"Astaga! Regina, kamu gimana sih? Kenapa berantakan!" bentak Belina.
"Maaf, Ma. Itu bukan aku yang membuat kekacauan ini," lirih Regina, dengan sabar dan lembut.
"Jadi, kamu lihat tempat kotor, kaya gini diam saja, gitu maksud kamu?" Belina menatap Regina dengan tidak suka.
Menantu tidak tahu diri, di sini cuma numpang, udah miskin, nggak punya apa-apa, berlaga kaya majikan saja, gerutu Belina di dalam hatinya.
"Cepetan ambil sapu," titah Belina dengan suara meninggi.
Regina menuruti kemauan Ibu mertuanya yang sangat kejam. Sudah hampir sebulan kepulangannya dari Australia, karena Regina dan Wildan sang suami sudah selesai mengenyam pendidikan di sana. Regina di rumah mertuanya, hanya dianggap sebagai pembantu saja. Semenjak orang tua Regina gulung tikar, biaya pendidikan dan hidup di Australia semua menanggungnya adalah sang mertua.
"Iya, Ma," jawab Regina dengan lembut.
Regina berlari mencari sapu, lalu ia bersihkan area yang kotor. Semuanya adalah ulah adik ipar Regina, memang sangat menyebalkan Intan itu. Regina mencoba sabar menerima bentakan dari mertuanya. Wildan acuh melihat sang istri dimarahi orang tuanya, ia tidak peduli dengan keadaan Regina terkadang sampai di dorong hingga terjatuh.
"Sekarang, kamu masak di dapur sana," titah Belina.
"Iya, Ma." Regina berjalan ke dapur sambil menahan tangisnya, sakit rasanya omongan ibu mertua yang menyakiti hatinya.
"Ih, buruan lelet banget si, aku sudah lapar ini," gerutu Intan sambil berkacak pinggang.
Regina tidak menjawab cibiran dari sang adik ipar. Iya terus berjalan ke dapur menyiapkan makanan untuk seisi rumah. Ya Tuhan, baru kemarin si Mbak pergi dari rumah ini, kenapa kotor sekali dapur, mana aku binggung mau masak apa? Selama ini aku tidak bisa masak, di Australia saja aku beli makanan, batin Regina yang sedang menangis.
"Ya ampun, Re. Kamu itu gimana sih! Kenapa ini berantakan? Kamu apakan ini?" tanya Belina dengan sinis.
"Aku juga tidak tahu, Ma. Aku ...." Regina menghentikan ucapannya karena terpotong oleh Belina.
"Kamu berani ya, jawab ucapan saya," ucap Belina sambil mendorong tubuh Regina.
"Hei, gendut buruan, aku mau ke kampus, semuanya mau pergi beraktivitas, jangan lelet deh," cibir Intan.
Belina dan Intan berdiri di pintu sambil mengawasi Regina sedang memasak. Akhirnya sarapan pagi mereka adalah nasi goreng telur mata sapi gosong. Jangan ditanya masakan Regina seperti apa? Biarkan orang rumah yang berkomentar. Butuh waktu empat puluh lima menit Regina memasak nasi goreng. Ia sudah menaruh di atas meja makan dengan jantungnya dag-dig-dug serasa mau interview.
Semua duduk di bangku masing-masing kecuali Regina yang berdiri siap melayani orang rumah. "Apa ini? Kenapa telurku gosong begini." Suara Intan meninggi.
"Hoek, Kenapa rasanya asin begini, Regina? Kamu tidak pintar sekali dalam memasak, percuma kamu lulusan Magister," cibir Belina.
Ya Tuhan, hubungannya Magister sama masak apaan? Ibu mertua yang aneh, gerutu Regina sedikit kesal hanya bisa diungkapkan di hatinya.
Prank ...
Suara pecahan piring yang berserakan di lantai. Semua orang yang berada di meja makan, hanya bisa melihat dengan keterkejutannya. "Astaga, Wildan," ucap Belina syok.
Regina langsung bergetar seluruh tubuhnya, ia tidak mampu berucap satu kata pun. Untuk menatap Wildan saja tidak berani, ia baru melihat tingkah suaminya berubah drastis seperti itu. "Kenapa, kamu diam saja, bereskan, Regina," titah Belina.
"Iya, Ma." Regina langsung berjongkok mengambil pecahan piring tersebut.
Wildan berdiri lalu berjongkok ia membisikkan sesuatu di telinga Regina. "Apa selama ini aku selalu memanjakanmu, sampai-sampai kamu tidak mengerti cara memasak dengan benar." Wildan meninggalkan meja makan.
Sedangkan Regina langsung mematung mendengar ucapan Wildan yang sangat menyakiti hatinya. Semenjak pulang ke Indonesia Wildan berubah sikapnya kepada Regina. Regina tidak tahan dengan sikap Wildan yang begitu dingin. Air matanya lolos begitu saja di pipi. Regina usap mencoba tegar, tiba-tiba Intan menghampirinya membuang nasi gorengnya di atas kepala Regina.
"Nggak becus, jadi istri," cibir Intan lalu pergi meninggalkan meja makan. Satu persatu pun pergi, Belina lalu di susul oleh Arsen sang ayah mertua.
Andai Papa sama Mama masih hidup, aku tidak akan seperti ini, batin Regina dengan tangisannya pecah.
Waktu terus berputar, Regina dalam sehari ini telah lelah membersihkan rumah. Regina mencoba mencari resep makan melalui internet, ia mencoba mengikuti instruksi dari internet cara memasak yang benar untuk makan malam. Selesai memasak Regina mencoba merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Ia melihat ke dinding jam sudah menunjukkan pukul 17.00 tanda sebentar lagi Wildan pulang dari kantor.
"Mandi ah, sebentar lagi kan Mas Wildan pulang," ucap Regina masuk ke dalam kamar mandi.
Selesai mandi Regina memakai dress berwarna biru tua, ia tak lupa memakai lipstik sedikit menyala, dan memakai make up agar kelihatan fresh. Setelah itu Regina menunggu Wildan di depan teras rumah. Ternyata ibu mertua dan ayah mertua yang telah pulang terlebih dahulu. Regina dengan santun mencium tangan mereka. Belina dan Arsen acuh, Regina hanya bisa diam menahannya. Beberapa menit kemudian Intan pulang dari kampus, gadis itu selalu pulang di sore hari.
"Hei, Kak. Kamu itu nggak cocok pakai pakaian seperti ini, jatuhnya kaya daster, tahu nggak? Nggak elegan tahu," cibir Intan sambil menertawakan Regina. "Orang nggak tahu diri, udah gemuk pakek kebanyakan gaya," gerutu Intan sambil berjalan.
Regina merasa insecure, dengan tubuhnya yang gemuk. Padahal sebelum menikah ia mempunyai tubuh yang indah. Semenjak hidup di luar negeri Regina kebanyakan junk food, karena tidak pernah makan masakan rumahan. Tiba-tiba dari kejauhan mobil Wildan berhenti tidak masuk ke dalam rumah. Wildan keluar dari mobil sebelum itu dia cium pipi kiri dan kanan Selvi. Sangat terlihat jelas di mata Regina.
"Mas, itu siapa?" tanya Regina tanpa curiga.
"Oh, itu Selvi, rekan kerja," jawab Wildan dengan dingin.
"Oh, begitu rupanya, lalu kenapa mobil, Mas, di bawa olehnya?"
"Kamu itu nggak usah ikut campur, bukan urusan kamu," jawab Wildan pergi meninggalkan Regina di teras rumah.
Regina tercengang dengan jawaban Wildan seperti itu. Selama di luar negeri dia tidak pernah kasar. Regina sempat berpikir aneh-aneh tapi ia tahan, ia harus berpikir positif keluarganya akan baik-baik saja. Regina masuk ke dalam rumah lalu menyusul suaminya di dalam kamar. Ternyata suaminya sedang mandi di kamar mandi. Entah kenapa seperti ada seseorang membisikkan sesuatu ke telinganya untuk membuka ponsel Wildan. Regina ambil ponselnya lalu ia mencoba membuka password ponsel Wildan lalu terbuka layarnya. Saat Regina akan membaca pesan di ponsel Wildan terjadi sesuatu.
Regina ambil ponselnya lalu ia mencoba membuka password ponsel Wildan lalu terbuka layarnya. Saat Regina akan membaca pesan di ponsel Wildan terjadi sesuatu. "Kamu kenapa di situ?" tanya Wildan sambil keluar dari kamar mandi.
Reflek Regina langsung menyimpan ponsel Wildan di balik tubuhnya. Hampir saja ketahuan, jantung Regina seperti ingin lepas dari tempatnya. Belum sempat Dina membaca pesan tadi, dengan perlahan Regina menaruh ponsel Wildan di nakas saat Wildan lengah. "Nggak pa-pa Mas, aku mau ngajak makan malam."
"Tunggu di bawah saja. Oia, makananmu awas saja jika tidak enak lagi," ancam Wildan.
"Aku sudah berusaha semaksimal mungkin, Mas," jawab Regina. Wildan acuh dengan jawaban Regina.
Regina keluar dari kamarnya, ia berjalan menyusuri anak tangga. Semua orang belum berada di meja makan. Regina kembali ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Regina mencoba lebih cekatan agar tidak dimarahi Belina. Ia taruh semua masakan di atas meja makan dengan semua peralatan makan juga sudah siap. Satu persatu semua orang datang untuk makan malam.
"Tumben, sudah siap?" ucap Belina sambil menarik kursi yang akan ia duduki.
"Awas, aja ini makanan kalo nggak enak." Intan ikut menimpali.
"Sudah makan saja." Wildan mencoba menengahi.
"Emb, lumayan, walaupun cuma ayam goreng saja," ucap Arsen sambil terheran-heran.
"Apa cuma, ini saja?" tanya Belina ikut tercengang di meja makan hanya ada ayam goreng dan saus sambal.
"Ku, kira ada yang lain," gerutu Intan.
"Maaf, Ma. Sayuran habis," terang Regina sambil berdiri di samping suaminya.
"Besok pagi kamu ke pasar, sebelum kita pergi beraktivitas, makanan sudah ada di atas meja," titah Belina.
Selesai makan malam Regina membereskan sisa-sisa makanan yang berada di atas meja makan. Regina merasa lelah seharian membereskan rumah. Ia masuk ke dalam kamar, ia buka pintu dengan pelan. Regina sedikit curiga saat melihat sang suami sedang duduk bersandar di ranjang sambil senyum-senyum sendiri.
Mas Wildan chat dengan siapa? Sampai dia senyum-senyum sendiri, batin Regina sambil berjalan mendekati Wildan.
Sampai Wildan tak menyadari jika Regina sudah di depannya. "Mas, capek tidak? Mau aku pijat?" tawar Regina.
"Nggak perlu, aku mau tidur saja," jawab Wildan sambil menarik selimutnya. Akhirnya mereka berdua tidur, walaupun Regina sedikit kecewa dengan penolakan sang suami.
Up setiap jam 23.23
Bersambung.....
Happy reading guys,
Jagan lupa memberi like, komentar, vote & gift.
Stay tune terus ya guys, jangan lupa tekan tanda favorit agar kalian tidak ketinggalan.
Terimakasih atas dukungan kalian.
1 like pun sangat berarti untukku ❤❤❤
Pukul 04.00 dini hari, Regina sedang asik dengan tidurnya tiba-tiba pintu terbuka. Belina masuk ke dalam kamar Wildan dan Regina dengan mengendap-endap agar Wildan tidak bangun. Belina mencoba membangunkan Regina, sampai Regina terkejut bukan main hingga Regina berteriak. Belum sampai berteriak mulut Regina di tutupi oleh tangan Belina agar diam.
"Jangan berisik cepat keluar, aku tunggu di luar," titah Belina dengan berbisik-bisik.
Dengan terpaksa Regina bangun, masuk ke kamar mandi mencuci wajahnya dan menggosok giginya. Selesai itu Regina menemui Belina yang sudah menunggu cukup lama. "Kamu tidur lagi, ya? Saya itu sudah nungguin kamu dari tadi." Suara Belina meninggi.
"Maaf, Ma. Aku tadi ke kamar mandi dulu."
"Ini uang, cepat sana ke pasar sekarang."
"Ma, ini masih pagi sekali, belum ada pukul 06.00 pagi, aku takut pergi sendirian." Regina mencoba mengiba.
"Saya tidak mau tahu, sana pergi ke pasar," usir Belina.
"Yaudah aku ganti baju dulu," jawab Regina.
"Apa! Kelamaan, kamu nanti. Sekarang saja nggak usah ganti."
Dengan terpaksa Regina menuruti Belina, untung saja Regina sebelum keluar kamar telah membawa ponselnya. Jadi ia bisa memesan ojek online untuk pergi ke pasar. Ya Tuhan, kuatkan aku untuk mengahadapi cobaan ini, batin Regina sambil menunggu ojek online.
Beberapa saat kemudian Regina sampai di pasar, ia sudah berbelanja kebutuhan dapur. Pukul sudah menunjukkan 05.30 Regina bergegas pulang ke rumah. Ternyata di pinggiran pasar tradisional jarang sekali ojek. Regina berjalan keluar untuk mencari ojek, tiba-tiba ada suara.
Tin ...
Tin ...
Regina langsung terkejut membalikkan tubuhnya, ia kaget ada motor yang mau menyerempetnya. Regina menjatuhkan semua belanjanya, ia memejamkan matanya karena sudah pasrah. Dewa penolong telah datang menyelamatkan Regina. Dengan menarik tubuhnya, hingga mereka berdua terjatuh bersama.
"Aau ...." Regina merintih kesakitan sikunya berdarah.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Melvin.
"Terima kasih, sudah membantu saya," ucap Regina sambil bangun berdiri. Regina cepat-cepat membereskan belanjaannya lalu pergi.
Melvin hanya melihat kepergian Regina dengan tertatih-tatih. Ingin membantu tapi Regina sudah pergi naik ojek online-nya.
****
Sampai di rumah Regina membersihkan lukanya yang berada di siku, kakinya sedikit sakit. Ia langsung memasak untuk sarapan pagi, yang telah di pesan oleh Belina. Sambil sedikit-sedikit melihat ke internet. Waktu sarapan pagi sudah datang, siku yang terluka sangat jelas. Wildan tak bertanya sama sekali dengan luka itu. Regina hanya diam, melihat kedinginan sang suami.
"Tanganmu kenapa, Re?" tanya Arsen.
"Aku tadi terjatuh di pasar, Pa," terang Regina.
"Makannya, kalo punya mata itu di pakai, Kakak." Intan tertawa bahagia melihat Regina terjatuh.
"Kenapa, bisa jatuh? Apa kamu tidak bisa hati-hati kalau berjalan." Wildan tetap terfokus dengan makanannya di piring enggan menatap Regina.
Belum sempat Regina membela dirinya sendiri, Intan sudah menjawab pertanyaan Wildan. "Makannya diet, biar bisa fokus, bukan cuma makanan aja dipikirin." Regina menimpali.
Astaga Intan, hubungan jatuh sama berat badan apa? Ini anak lama-lama nyeselin, gerutu Regina di dalam hatinya.
Rasanya Regina ingin mengungkapkan isi hatinya, tapi takut membuat keributan di pagi itu. Semua orang satu persatu pergi beraktivitas. Regina membereskan meja makan, tiba-tiba ponselnya berdering saat ia lihat adalah hari pengingat.
"Ya Tuhan, hari ini adalah hari anniversary pernikahanku dengan Mas Wildan," gumam Regina dengan antusias.
Regina berinisiatif membuat makanan spesial untuk Wildan dan mengirimkannya secara langsung. Saat semua sudah siap, Regina sudah berdandan hanya sederhana tidak terlihat istri CEO. Regina berangkat ke kantor Wildan hanya menggunakan taksi online. Cukup lumayan menempuh perjalanan ke kantor Wildan butuh waktu empat puluh lima menit menuju ke sana.
"Terima kasih, Pak. Ini uangnya," ucap Regina sambil menutup pintu mobil.
Regina masuk ke lobi perusahaan, ia berbicara kepada resepsionis yang berada di sana. "Kak, Maaf. Saya ingin bertemu dengan Mas Wildan, bisa dihubungi, bilang saya membawa makan siang, untuknya."
"Apakah, Anda sudah membuat janji dengan Tuan Wildan?"
"Belum," jawab Regina.
"Mohon tunggu sebentar, coba saya hubungi sekertaris Tuan Wildan."
Menunggu beberapa menit sampai kaki Regina kesemutan berdiri terlalu lama. Akhirnya resepsionis berkata harus menunggu karena Wildan sedang di luar bertemu klien. "Maaf, Mbak. Tuan Wildan sedang berada di luar bertemu klien. Anda bisa tunggu di ruang tunggu, jika berkenan menunggu." Resepsionis memberitahu.
Regina langsung membalikkan tubuhnya, langsung menuju kursi tunggu. Belum sempat melangkah para resepsionis berbisik-bisik, tapi terdengar oleh Regina. "Asisten rumah tangga, Tuan Wildan ngapain sih, kecentilan gitu, segala bawa makan siang."
Apa memang tubuhku ini harus benar-benar diet? Agar Mas Wildan tidak malu, batin Regina sedikit kecewa dengan cibiran resepsionis Wildan.
Regina mengepalkan tangannya, ia langsung menghampiri resepsionis yang baru saja mencibirnya. Regina mengepalkan tangannya, ia langsung menghampiri resepsionis yang baru saja mencibirnya. "Maaf, Anda baru saja bicara apa, ya?" tanya Regina sedikit penuh penekanan.
"Apa, Mbak? Ada masalah, dengan ucapan saya," ucap Resepsionis sambil senyum mengejek.
Tanpa diduga-duga Wilda masuk ke arah lobi perusahaan. "Mas," panggil Regina sambil berlari menghampiri Wildan.
"Kenapa kamu, di sini?" Wildan menarik tangan Regina membawanya ke luar dari lobi.
"Aku ke sini membawa ini, buat Mas, spesial untukmu," ucap Regina mengulurkan kotak makan itu.
"Tidak perlu, saya sudah makan di luar, ingat, jangan pernah ke kantor lagi," titah Wildan.
"Kenapa Mas? Aku tidak boleh ke kantormu lagi?" tanya Regina sendu.
"Kamu lihat dirimu, sampai resepsionis saja mengacuhkanmu karena bentukmu seperti itu."
Ya, pasti kata-kata Wildan sangat menyakiti hati Regina. "Jadi karena aku gemuk, maksud kamu itu?"
"Sudahlah, saya sibuk. Kamu pulang saja sana," usir Wildan.
Regina bergeming, hanya bisa melihat kepergian Wildan begitu saja. Wildan masuk kembali lagi ke dalam lobi. Para resepsionis hanya menundukkan kepalanya saat Wildan melewati mereka.
"Kira-kira siapa wanita itu ya? Sampai Si Bos, menarik tangannya keluar." Para Resepsionis bertanya-tanya.
Regina mendekati security perusahaan, memberikan makanan yang telah ia masak untuk Wildan. Para security yang akan istirahat makan siang oleh Regina dicegah tidak boleh membeli makanan.
"Selamat siang, Pak?" tanya Regina mencoba tegar.
"Ada yang bisa dibantu, Nona?" tanya Security.
"Bapak mau makan siang, ya?"
"Iya, Non. Mau istirahat, mau makan," terang salah satu Security.
"Jangan beli, Pak. Makan ini saja, ini cukup untuk Bapak berdua makan." Regina memberikan kotak nasi kepada security.
"Repot-repot, Non. Kenapa nggak Nona saja yang makan, kita jadi nggak enak," terang Security.
"Suami saya, ternyata sudah makan siang, ini untuk Bapak saja."
"Suami Non kerja di sini? Sebagai apa?" Dua security pun penasaran.
"Karyawan biasa, Pak. Saya pamit dulu." Regina pun pergi.
Ia sangat hancur meninggalkan perusahaan Wildan. Iya pun binggung akan ke mana, hanya bisa mengikuti langkahnya saja.
Up setiap 23.23
Bersambung.....
Happy reading guys,
Jagan lupa memberi like, komentar, vote & gift.
Stay tune terus ya guys, jangan lupa tekan tanda favorit agar kalian tidak ketinggalan.
Terimakasih atas dukungan kalian.
1 like pun sangat berarti untukku ❤❤❤
Air mata Regina lolos begitu saja di pipinya, ia hapus air mata itu. Regina berjalan, pergi meninggalkan perusahaan Wildan. Tanpa lelah Regina berjalan terus menyusuri jalanan sampai ia bertemu minimarket. Regina sudah merasa lelah, ia duduk di minimarket itu. Sambil menunggu taksi online datang. Dari kejauhan ada sosok pria yang sedang memperhatikan Regina. Pria tersebut tahu jika Regina sedang tidak baik-baik saja. Pria tersebut masuk ke dalam minimarket, membelikan Regina ice cream.
"Ehem." Melvin berdehem lalu memberikan ice cream yang telah ia beli.
"Hah?" Regina cengo.
"Ini buat kamu." Melvin meraih tangan Regina lalu menaruh di tangannya.
"Terima kasih. maaf siapa, ya? Apa kita pernah kenal sebelumnya?" tanya Regina.
"Kamu tidak mengingatku?" Melvin berbalik bertanya.
"Tidak." Regina menggelengkan kepalanya.
"Pasar tradisional, ingat?"
"Oh, kamu yang membantuku terjatuh tadi pagi, ya? Maaf, tadi aku buru-buru, kenalkan aku Regina Hermawan," ucap Regina sambil mengulurkan tangannya.
"Melvin," jawabnya sambil menerima uluran tangan Regina.
Tiba-tiba ponsel Regina berdering, saat ia membuka pesan ternyata taksi online ia pesan sudah datang. "Aku pergi dulu, ya. Taksi yangku pesan sudah datang," pamit Regina tanpa sadar senyum sangat manis di depan Melvin.
Melvin membalas senyuman manis Regina dengan tulus. Regina masuk ke dalam taksi online itu, di perjalanan Regina melamun mengingat-ingat kejadian di mana ia merayakan hari anniversary dengan Wildan waktu berada di Australia.
Flashback on
"Tara ...."
Seru Wildan kepada Regina memberi surprise anniversary mereka berdua. "Ya ampun, Mas. Ini semua Mas Wildan yang sediakan ini semuanya?" Regina tercengang mendapatkan surprise dari Wildan. Makan romantis di apartemen mereka berdua.
"Iya, Sayang. Maaf ya, jika sebagus di hotel bintang lima. Uangku cukup untuk ini," ucap Wildan sambil memberikan hadiah kepada Regina.
"Oh, my God. Jam tangan yang cantik, Mas," seru Regina dengan antusias.
Akhirnya di malam itu mereka berdua terhanyut dengan suasana yang romantis. Membuat keduanya mabuk asmara, Wildan dan Regina akan melakukan olahraga malam. Tiba-tiba Regina berucap, "Jangan buat aku hamil dulu, jika belum lulus kuliah, Mas," pinta Regina.
"Iya, aku tahu," bisikan Wildan dengan suara sensasionalnya.
Flashback off
"Nona, maaf kita sudah sampai," ucap Supir Taksi.
"Emb, iya Pak. Maaf, saya tidak begitu memperhatikan jalanan." Regina memberikan uang kepada supir taksi itu.
"Oalah, Non. Jangan banyak ngelamun nggak baik, buat orang cantik," nasihat Supir Taksi.
"Iya, Pak," jawab Regina dengan tersenyum.
Regina bukan pulang ke rumah Wildan, tapi ke rumah sahabatnya yang sedari kecil Rumi namanya. Regina menemui penjaga agar di bukakan pintu. "Selamat sore, Pak. Rumi ada di rumah?" tanya Regina.
"Maaf, Anda siapa?" tanya Penjaga.
"Saya, Regina. Bilang saja begitu, dia pasti tahu," jawab Regina mencoba meyakinkan.
"Baik, tunggu sebentar saya akan menghubungi, Nona terlebih dahulu," pamit Penjaga.
Tak menunggu lama butuh waktu lima menit saja, penjaga memberitahu Regina bahwa Rumi di dalam rumahnya. Regina pun masuk ke dalam setelah dibukakan pintu. Sampai di depan pintu Rumi menyambut Regina dengan hangat.
"Ya Tuhan, Regina? Lama banget kita nggak ketemu," ucap Rumi dengan memeluk Regina.
"Aku kangen kamu," balas Regina dengan memeluk Rumi.
"Pantas saja, hampir satu Minggu lebih, kamu aku telepon nggak bisa, ternyata kamu di sini udahan."
"Iya, Rum."
"Ayo, masuk. Kita bercerita di dalam," ajak Rumi.
Regina pun masuk, duduk di teras belakang rumah Rumi. Mereka duduk santai sambil bercerita selama ini tidak bertemu. Walaupun sudah tiga tahun tidak bertemu, mereka saling berhubungan lewat sosial media atau pun telepon. Semenjak pulang dari Australia, Wildan melarang Regina untuk bertemu Rumi. Entah alasannya apa ia melarang Regina dan Rumi untuk bertemu.
"Kamu dari mana?" tanya Rumi.
"Aku dari perusahaan Mas Wildan. Ada tragedi yang tidak mengenakkan," jawab Regina sendu.
"Apa, Re? Cepetan cerita," titah Rumi dengan tidak sabaran.
"Sampai di sana tidak di sambut dengan baik, mana aku di bilang, asisten rumah tangganya Mas Wildan, kesel aku tuh," gerutu Regina.
"Lalu Wildan memarahi orang tersebut tidak?"
"Nggak, malah marah denganku katanya aku jangan ke perusahaannya lagi."
"Astaga, Wildan kurang ajar," umpat Rumi.
Ya Tuhan, kapan sih Regina sadar dengan semua ini, dari dulu Wildan suka menyelingkuhi Regina. Aku sering bercerita tapi tidak pernah dipedulikan oleh Regina. Ia sudah tertutup dengan cintanya kepada Wildan, batin Rumi sambil melamun.
"Rum," panggil Regina.
"Emb, iya Re, kenapa?"
"Kamu nih, ngelamun apa si?"
"Bukan apa-apa, Re."
Waktu terus bergulir, akhirnya Regina berpamitan kepada Rumi jika dirinya sudah malam. Regina tidak berani bercerita jika hari ini adalah hari bahagianya bersama Wildan. Jika Rumi mengetahui itu, dijamin Wildan akan disemprot oleh Rumi. Regina tidak mau memperkeruh suasana rumah tangganya.
****
Sekitar pukul 19.00 Regina sampai di rumah, ternyata semua orang sedang menunggu Rumi pulang ke rumah. Bukan karena panik takut hilangnya Regina tak kunjung pulang, tapi karena Regina belum menyiapkan makan malam. Regina masuk ke dalam rumah dengan santai tanpa dosa.
"Bagus, ya. Jam segini baru pulang," ucap Intan melihat Regina dari ujung kepala sampai kaki.
"Lalu kenapa?" tanya Regina sedikit kesal.
"Apa kamu bilang, kenapa?" Intan mendorong tubuh Regina hingga terjatuh.
Regina bersimpuh di lantai, lalu Intan membisikkan sesuatu di telinga Regina. "Kamu itu di sini hanya dianggap sebagai pembantu. Jadi, tolong tahu diri." Regina hanya bisa meremas dress-nya.
"Sudahlah, untuk malam ini kita delivery saja," ucap Wildan sambil pergi meninggalkan Regina.
"Dasar menantu nggak tahu diri," umpat Belina sambil berjalan dengan suaminya.
Ya Tuhan, kenapa Mas Wildan berubah seperti ini. Apa benar karena aku gemuk? Sikapnya berubah sedingin itu, mulai besok aku harus bisa diet, menguruskan badanku lagi, gumam Regina di dalam hatinya, tangisnya pecah saat semua orang pergi meninggalkannya.
Regina mencoba berdiri, memilih masuk ke dalam kamarnya daripada makan bersama dengan mereka. Wildan masuk ke dalam kamarnya melihat Regina sudah tertidur lelap. Setelah itu Wildan menaruh ponselnya di nakas dekat tempat tidur. Wildan merasa ingin buang air kecil, ia meninggalkan ponselnya di sana. Tiba-tiba ponselnya bergetar, membuat Regina terbangun dan melihat id caller-nya yang ternyata Selvi telah menelepon tiga kali. Regina juga sempat membaca pesan dari Selvi, yang muncul di layar. Regina ingin membuka ponsel Wildan tidak tahu pasword-nya.
Selvi
Mas jangan lupa besok ...
Membuat Regina sangat penasaran, karena tidak bisa masuk ke dalamnya. Regina mulai curiga dengan hubungan Wildan dan Selvi. Regina cepat-cepat menaruh ponselnya di tempatnya kembali, takut ketahuan oleh Wildan.
Up setiap 23.23
Bersambung.....
Happy reading guys,
Jagan lupa memberi like, komentar, vote & gift.
Stay tune terus ya guys, jangan lupa tekan tanda favorit agar kalian tidak ketinggalan.
Terimakasih atas dukungan kalian.
1 like pun sangat berarti untukku ❤❤❤
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!