yang diberikan oleh tante Lusi tadi, ternyata isinya adalah beberapa perlengkapan make up, parfume, dan juga dua buah syal yang sangat indah.
" Tante Lusi baik sekali, maafkan Dira ya tante yang sudah bersikap sedikit acuh tadi ". Lirih nya.
Tak ada kegiatan rumah apapun pada sore ini, karena semua pekerjaannya telah selesai Nadira lakukan.
Nadira mengedarkan pandangan nya ke arah jendele, entah mengapa dirinya seolah mendengar suara motor yang sangat ia kenal betul siapa pemiliknya, namun kedatangan motor itu masih berada di balik pintu gerbang halaman depan rumahnya.
" Suara itu, seperti suara motor Fitri? ". Gumamnya dengan masih menatap halaman rumahnya.
Dan ternyata benar, kedua sahabatnya lah yang datang. Mereka sepertinya masih berbicara dengan pak Ilham di depan sana. Karena tak sabar ingin menemui kadua sahabatnya, Nadira pun segera keluar dari kamarnya.
Gadis remaja itu melangkah dengan sedikit cepat untuk menyambut kedatangan kedua sahabatnya itu di teras rumahnya.
" Terima kasih ya pak Ilham, kalau begitu kami permisi masuk dulu ". Seru Fitri, lalu gadis itupun kembali melajukan motornya hingga sampai di garasi rumah Nadira.
" Rika, Fitri ". Seru suara seorang gadis yang sangat Rika dan Fitri kenal.
" Nadira ". Sahut keduanya, lalu Rika dengan Fitri pun meletakkan helm mereka sebelum akhirnya melangkah mendekati Nadira.
" Kamu sudah ada di luar saja, kamu tahu ya kalau kita mau datang ke sini? ". Seru Fitri setelah berada di dekat sahabatnya.
" Tadi aku di kamar, dan tak sengaja aku seperti mendengar suara motor mu, ya jadinya aku keluar ". Sahut Nadira.
" Hihihihi... Dir - Dir, sampai sebegitu pekanya kamu sama kedatangan kita, bahkan suara motor ku pun sampai kamu kenali ". Seru Fitri dengan tawanya yang sedikit geli.
" Hahahaha... iya benar sekali ". Timpal Rika yang tak kalah gelinya.
" Ya sudah masuk dulu, kalian datang ke sini tanpa memberitahuku pasti ada yang ingin kalian bicarakan ". Ajak Nadira.
Dan ketiga gadis remaja itupun masuk bersama. Nadira melanjutkan langkahnya menuju dapur untuk membuatkan minuman penyejuk untuk kedua sahabatnya, sedangkan Fitri dan Rika sudah duduk di ruang tamu.
Tak butuh waktu lama, si gadis cantik Nadira pun keluar dengan tiga gelas jus jeruk dan juga kue lapis legit di nampannya.
" Fitri, Rika, ini di minum dulu minumannya, ini rasanya enak loh ". Seru Nadira dengan meletakkan minuman dan makanan ringan itu di atas meja.
" Terima kasih ya Dir ". Seru Rika.
" Iya, jangan lupa kue lapis legitnya juga di makan, ini enak loh, aku sendiri yang buat tadi pagi ". Seru Nadira lagi.
" Wah wah wah, kamu ini Dir dalam hal membuat makanan juga pintar, pintar bersih - bersih rumah, pintar masak, hemm... kamu itu seperti perempuan yang sudah siap jadi istri tahu ". Seru Rika.
Deg...
Hati Dira langsung tertegun setelah mendengar ucapan sahabatnya. Apa yang dikatakan oleh Rika, itu memanglah benar. Dirinya memang seperti perempuan yang sudah siap menikah, karena pada kenyataannya, tak lama lagi, dirinya memang akan segera menikah.
" Dir, kita ke sini ada yang mau kita bicarakan sama kamu, ini tentang kuliah kita ". Seru Fitri.
" Huum betul ". Dehem Rika karena gadis itu sedang mengunyah kue.
" Lalu? ". Tanya Dira singkat.
" Loh, kok malah lalu sih Dir, ya kita harus kuliah lah, itu kan kesepakatan kita dari awal jika kita lulus SMA kita akan kuliah di universitas yang sama, dan menurutku Universitas I, itu adalah salah satu universitas terbaik di daerah kita, bagaimana, kamu mau kuliah di sana? ". Jelas Fitri.
" Tidak ada kuliah ". Sentak suara yang cukup nyaring dari seberang ruangan sana.
Sontak saja Fitri dan juga Rika pun langsung menoleh ke arah sumber suara, dan ternyata mama Dira lah yang menyentak mereka.
" Tante apa kabar ". Seru Fitri.
" Baik ". Sahut Santi ketus.
Baik Fitri maupun Rika sudah tahu bagaimana sifat mama Dira. Jadi mereka sudah paham jika si tante Santi ini, memang tak akan pernah bersikap lembut pada teman - teman Dira.
Namun terasa ada yang mengganjal dalam benak mereka saat ini, apa tadi maksud tante Santi yang mengatakan tidak ada kuliah, memangnya Dira tak akan kuliah?.
" Kenapa kalian menatap tante seperti itu?... oh tak apa, aku sudah paham kenapa kalian bingung ".
" Baiklah, akan tante beri tahu sekarang, dengarkan ya, Nadira itu tidak akan kuliah, kenapa?... karena Nadira akan segera menikah ". Pungkas Santi.
Deg...
"'Apa?... ". Fitri dengan Rika begitu sangat terkejut bukan main. Bahkan mereka membelalakkan kedua bola matanya tak percaya. Benarkah sahabatnya ini akan segera menikah?, tapi, mengapa secepat ini?.
" Dir, benar kamu akan menikah Dir? ". Tanya Fitri dengan masih tak habis pikir.
" Iya Dira, kamu benar mau menikah?... yang benar saja Dir, ingat loh, kamu itu masih sangat muda, masih belum delapan belas tahun, dan kamu sudah akan menikah? ". Timpal Rika yang juga merasa tak habis pikir dengan Nadira.
" Fitri, Rika, bukannya tante sudah memberitahu kalian, kenapa kalian masih bertanya lagi? ". Tegas Santi.
" Bu-bukan seperti itu tante, hanya saja kita sangat terkejut... ba-bagaimana bisa Dira akan menikah secepat ini, terus kuliahnya bagaimana?, dan setahu kami, Dira akan kuliah dengan mengikuti tes IQ di kampus agar mendapat beasiswa pintar, tapi kalau Dira sudah menikah kan, tak akan dapat beasiswa lagi tante ". Seru Fitri yang menjelaskan.
" Kalian ini tak mendengar ucapan tante tadi ya, tak ada kuliah, Nadira tidak akan kuliah, karena Nadira akan segera menikah ". Pungkas Santi lagi dengan sejelas - jelasnya.
Nadira hanya bisa terdiam dan menunduk. Bahkan cairan bening itupun sudah hampir memenuhi setiap sudut kedua bola mata indahnya, hanya dengan satu kedipan saja, maka, cairan bening itupun langsung luruh membasahi kedua pipi putihnya.
" Jadi tante ingatkan pada kalian, jangan lagi kalian bahas soal kuliah - kuliah karena Dira tak akan kuliah ". Lanjutnya lagi.
Sang sahabat Rika dan juga Fitri pun merasa sangat kasihan pada Dira. Sangat terlihat jelas jika sahabatnya ini sedang menahan kesedihannya.
Sebenarnya apa yang telah terjadi, mengapa tiba - tiba Nadira ingin menikah?, dan apa yang terjadi pada hari ini, benar - benar sangat jauh dari impiannya.
Bersambung..........
Hai kakak - kakak, ini adalah karya kedua Author, semangat membaca ya.
🙏🙏🙏🙏🙏❤❤❤❤❤
🌿🌿🌿🌿🌿
Selamat Membaca
🌿🌿🌿🌿🌿
Senyuman kebahagiaan begitu terpancar nyata di wajah semua keluarga yang turut hadir dalam menyaksikan anak - anak mereka yang akan segera melangsungkan pernikahan. Semuanya merasa senang, karena inilah momen yang mereka tunggu - tunggu.
Dengan kebaya putih yang begitu pas di tubuh mungilnya, serta dandanan yang terlihat sederhana namun mewah, benar - benar membuat penampilan Nadira begitu sangat anggun nan elegan.
Semua pasang mata sangat terkagum melihat kecantikan Nadira. Ia yang memang pada dasarnya berwajah cantik dan manis, di tambah lagi dengan sapuan make up yang begitu indah di wajahnya, benar - benar telah menambah kecantikannya.
Sang mempelai pria pun telah duduk tenang di depan penghulu. Ya siapa lagi jika bukan Dani, sang pria muda yang tak lama lagi akan menjadi suami sah Nadira.
Penghulu pun akan memulai ijab kabulnya, hingga akhirnya penghulu itu benar - benar mengucapkan nya sehingga Dani si mempelai pria sudah siap menyahut hingga...
" Saya terima nikah dan kawinnya Nadira Ayu binti Yudi Rahman dengan mas kawin tersebut dibayar tunai ". Sahut Dani lantang dengan satu kali tarikan nafas.
" Bagaimana para saksi sah? ".
" Sah... sah... sah... ". Sahut semuanya.
" Alhamdulillahirobbilalamin ". Seru semuanya mengucap syukur.
Semua keluarga dari kedua mempelai itupun begitu sangat bahagia. Akhirnya pernikahan anak - anaknya yang telah dinanti - nanti itupun terlaksana sudah.
Jika biasanya setelah memasang cincin sang suami akan mencium kening sang istri, namun tidak dengan Dani. Pria muda itu seolah enggan untuk mencium kening Nadira, wanita yang baru saja resmi menjadi istrinya. Entahlah, apa yang terjadi pada Dani. Dan terlepas apakah Dani akan mencium kening Nadira atau tidak, yang pasti, Nadira telah mencium punggung tangan Dani yang telah menjadi suaminya itu semenjak sepasang cincin pernikahan telah tersemat di jari manisnya dan jari manis sang suami.
Awalnya Nadira cukup terheran memang dengan sikap Dani yang menurutnya dingin, namun sesaat kemudian Nadira tak mempermasalahkan hal itu, karena siapa tahu suaminya juga tak menginginkan pernikahan ini sama seperti dirinya.
Lusi sang mama dari Dani pun mendekati putra dan juga menantunya. Wanita paru baya itu lalu memeluk Nadira. Ia sangat bahagia dan bersyukur, akhirnya Nadira gadis cantik dan sopan ini benar - benar menjadi menantunya, dan ini memang keinginan Lusi semenjak dulu.
" Dira, terima kasih ya nak atas kebahagiaan yang sudah kamu berikan untuk keluarga kami ". Seru Lusi dengan masih memeluk Dira.
Dira yang mendengar pernyataan seperti itu dari mama mertuanya pun sangat bingung. Kebahagiaan?, untuk keluarga?, memangnya kebahagiaan apa yang telah dirinya berikan untuk keluarga suaminya?, itulah berbagai pertanyaan yang melanda benak Dira.
" Kapan aku memberikan kebahagiaan untuk keluarga kak Dani?, apa hanya dengan menikah dengannya sudah membuat semua keluarganya mendapat kebahagiaan?, sesederhana itu? ". Batin Nadira.
" Dira ". Panggil Yudi.
Dengan melepas pelukan dari sang mama mertua, Nadira menatap papanya.
" Iya pa ". Sahut Dira.
" Sekarang kamu sudah menjadi milik suamimu nak, kamu sudah menjadi tanggung jawab suamimu, jadi papa harap, kamu bisa menjadi istri yang baik untuk suamimu nak ". Seru Yudi yang berusaha mengingatkan.
Nadira yang mendengar seruan dari papanya merasa sangat sedih. Entah mengapa pernyataan papanya seolah menyiratkan jika dirinya akan jauh dari keluarganya sendiri. Apakah setelah dirinya ikut bersama sang suami akan membuat keluarganya sendiri menjauh darinya?, jika itu memang benar, lalu mengapa harus seperti itu?.
Kedua sahabat Nadira yang juga turut hadir dalam akad nikahnya itu merasa sangat sedih. Baik Fitri maupun Rika bisa merasakan bagaimana kesedihan Nadira sahabatnya. Namun mereka bisa apa, mereka tak bisa berbuat apa - apa. Rencana bisa kuliah bersama ternyata tak berjalan sesuai keinginan mereka, harapan kini hanya tinggal harapan.
" Rika, menurut kamu, sebenarnya apa sih yang terjadi sama Dira, entah kenapa aku merasa ada hal yang sengaja membuat Dira mau tak mau harus menerima pernikahan ini ". Bisik Fitri.
" Aku juga merasa begitu Fit, tapi mau bagaimana lagi, kalau saja Dira punya keinginan untuk kabur dari orang tuanya, sudah pasti aku akan bawa kabur Dira ". Sahut Rik.
" Ih kamu bicara apa sih Rik, kok mau bawa kabur anak orang? ". Sahut Fitri yang tak habis pikir dengan niat sahabatnya.
" Ya habisnya mau bagaimana lagi, orang tua Dira itu suka seenaknya sama Dira, ya meski Dira anak mereka sendiri, bukan berarti mereka bertindak semaunya, ingat loh, orang tua itu punya tanggung jawab untuk membahagiakan anaknya, kalau menyuruh Dira menikah di usia muda apalagi dengan perjodohan yang tidak Dira inginkan seperti ini, sama saja kalau mereka sudah merampas kebahagiaan Dira ". Jelas Rika.
Fitri tak menyahut lagi sahutan dari sahabatnya Rika. Jika dipikir - pikir, apa yang dikatakan oleh Rika memanglah benar, orang tua yang memikirkan kebahagiaan anak - anaknya, tak akan pernah memaksakan kehendaknya pada mereka.
" Dan satu lagi yang membuat aku tak habis pikir, Dira itu kan anak bungsu, usianya masih belasan tahun tapi malah sudah di jodohkan, kenapa tidak anak pertama mereka saja si Siska itu yang mereka jodohkan, kan Siska uaianya sudah dua puluh dua tahun, aneh kan ". Lanjut Rika lagi.
Fitra yang mendengar tambahan kalimat dari sahabatnya ini hanya bisa menghela nafasnya. Apa yang terjadi pada sahabatnya Nadira sungguh terasa janggal memang, namun apalah daya, keinginan orang tua Nadira yang ingin menjodohkannya dengan Dani tak bisa diganggu gugat, sungguh malang memang nasib sahabatnya itu.
Jika kedua sahabat Nadira begitu sangat prihatin dengan nasibnya, maka beda halnya bagi Santi dan juga Siska. Dua wanita beda generasi itu begitu dilanda rasa bahagia karena Nadira telah resmi menikah, maka itu artinya sudah berkurang beban hidup mereka yang begitu sangat mengganggu.
Namun, ibu dan anak perempuannya itu tetap harus memainkan peran cantik mereka di depan semua orang, ya untuk apalagi jika bukan karena mereka ingin dianggap sebagai ibu dan juga kakak perempuan yang baik.
" Nadira putriku ". Seru Santi, lalu wanita paru baya itupun mencoba memeluk tubuh Nadira.
" Selamat ya sayang, kamu sudah menjadi istri Danu, mama harap kamu bisa menjadi istri yang baik untuk dia, dan mama juga berharap semoga kebahagiaan selalu menyertai keluarga kecilmu ". Seru Santi sebelum ia melepas rengkuhannya dari Nadira.
Nadira yang meski hanya sesaat diperlakukan selembut itu oleh mamanya merasa sangat tersentuh. Andai saja jika mamanya itu bisa memeluknya setiap saat, sudah pasti dirinya akan sangat bahagia, namun sepertinya itu adalah sebuah angan - angan saja, karena tak akan mungkin pernah tulus melakukannya.
Selesai dengan saling memeluk anggota keluarganya, kegiatan pun masih terus berlanjut dengan menyalami beberapa tamu yang cukup banyak hadir dalam akad pernikahan itu.
Siska menatap senang pada Dira, ia sangat senang karena ternyata suami Dira nampak terlihat acuh pada Dira.
" Heh...baguslah kalau si Dani acuh sama kamu, semoga nasibmu malang Dir ". Batin Siska.
Semua kegiatan setelah akad pun telah usai. Tak ada malam resepsi yang digelar, hari ini hanya tentang akad nikahnya saja, dan itu artinya, sudah saatnya lah bagi Dira untuk ikut pulang dan tinggal bersama suaminya.
Dengan rasa kesedihan yang masih terus melanda hatinya, Nadira tetap mengikuti langkah sang suami untuk masuk ke mobil. Namun sebelum ia benar - benar masuk, Nadira menatap wajah papanya.
Sangat tergambar jelas dari rautnya, jika papanya merasa sedih karena harus berpisah dengannya. Namun sesaat setelah itu, papanya tersenyum padanya seolah mengatakan jika semuanya akan baik - baik saja.
Lantas Nadira pun juga ikut tersenyum, hatinya sudah merasa lebih tenang karena melihat senyuman sang papa. Dan akhirnya Nadira pun benar - benar masuk ke mobil bersama suaminya, untuk melanjutkan perjalanan menuju rumah mereka.
*****
Sepasang pengantin baru itupun telah sampai di kediaman baru mereka. Dengan masih malu - malu, Nadira mencoba mengikuti langkah sang suami atau lebih tepatnya Nadira mengekori Dani dari belakang tubuhnya, hingga kini mereka berdua telah benar - benar sampai di ruang tamu.
Sepanjang memasuki ruangan rumah suaminya, Nadira tak henti - henti menatap area di sekitarnya. Setelah di perhatikan, ternyata rumah suaminya ini sama besarnya seperti rumahnya.
" Masukkan nomer handphone mu di sini ". Seru Dani pada akhirnya setelah sekian lama pria itu diam.
Nadira pun langsung mengarahkan pandangannya pada handphone Dani.
" Kenapa kamu diam, cepat masukkan nomer handphone mu ke handphone ku ". Seru Dani lagi namun rautnya sedikit berubah agak kesal.
Nadira yang tak ingin suaminya menjadi marah, akhirnya meraih handphone suaminya itu, lalu ia pun memasukkan nomer handphone nya sesuai dengan perintah suaminya.
" Ini kak, nomernya sudah saya masukkan ". Sahut Dira pelan dengan menyerahkan handphone itu pada suaminya.
" Itu kamarmu ".Tunjuk Dani pada salah satu kamar di rumahnya.
" Kamu tidur di sana... malam ini aku akan keluar, dan akan ada kemungkinan malam ini aku tak kembali, jadi kamu tinggal di sini saja dulu sendiri, dan besok akan ada dua orang pembantu yang akan datang kemari, jadi selama aku tidak ada di rumah ini, kamu boleh melakukan apapun yang kamu mau selama itu tidak mencoreng nama baikku dan juga keluargaku ". Ujar Dani panjang lebar.
Lalu pria itu pun hendak melangkahkan sepasang kaki jenjangnya menuju pintu keluar.
" Kak Dani tunggu kak ". Cegah Dira.
Sontak Dani pun langsung menghentikan langkahnya dan langsung menoleh pada Dira.
" Maaf kak kalau Dira lancang, tapi boleh Dira tanya... memangnya kak Dani mau kemana sampai ada kemungkinan kakak tidak kembali malam ini? ". Tanyanya dengan sedikit takut.
Dani terdiam, ia menarik nafasnya sejenak. Sepertinya dirinya memang harus menjelaskannya.
" Malam ini aku akan keluar, ada hal yang sangat penting yang tidak bisa aku tinggal, dan kemungkinan besar aku tidak kembali malam ini, tapi juga ada kemungkinan aku akan lama kembali, tapi kamu tak perlu khawatirkan itu ".
" Dan satu lagi, aku akan rutin mengirimkan uang setiap bulannya ke rekening mu sebagai uang nafkah... dan jangan bertanya apa - apa lagi ". Jelas Dani.
Setelah mengucapkan kalimat panjang lebarnya itu, Dani pun langsung keluar dari rumahnya dengan meninggalkan Nadira seorang diri di sana.
Mendengar kalimat yang baru saja suaminya lontarkan, membuat Nadira semakin bingung dibuatnya, sebenarnya apa yang terjadi pada suaminya?.
" Kak Dani akan mengirim uang setiap bulannya sebagai uang nafkah, memangnya kak Dani lama tak akan pulang? ". Batin Nadira bertanya.
Bersambung..........
Hai kakak - kakak, Author kembali update, semangat membaca.
🙏🙏🙏🙏🙏❤❤❤❤❤
🌿🌿🌿🌿🌿
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!