BRAK!
Alex mendorong pintu kamarnya dengan kasar, setengah sadar dia masuk ke dalam kamar. Alkohol membuatnya hilang kendali, merasa kini dia hidup di masa lalu.
Dan Jia yang sudah tertidur lelap pun langsung terbangun seketika. Menyingkap selimutnya dengan tergesa dan segera turun dari atas ranjang.
"Al, kamu pulang," tanya Jia, dia berjalan menghampiri menyambut sang suami.
Namun langkah kakinya yang maju tiba-tiba berubah jadi mundur saat dia menyadari satu hal, aroma menyengat ini dan tatapan Alex yang dingin, Jia tahu jika saat ini Alex tengah mabuk.
"Amora," panggil Alex, dengan kedua matanya yang berkabut.
Jia terus berjalan mundur, coba menjauh dari laki-laki yang akan kembali menorehkan luka. Bahkan luka yang kemarin pun belum sembuh.
Namanya adalah Jiana Putri, tidak ada embel-embel Amora dinamanya, tapi Alex selalu menyebut nama itu disaat dia setengah sadar seperti ini.
Hati istri mana yang tidak akan hancur, Jia pun merasakan hatinya yang remuk redam.
Langkah kaki Jia yang mundur pun terpaksa berhenti saat tubuhnya bertumpu pada tepi ranjang. Sementara Alex semakin mendekat, bahkan kini mencekal kedua bahunya.
"Amora."
"Aku bukan Amora Al, aku Jia."
Alex tersenyum miring, menatap lekat wajah sang istri dan menilainya. Jia memiliki wajah yang pucat, kusam bahkan dahi dan kedua pipinya ditumbuhi bintik-bintik kemerahan.
"Ya, kamu memang bukan Amora. Dia adalah wanita yang sangat cantik, bukan wanita buruk rupa seperti dirimu."
Deg! Lagi, malam ini hati Jia kembali diremat dengan paksa oleh suaminya sendiri. Bukan hanya sekali, Jia sudah terlalu sering mendengar hinaan itu.
Ya, aku sudah sering mendengarnya, tapi kenapa hati ku masih saja selalu terluka.
"Lepaskan aku Al."
"Kamu pikir aku sudi menyentuhmu? Percaya diri sekali."
Alex membanting tubuh Jia diatas ranjang. Bersamaan dengan itu jatuh pula setetes air mata Jia.
Namun dengan cepat Jia coba menghapusnya, dia bangkit dan ingin segera keluar dari dalam kamar ini.
Nasibnya akan semakin buruk jika dia terus berada disini, disaat Alex dalam keadaan mabuk.
5 tahun menikah dengan Alex, membuat Jia begitu memahami suaminya.
Dan malam ini Jia tidak ingin melakukannya lagi, membiarkan suaminya menikmati tubuhnya namun membayangkan wanita lain.
"Mau kemana? Hah?" Tanya Alex, dia mencekal tangan Jia yang hendak melewatinya.
"Lepaskan aku Al, jangan lakukan lagi ini padaku." Jia sudah menangis, tangan kanannya bahkan terus berusaha untuk terlepas dari cekalan suaminya.
"Lepaskan katamu? Kamu lupa? Kamulah mengikatku dalam pernikahan ini."
Air mata Jia jatuh semakin deras.
Tidak, bukan aku yang menginginkan pernikahan ini Al, tapi ayah mu, bukan aku.
Tapi percuma mengatakan itu kepada Alex, karena semua ucapan yang keluar dari mulut Jia akan selalu terdengar salah di telinganya.
Malam tahun baru 5 tahun silam hujan turun dengan begitu deras. Jia dan kedua orang tuanya menjual payung di alun-alun kota.
Namun siapa sangka, malam itu terjadi kecelakaan beruntun hingga menewaskan kedua orang tua Jia yang sedang berada di pinggir jalan.
Pelaku utama kecelakaan itu adalah Andreas Carter, ayah Alex sekaligus pengusaha properti ternama di kota ini.
Demi menjaga nama baik keluarga dan tidak masuk penjara, Andreas menikahkan Jia dan Alex.
Saat itu Jia di perdaya, Andreas mengatakan kepada Jia jika ayah dan ibunya menyeberang sebelum lampu merah.
Tidak ingin pula ayah dan ibunya jadi tersangka disaat mereka sudah meninggal, akhirnya Jia setuju untuk menikah.
Jia tidak tahu jika pernikahan ini akan sangat menyiksa dirinya.
"Jangan lakukan Al, aku mohon."
Tapi Alex tidak mau dengar, dia kembali membanting Jia diatas ranjang.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hau hai hai, selamat datang di novel baruku, After Divorce (Setelah Perceraian) semoga suka ya, jangan lupa selalu like dan komen ❤
Happy reading.
I love you, salam Author Lunoxs 👩
"Jangan lakukan Al, aku mohon." Pinta Jia sekali Lagi.
Tapi bukannya pergi menjauh, kini Alex malah menindih tubuhnya. Menyerang bibir Jia dengan kasar, memberi rasa jijik yang begitu Jia benci.
Dia mau memberikan semuanya namun tidak dengan cara seperti ini. Di Saat Alex mabuk dan membayangkan wanita lain.
"Amora." Panggil Alex, kini wajahnya turun dan mulai menyerang tubuh Jia yang lain.
Tak peduli betapa kerasnya Jia menangis, Alex tetap menanggalkan seluruh baju mereka hingga tak bersisa satupun.
Penyatuan itu tidak bisa Jia hindari, dia kalah tenaga.
Dan setiap hentakan yang diberikan oleh Alex, jatuh pula air mata Jia diatas ranjang.
Hingga Alex ambruk, Jia masih menangis dan manahan pedih sendirian, sakit yang ia rasa ditubuh tak begitu dirasa, saat hatinya begitu hancur untuk menerima ini semua.
Susah payah Jia bangun, memunguti bajunya sendiri dan mulai memakainya kembali.
Jia pergi ke kamar mandi, membasuh wajahnya yang penuh dengan air mata.
Berdiri dan melihat dirinya sendiri di dalam pantulan cermin. Jia menatap lekat-lekat wajah dan tubuhnya yang tidak terurus.
Benar kata Alex, dia adalah wanita buruk rupa. Bukan hanya wajahnya yang tidak cantik, namun tubuhnya pun kurus tidak menarik.
Dulu Jia tidak seperti ini, dia adalah gadis yang ceria dan kecantikannya terpancar dari hati.
Namun terkurung di rumah ini membuat hatinya pun meredup, tidak pernah ada kebahagiaan yang Jia rasa dan hanya menyimpan kesedihan, hingga tak ada lagi binar kecantikan di wajahnya.
Jia depresi, hingga tidak sedikitpun terpikirkan akan penampilannya. Tidur nya tak nyenyak, makan pun harus bersembunyi dari sang ibu mertua.
Apalagi semenjak Andreas meninggal 3 tahun terakhir, kehidupan Jia di rumah mewah ini semakin sulit, dia bahkan tidak diizinkan untuk menghabiskan waktu bersama anak kandungnya sendiri yang kini berusia 4 tahun Rayden Carter.
Ibu mertua Jia, Sofia mengambil alih peranannya dalam mengurus Rayden. Sofia menilai, Jia tidak akan mampu mendidik Rayden untuk menjadi penerus keluarga Carter.
Terlepas dari itu Sofia dulu juga tidak merestui pernikahan ini, dia tidak menyukai Jia yang bukan siapa-siapa, bukan dari kalangan mereka.
Tapi Rayden tidak bersalah, dia hanya terlalu sial hingga lahir dari rahim seorang Jia.
Helaan nafas berat Jia terdengar jelas di ruang sunyi ini, terlebih saat ini sudah memasuki pertiga malam. Dunia dalam keadaan redup redam.
Rasanya Jia sudah terlalu lelah untuk terus bertahan. Apalagi saat Jia tidak sedikit pun menemukan harapan indah dalam rumah tangganya.
Haruskah aku mengakhiri pernikahan ini?
Lalu bagaimana dengan Rayden? bisakah aku membawanya pergi?
Ya Tuhan aku harus bagaimana?
Beranilah Jia, berdirilah di kakimu sendiri.
Bawa Rayden dan pergi dari rumah ini.
Ya, di pertiga malam itu Jia sudah mengambil keputusan. Dia akan berpisah dengan Alex dan memulai hidupnya yang baru dengan sang anak, Rayden.
Meski semuanya masih nampak abu-abu, namun Jia sudah bertekad untuk memasuki dunia itu. Menyandang status baru sebagai single parent.
Berulang kali Jia menarik dan membuang nafasnya pelan. Lalu keluar dengan mengendap dari dalam kamar.
Jia menuju kamar sang anak, di sana dia melihat Rayden yang tertidur dengan nyenyak.
Hatinya kembali berdesir, mampukah dia melihat Rayden hidup susah saat bersamanya nanti?
Mampukah dia melihat Rayden meninggalkan semua kenyamanan ini?
Jia menggeleng, keputusan yang sudah bulat ia ambil kini jadi ragu lagi ketika dia melihat wajah sang anak.
Jia kembali di dalam kamarnya.
Duduk di tepi ranjang yang yang berada cukup jauh dari Alex. Jia tidak tidur lagi, dia terus membuka mata hingga matahari terbit dan Alex bangun.
Jia bahkan bisa mendengar dengan jelas saat Alex membuka mata dan berdecih menatap kehadirannya.
"Kenapa masih ada disini? harus berapa kali aku mengatakan jika aku tidak sudi melihat wajah buruk rupa mu saat aku bangun," ucap Alex.
Dan Jia sudah kebal dengan makian itu. Jia mengumpulkan segenap keberaniannya, mengucapkan sebuah kalimat yang sudah dia susun rapi sejak semalam.
"Mari berpisah, ayo kita cerai,"ucap Jia, suaranya terdengar bergetar, tidak pernah selama ini dia mengungkapkan keinginannya seperti ini.
Selama ini Jia hanya selalu menuruti apapun kehendak Alex, suka tidak suka Jia menerimanya, mau tidak mau Jia tetap melakukannya.
Kabur bukanlah pilihan yang baik, karena dia hanya akan membuat hidup Rayden susah. Maka Jia akan mengatakan tentang perpisahan ini baik-baik, lalu meminta Rayden untuk ikut bersamanya. Jia masih berharap, Alex dan Sofia masih berbelas kasih kepadanya.
"Apa? cerai? hahahaha," tawa Alex pecah, meremehkan ucapan Jia.
"Sadarlah Jia, hidupmu seperti apa? keluar dari rumah ini kamu tidak ada bedanya dengan gembel," ucap Alex, tawanya masih mendominasi.
Dan mendengar itu dada Jia rasanya sesak sekali. Tapi Jia tidak akan mundur, dia membulatkan tekad.
"Tidak apa-apa, aku akan menerima semuanya. Lagipula jika terus seperti ini kamu pun tidak akan bisa menemukan kebahagiaan mu sendiri."
Tawa Alex hilang, kini dia menata Jia yang memunggunginya.
Pernikahan ini juga bukanlah hal yang di inginkan Alex, dia sangat membenci Jia, namun sangat menyayangi Rayden, anak semata wayangnya.
Alex tau meski selama ini Jia tidak mengurus Rayden secara langsung, namun ikatan batin diantara keduanya begitu kuat. Rayden pasti tidak akan bisa menerima jika ibunya pergi meninggalkan rumah ini.
Alex mendadak kalut, namun keinginan untuk segera terbebas dari pernikahan ini lebih mendominasi.
"Baiklah, ayo berpisah, tapi katakan kepada Rayden jika kamu yang menginginkannya."
Jia memejamkan mata dan saat itu juga air mata mengaliri wajahnya.
"Izinkan Rayden ikut bersamaku," pinta Jia.
"Biar itu jadi urusan pengadilan."
Sementara Alex segera turun dari atas ranjang dan berlalu begitu saja menuju kamar mandi. Menutup pintunya dengan kuat, hingga Jia semakin menutup matanya, merasakan luka yang seolah disiram oleh air garam.
Jia membeku, ketakutan mulai merayap masuk ke dalam hatinya.
Perceraian ini akan membuatnya melawan Alex dan Sofia, bahkan bisa jadi dia akan kalah untuk mendapatkan Rayden.
Ya Tuhan bagaimana ini?
Jia memukul dadanya yang terasa semakin sesak, dia tidak akan sanggup jika harus hidup tanpa Rayden.
Bagaimana bisa ibu dan anak dipisahkan? itu tidak akan terjadi kan? itu tidak mungkin kan?
Jia bahkan terus menggelengkan kepalanya, tidak ingin jika hal buruk itu benar-benar terjadi.
Dan saat gemericik air di dalam kamar mandi mulai terdengar, Jia pun menghapus air matanya dengan cepat.
Tidak, aku tidak boleh menangis lagi.
Lagi, Jia coba menguatkan hatinya sendiri. Mengumpulkan semua keberanian untuk keluar dari sarang emas ini.
Jia ingin bebas, ingin menemukan hidupnya kembali yang telah hilang. Ingin bisa tertawa seperti saat dia bersama kedua orang tuanya, dulu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!