NovelToon NovelToon

MATIMU MEMBERIKU JODOH

1. Kencan Terakhir

"Awas hati-hati!"

Affan sedikit berteriak saat tangan Najwa hampir saja di raih oleh seekor kera yang akan diberi Najwa makan. Najwa mengelus dadanya, gadis berjilbab itu sedikit terkejut. Bukan karena terkejut akan mendapat cakaran dari sang kera, tapi terkejut karena suara Affan yang berteriak mengagetkan dirinya.

"Kamu nggak apa-apa? apa tanganmu terluka?" tanya Affan panik.

Ingin sekali Affan meraih tangan putih mulus itu, untuk memeriksanya. Tapi Najwa pasti tidak akan mengizinkan dia menyentuhnya, karena gadis itu tidak suka kalau Affan menyentuh dirinya sembarangan. Cukup aneh memang, berpacaran selama 9 tahun, mereka tidak pernah berpegangan tangan apalagi berciuman.

"Nana nggak apa-apa mas. Mungkin keranya senang di kasih makan." Jawab Najwa sembari tersenyum.

Affan menghembuskan nafas lega. Sejak awal dia memang kurang setuju untuk kencan di kebun binatang. Tapi Najwa menginginkan pergi kesana, dengan alasan tempatnya ramai sangat cocok untuk pasangan yang belum menikah. Tentu saja menurut Affan itu adalah alasan yang konyol.

"Sayang. Kita nonton saja Yuk?" tanya Affan.

"Nggak mau mas, mending cari tempat lain. Kata temanku, bioskop suka dimatikan lampunya, iya kan?" ujar Najwa.

Affan menghela nafasnya, dia sudah tahu arah pembicaraan Najwa. Tapi sejak dulu memang begitulah kekasihnya itu. Selalu pandai menjaga dirinya dari hal-hal yang di inginkan oleh pasangan muda.

"Sayang. Dua minggu lagi kita akan menikah, aku rasa nggak apa-apalah kita sesekali nonton ke bioskop. Mas juga pengen kayak pasangan lainnya," bujuk Affan.

"Nana nggak mau mas. Kalau kita bisa bertahan selama 9 tahun, maka harus bisa melewati godaan selama 2 minggu ini." Jawab Najwa.

Affan menatap wajah cantik Najwa, yang sejujurnya wajah itu selalu bisa menggoda imannya yang lemah, terutama bagian bibir gadis itu yang begitu menggugah seleranya.

"Mas. Matamu itu loh, dikondisikan!" ujar Najwa membuyarkan hasrat pria itu.

"Astagfirullahaladzim," batin Affan.

"Itulah alasan Nana suka nggak mau diajak ketempat aneh-aneh. Mas itu nggak kesana aja udah punya niat yang nggak baik, apalagi kalau jadi kesana?"

"Kok mikirnya gitu?" tanya Affan.

"Jangan mas kira, Nana nggak paham kearah mana mata mas itu." Jawab Najwa.

"Maaf," ujar Affan lirih.

"Mas. Nana itu bukan manusia sempurna. di keyakinan kita memang tidak ada anjuran pacaran sebelum menikah. Tapi paling tidak kita masih bisa menjaga batasan. Lagi pula ini kencan terakhir kita,"

"Kencan terakhir?" tanya Affan.

"Iya. Dua minggu lagi kita akan menikah, akhir-akhir ini Nana akan di sibukkan dengan ujian semester para muridku. Nana harus segera menyelesaikan pemberian nilai rapot, karena sebentar lagi akan masuk waktu libur sekolah."

"Jadi selama dua minggu kita nggak akan ketemu?" tanya Affan.

"Ya ampun mas, kita ini sudah pacaran lama. Masak iya mas masih punya perasaan begitu?"

"Oh, jadi cuma mas nih...yang kalau nggak ketemu sehari rasanya setahun?"

"Hissttt gombal," ujar Najwa yang disambut tawa oleh Affan.

"Tapi kalau mas kangen, boleh main kerumah kan?" tanya Affan.

"Boleh." Jawab Najwa.

"Kita cari makan yuk? mas sudah lapar," ucap Affan.

Najwa melihat jam yang melingkar dipegelangan tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 12 lewat 5 menit.

"Kita cari masjid dulu mas, ini sudah waktunya sholat dzuhur."

Affan melihat Arloji ditangannya, dan dia pun setuju untuk beribadah terlebih dahulu, sebelum mengisi perut.

"Sejujurnya mas agak sedikit sedih," ujar Affan sembari mengaduk jus alpukat yang dia pesan.

"Kenapa Mas?" tanya Najwa.

"Ini soal kakakku yang tidak bisa menghadiri pernikahan kita." Jawab Affan sembari menyedot jus alpukat dari sedotan.

"Loh kenapa mas?" tanya Najwa.

"Dia kan sedang melanjutkan kuliahnya di luar kota. Nah...pada hari pernikahan kita, dia sedang ada ujian akhir, dan ujiannya itu nggak main-main. Ya maklum saja, dia kan kerja di kantor pajak, ditambah orangnya disiplin juga." Jawab Affan.

"Hah...nggak apalah mas, yang penting kita mendapat restunya. Nanti setelah dia selesai ujian juga akan pulang, nanti kita bisa berkumpul bersama."

Affan terdiam. Pria itu memang belum memberitahu calon istrinya tentang kepergiannya untuk menyelesaikan misi negara. Pria itu tidak ingin membuat Najwa bersedih di hari pernikahan mereka.

"Bu Najwa?" sapa seorang pria.

"Pak Adri?" Najwa melirik ke arah wanita yang menggandeng lengan pria itu.

"Calonnya ya bu?" tanya Adri pada gadis yang diam-diam dia sukai sejak dulu.

"Iya pak. Kenalkan, ini mas Affan. Mas, kenalkan ini pak Adri, salah satu guru di sekolahku," ucap Najwa.

Affan dan Adri bersalaman. Najwa juga berkenalan dengan gadis yang Adri bawa.

"Pantas saja dia tidak melirikku. Pria ini selain tampan, tubuhnya juga bagus. Apa pria ini seorang pengusaha? tapi kalau dilihat dari rambutnya, apa dia ini seorang perwira?" batin Adri.

"Kami cari meja dulu ya bu?" ujar Adri dengan sedikit senyuman.

"Silahkan pak," ucap Najwa.

"Mas Affan," Adri menganggukkan kepala tanda perpisahan.

"Oke lanjut," Affan mengacungkan jempolnya.

Adri dan teman perempuannya berlalu dari hadapan Najwa dan Affan. Sepasang sejoli itu kembali melanjutkan obrolan mereka.

"Sepertinya cowok tadi suka kamu yanx," ucap Affan sembari mengaduk jus alpukat kembali.

"Emang Nana bisa ngelarang?" tanya Najwa.

"Mas percaya kamu, tapi mas nggak percaya dia. Kalau suatu saat dia mengajakmu berduaan dengan alasan tugas mengajar, Mas nggak akan mengizinkan itu,"

"Iya. Nana akan mendengarkan apa yang suamiku larang. Apa mas senang. Hem?"

"Maaf. Bukannya posesif, tapi Mas tahu kamu itu banyak yang suka. Mas nggak rela kalau ada pria lain yang menyentuhmu sebelum mas,"

"Jadi kalau mas sudah menyentuhku, orang lain baru boleh menyentuhku?" goda Najwa.

"Enak saja. Akan mas patahkan tangannya, kalau ada yang berani melakukan itu padamu." Jawab Affan.

"Emm...Mas, emang kakakmu tidak keberatan kalau kamu menikah lebih dulu? takutnya dia nggak mau hadir kepernikahan kita, karena kamu menikah lebih dulu."

"Nggak kok. Mas sudah nanya dia berkali-kali, dia bilang nggak masalah kok. Lagian ya, kalau kita nungguin dia nikah, mungkin kita akan beruban."

"Loh, kenapa mas?"

"Kakak tu tipe yang gila kerja, dan ambisius. Itulah selama 9 tahun kita pacaran, kamu nggak pernah ketemu sama dia. Dia itu dari SMP sekolahnya udah merantau ke luar kota. Dia orang yang smart banget, makanya karier dia cemerlang."

"Sayang banget ya mas, kakak nggak bisa hadir ke pernikahan kita. Apa dia sudah punya calon istri?" tanya Najwa iseng.

"Nggak tahu kalau calon istri, tapi kalau pacar nggak ke itung kayaknya. Playboy kelas teri dia mah," ujar Affan terkekeh.

"Jangan-Jangan Mas gitu juga ya?" tanya Najwa.

"Enak aja. Kamu itu cinta pertama dan terakhirku." Jawab Affan.

"Makasih ya mas, kamu udah jadiin aku cinta pertama dan terakhirmu. Karena mas juga cinta pertama dan terakhirku,"

"Oh...astaga yanx...andai kita sudah sah, ini moment manis buas bermesraan," goda Affan.

"Apaan sih mas," Najwa tersipu, sementara Affan terkekeh melihat Najwa yang malu-malu.

TO BE CONTINUE...🤗🙏

2. Kau Yakin?

Najwa mengayuh sepeda tuanya, sedikit melewati lematang sawah. Hari ini dia begitu terburu-buru mengajar, hingga terpaksa mengambil jalan pintas. Jalan pintas yang hanya bisa dilewati oleh kendaraan roda dua, itupun lebarnya terbatas. Harus punya keahlian menyeimbangkan tubuh, agar kendaraan dan orang yang mengendarai tidak berakhir masuk ke paret sawah.

"Duh...kenapa harus kesiangan bangunnya. Inilah kalau kebiasaan habis sholat subuh tidur lagi. Jadi kesiangan kan? perasaan alarm juga aku stel jam 6 pagi, kenapa jadi jarum panjangnya di jam 6 , jarum pendeknya di jam 7?" gerutu Najwa.

Najwa begitu hati-hati meniti jalan setapak yang begitu sempit . Dia nggak mau waktu yang sudah mepet, membuat dirinya ceroboh dan harus mandi akibat tercebur di paret sawah.

Gadis itu sedikit menaikkan roknya lebih tinggi, agar dirinya bisa dengan mudah dan tidak gugup saat melewati jalan itu. Najwa bisa bernafas lega saat dirinya sudah berhasil melewati jalan yang begitu menantang menurutnya.

Dari kejauhan tampak satpam sekolah akan menutup pagar. Waktu memang sudah menunjukkan pukul 07. 20. Artinya dia sudah telambat 5 menit saat ini, padahal sekolah sedang mengadakan ujian semester.

Najwa memasang senyumnya yang paling manis, satpam sekolah hanya menggelengkan kepalanya, karena Najwa terlambat ke sekolah.

Najwa bergegas mengambil paket soal didalam ruang kepala sekolah, dia cukup tidak enak hati karena dirinya sedikit datang terlambat meskipun kepala sekolah tidak berkata apapun saat ini. Sahabat Najwa yang baru saja singgah ke toilet, segera menyusul Najwa berjalan karena kelas mereka memang bersebelahan.

"Najwa," serunya.

Gadis itu menatap Najwa, kemudian gadis hitam manis itu tersenyum.

"Najwa. Apa pagi ini kau tidak mandi?"

"Butet, kecilkan suaramu! bagaimana kalau didengar anak-anak?" ucap Najwa yang setengah berbisik pada sahabatnya yang mempunyai logat khusus saat bicara.

"Lah kenapa pula kau suruh aku bisik-bisik, suaraku memang seperti ini? malunya kau belum mandi?" tanya Butet yang memiliki nama asli Nita Saragih itu.

Najwa menepuk dahinya. Dia lupa sahabatnya itu memang tidak bisa berbicara pelan, suaranya sudah seperti toa masjid.

"Ya...ya...baiklah, aku coba bicara pelan-pelan, apa betol kau belum mandi?" tanya Nita sedikit mendekatkan mulutnya ke arah telinga Najwa.

"Ya. Jangan bilang siapa-siapa, aku bangun kesiangan tadi," bisik Najwa.

"Eh...kenapa pula rupanya, kenapa kau bangun kesiangan? pastilah kau asyik telpon-telpon kacang hijau kau itu ya?" tanya butet.

Ehemmmm

Kepala sekolah memperingatkan dengan sebuah deheman keras. Karena waktu ujian sudah akan dimulai tepat pada pukul 07.30.

"Aku beritahu kau, sebelum kau masuk kelas. Tolong kau bersihkan dulu belek matamu itu, nanti murid-murid tidak konsentrasi menjawab soal," ujar Butet sembari masuk kedalam kelas.

Najwa mengambil sapu tangan didalam saku bajunya, dan membersihkan kotoran mata yang bertengger disana.

Suasana sedikit hening saat ini, karena murid SD kelas 6 sedang ujian semester dengan sangat konsentrasi. Najwa mengontrol murid-muridnya yang ada di kelas itu, dia tidak mau kecolongan hingga ada murid yang mencontek.

Ting

Sebuah chat masuk kedalam ponsel Najwa. Gadis itu duduk ketempat duduknya, sambil sesekali melirik kearah muridnya yang tampak tenang mengerjakan soal.

"Sayang. Apa ujian semester hari ini jadi di laksanakan?" chat Affan.

Najwa senyum-senyum mendapat pesan itu, dan segera mengetik chat balasan untuk sang pujaan hati.

"Ya Mas. Nana kerja dulu ya? mas juga, selamat bertugas,"

"Baiklah. Mas mencintaimu sayang 😘,"

Sudah Affan duga, bertahun-tahun pacaran, tidak sekalipun Najwa membalas setiap kali dia mengirim emotion mesra. Entah Affan harus bersyukur atau malah harus menangis, karena sudah berpacaran dengan gadis sekaku Najwa. Semua prinsip-prinsip gadis itu seakan tak bisa pupus meski tersapu badai.

Najwa bisa bernafas lega, karena ujian Semester hari pertama sudah berhasil di lewati. Najwa ingin bergegas pulang, karena sejujurnya dia merasa gerah sebab tidak sempat mandi pagi.

"Mau buru-buru pulang kau rupanya," tanya Butet.

"Iya. Sudah nggak tahan, gerah." Jawab Najwa yang dibalas tawa oleh sahabatnya itu.

"Beruntungnya rumah calon suamimu itu agak jauhnya dari sini. Kalau tidak, dia pasti nggak mau jadikan kau calon istrinya yang malas mandi pagi," ujar Butet sembari terkekeh.

"Sembarangan. Aku nggak malas mandi pagi, ini karena darurat Butet," ucap Najwa.

"Sudah ah. Aku mau pulang dulu," sambung Najwa dan mulai bersiap-siap mengayuh sepedanya.

"Eh...gaya kali kau, rumah kitapun searah. Kenapa tidak sama-sama saja?"

"Ya sudah ayo," ujar Najwa.

Najwa dan Butet pulang bersama dengan mengayuh sepeda mereka.

"Apa kau yakin mau kawin dengan si kacang ijo itu?" tanya Butet.

Berulang kali Najwa memperingatkan Butet, agar gadis itu menyebut calon suaminya dengan sebutan nama. Tapi Butet lebih suka menamainya kacang ijo, dengan alasan itu warna seragam kebanggaan Affan. Karena sudah terbiasa mendengar Butet berkata demikian, jadilah Najwa tidak pernah mempermasalahkannya lagi.

"Yakinlah. Kami ini sudah berpacaran selama 9 tahun. Masa iya kami harus sama-sama menjaga jodoh orang lain? amit-amit deh," ujar Najwa.

"Sudah siapnya kau di tinggal-tingal tugas?" tanya Butet.

"Tidak masalah. Itu juga tugas mulia, demi negara. Aku sama sekali tidak keberatan." Jawab Najwa.

"Kamu sendiri bagaimana? kapan bang Ucok melamarmu?" tanya Najwa.

"Tidak tahu. Janji-Janji saja terus, aku sampai bosan menanyakannya. Sudahlah, kalau aku tak masalahnya itu. Tak dapat dia, masih banyak perjaka lain yang bisa ku dapatkan. Aku masih cantik dan bahenol, rugilah dia kalau aku sampai disambar orang." Jawab Butet.

"Jangan sampai kamu disambar kereta atau di sambar petir karena kamu terlalu percaya diri," ujar Najwa terkekeh.

"Tak apalah kau duluan yang kawin. Punyaku belum gatalnya ini," ucap Butet.

"Suka ngasal nih si Butet. Mana ada aku duluan nikah karena sudah gatal, itu karena memang jodohku sudah sampai. Aku do'akan kamu segera nyusul,"

"Eh...kau bilang waktu itu, calonmu itu ada kakaknya kan? dia saja kau kenalkan denganku? biar bisa iparan kita nanti. Apa dia perjaka tampan?" tanya Butet.

"Iya nanti akan aku sampaikan. Tapi sebetulnya aku juga belum pernah bertemu orangnya. Jadi aku nggak tahu dia tampan atau tidak. Bagaimana kalau hidungnya mancung ke atas?" tanya Najwa dengan menahan tawanya.

"Babilah itu yang kau bilang mancung keatas, sekalinya saja kau bilang hidungnya panjang. Nah...pinokiolah itu namanya," ujar Butet yang disambut tawa oleh Najwa.

Tidak terasa karena asyik mengobrol, merekapun sudah sampai. Butet memang lebih dulu sampai dari Najwa, karena rumah Najwa kelang 5 buah rumah dari rumah butet.

"Cepat sekali pulang ndok?" tanya Sumirah.

"Ya buk'e. Disekolah sedang ada ujian semester." Jawab Najwa.

"Makan sana. Kamu pagi tadi ndak sempat sarapan, pasti sudah lapar toh?"

"Bu'e tahu saja. Buk'e masak apa?"

"Garang asem kesukaanmu, sama soto." Jawab Sumirah.

"Wah...mantap," ujar Najwa sembari langsung menuju ke meja makan.

"Pak'e mana buk'e?" tanya Najwa.

"Kamu nanyain Pak'e mu. Ndak usah ditanya pasti kamu sudah tahu tempat peraduannya. Ndak jauh-jauh pasti di kebun singkongnya pak Tukijan." Jawab Sumirah.

"Ngadu ayam lagi?" tanya Najwa.

"Lah iya ndok. Apalagi kalau bukan itu, sudah tua, sudah mau punya mantu, tapi masih ora eling. Bikin malu saja!" ujar Sumirah.

"Kenapa mesti bingung buk, nggak suka bapak ngadu ayam, ya gulai saja kayak waktu itu ayamnya."

"Ho'oh. Abis itu wajan buk'e jadi sasaran palu Pak'e mu." Jawab Sumirah yang disambut kekehan Najwa.

Baru juga dibicarakan, Suratmo datang dengan menenteng seekor ayam jago beserta kurungan ayamnya dengan wajah masam. Sumirah cuma mencebikkan bibirnya, karena tahu wajah masam itu akibat kalah ngadu ayam.

TO BE CONTINUE...🤗🙏

3. Jaga Diri, Jaga Sikap

Sumirah menyusul suaminya kedalam, karena dia tahu pasti apa yang akan di perbuat suaminya itu.

"Ndak ada duitnya pak. Duitnya udah buk'e pake buat belanja tadi pagi," ujar Sumirah saat melihat suaminya sedang melihat disetiap selipan dompet yang tampak tidak terlihat uang disana.

Suratmo melempar dompet kosong itu ke lantai. Tanpa banyak bicara, dia kembali keluar kamar dan menghampiri Najwa yang tengah menikmati makan siangnya.

"Bagi duitmu ndok," ujar Suratmo.

"Ndak ada Pak. Aku belum gajian, gajiannya tiga bulan lagi. Kan uang gajih Nana, Pak'e ambil semua seminggu yang lalu?" Jawab Najwa.

"Kamu ndak ikhlas ngasih pak'e mu?" tanya Suratmo.

"Siapa yang ikhlas pak, la wong duitnya di pake buat ngadu ayam tiap hari. Mbok yo eling to pak? wes tuwek sampeyan iku. Minggu depan Anakmu nikah, isin karo mantumu," Sumirah memotong ucapan Najwa yang hendak menyahuti Suratmo.

"Ndak mau ngasih ya ndak apa-apa, tapi ndak usah pakek ceramah," ujar Suratmo yang kemudian keluar kembali sembari membawa ayam aduannya.

"Ya begitu itu bapakmu itu ndok. Wes tuwek tapi ora eling," ujar Sumirah bersungut-sungut.

"Sudah buk'e. Malu di dengar tetangga," ujar Najwa yang langsung menyudahi acara makan siangnya.

"Untungnya di desa ini pakai sistem kekeluargaan. Bu'e ndak mumet lagi mikirin makanan apa yang harus bu'e buat untuk acara ijab qobulmu nanti. Kalau semua bahannya dari kita, duitnya darimana? buk'e ndak sempat nyimpan duit. Meski bu'e simpan di gulungan ******, pak'e mu itu jago nyarinya, pasti ketemu." ucap Sumirah yang menumpahkan semua kekesalannya.

"Wes toh buk'e. Malu di dengar tetangga," ujar Najwa.

Karena kesal, Sumirah jadi menangis. Melihat hal itu Najwa mendekati ibunya dan duduk disebelah wanita parubaya yang berprofesi sebagai tukang jahit itu.

Sumirah merapikan peralatan jahitnya, sembari menyeka air matanya.

"Seharusnya dulu aku mendengarkan kata-kata mbah mu, agar bercerai dari pak'e mu tapi...."

"Buk'e nyebut! ndak boleh ngomong begitu," ujar Najwa.

"Tidak ndok. Biarkan hari ini buk'e menumpahkan semuanya, biar kamu juga mendengar dan jadikan pengalaman dalam rumah tangga mu nanti," ujar Sumirah berapi-api.

"Judi itu sudah seperti penyakit. Kamu lihat pak'e mu, kebiasaan dari muda sampai terbawa-bawa ke usia tua. Padahal kulit juga sudah bauk balsem, tapi masih juga ndak eling. Tiap hari ngelusi ayam, buk'e saja jarang di elus. Tapi heran kalau tidur ndak mau satu kandang dengan ayam kesayangannya itu, masih mau tidur sama buk'e."

Najwa mendengarkan keluh kesah Sumirah yang sudah terdengar ngalor ngidul.

"Kamu nanti kalau sudah menikah, harus pandai jaga diri, jaga sikap. Jangan kayak pak'e mu itu, mesti depan mertua saja masih yang di elus ayam'e. Kamu dengar ndak buk'e ngomong?" tanya Sumirah dengan emosi.

"Iya buk'e, Nana dengar. Apa masih ada lagi yang mau buk'e luapkan?" tanya Najwa.

Meski sejujurnya Najwa sedikit bosan mendengar keluh kesah Sumirah, sebab pembahasan itu sudah puluhan kali di ulang terus menerus, bahkan sejak dirinya masih duduk di sekolah dasar dulu. Tapi Najwa tahu, Sumirah tipe orang yang curhatannya minta di dengarkan, meskipun yang mendengarkan tidak bisa memberi solusi apapun.

"Kamu temui lagi bude Laras. Pastikan lagi baju pengantinmu, tanyakan dengan pasti harganya. Bilang, kita belum bisa kasih DP dulu. Uangnya akan dibayar langsung saat nerima amplop nanti," ujar Sumirah.

"Iya. Nanti sore Nana akan temui bude Laras, sekarang Nana mau mandi dulu, gerah belum mandi dari pagi."

"Astaga ndok? jadi kamu ngajar tadi ndak mandi toh? owalahh...ndok-ndok, jangan kamu bawa kebiasaanmu itu di tempat mertuamu, ngisin-ngisini."

"Yo ndak toh buk'e. Tadi itu karena darurat, terpaksa karena telat bangun."

"Yo wes, mandi sana!"

Najwa pun masuk ke kamarnya untuk mengambil handuk. Setelah itu dia langsung pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Disisi lain, Affan yang tengah beristirahat menerima panggilan telpon dari kakaknya yang sedang melanjutkan kuliah di luar kota.

"Kamu jadi nikah minggu depan?"

"Iya kak. Apa kakak benar-benar tidak bisa hadir?" tanya Affan.

"Kakak benar-benar minta maaf padamu Fan. Bukannya kakak tidak ingin hadir, tapi ditanggal pernikahanmu, kakak benar-benar sedang mengadakan ujian akhir. Tapi kakak akan menberikanmu restu untuk menikahi buk guru yang kamu bilang sangat cantik itu."

"Tapi rasanya aneh saja kalau keluarga kita tidak lengkap di hari penting seperti itu."

"Kamu tenang saja. Di hari ke tiga kakak akan pulang dan membawa hadiah pernikahan untukmu. Katakan! kamu mau minta apa?"

"Sungguh kakak akan mengabulkan apapun yang aku minta?" tanya Affan.

"Tentu saja. Aku janji akan mengabulkan semua permintaanmu tanpa terkecuali. Anggap saja itu untuk menebus rasa bersalahku karena tidak bisa hadir ke pernikahanmu "

"Baiklah. Aku akan mengatakannya setelah kakak datang,"

"Kenapa tidak kamu katakan sekarang? mumpung kakak berada di kota besar,"

"Tidak. Aku mau memikirkannya dulu sebelum memintanya."

"Ya baiklah, pikirkanlah matang-matang. Asal jangan kamu memintaku naik baling-baling pesawat saja." Affan terkekeh mendengar banyolan kakaknya itu.

"Sayang. Mandilah! air hangatmu sudah kusiapkan," ujar seorang wanita setengah berteriak.

"Kakak siapa lagi itu? ckk...kakak habis tidur dengan siapa lagi?" tanya Affan.

"Kakakmu ini sangat tampan, jadi para gadis mengantri untuk ku tiduri."

"Hati-Hati meniduri gadis yang nggak bersegel. Takutnya bawa bibit penyakit. Lagian, kakak harus mulai memikirkan masa depan yang serius dengan seorang gadis," ujar Affan.

"Akan kakak pikirkan nanti. Sekarang kakak mau puas-puasin dulu, ntar kalau sudah nikah belum tentu bisa kayak gini lagi."

"Kakak kalau ngomong suka ngasal. Jangan suka bermain-main dengan perasaan wanita, cukup satu saja nggak habis-habis kok."

"Mana bisa kakak seperti kamu. Kakak sudah membayangkan, pacaran 9 tahun pasti sangat membosankan. Apa kamu tidak bosan melihat wajah yang sama dalam waktu 9 tahun, terlebih sudah kamu pegang, kamu cium, bahkan sudah kamu lubangi."

"Hussttt...bahasa kakak nggak enak banget di dengar. Calon istriku bukan gadis seperti itu, kakak nggak akan percaya kalau aku bilang 9 tahun pacaran, tapi kami nggak pernah berpegangan tangan, apalagi mau begituan?"

"Emang nggak percaya. Hari gini gitu? kamu kalau bohong, jangan bohongi kakak, sana bohongi bocah SD,"

"Ya sudah kalau nggak percaya. Apa boleh aku kasih nasehat untuk kakak?" tanya Affan.

"Berhentilah berpetualang yang tidak jelas begitu. Carilah gadis baik-baik yang bisa kakak nikahi. Percayalah, hubungan yang halal itu sangatlah menyenangkan. Kalau ada gadis seperti Najwa, aku akan mengenalkannya padamu."

"Kalau begitu kenapa tidak Najwa saja yang kakak nikahi?"

"Enak saja. Najwa hanya milikku, nggak bisa ku bagi dengan orang lain. Kecuali aku mati,"

"Husttt...jangan ngomong sembarangan,"

"Aku cuma bercanda," ujar Affan terkekeh.

"Ya sudah, aku ucapkan selamat untukmu. Kakak do'akan semoga hubunganmu langgeng, jangan lupa beritahu kakak apa yang akan kamu minta nanti ya?"

"Oke baiklah playboy." Jawab Affan yang disambut tawa oleh kakaknya itu.

Affan mengakhiri panggilan itu, dengan sisa senyum dibibirnya.

TO BE CONTINUE...🤗🙏

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!