NovelToon NovelToon

Tawanan Cinta Casanova

BAB 1

Langit tampak menghitam di iringi dengan suara suara gemuruh kilat yang terdengar menakutkan. Seorang gadis cantik tengah duduk di halte dengan perasaan lesuh dan resah. Bagaimana tidak, hampir satu bulan lelah mencari pekerjaan namun tak kunjung ia temukan, ternyata mulut kebanyakan orang itu benar bahwa mencari pekerjaan tak semudah membuang pekerjaan begitu saja.

Namanya Anindya Alyssa, gadis sebatang kara yang nekat meninggalkan pekerjaannya demi mencari pekerjaan lebih baik. Bukan tanpa alasan ia memilih untuk berhenti sebagai penjaga toko, namun ia hanya ingin memperbaiki kehidupan nya yang terbelenggu oleh paman dan bibinya yang kejam itu.

"Jadi aku harus gimana, uang tabungan yang aku punya pun tinggal sedikit. Paman dan bibi juga pasti akan meminta uang lagi," gumam Anindya atau yang kerap disapa Anin.

Hujan semakin deras, tubuhnya yang berbalut kemeja putih dan rok dibawah lutut kini sudah berubah menjadi sedikit basah karena cipratan kecil air hujan dari atap halte dan sesekali cipratan kendaraan yang berlalu di depannya.

"Dingin sekali, apa aku jalan kaki saja? lagipula rumahku juga dekat." Ujar Anin seorang diri.

Seberkas lamaran ditangannya pun sudah basah, ia yakin tulisan dan kalimat yang ditulisnya kini sudah berubah tak berbentuk akibat air yang melunturkan harapannya.

Tak ada payung tak membuat Anin urung untuk pulang, awalnya memang ingin menunggu hujan reda, akan tetapi waktu terus saja berputar hingga sore menjelang. Lampu-lampu kendaraan sedikit menyorot dirinya, sampai pada tempat dimana terdapat lubang besar berisi air hujan penuh, Anin menatapnya was-was.

"Jangan sampai aku terkena air sebanyak itu dari kendaraan yang lewat." Celetuk Anin lalu berjalan perlahan.

Baru berujar, mobil lewat dengan sedikit kencang membuat kubangan air itu sudah membentuk gulungan dan siap menyiram Anin yang tampak sudah pasrah.

"Hei!!!!" teriak Anin menatap mobil sedan hitam dengan sedikit kesal.

Siapa sangka jika mobil akan berhenti, sebuah payung tampak keluar mendahului sebelum di susul oleh seorang pria berpakaian rapi setelan jas dan celana bahan, persis seperti orang kantoran.

"Apa anda tidak apa-apa?" tanya pria itu dengan nada bersalah.

"Iya, tapi lihat lah kau sudah membuat pakaianku kotor dan bau begini." Jawab Anin ketus.

"Aahhh iya, jika begitu aku akan menggantinya dengan yang baru." Ujar pria itu siap mengambil dompetnya tetapi Anin menghentikan nya.

"Tidak, aku tidak butuh uangmu. Aku hanya butuh ucapan maaf saja." Cegah Anin membuat pria itu sedikit bingung.

"Maafkan aku, jika kau tidak mau uangku maka biarkan aku mengantarmu pulang saja. Bagaimana?" tawar pria itu membuat Anin lagi-lagi menggeleng.

"Rumahku sudah dekat, aku juga sudah mendapatkan apa yang aku mau, jadi kau boleh pergi dan lain kali hati-hati lah membawa mobilnya." Tolak Anin berniat untuk pergi tetapi di cegah oleh pria itu.

"Tunggu, memang nya kau darimana dan apa yang ada di tanganmu?" tanya pria itu mencegah langkah Anin.

"Aku sedang mencari pekerjaan, tetapi …" Anin tak melanjutkan perkataannya, bagaimanapun ia tidak boleh memberitahu orang lain tentang kesulitannya apalagi jika belum kenal.

"Lupakan saja." Tambah Anin menghela nafasnya kasar.

"Jadi kau butuh pekerjaan? kebetulan aku adalah seorang HRD dari perusahaan Lcf'corp, jika kau memang butuh pekerjaan datang saja ke kantorku dan nanti biar aku putuskan posisi untukmu." Ucap pria itu lalu memberikan kartu namanya.

Anin berniat untuk mengambil kartu nama itu tetapi dihentikan oleh pria itu membuat Anin kebingungan.

"Jika kau memegang kartu ini, bisa saja basah dan alamatnya menjadi tidak terlihat, jadi ayo masuk ke mobilku dan aku akan mengantarmu pulang." Ucap pria itu.

Anin tampak berpikir, ia tidak boleh sembarangan percaya pada orang baru kan, terlebih lagi itu adalah seorang pria.

"Jangan takut, aku tidak akan macam-macam." Tambah pria itu yang mengerti tatapan Anin.

Anin akhirnya mengangguk dan ikut masuk ke dalam mobil pria itu, sebenarnya ia ragu karena tubuhnya yang basah akan membuat mobil itu juga ikut basah, tetapi sepertinya si pemilik tidak masalah.

"Jadi aku bisa dapat pekerjaan di tempatmu?" tanya Anin setelah beberapa saat di dalam mobil.

"Tentu saja." Jawab pria itu.

"Oh iya perkenalkan, namaku Zay. Dan kau?" tanya pria itu setelah memberitahu namanya.

"Anindya, kau bisa memanggilku Anin." Jawab Anin diangguki oleh pria itu.

"Jangan lupa datang ke kantorku ya." Ujar Zay diangguki oleh Anin.

***

Anindya baru saja sampai dirumahnya dengan keadaan basah kuyup dan kotor. Baru saja ia masuk ke dalam rumah, ia langsung di sambut oleh tepuk tangan dari bibinya yang tampak menatapnya dengan tajam.

"Bagus ya, kamu berhenti bekerja Anin?" tanya Rida, Bibi dari Anindya.

"Maaf, Bi. Pekerjaan itu sudah tidak cocok untukku, aku--" belum sempat Anin memberikan jawaban, cengkraman kuat langsung di dapatkan olehnya.

"Kamu pikir hidup itu pakai apa, Anin. Kamu itu menumpang di rumah saya dan itu artinya kamu harus bisa membayar. Jika kamu tidak bekerja, bagaimana kamu akan membayar biaya tinggal dan makan kamu?!" cecar Rida seraya mengeraskan cengkraman di rambut keponakannya..

"Ampun, Bi … Aku berjanji akan membiarkan uangnya segera, aku akan segera bekerja." Ucap Anin memohon belas kasihan seraya mencoba melepaskan cengkraman kuat di rambutnya.

"Tidak akan! berikan uangnya sekarang atau kamu saya usir sekarang juga! Kamu pikir rumah saya panti sosial yang bisa memberikan segalanya cuma-cuma?!" timpal Rida seraya menghempaskan tubuh Anin begitu saja.

Bersama dengan itu paman nya pulang setelah seharian bekeja sebagai tukang ojek online, namun bukannya menolong Anin yang tersungkur, pria yang kerap di sapa Rudi itu malah menambah dengan menginjak buku gadis itu.

"Akhhhh … hiks … Paman sakit …" ringis Anin merasakan panas sekaligus perih ditangannya.

"Hentikan tangisan mu, kamu pikir kami akan peduli." Ketus Rida seraya menarik tangan Anin untuk pergi ke dapur.

"Sekarang masak untuk makan malam, dan bahan masakannya silahkan kamu beli, pakai uang kamu karena saya tidak punya uang!" ujar Rida lalu meninggalkan Anin yang masih menangis.

Anin berusaha bangun, ia meletakkan surat lamaran pekerjaan yang sudah basah tak terbaca itu di meja makan. Ia menangis seraya merogoh kantong rok span nya, ia melihat sisa uang yang dimiliki hanya tersisa 30 ribu rupiah, apa yang bisa ia beli dengan uang segitu.

"Hiks … ayah, bunda." Lirih Anindya memanggil kedua orangtuanya yang telah pergi bertahun-tahun lalu.

Anindya semakin menangis, andai saja kedua orangtuanya masih ada, mungkin kehidupannya tak akan sesulit ini. Ia tak akan menjadi budak di rumah paman dan bibinya yang terasa seperti penjara.

Anindya buru-buru menyeka air matanya saat mendengar langkah kaki, ia menyembunyikan wajahnya yang tampak sembab akibat menangis.

"Kerjain tugas-tugas gue." Ucap Dela seraya melayangkan buku pelajarannya ke arah Anin.

Anin menoleh menatap Dela, ia meraih buku itu lalu memberikannya kembali pada sepupunya yang sudah seperti saudara tiri itu.

"Kan kamu yang sekolah, Del. Kamu juga harus terbiasa mengerjakan semuanya sendiri, sampai kapan kamu minta aku yang mengerjakan nya." Ucap Anin dengan pelan.

"Oh, udah berani bantah lo ya! tunggu sini biar gue panggil Mamah." Ancam Dela lalu segera berteriak memanggil sang Mama.

Tak lama Rida datang, ia menatap putrinya kesayangannya lalu beralih menatap Anin yang tampak menundukkan kepalanya.

"Ada apa ini?" tanya Rida menautkan kedua alisnya.

"Dia gak mau ngerjain tugas sekolah aku, Mah." Jawab Dela menunjuk Anindya.

"Kerjain tugas anak saya setelah kamu membuat makanan, jangan buat saya marah jika tak ingin saya usir sekarang juga!" ucap Rida dengan tatapan tak suka pada Anin.

Anin tak banyak bicara, ia membawa barangnya bersama buku pelajaran Dela ke kamar nya, lebih tepatnya adalah gudang yang ia bersihkan hingga lebih baik dan bisa dibuat untuk tidur.

Anin jatuh terduduk, ia memegangi kepalanya lalu kembali menangis seorang diri. Anin memeluk tubuhnya sendiri, terkadang jika tak ingat akan janji pada mendiang kedua orangtuanya, mungkin Anin sudah mengakhiri hidupnya sejak lama. Dunia terlalu kejam untuknya yang hanya sebatang kara.

Anin mengganti pakaiannya, ia segera pergi ke warung untuk membeli beras dan juga telur, semoga saja cukup agar makan malam dapat ia siapkan.

Malam harinya setelah menyantap makanan sisa Paman, Bibi dan sepupunya, Anin masuk ke dalam kamar, ia meraih ponselnya yang tampak sudah jelek, ponsel yang ia beli dari hasil tabungannya selama bekerja.

Anin meraih kartu nama yang Zay berikan, ia mencatat nomor lalu segera menghubungi nomor tersebut.

"Halo, selamat malam."

"Malam, Pak Zay. Saya Anin, saya gadis yang tadi ditolong oleh anda." Sahut Anindya setelah mendengar suara Zay.

"Oh Anin, besok datang ke kantor ku ya dan jika bisa tolong kirimkan lamaran mu via online malam ini agar aku bisa mempelajarinya.

"Iya, Pak. Saya akan kirimkan segera," balas Anin sebelum akhirnya menutup teleponnya.

Anin segera mengirimkan lamaran nya via online, setelah semuanya beres ia masih belum bisa beristirahat karena harus mengerjakan tugas Dela. Anin mengerjakan semuanya dengan ikhlas, terkadang ia berpikir untuk mengeluh pun percuma karena pada akhirnya semuanya harus dikerjakan juga.

HALO, KETEMU LAGI SAMA AKU DI CERITA BARU

JANGAN LUPA LIKE, KOMEN DAN VOTE NYA 🥰

To be continued

BAB 2

Keesokan harinya, Anin sudah rapi dengan kemeja berwana navy dan rok span yang beruntung bisa kering setelah semalaman ia jemur. Anin segere pergi setelah paman dan bibinya sama-sama berangkat bekerja, sementara Dela masih tidur karena masuk sekolah siang hari.

Anin menaiki kendaraan umum untuk bisa sampai ke kantor yang alamatnya tertera di kartu nama Zay, untung saja semalam ia menyisakan uang 10 ribu untuk ongkosnya sehingga ia bisa pergi, jika saja tidak ia tak tahu akan pergi dengan apa.

Hanya butuh waktu 45 menit dengan dua kali naik kendaraan, akhirnya Anin sampai di kantor yang ia tuju. Anin menatap bangunan tinggi nan megah di hadapannya dengan kagum, gedung itu memiliki puluhan lantai sehingga terlihat hampir menyentuh langit. Dengan langkah yang dibarengi sebuah harapan, Anin masuk ke dalam gedung berarsitektur modern itu. Terlihat sedang terjadi aktivitas kantor dari beberapa karyawan yang mondar-mandir membawa berkas di tangan mereka.

Anin melangkah mendekati meja resepsionis untuk sekedar bertanya dimana ruangan orang yang harus ia temui.

"Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang wanita dengan penampilan yang begitu cantik.

"Pagi, bisakah saya menemui Pak Zay?" tanya Anin tak kalah sopan.

"Apa sudah buat janji sebelumnya dengan beliau?" tanya wanita itu lagi.

Anin mengangguk, untung saja ia sempat menelpon Zay semalam dan meminta persetujuan bahwa ia akan datang hari ini agar bisa cepat bekerja.

"Baik, tunggu sebentar ya Nona." Ujar wanita itu.

"Baik."

Anin melihat wanita ber name tag Sifa itu tengah menelpon, mungkin ia sedang memastikan tentang janji, posisi Zay cukup penting di perusahaan sehingga tak bisa sembarang orang bisa menemuinya tanpa janji ataupun keperluan tertentu.

"Nona, silahkan naik ke lantai 4 menggunakan lift itu ya." Ujar Sifa menunjuk lift yang berada di sebelah kanan Anin.

Anin mengangguk. "Terima kasih." Ucap Anin lalu pergi ke arah lift yang ditunjuk.

Sesampainya di lantai 4, Anin keluar dengan kepala yang celingak-celinguk karena banyak sekali ruangan di lantai itu.

"Yang mana ruangannya?" gumam Anin sangat pelan.

"Anin." Panggil seseorang di belakang Anin.

Anin menoleh. "Pak Zay, selamat pagi." Sapa Anin dengan sopan.

"Ayo ke ruangan ku, aku akan beritahu posisi apa yang cocok untukmu." Ajak Zay berjalan mendahului Anin di susul oleh gadis itu.

Anin terpukau dengan ruangan Zay yang terlihat begitu rapi dan juga nyaman, deretan buku berjejer di belakang kursi pria itu, sofa di sudut ruangan dan juga beberapa bingkai foto abstrak yang ikut menghiasi ruangan itu.

"Duduklah Anin." Ujar Zay menunjuk kursi di depannya.

Anin lalu duduk di depan Zay, melihat apa yang sedang dilakukan pria itu pada berkas berwana merah di tangannya. 

"Aku sudah mempelajari lamaran yang kau kirim via online semalam, dan aku sudah mendapat posisi yang pas untukmu." Ucap Zay membuat wajah Anin berbinar.

"Tapi sebelumnya aku minta maaf, aku tidak bisa menempatkan mu di posisi yang tinggi ataupun di kantor ini." Tambah Zay seraya meletakkan berkas di tangannya.

"Jadi maksudnya bagaimana?" tanya Anin dengan wajah polosnya.

"Perusahaan ini memiliki beberapa cabang usaha, salah satunya adalah hotel. Aku akan mengirim mu bekerja di sana sebagai seorang waiters, apakah kau mau?" tanya Zay serius.

Anin mengangguk dengan cepat, ia cukup sadar diri akan pendidikannya yang rendah bahkan bekerja di sebuah hotel sudah cukup bagus untuknya yang hanya lulusan SMK saja.

"Iya aku mau." Jawab Anin antuasias.

"Baiklah, aku akan hubungi temanku disana agar kau bisa bekerja besok." Ucap Zay lagi.

"Terima kasih banyak, Pak. Anda  sudah sangat membantu saya." Ucap Anin dengan formal.

Zay terkekeh. "Tidak perlu bersikap formal, kau dan aku akan menjadi seorang teman. Jangan lupa padaku ketika kau sudah mendapat gaji pertama disana." Celetuk Zay yang membuat Anin tersenyum dengan lebar.

Anin merasa beruntung karena bertemu dengan Zay, pria baik yang memberikan kehidupan padanya. Pekerjaan ini akan ia jaga dengan baik demi kepercayaan Zay juga, bahkan pria itu sudah menganggapnya sebagai teman, ia tidak mungkin mengecewakan nya.

"Aku akan mengingatnya." Ujar Anin membuat Zau terkekeh lalu menganggukkan kepalanya.

***

Lcf hotel's atau orang biasa menyebutnya Lucy berbintang, hotel berbintang lima di kawasan Jakarta, hotel yang terkenal dengan kemewahan dan pelayanan VIP yang diberikan membuat rate hotel itu selalu menjadi paling atas di antara hotel lainnya.

Kini Anin telah resmi bekerja disana, dengan berpakaian rok diatas lutut dan atasan kemeja wanita yang berwarna hitam lalu tak lupa rambut yang disanggul mirip seorang pramugari.

"Anin, berikan ini ke lantai 8 kamar nomor 114 ya." Ucap senior Anin seraya memberikan beberapa makanan yang telah tertata rapi di trolley.

"Baik, Kak." Balas Anin mengangguk patuh lalu mendorong trolley itu menuju sebuah lift untuk bisa sampai ke pemiliknya.

Sesampainya di lantai 8, Anin mencari dimana kamar yang harus di tuju, saat menemukannya ia dikejutkan oleh suara kencang yang terdengar dari dalam kamar itu.

Anin menghela nafas, seperti yang diajarkan oleh nya, ia harus bersikap profesional dan tidak boleh ikut campur selama tamu disana tidak terluka.

Anin menekan bel kamar, ia memasang senyum ramah ketika pintu terbuka yang memperlihatkan seorang wanita dengan penampilan acak-acakan, bibir bengkak dan leher yang penuh tanda merah.

"Selamat malam Nona, ini pesanan anda." Ucap Anin dengan sopan.

"Terima kasih, dan ini untukmu." Wanita itu memberikan selembar uang sebagai tip.

"Tidak Nona terima kasih, kami dilarang menerima tip dari tamu." Tolak Anin masih dengan senyuman yang sama.

"Tidak apa, simpan untuk uang jajan mu." Katanya memaksa lalu membawa trolley itu masuk dan kembali menutup pintu kamarnya.

Anin kembali ke tempatnya, kini tugasnya melayani para tamu yang duduk di restoran. Desas desus ia dengar bahwa pemilik hotel akan datang untuk menginap setelah setahun pergi ke luar negeri untuk mengurus bisnis disana.

"Anin, hari ini bos akan datang dan kamu sebagai pegawai baru tunjukkan sikap yang baik." Bisik Ratna, senior sekaligus kepala pelayan di hotel lcf hotel's.

"Iya, Kak. Aku akan berusaha untuk memberikan yang terbaik." Balas Anin mengangguk patuh.

"Kak, bos sudah datang." Ucap Hardi, salah satu waiter pria yang sama dengan Anin.

"Oke, ayo kita berikan sambutan yang terbaik." Ajak Ratna pada semua waiter maupun waiters.

Semua pegawai berkumpul di ground floor hotel, mereka sudah membentuk seulas senyum ramah dan hormat.

Tak selang beberapa lama, seorang pria dengan perawakan tinggi dan tubuh kekar datang dengan begitu gagahnya, di belakang pria itu terdapat dua orang berpakaian serba hitam yang Anin tebak adalah bodyguard bos nya.

Anin melihat wajah bos nya yang begitu tampan dan bersih itu dengan kekaguman, rahang tegas pria itu dan tak lupa dengan hidung yang begitu mancung hingga kacamata hitam yang digunakan olehnya tak akan bisa jatuh.

"Astaga, dewa Yunani." Batin Anin.

"Selamat datang, Tuan." Ucap Pak Bara selaku manager hotel.

"Kirimkan laporan hotel ini selama satu tahun terakhir." Ucapnya dengan suara yang begitu tegas.

"Baik, Tuan." Balas Pak Bara mengangguk dengan cepat.

"Kami sudah menyiapkan kamar untuk anda, mari saya antar." Tawar Pak Bara namun terhenti ketika sebuah tangan terangkat.

"Berikan kuncinya, saya bisa sendiri." Tolak pria itu lalu berjalan melewati beberapa pegawai tanpa ia lirik sedikitpun setelah mendapatkan kunci kamar VVIP khusus untuknya.

Anin masih terpaku di tempatnya karena suara bos nya yang begitu tegas, ia tersadar ketika Ratna menyenggol bahunya.

"Cepat, siapkan makanan dan bawa menuju bos kita." Ucap Ratna memberi perintah.

"Ahh iya, baiklah." Timpal Anin lalu pergi untuk melakukan pekerjaan nya.

To be continued

BAB 3

Anin menarik nafas lalu membuangnya pelan, saat ini ia telah berdiri di depan kamar VIP bos nya untuk mengantarkan makanan sesuai dengan apa yang di perintahkan padanya. Sedikit rasa takut hinggap di hati nya, bagaimanpun ini kali pertama nya melayani sang bos, jangan sampai ia membuat masalah yang berkahir menjadi hari terakhir nya bekerja disana.

Anin hendak menekan bel kamar, tetapi terhenti ketika pergelangan tangannya di pegang oleh seseorang. Ia menoleh ke arah pemilik tangan yang mencegahnya, terlihat seorang wanita cantik dengan pakaian minim bahan dan makeup sedikit tebal tetapi terlihat begitu cocok padanya.

"Maaf Nona, apa yang anda lakukan?" tanya Anin dengan sopan.

Wanita itu melepaskan tangannya dari tangan Anin, ia tersenyum mendengar pertanyaan darinya, wanita itu lantas menepuk pelan bahunya yang mana membuatnya semakin kebingungan.

"Biar saya yang antar." Ucap wanita itu lalu menekan bel dan menggeser tubuh Anin hingga tubuh wanita itu yang berdiri di belakang trolley makanan.

"Tapi Nona, ini adalah tugas saya." Cegah Anin hendak mengambil alih trolley makanan itu namun terhenti ketika pintu terbuka.

"Hai!!!" panggil wanita itu dengan manja lalu memeluk erat tubuh tegap pria di hadapannya.

Anin menunduk sopan sebagai bentuk penghormatan pada bos nya. Matanya sesekali mencuri pandang untuk melihat reaksi bos nya yang tampak biasa saja dengan wajah yang terlihat datar.

"Maafkan saya Tuan, saya sudah mencegah--" ucapan Anin terhenti ketika tangan dengan urat-urat yang menonjol itu terangkat.

"Kau boleh pergi." Potong pria itu dengan nada tegas.

Anin menelan gumpalan saliva nya sulit, ia hanya bisa menurut sebelum kehilangan pekerjaan yang baru saja di dapatkannya.

"Baik, Tuan. Permisi," balas Anin lalu pergi.

Anin masuk ke dalam lift, namun tanpa sengaja matanya menangkap pemandangan antara bos dan wanita yang tadi mencegah nya tengah berciuman cukup panas, ia lihat tangan besar bos nya pun sudah menjalar ke bagian dada si wanita hingga membuat ekspresi wajah yang ia sendiri tidak tahu.

Anin menutup mata seraya menekan tombol lift agar pintu bisa secepatnya tertutup, rasanya ia tidak kuat melihat adegan yang sebelumnya tak pernah ia saksikan. Jantungnya semakin berpacu menyadari adegan erotis tadi.

"Apakah wanita tadi istri bos, kenapa mereka bukan melakukannya di dalam saja, kenapa harus di luar sehingga aku melihatnya!" gerutu Anin menggeleng, berharap bayangan adegan itu menghilang dari ingatannya.

Setelah sampai di lantai dasar, Anin langsung pergi ke restoran dengan wajah yang kurang enak di pandang. Beberapa teman kerjanya hanya bisa terkekeh memperhatikan dirinya, begitupun Ratna hingga membuatnya bingung.

"Kenapa kalian tertawa?" tanya Anin dengan polosnya.

"Ngeliat gak?" tanya Desi seraya menyenggol lengan Anin.

"Ngeliat apa?" tanya Anin balik, ia masih belum mengerti ucapan temannya ini.

"Adegan si bos sama ceweknya." Jawab Hardi diakhiri tawa.

Anin tersadar, apakah teman-teman nya pernah mengalami hal serupa dengannya? mengapa mereka semua terlihat begitu biasa saja bahkan tertawa seakan mereka sudah lebih berpengalaman.

"Jangan tegang gitu ah, udah biasa Nin." Pungkas Ratna menghentikan tawanya lalu duduk di salah satu kursi yang ada disana.

"Maksudnya kalian juga pernah lihat?" tanya Anin penasaran.

"Kamu lihat lagi apa, bibir atau bawah?" tanya Desi memberi kode.

"Eumm bibir." Jawab Anin ragu.

"Ck, itu kecil. Coba kamu tanya Hardi sama Bima," timpal Desi kembali mengundang gelak tawa.

Ada apa ini sebenarnya, ah apakah bos nya itu sama seperti di film-film yang suka memanjakan istrinya di tempat mewah, maklum kan orang kaya pasti ada aja sifatnya.

"Sini aku jelasin, kasian banget kamu kebingungan." Ajak Ratna menepuk kursi di sebelahnya.

Anin menurut, ia duduk di sebelah Ratna yang siap bercerita. "Gimana sih Kak, kalian kok kaya udah biasa banget?" tanya Anin heran.

"Jadi bos kita itu memang begitu, suka main perempuan, bahkan sifatnya yang seperti itu sudah terkenal di kalangan pebisnis maupun masyarakat." Jawab Ratna bisik-bisik.

"Orang biasa menyebut Pak Arsen dengan sebutan 'casanova' karena sifatnya itu. Jangan aneh kalo kamu lihat adegan gak biasa, kami semua disini juga pernah merasakan, bahkan lebih dari yang kamu lihat tadi." Lanjut Ratna masih dengan mode bisik-bisik.

"Jadi bos kita namanya Pak Arsen?" tanya Anin diangguki Ratna.

"Arsenio Lucifer." Jelas Ratna seraya menepuk bahu Anin.

"Lupakan dan lanjutkan pekerjaan mu." Perintah Ratna lalu pergi meninggalkan Anin yang masih mencerna kata-kata seniornya itu.

Anin mengucek matanya sendiri yang sudah begitu terasa lengket ingin terpejam setelah semalaman bergadang karena pekerjaan. 

Jam menunjukkan pukul 1 malam, Anin berniat untuk pulang tetapi teman-teman nya melarang dengan alasan 'sudah malam, anak gadis gak baik jalan sendiri' kata mereka dengan kompak, alhasil saat ini ia berada di mes yang di sediakan untuk para karyawan.

"Lagian Nin, mending kamu tinggal di sini aja sih. Gratis dan nyaman, daripada di kos kan bayar." Ucap Desi memberi saran.

"Sebenarnya aku tinggal di rumah paman dan bibi ku." Timpal Anin dengan mata terpejam.

"Oh gitu, ya udah ayo tidur, besok kita dapat sift pagi." Ajak Desi hanya diangguki kecil oleh Anin yang sudah sejak tadi tak tahan untuk tidur.

Sebenarnya Anin agak sedikit takut, ia tadi pergi tanpa diketahui oleh siapapun dan sekarang ia tak dapat pulang. Bagaimana jika paman dan bibinya mencari dirinya, namun Anin tak ada pilihan lain karena waktu pun sudah sangat larut.

Sementara itu di tempat lain, seorang pria dengan wanita tengah memadu kasih dengan aktivitas terlarang yang menggairahkan. Si wanita yang tak henti menjerit dan si pria yang seakan enggan menyudahi aktivitas itu.

3 jam berlalu, wanita itu sudah terkulai lemas tak bertenaga setalah di gempur habis-habisan oleh pria idamannya.

"Pergilah, dan ambil ini." Usir Arsen seraya melempar cek kosong ke arah Monic.

"Tidak bisakah aku istirahat sebentar, tubuhku remuk semua." Ujar Monic seraya memegangi pinggangnya.

"Silahkan, tetapi jangan harap kau akan mendapat bayaran, karena ranjang yang kau tiduri saat ini jauh lebih berharga ketimbang tubuhmu." Balas Arsen dingin.

Monic menghela nafas, seperti kebanyakan cerita teman-temannya bahwa Arsen akan membuang begitu saja wanita yang telah ia tiduri, salah satunya ada dirinya.

Dengan lunglai ia memunguti pakaiannya lalu memakai dengan cepat, ia harus segera pergi sebelum ancaman itu benar-benar di dapatkannya.

"Terima kasih Tuan, saya permisi." Pamit Monic dengan keadaan yang masih acak-acakan.

Arsenio Lucifer, sosok pria yang kini tengah duduk di balkon kamar seraya menghisap nikotin berbentuk batangan, asap yang mengepul dari mulutnya lalu terbang ke udara membuatnya terlihat lebih menawan.

Siapa yang tak kenal sosok Arsen, pengusaha besar dengan tingkah laku ganti pasangan setiap jam membuatnya tak urung di dambakan oleh para wanita, bahkan tak jarang para putri dari pebisnis besar rela hanya naik ke ranjangnya demi bisa bersama Arsen meski semalam saja.

Arsen menekankan ujung puntung rokok nya ke asbak perak yang ada disana, ia lalu beranjak masuk dan meraih ponselnya yang terletak di ranjang.

"Siapkan dia, saya akan kesana." Ucap Arsen pada orang di sebrang sana lalu melempar ponselnya ke ranjang.

Arsen masuk ke dalam kamar mandi, ia harus membersihkan diri dari bekas-bekas menjijikkan wanita murahan tadi dan bersiap untuk menemui wanita selanjutnya. 

Banyak uang dan tampan membuat Arsen begitu mudah mendapatkan wanita cantik bahkan masih tersegel, banyak gadis-gadis yang rela menukar masa depannya hanya demi beberapa lembar uang untuk sekedar membeli makeup ataupun kuota internet.

Setelah 20 menit berada di walk in closet, penampilan Arsen yang awalnya hanya menggunakan bathrobe kini sudah berganti layaknya sosok pengusaha ternama. Jas hitam dipadukan kemeja putih dengan tiga kancing atas terbuka, memperlihatkan bentuk dadanya yang sempurna dan di idamkan oleh banyak wanita.

Jika Arsen mau, dalam sedetik saja ia bisa mendapatkan puluhan wanita yang siap bertekuk lutut padanya, karena selain tampan ia juga terkenal besar dalam memberikan bayaran pada wanita-wanita yang habis ditiduri.

Arsen tak pernah menyesal ataupun terganggu dengan gosip yang sering beredar tentangnya, karena pada kenyataannya ia tetap menjadi pengusaha teratas di berbagai negara dan yang terpenting masih banyak wanita bahkan putri pengusaha terkenal yang siap di jadikan pendamping, lantas kenapa ia harus berubah jika hidup seperti ini saja begitu nikmat.

"Nikmati hidup mu dengan cara apapun, karena hidup hanya satu kali." Arsenio Lucifer.

Like, vote dan komennya ditunggu 🥰

To be continued

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!